• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator - Analisa Berbagai Hubungan Belitan Transformator 3Phasa Dalam Keadaan Beban Lebih (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Ft.Usu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformator - Analisa Berbagai Hubungan Belitan Transformator 3Phasa Dalam Keadaan Beban Lebih (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Ft.Usu)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transformator

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik[1].

Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis, dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Rasio perubahan tegangan akan bergantung pada rasio jumlah lilitan pada kedua kumparan tersebut, pada umumnya kumparan terbuat dari tembaga yang dbelitkan pada sekeliling kaki inti transformator.

(2)

2.1.1 Konstruksi transformator

Pada dasarnya transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder yang dibelitkan pada inti ferromagnetik. Berdasarkan letak kumparan terhadap inti, transformator terdiri dari dua macam konstruksi yaitu tipe inti( core type) dan tipe cangkang( shell type). Kedua tipe ini menggunakan inti yang berlaminasi yang terisolasi satu sama lain dengan tujuan untuk mengurangi rugi- rugi.

a. Tipe Inti

Tipe inti ini dibentuk dari lapisan besi berisolasi berbentuk persegi dan kumparan transformatornya dibelitkan pada dua sisi persegi. Pada konstruksi tipe inti, lilitan mengelilingi inti besi yang disebut dengan kumparan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut:

(3)

b. Tipe Cangkang

Tipe cangakang terbentuk dari lapisan inti berisolasi, dan kumparan dibelitan di pusat inti, dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Gambar transformator tipe cangkang.

(4)

2.1.2 Prinsip Kerja

Skematik diagram transformator 1 phasa dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Skematik diagram transformator 1 phasa

Berikut uraian prinsip kerja transformator menggunakan prinsip induksi elektromagnetik:

1. Tegangan bolak- balik V1diberikan pada belitan N1maka pada belitan N1

akan mengalir I1.

2. Arus bolak balik I1yang mengalir pada belitan N1akan menghasilkan gaya

gerak magnet pada belitan, yang akan menghasilkan fluks bolak balik dalam inti besi.

3. Akibat timbulnya fluks bolak- balik didalam inti besi, maka akan menghasilkan gaya gerak listrik sebesar (E1).

4. Akibat adanya fluks di N1maka N1 terinduksi ( self induction) dan terjadi

pula induksi di kumparan sekunder N2 karena pengaruh induksi dari

kumparan primer N1 (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya

(5)

5. Jika belitan N2dihubungkan ke beban, maka pada N2 timbul I2 akibat E2.

Hal ini mengakibatkan timbulnya gaya gerak magnet pada N2 dan

akibatnya pada beban timbul V2[3].

a. Transformator Dalam Keadaan Tidak Berbeban

Transformator disebut tanpa beban jika kumparan sekunder dalam keadaan terbuka (open circuit). Berikut gambar skematik diagram transformator 1 phasa tanpa beban dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Skematik Diagram Transformator 1 Phasa Tanpa Beban

b. Transforamator Dalam Keadaan Berbeban

(6)

Gambar 2.5 Skematik Diagram Transformator 1 phasa Dalam Keadaan Berbeban.

Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2I2 yang

cenderung menentang fluks bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2’, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus I2, hingga keseluruhan

arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi:

I1= I0+ I2’ (Ampere)

Bila komponen arus rugi inti (Ic) diabaikan, maka I0=Im, sehingga:

I1= Im+ I2’ (Ampere)

Dimana: I1= arus pada sisi primer (Amp)

I2’= arus yang menghasilkan ɸ 12(Amp)

I0= arus penguat (Amp)

Im= arus pemagnetan (Amp)

(7)

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM, maka berlaku hubungan :

N1Im= N1I1–N2I2

(8)

dengan satu buah transformator daya tiga phasa. Pada prinsipnya transformator 3 phasa sama dengan transformator satu phasa[3].

2.1.4 Konstruksi Transformator Tiga Phasa

Konstruksi transformator 3 phasa dapat dibagi atas 2 macam :

a. Konstruksi Transformator Dengan Menggunakan 3 Buah Trasformator 1 Phasa

Konstruksi ini mempunyai bentuk yang relatif lebih kecil, ringan dan murah. Apabila terjadi gangguan pada salah satu phasa cukup mengganti 1 transformator 1 phasa dan transformator yang lain tidak akan terganggu. Konstruksi ini dapat dilihat pada gambar 2. 6 berikut:

(9)

b. Konstruksi Dengan Menggunakan 3 Buah belitan Primer, 3 Buah Belitan Sekunder dan 1 Inti Besi.

Konstruksi ini lebih umum digunakan, dikarenakan konstruksi ini lebih mudah dalam hal instalasinya dibandingkan dengan konstruksi 3 buah transformator 1 phasa. Seperti halnya dengan transformator 1 phasa, konstruksi transformator 3 phasa ini mempunyai 2 tipe yaitu tipe inti dan tipe cangkang. [4] Konstruksi ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut:

(a)

(b)

(10)

2.1.5 Hubungan Belitan pada Transformator Tiga Phasa

Ketika membicarakan hubungan pada transformator distribusi 3 phasa, akan lebih baik mengingat bahwa untuk membuat transformator bank 3 phasa adalah dengan menghubungkan beberapa transformator satu phasa atau satu buah transformator 3 phasa. Untuk masing- masing transformator, belitan primer atau sekunder dapat dihubungkan baik hubungan delta atau wye. Hubungan wye dapat di tanahkan atau tidak. Akan tetapi, tidak semua kombinasi hubungan dapat bekerja sesuai yang diharapkan, bergantung pada konstruksi transformator, karakteristik beban dan sistem[5].

Beberapa jenis hubungan belitan transformator 3 phasa:

a. Hubungan wye

Hubungan wye atau hubungan bintang dibuat dengan menghubungkan titik awal atau akhir dari ketiga phasa 1 titik yang dinamakan netral. Hubungan ini juga dinamakan hubungan bintang. Hubungan ini memiliki titik netral sehingga dapat dibentuk dengan menggunakan 3 kawat (tanpa netral) dan 4 kawat ( dengan netral). Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut:

(11)

Dari gambar diatas, dapat diketahui:

IR= IS= IT= IL-Ldan IL-L= Iph

Dimana : IL-L= Arusline to line

Iph= Arus phasa

Dan,

VRS= VST= VTR= VL-L

VL-L=√3Vph

Dimana : VL-L= Teganganline to line

Vph= Tegangan phasa

Adapun cara menghubungkan hubungan belitan transformator 3 phasa hubungan wye ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut:

(12)

b. Hubungan Delta

Hubungan delta sering disebut juga hubungan mesh, hubungan ini dibuat dengan menghubungkan titik awal belitan dan titik akhir belitan lainnya. Dinamakan delta karena bentuk rangkaian yang terbentuk seperti huruf delta pada bahasa latin. Hubungan ini juga dinamakan hubungan mesh, hal ini dikarenakan hubungan ini membentuk loop. Hubungan ini tidak mempunyai netral dan dibentuk hanya menggunakan 3 kawat.

Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut :

Gambar 2.10 Hubungan Delta

Dari gambar diatas dapat diketahui:

IR= IS= IT= Iph

IR–IT= IS–IR= IT–IS= IL-L=√3Iph

Dimana : Iph= Arus phasa

IL-L= Arusline to line

(13)

VRS= VST= VTR= Vph

VL-L= Vph

Dimana : Vph = Tegangan phasa

VL-L= Teganganline to line

Adapun cara menghubungkan belitan pada jenis hubungan delta pada transformator 3 phasa ditunjukkan pada gambar 2.11 berikut:

Gambar 2.11 Cara menghubungkan belitan hubungan delta

Pada transformator 3 phasa, hubungan belitan dapat di kelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan metode putaran jam belitan.

(14)

1. Huruf menunjukkan konfigurasi dari phasa kumparan. Di sistem 3 phasa, hubungan belitan dikatagorikan oleh Delta (D,d), Star, or Wye (Y, y), interconnected star atau zigzag (Z, z) dan belitan open atau independent. Huruf kapital menunjukkan ke belitan tegangan tinggi (HV), dan tegangan rendah (LV).

2. Huruf (N, n) dimana menunjukkan netral dari belitan hubungan bintang yang digunakan.

3. Nomor menunjukkan pergeseran phasa antara tegangan sisi tegangan tinggi. Nomor ini kelipatan dari 300, menunjukkan sudut dimana vektor dari tegangan rendah (LV) lags atau tertinggal dari kumparan tegangan tinggi (HV). Sudut dari masing- masing kumparan tegangan rendah ditunjukkan dengan “notasi jam”, oleh karena itu jam ditunjukkan oleh pasor belitan ketika belitan tegangan tinggi (HV) ditunjukkan oleh jam 12.[6]

4. Tegangan primer dianggap tegangan tinggi dan tegangan sekunder sebagai tegangan rendah.

5. Angka jam menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah.

6. Jarum jam dibuat selalu menunjuk angka 12 dan dibuat berimpit (dicocokkan) dengan vektor phasa tegangan tinggiline to line, bergantung pada perbedaan phasa tegangan rendah (a, b, c), dan letak vektor tegangan rendah ditunjukkan oleh jarum jam.

(15)

Adapun penjelasan berbagai hubungan belitan adalah sebagai berikut: 1. Hubungan Y-Y

Hubungan ini ekonomis untuk distribusi tegangan tinggi. Pada hubungan ini tegangan pada masing- masing phasa VLL=√3VLNsehingga rasio tegangan

transformator untuk hubungan ini adalah:

= =

Hubungan ini jarang digunakan karena memiliki beberapa kerugian, diantaranya adalah gangguan harmonisa yang dihasilkan cukup besar. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.12 Hubungan Belitan Transformator 3 phasa Y-Y

2. Hubungan Y-∆

(16)

√3VLN-Psedangkan tegangan pada sisi sekunder VLL-S=√3VLN-S, sedangkan

rasio transformator hubungan ini adalah

= √3 = √3

Pada hubungan ini tidak terdapat masalah akan adanya harmonisa ketiga, dikarenakan adanya hubungan ∆ dibagian sekunder yang menyebabkan arus harmonisa mengalir didalam hubungan belitan ∆. Akan tetapi hubungan ini mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat diparalelkan dengan transformator hubungan Y-Y dan∆ − ∆. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut:

(17)

3. Hubungan∆-Y

Hubungan ini banyak dipakai untuk menaikkan tegangan. Pada hubungan ini tegangan sisi primer VLL-P = VLN-Psedangkan tegangan di sisi sekunder VLL-S =

√3VLN-S sehingga ratio transformator hubungan adalah

=

√3 = √3

Sama seperti hubungan tipe Y-∆, hubungan ini memiliki kekurangan tidak dapat diparalel dengan transformator hubungan lain. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut:

Gambar 2.14 Hubungan Belitan Transformator 3 phasa∆-Y

(18)
(19)
(20)

Gambar 2.15 Gambar berbagai jenis hubungan belitan transformator.

Adapun masing- masing hubungan belitan memiliki penggunaan yang beragam, diantaranya:

- Yd11, Yd1, Dy1, Dy11

a. Umumnya digunakan di transformator distribusi

b. Hubungan Y memfasilitasi beban yang berupa beban 3 phasa maupun 1 phasa.

- Yy0

a. Biasanya digunakan pada transformator besar.

b. Hubungan yang lebih ekonomis pada sistem HV yang digunakan untuk

(21)

- Dd0

a. Ini adalah hubungan yang ekonomis antara LV transformator.

b.Tidak terlalu sulit untuk menghubungkan beban tidak seimbang.

-Yd5

a. Biasanya digunakan pada mesin dan transformator berkapasitas besar pada pembangkit dan sistem distribusi.

b. Netralnya dapat dibebani sampai batasan arus tertentu.

- Berbagai hubungan yang lain

a. banyak digunakan dalam hal penelitian dan lain- lain.

2.2 Beban

2.2.1 Jenis- Jenis Beban

1. Beban Tiga Phasa Seimbang

Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana :

1. Ketiga vektor arus atau tegangan sama besar

2. Ketiga vektor saling membentuk sudut 1200satu sama lain.

(22)

Gambar 2.16 Rangakaian beban 3 phasa hubungan Wye

Pada keaadaan seimbang bahwa impedansi beban pada masing- masing phasanya adalah sama besarnya, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

Za= Za=Za=R+jX = IZI<

Dalam hubungan Y, arus line sama dengan arus phasa, dapat ditentukan dengan :

Ia’a= Ian= ; Ib’b= Ibn= ; Ic’c= Icn=

Untuk rangkaian beban tiga phasa terhubung delta dapat dilihat pada gambar 2.14 berikut:

(23)

Pernyataan arus beban untuk hubungan delta:

Iab=

Ibc=

Ica=

Arus saluran Ia’a diperoleh dengan menerapkan hukum arus kirchoff , yaitu:

Ia’a= Iab+ Iac= Iab–Ica

Ib’b= Iba+ Ibc= Ibc–Iab

Ic’c= Ica+ Icb= Ica–Ibc

2. Beban Tiga Phasa Tidak Seimbang

Yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada tiga yaitu:

1. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 1200 satu sama lain.

2. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentk sudut 1200satu sama lain. 3. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 1200satu sama

(24)

2.3 Beban Lebih Pada Transformator 2.3.1 Umum

Dalam pengoperasianya transformator sering mengalami gangguan, masing- masing gangguan mengakibatkan berbagai hal yang merugikan bagi tansformator. Salah satu gangguan yang sering terjadi yaitu gangguan arus lebih yang disebabkan kondisi beban lebih pada transformator. Beban lebih adalah kondisi dimana beban yang dipikul oleh transformator melebihi dari kapasitas transformator itu sendiri.

2.3.2 Gangguan- Gangguan Pada Transformator

a. Gangguan internal

Gangguan internal adalah gangguan yang terjadi di dlam transformator itu sendiri. Gangguan internal dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok :

a.1 Gangguan yang baru terjadi (incipient Faults)

Adalah gangguan kecil yang apabila tidak segera terdeteksi akan membesar dan akan menyebabkan kerusakan yang lebih serius seperti:

1. terjadi busur api (are) yang kecil dan pemanasan lokal yang dapat disebabkan oleh :

- cara penyambungan yang tidak baik - partial discharg

- Kerusakan isolasi pada penjepit inti. 2. gangguan pada sistem pendingin

(25)

4. gangguan hubung singkat

a.2 Gangguan Eksternal

Yaitu gangguan hubung singkat diluar trafo, gangguan ini dapat dideteksi karena timbulnya arus yang sangat besar, mencapai beberapa kali arus nominal.

Trafo daya dapat beroperasi secara terus menerus pada arus beban nominalnya (100% x INT). Apabila beban yang dilayani lebih besar dari 100%, trafo akan

mendapat pemanasan lebih[8].

Efek dari pembebanan pada transformator yang melebihi name plate tidak akan terlihat tanpa membongkar transformator itu sendiri. Sejarah dari pengoperasian transformator akan menjadi indikasi pertama dari kerusakan akibat beban lebih. Transformator mungkin memiliki kemampuan bawaan untuk menangani beban diatas rating nameplate nya. Akan tetapi, pembebanan diatas ratingnya dapat mengakibatkan pengurangan umur transformator. Pengurangan umur ini tidak dapat diperbaiki.

Pemanasan lebih atau beban lebih dapat menyebabkan kerusakan pada transformator. Suhu puncak minyak, suhu ambient, beban (arus), dll dapat dikombinasikan untuk mengetahui suhu dan mengatur kondisi suhu pada transformator[5].

Akibat terjadinya kenaikan arus yang disebabkan oleh adanya peningkatan beban yang melebihi kapasitas transformator maka pada transformator akan mengalami kenaikan suhu yang besarnya[9] :

(26)

Dimana: ∆T= kenaikan temperatur dalam celcius

Sesuai dengan SPLN 64:1984 Ketentuan pengaman Trafo Distribusi adalah sebagai berikut :

1. Dilihat dari karakteristik waktu- arusnya maka pengamanan untuk trafo distribusi dibatasi oleh dua garis kerja.

1.1 Garis kerja pertama ( garis batas ketahanan pelebur) yang merupakan dimana pelebur primer tidak boleh bekerja, ditrntukan oleh beban lebih yang masih ditahan oleh trafo tersebut. Beban atau arus lebih yang dimaksud adalah:

- beban lebih ( Beban maksimum)

- arus beban peralihan (cold load pick up)

- hubung singkat JTR (jaringan Tegangan menengah) - Arus inrush trafo

(27)

2. Garis batas ketahanan trafo distribusi umum ditentukan oleh titik- titik berikut:

- 2 x In selama 100 detik - beban lebih - 3 x In selama 10 detik - beban peralihan - 6 x In selama 1 detik - beban peralihan - 15 x In selama 0,1 detik - arus inrush trafo - 25 x In selama 0,01 detik - arus inrush trafo

3. Garis batas ketahanan trafo ditentukan oleh titik- titik berikut: Untuk arus lebih, hubung singkat pada jaringan tegangan rendah: - 3 x In selama 300 detik

- 4,75 x In selama 60 detik - 6,7 x In selama 30 detik - 11,3 x In selama 10 detik

2.3.4 Kemampuan Termal Bahan Transformator

(28)

Tabel 2.1 Batas ketahanan suhu bahan Tembaga dan Alumunium

Bahan Batas Temperatur (oC)

Tembaga 250

Aluminium 200

2.4 Effisiensi Dan Regulasi Tegangan 2.4.1 Effisiensi Transformator

Effisiensi adalah perbandingan daya keluaran dan daya maksimum, effisiensi dapat dirumuskan:

Pout = Daya Keluaran dari Transformator (Watt) Pin = Daya Masukkan dari Transformator (Watt) Pcu = Rugi- rugi Tembaga (Watt)

(29)

2.4.2 Regulasi Tegangan

Regulasi tegangan adalah perbandingan antara perubahan tegangan keluaran pada saat tanpa beban dan pada saat beban penuh terhadap tegangan keluaran pada tanpa beban. Regulasi tegangan dapat dirumuskan sebagai berikut:

% = − 100%

Dimana :

VR = Regulasi Tegangan

VNL= Tegangan Keluaran Pada Saat Tanpa Beban

Gambar

Gambar 2.1 Gambar transformator tipe inti.
Gambar 2.2 Gambar transformator tipe cangkang.
Gambar 2.3 Skematik diagram transformator 1 phasa
Gambar 2.4 Skematik Diagram Transformator 1 Phasa Tanpa Beban
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) perencanaan transformasi budaya disiplin peserta didik di SMK PGRI 3 Malang berdasarkan peraturan sekolah, peraturan tersebut

membangun persamaan alometrik untuk menduga biomasa atas dan bawah dari jenis atau kelompok jenis pohon dominan dari hutan hujan tropika berdasarkan aristektur dan

#. Semua informasi diatas diperoleh saat asesmen awal atau asesmen ulang dicatat dalam dokumen )ekam edik rawat jalan pasien yang bersangkutan dan akan digunakan

PT PRASIDHA ANEKA NIAGA Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI (Lanjutan) Untuk Sembilan Bulan Yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal 30 September 2006 dan

Selain dilihat dari perhitungan data statistik yang diperoleh dari tes kemampuan berpikir kritis, pengaruh strategi guided discovery learning terhadap

Data yang telah dikumpulkan digunakan untuk menghitung jumlah pemesanan ekonomis bahan baku pasir silika (Economic Order Quantity) , frekuensi pemesanan menurut EOQ,

Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki

Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), pada tahun 2004, jumlah angkapengangguran terbuka di Indonesia, tercatat sebanyak 9,90% dari sekitar 100 jutaan ngkatan