• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) tergolong jenis tanaman tahunan yang

berasal dari fam

perkebunan yang mampu menciptakan lingkungan sehat karena dapat berfungsi

sebagai sumber oksigen serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena merupakan

penghasil lateks maupun kayu.

Tanaman karet tumbuh baik pada daerah tropis, zona 150 LU dan 150 LS,

suhu 25-300 C, ketinggian 0-400 m di atas permukaan laut, curah hujan minimal

1500 mm/tahun, dan penyinaran matahari 5-7 jam. Perakaran tanaman karet tersusun

atas akar tunggang, akar lateral, dan akar baru. Perkembangan akar dipengaruhi oleh

energi yang tersedia dalam jaringan tanaman dan keadaan tanah di lingkungan akar

tanaman (kesuburan tanah). Tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah aerase dan

drainase baik, remah, porus, dapat menahan air, tekstur terdiri atas 35% liat dan 30%

pasir, tidak bergambut, kandungan unsur hara (N,P, dan K) cukup, dan pH 4,5-6,5

(Verheye, 2010). Kondisi tanah seperti ini dapat meningkatkan produksi tanaman

karet. Oleh karena itu, faktor kesuburan tanah sangat penting untuk pertumbuhan dan

produktivitas tanaman.

2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu myces

(2)

Mikoriza diklasifikasikan menjadi dua subdivisi besar, yaitu ektomikoriza dan

endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) digolongkan dalam kelompok

endomikoriza dengan ciri-ciri: 1) akar yang kena infeksi tidak membesar, 2) lapisan

hifa pada permukaan akar tipis, 3) hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks,

dan 4) mempunyai struktur vesikula serta arbuskula. Fungi ini bersifat obligat dan

telah dilaporkan dapat bersimbiosis dengan hampir 90% jenis tanaman (Smith dan

Read, 2008).

Fungi mikoriza arbuskula termasuk dalam filum Glomeromycota, kelas

Zygomycetes, dan ordo Glomales. Ordo ini terdiri atas 2 sub-ordo, yaitu

Gigasporineae dan Glomineae (INVAM, 2013). Klasifikasi FMA secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 1.

(3)

2.2.1. Anatomi dan Morfologi FMA

Anatomi FMA dibentuk oleh beberapa struktur sehingga dapat bertahan,

tumbuh, dan berkembangbiak pada akar tanaman inang. Struktur tersebut adalah hifa,

arbuskula (struktur hifa bercabang-cabang), vesikula (struktur lonjong atau bulat yang

mengandung cairan lemak), sel auksilari (hifa pelengkap), dan spora. Spora memiliki

klamidospora yang akan terbentuk jika FMA terpisah dengan tanaman inangnya

(INVAM, 2013).

Fungi mikoriza arbuskula dapat diidentifikasi secara morfologis dengan

melakukan observasi terlebih dahulu terhadap FMA tunggal yang diisolasi dari

sampel tanah. Meskipun FMA pada tingkat spesies tidak dapat menggunakan kriteria

morfologis karena memiliki morfologi yang hampir sama, namun beberapa spesies

memiliki perbedaan dari morfologi vesikel, diameter hifa, dan pola pertumbuhan akar

(Abbott, 1982). Dengan demikian, pendekatan morfologis tetap bisa dilakukan

dengan tujuan menilai keberhasilan inokulasi di tanah.

2.2.2. Simbiosis FMA pada Akar

Simbiosis FMA berawal dari pergerakan hifa ekstraradikal yang berasal dari

perkecambahan spora dalam tanah atau akar terkolonisasi. Hal ini terjadi karena

tanaman mengeksudasikan senyawa flavonoid. Selanjutnya, hifa ekstraradikal

menyentuh permukaan akar, membentuk appresoria, dan menembus dinding sel akar

untuk membentuk hifa intraradikal. Hifa ini tumbuh menjalar di antara sel atau

menembus sel epidermis dan akhirnya mengkolonisasi ruang intra dan interseluler

korteks akar. Setelah itu, hifa intraradikal berdiferensiasi membentuk arbuskula,

vesikula, sel auksilari, dan spora intraradikal.

(4)

untuk akar tanaman. Selain itu, hifa ekstraradikal juga mampu menembus pori mikro

untuk mendapatkan air yang tidak dapat dijangkau oleh akar karena garis tengahnya

yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan garis tengah akar. Penyerapan unsur P dan

air oleh FMA dipengaruhi oleh jenis FMA, tanaman, dan lingkungan. Hal ini

mengindikasikan bahwa kesesuaian fungsional antara FMA dan tanaman tidak selalu

berkaitan dengan kolonisasinya (Smith dan Read, 2008).

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan FMA

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan FMA adalah sebagai

berikut:

a. Suhu

Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas FMA sehingga

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. Persentase kolonisasi meningkat

pada suhu 300 C, tetapi beberapa simbiosis FMA dengan tanaman berkembang secara

normal pada suhu 350 C atau lebih (Smith dan Read, 1997). Aktivitas FMA hanya

menurun pada suhu di atas 400

b. Kadar air tanah

C (Mosse, 1981).

Keberadaan FMA dapat menguntungkan tanaman yang tumbuh di daerah

kering. Hal ini disebabkan: 1) FMA dapat menurunkan gerakan air sehingga transfer

air ke akar meningkat, 2) FMA meningkatkan kadar P tanaman sehingga daya tahan

terhadap kekeringan juga meningkat, dan 3) adanya hifa eksternal FMA yang dapat

menyerap air dari areal yang lebih jauh (Rothwell, 1984). Penelitian Daniels dan

Trappe (1980) menunjukkan bahwa perkecambahan maksimum Glomus epigaeus

(5)

c. Derajat keasaman (pH) tanah

Fungi mikoriza arbuskula pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH

tanah. Meskipun demikian, daya adaptasi masing-masing spesies FMA terhadap pH

tanah berbeda-beda. Hal ini disebabkan pH tanah mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan, dan peran FMA terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Daniels

dan Trappe (1980), perkecambahan maksimum Glomus epigaeus terjadi pada pH 6-8. Sementara itu, pada spesies yang berbeda Glomus fasciculatus dapat berkembang dengan baik pada tanah asam (Mosse, 1981).

d. Bahan organik

Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung

bahan organik 1-2% dan kandungan spora sangat rendah pada tanah-tanah berbahan

organik kurang dari 0,5%. Residu akar mempengaruhi ekologi FMA karena serasah

akar yang terkolonisasi FMA merupakan sarana penting untuk mempertahankan

generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut

mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat mengkolonisasi FMA (Whiffen,

2007).

e. Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis pada tanaman. Fotosintesis

yang rendah menyebabkan berkurangnya jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga

mengurangi persentase kolonisasi FMA. Sebaliknya, kolonisasi meningkat pada

intensitas cahaya yang lebih tinggi (Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi, 1983).

f. Ketersediaan hara

(6)

dapat meningkatkan derajat infeksi FMA, memperbaiki kesuburan tanah, dan

meningkatkan hasil tanaman (Smith dan Read, 1997).

g. Logam berat dan unsur lain

Beberapa spesies FMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang

tercemar seng (Zn). Infeksi FMA lebih tinggi pada tanah yang mengalami kekahatan

Mn daripada yang tidak kahat Mn (Mosse, 1981). Beberapa penelitian lain juga

diketahui bahwa FMA tertentu toleran terhadap kandungan Al dan Na yang tinggi

(Janoukova et al., 2006). h. Fungisida

Fungisida merupakan racun kimia yang digunakan untuk membunuh jamur

penyebab penyakit pada tanaman. Namun, penggunaan fungisida juga berdampak

buruk terhadap FMA. Sukarno et al. (1993) melaporkan bahwa fungisida Benlate dan Ridomil dapat mengurangi jumlah hifa antarsel dan arbuskula. Schreiner dan

Bethlenfalvay (1996) menambahkan bahwa aplikasi fungisida seperti Benomyl,

PCNB, dan Captan menurunkan persentase kolonisasi akar oleh FMA bila

dibandingkan dengan tanpa fungisida.

2.2.4. Hasil Penelitian Keanekaragaman FMA

Keanekaragaman FMA pada areal tanaman karet dan jenis tanaman lain telah

(7)

Tabel 1. Hasil penelitian keanekaragaman FMA

Peneliti Jenis Tanaman Lokasi Tipe FMA

Jayaratne

Sclerocystis, dan 3 tipe Complexipes moniliformis. Glomus, Acaulospora, dan Sclerocystis coremiodes.

Glomus dan Gigaspora.

Karepesina (2007)

Jati Ambon (Tectona grandis)

Maluku Tengah 8 tipe Glomus dan 2 tipe

Glomus moseae, Acaulospora, dan Gigaspora margarita.

Scutellospora, 1 tipe Entrophospora, dan 1 tipe Sclerocystis.

Hartoyo et al. (2011)

Pegagan (Centella asiatica) dan 1 tipe Scutellopsora.

3 tipe Glomus dan 1 tipe

Acaulospora, 6 tipe Gigaspora, 16 tipe Scutellospora, dan 1 tipe Ambispora.

Puspitasari et al. (2012) dan 2 tipe Gigaspora.

Iritie et al. dan 1 tipe Gigaspora.

Nurhandayani et al. (2013)

Nenas (Ananas comosus)

Desa Rasau Jaya Umum (Pontianak)

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi FMA (INVAM, 2013)
Tabel 1. Hasil penelitian keanekaragaman FMA

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembelajaran mata pelajaran PAI yang dapat membantu membentuk watak, kepribadian dan moral bangsadalam pelaksanaan pembelajarannya tidak cukup hanya

Berdasarkan hasil penclitian yang dilakukan Wahyuni (2004) tentang kemampuan adesi Streptococcus agalactiae dari susu sapi perah mastitis subklinis pada sel epitel ambing,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat melakukan pemeriksaan pap smear sesuai yang diharapkan, yaitu responden mengalami peningkatan minat yang lebih baik, dengan demikian

Hasil terbaik menunjukan waktu pengeringan pada pengujian dengan putaran 70 Rpm atau dengan 210 kali pergerakan rak tiap 3 menit adalah 8 jam dan kandungan minyak atsiri 2,14%

bcrikan pcrhatian khusus untuk rnemotivasi pada tahap awal pembelajaran, tetapi yang lebih penting pada selunlh tahap pengajaran dibutuhkan motivasi juga. Motivasi

Permasalahan yang dibahas adalah mengetahui urgensi Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui

Skripsi Pola Makan Masyarakat Nelayan Kejawan .... Gita

Sedangkan koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,445 atau 44,5% yang berarti variabel kepuasan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan, insentif