TINJAUAN PUSTAKA
Erosi
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan
permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses
erosi ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah
untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Suripin, 2002).
Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja (2008) menyatakan bahwa erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) dari bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi.
Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hujan merupakan penyebab
utama terjadinya erosi, dengan pukulan air hujan yang langsung jatuh ke
permukaan tanah, agregat yang berukuran besar akan hancur menjadi partikel
yang lebih kecil dan terlempar bersama percikan air, yang akan terangkut bersama
aliran permukaan. Pada tanah yang berlereng, air hujan yang turun akan lebih
banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air akan mengalir dengan cepat
dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas (top soil) yang umumnya
tanah subur (Goro, 2008).
Untuk memperkecil erosi tanah dapat dilakukan dengan cara memperkecil
pengaruh faktor lereng, yaitu dengan membagi-bagi lereng manjadi bagian yang
lebih kecil, sehingga kemiringan dan panjang akan berkurang (terassering).
Sedangkan untuk memperkecil pengaruh faktor vegetasi penutup tanah dapat
dilakukan antara lain, dengan pola tanam yang mengkombinasikan tanaman
tanaman atau rumput, dan penanaman sejajar garis kontur
(Fakhrudin dan Yulianti, 2010).
Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan dan
mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, topografi atau bentuk
wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling
menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam indeks erosivitas
hujan. Besar kecilnya erosi banyak tergantung juga kepada sifat-sifat tanah itu
sendiri yang dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah yaitu kepekaan tanah
terhadap erosi atau mudah tidaknya tanah tersebut tererosi (Suripin, 2002).
Menurut Hardjomidjojo dan Sukartaatmadja (2008) Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah
yang telah dikembangkan oleh Smith dan Wichmeier tahun 1978. Apabila
dibandingkan dengan persamaan kehilangan tanah lainnya, USLE mempunyai
kelebihan yatu variable-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan
tanah dapat diperhitungkan secara terperinci dan terpisah. Sampai saat ini USLE
masih dianggap rumus yang paling mendekati kenyataan, sehingga labih banyak
digunakan daripada rumus lainnya. Persamaan kehilangan tanah tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut:
A=RxKxLxSxCxP
dimana: A= Jumlah kehilangan tanah maksimum (ton/ha/tahun)
R= Faktor Erosivitas hujan
K= Faktor erodibilitas tanah
L= Faktor panjang lereng
C= Faktor pengelolaan tanaman
P= Faktor praktik konservasi tanah
Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi terutama adalah iklim tanah,
topografi, vegetasi dan aktivitas manusia. Oleh Baver (1980) dalam
Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja (2008), faktor-faktor tersebut diklasifikasikan ke dalam suatu persamaan sebagai berikut:
E= f (C, S, T, V, H)
Dimana: E= erosi
C= iklim
S= tanah
T= topografi
V= vegetasi
H= aktivitas manusia (human)
Sifat fisik yang dipengaruhi oleh bahan organik dalam kaitannya dengan
erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur dan permeabilitas tanah. Pengelolaan
tanah yang intensif searah terus menerus tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa
penambahan bahan organik berakibat merusak struktur tanah. Selanjutnya
berakibat pada permeabilitas tanah. Pada tanah tertentu permeabilitas tanahnya
menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan laju infiltasi yang rendah
mengakibatkan tingginya limpasan permukaan, yang pada akhirnya mempertinggi
limpasan permukaan dan berakibat pada meningkatnya kehilangan tanah (erosi)
Faktor Iklim
Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan,
temperature dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting.
Hujan memainkan peranan dalam erosi tanah melalui tenaga pelepasan dari
pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui
konstribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh
terhadap erosi tanah meliputi jumlah atau kedalaman hujan, intensitas dan
lamanya hujan. Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat
jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat
mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya hanya
sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang
terjadi cenderung tinggi (Suripin, 2002).
Ketika tetesan hujan menumbuk tanah, partikel-partikel tanah terpercik.
Energi kinetik hujan menyebabkan pelepasan antar agregat tanah. Energi kinetik
hujan menyebabkan pelepasan antar agregat tanah. Energi kinetik hujan adalah
jumlah total tetesan hujan pada intensitas yang terjadi pada distribusi hujan.
Makin tinggi intensitas hujan, makin tinggi pula energi kinetik yang memukul
agregat-agregat tanah. Sehingga semakin banyak partikel-partikel tanah yang
Tabel 1. Klasifikasi intensitas hujan
Intensitas Hujan
Klasifikasi mm/jam inchi/jam
<6 0,25 Ringan
6 – 12 0,25-0,5 Sedang
12 – 50 0,5-2,0 Lebat
>50 2,0 sangat lebat
Sumber: Kohnke (1959)
Faktor Tanah
Sifat-sifat fisik tanah yang penting yang berpengaruh terhadap erosi adalah
kepekaan tanah terhadap erosi yang dikenal sebagai erodibilitas tanah. Makin
besar nilai erodibilitas suatu tanah makin peka tanah tersebut terhadap erosi.
Erodibilitas tanah terkandung pada dua karakteristik tanah yaitu stabilitas agregat
tanah dan kapasitas infiltrasi. Stabilitas agregat tanah merupakan daya tahan tanah
terhadap daya disperse air hujan. Stabilitas agregat tanah dipengaruhi oleh struktur
tanah, yang biasanya ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah, persentase
lempung, debu dan pasir dan juga persentase kandungan garam, biasanya Na+ atau
Ca2+. Tanah-tanah dengan kandungan lempung dan kandungan bahan organik
yang tinggi mempunyai agregat yang stabil karena mempunyai ikatan-ikatan yang
kuat di antara koloid-koloidnya (Hardjoadmidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa
kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Terjadi
tidaknya aliran permukaan, tergantung kepada dua sifat yang dipunyai oleh tanah
tersebut yaitu 1) kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan
air, diukur dalam setiap satuan waktu, 2) permeabilitas dari lapisan atas tanah
bawah profil tanah. Bila mana kapasitas infiltrasi dan permeabilitas besar seperti
pada tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam,
walaupun dengan curah hujan yang lebat kemungkinan untuk terjadi aliran
permukaan kecil sekali. Sedangkan tanah-tanah bertekstur halus akan menyerap
air sangat lambat, sehingga curah hujan yang cukup rendah akan menimbulkan
aliran permukaan (Suripin, 2002). Lebih lanjut Baver (1956) menyatakan
kepekatan tanah terhadap erosi ditentukan oleh mudah tidaknya butir-butir tanah
atau agregat-agregat tanah didispersikan dan disuspensikan oleh air, daya infiltrasi
dan ukuran butir-butir tanah yang akan menentukan mudah atau tidaknya air dan
daya infiltrasinya kecil serta dengan ukuran butir-butir tanah halus, peka terhadap
erosi atau erodibilitasnya besar.
Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat.
Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang
berstruktur kersai atau granular lebih terbuka atau lebih sarang dan akan menyerap
air lebih cepat dari pada yang berstruktur dengan butir-butir primer lebih raat.
Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi. Yang
pertama adalah sifat fisiko-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokuasi, dan
aspek yang keduanya adalah adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga
terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).
Sairung (2008) menyatakan bahwa permeabilitas adalah kemudahan
dimana gas, cairan, atau akar tanaman dapat masuk atau melalui sebongkah tanah
atau lapisan tanah. Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran
suatu media porous, yang memiliki rumus:
K = (2,3 x a x L) x Log (h1
A x t h2
Keterangan :
K = permeabilitas tanah (cm2)
a = luas penampang tabung (cm2)
A = luas penampang ring (cm2)
t = waktu (jam)
h1 = tinggi kesuluruhan air (cm)
h2 = tinggi setelah penurunan air (cm)
Secara langsung bahan organik tanah merupakan sumber
senyawa-senyawa organik yang dapat diserap tanaman meskipun dalam jumlah sedikit.
Secara fisik biomass (bahan organik) berperan: 1) mempengaruhi warna tanah
menjadi coklat-hitam, 2) merangsang granulasi, 3) menurunkan plastisitas dan
kohesi tanah, 4) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, dan
5) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,
kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil (Hanafiah, 2005).
Faktor Kemiringan
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran air limpasan dan erosi. Kemiringan lereng
cenderung memperbesar kapasitas air limpasan untuk memecah dan mengangkut
bahan-bahan tanah. Jika kemiringan lereng suatu permukaan tanah dua kali lebih
curam, maka banyaknya erosi dapat menjadi 2 sampai 2,5 kali lebih banyak
(Arsyad, 1982 dalam Suharo dan Soekodarmodjo, 1988).
Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang
memiliki kemiringan lereng sekitar 15 % atau lebih . Keadaan ini sebagai akibat
konservasi tanah dan air dan tanah (Yudhistira, 2008). Makin besar lereng,
intensitas erosi air makin tinggi. Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran
limpas yang semakin besar sejalan dengan semakin besar lerang. Di tapak
berlereng erosi dapat berlangsung secara kering, memindahkan bahan sepanjang
lereng dari daerah atasan ke daerah bawahan dengan menggunakan energi
gravitasi langsung (Notohadiprawiro, 1998).
Perpindahan tanah oleh percikan air hujan yang jatuhnya vertikal di atas
permukaan tanah datar adalah nol. Apabila tetesan hujan jatuhnya miring karena
tiupan angin atau jika tanahnya miring, percikan air hujan menyebabkan jumlah
kkehilangan tanah yang lebih besar. Aliran permukaan lama-kelamaan akan
berkurang sejalan dengan berkurangnya curah hujan. Oleh karena itu kemampuan
pengangkutnya akan menyusut dan pada saat akan habis sama sekali. Pada
keadaan demikian ini terjadilah peristiwa-peristiwa pengendapan partikel tanah
yang merupakan fase terakhir dari proses terjadinya erosi
(Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).
Faktor Vegetasi
Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1)
intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga
memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar
-akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas
mikroorganisme dalamtanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena
transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar
infiltrasi, selain itu juga penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi
Potensi erosi besar pada tanah gundul pada lereng yang panjang dan
curam. Akan tetapi, vegetasi penutup dapat menyerap energi kinetik dari titik-titik
hujan yang jatuh dan mengurangi potensi erosi hujan. Lebih lanjut, vegetasi itu
sendiri menahan sejumlah besar air hujan dan memperlambat aliran air hanyut.
Akibat kehadiran atau ketidakhadiran vegetasi penutup yang lengkap pada
dasarnya menentukan apakah erosi akan menimbulkan masalah atau apakah erosi
akan menjadi nol (Foth, 1994).
Faktor vegetasi penutup tanah (C) berperan sebagai pelindung tanah
terhadap gaya-gaya erosi. Tajuk, akar, serasah serta sisa-sisa akar tanaman dapat
melindungi tanah terhadap erosi yaitu memperkecil hempasan tetesan air hujan,
menghambat laju aliran air limpasan dan memperbaiki strukttur tanah. Juga dapat
mengintersepsikan hujan, mengurangi energi kinetik dan transpirasi. Makin besar
kemampuan tanaman dalam menutup dan melindungi tanah terhadap erosi
tumbukan air hujan, makin kecil koreksi faktor vegetasi (C), sedangkan untuk
lahan yamh terus-menerus bero indeks C=1 (Suharto dan Soekodarmodjo, 1988). Tanah hutan mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi dan
makroporositas yang relatif banyak, sejalan dengan tingginya aktifitas biologi
tanah dan turnover perakaran. Kondisi ini mendukung air hujan yang jatuh dapat
mengalir ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam dan juga mengalir secara lateral
(Susswein dkk., 2001).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) tanah pada
lahan pertanian monokultur memiliki kandungan bahan organik terendah
dikarenakan lahan tersebut memperoleh bahan norganik yang sedikit yang berasal
intensif tanpa tambahan bahan organik dan penanaman terus menerus sepanjang
musim sehingga mengakibatkan tanah tersebut kehilangan bahan organik yang
cepat terutama setelah penanaman dimulai. Sebaliknya, tanah hutan sengon
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dikarenakan pada lahan hutan
belum terjadi pengelolaan secara intensif. Bahan organik berfungsi sebagai bahan
sementasi sehingga berpengaruh positip terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik
juga bersifat koloidal sehingga mempunyai luas permukaan jenis yang besar yang
berfungsi sebagai pengikat air, sehingga kemampuan tanah mengikat air lebih
banyak, hal ini akan menurunkan limpasan permukaan apabila terjadi hujan,
disamping fungsi lain sebagai penambah nutrisi bagi tanaman.
Suwardjo, Sukmana dan Sofiah dalam Rauf (2011) mendapatkan erosi yang cukup bervariasi pada berbagai tipe penggunaan tanah, namun umumnya
lebih kecil pada tanah dengan tipe kombinasi pohon dan rerumputan dibandingkan
jenis penggunaan tanah lainnya, terutama pada lahan yang digunakan untuk
tanaman semusim dan pertanian monokultur dengan kemiringan lereng yang lebih
besar.
Dalam penelitian Widianto, dkk. (2002) menyatakan penebangan hutan (pepohonan) secara serentak atau tebang habis mengakibatkan kerusakan tanah
khususnya di lapisan permukaan dengan ditandai antara lain penurunan kadar
bahan organik, penurunan laju infiltrasi dan penurunan jumlah ruangan pori
makro. Kerusakan menjadi semakin parah setelah beberapa tahun karena
minimnya perlindungan terhadap permukaan tanah. Kandungan bahan organik
terus menurun karena proses pelapukan semakin cepat, hilang terangkut bersama
sumber bahan organik tanah. Pada periode ini bisa terjadi peningkatan limpasan
permukaan dan erosi dibanding keadaan sebelumnya. Dalam skala lebih luas
(kawasan) akumulasi limpasan permukaan yang besar dari petak-petak kecil
membentuk luapan aliran permukaan yang sangat besar berupa banjir. Hal seperti
ini telah terjadi di berbagai daerah (khususnya di P. Jawa) pada awal tahun 2002
yang lalu yang bias dihubungkan dengan penebangan habis pepohonan dari
berbagai lahan hutan maupun perkebunan secara besar-besaran selama tahun
1999-2001.
Faktor Aktivitas Manusia
Peranan manusia merupakan yang utama dalam proses erosi. Peranan
tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Berperan positif bilamana tindakan
manusia yang dilakukan dapat menekan besarnya kehilangan tanah dan dikatakan
berperan negatif apabila tindakan yang dilakukan malah memperbesar kehilangan
tanah. Umumnya peranan manusia yang negatif tersebut disebabkan oleh
kesalahan dalam pengelolaan tanah akibat kurangnya pengetahuan tentang teknik
pengawetan tanah dan air (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).
Kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutupan tanah akibat
penggundulan atau pembabatan hutan untuk pemukiman, lahan pertanian, atau
gembalaan. Perubahan topografi secara mikro akibat penerapan terrasering,
penggemburan tanah dengan pengolahan, serta pemakaian stabiliter dan pupuk
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau
catchmentarea) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai
pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2001).
Secara umum dapat dikatakan bahwa daerah hulu dan tengah DAS
merupakan tempat terjadinya erosi tanah, sementara pada hilir merupakan tempat
untuk berlangsungnya sedimentasi (pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah
yang porous, kemiringan lereng yang tinggi, vegetasi yang jarang dan aktivitas
manusia yang intensif mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses
erosi yang landai hingga datar, menyebabkan kecepatan air sungai menjadi lambat
dan selalu terjadi luapan air sungai membentuk genangan dan banjir akan
menyebabkan terjadinya sedimentasi di bagian hilir DAS (Rauf, dkk., 2011).
Dampak Erosi Tanah
Faktor eksternal penyebab tanah-tanah pertanian menjdi sakit atau
terdegradasi adalah erosi. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik
dan liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang
kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan.
Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang
lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahan horizon R
pada hamper semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan
kering. Pada tahap ini tanah dikategorikan sangat terdegradasi dan bahkan dapat
dikatakan sebagai tanah mati (Rauf, 2011).
Erosi dapat mengakibatkan kehilangan tanah dengan kandungan
bahan-bahan organik dan nitrogen yang sangat besar, oleh sebab itu erosi khususnya
merusak tanaman biji-bijian yang bukan kacang-kacangan. Berkurangnya
kemampuan tanah dalam penyediaan nitrogen dapat dipulihkan dengan
menggunakan pupuk nitrogen, tetapi dapat meningkatkan biaya produksi
(Foth, 1994). Apabila erosi berjalan terus menerus mengikis lapisan permukaan
tanah, maka sendirinya akan terangkut kompleks liat dan humus serta partikel
tanah lainnya yang kaya akan unsur hara (Suripin, 2002).
Tabel 2. Dampak Erosi Tanah
No Dampak
Dampak di Tempat Kejadian Erosi
Dampak di Luar Tempat Kejadian pendangkalan waduk, sungai,
saluran dan badan air lainnya
b.Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah
b.Tertimbunnya lahan pertanian, jalan,dan bangunan
lainnya c.Peningkatan penggunaan
energi untuk produksi
c.Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air d.Kemerosotan produktivitas
tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan
e.Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir untuk membuka lahan baru
b.Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir
Foth (1994) menyatakan bahwa dalam mempertimbangkan kerusakan
yang disebabkan oleh erosi, satu hal yang harus diingat, kenyataanya bahwa lahan
terbesar yang kehilangan tanah melalui proses ini adalah tanah permukaan atau
tanah bajak. Permukaan tanah inilah yang mengandung persentasi tertinggi, dalam
kondisi yang tersedia, berbagai unsur makanan tanaman yang penting. Penelitian
di Wisconsin memperlihatkan bahwa dibandingkan dengan tanah asli, bahan yang
tererosi mengandung 2,1 kali lebih banyak bahan organik, 2,7 kali lebih banyak
bahan nitrogen, 3,4 kali atau lebih fosfor yang tersedia yang dapat digunakan dan