• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM BUDAYA INDONESIA SISTEM BUDAYA IN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM BUDAYA INDONESIA SISTEM BUDAYA IN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM BUDAYA INDONESIA

Editor: Dr. H. Junus Malalatoa

Oleh:

Yudha Andana Prawira

SISTEM BUDAYA INDONESIA

A. Identitas Buku

Judul : Sistem Budaya Indonesia

Penyunting : Dr. M. Junus Melalatoa

Penerbit : PT. Pamator, Jakarta

Tahun terbit : 1997

ISBN : 979-95194-0-3

Jumlah halaman: huruf iv, angka 262 halaman

Ukuran Kertas : B5 (eksklusif)

B. Deskripsi buku

a. Jenis : bungai rampai makalah penelitian budaya

nusantara

b. Kontributor penulis: M. Junus Mellatoa, Robertus R.

Suhartono, Sri Murni, Mahmud Tang, Noerid Haloei

Radam, Amri Marzali, Meutia F. Swasono, dan Hilarius

S. Taryanto.

c. Judul-judul makalah

Buku ini terdiri atas 15 (lima belas) bab, dengan

rincian sebagai berikut:

a) Rujukan Studi Indonesia

b) Silimo: Produk Peradaban Tua di Irian

c) Fordata: Budaya Seputar Dunia Wanita

d) Kebudayaan Sumba dalam Tenun Ikat

(2)

f) Kebudayaan Bugis: Menegakkan Siri’

g) Aspek Religi dalam Sistem Perladangan orang Bukit

h) Kebudayaan Kenyah di Long Merah

i) Kebudayaan Sunda: Kasus Cikalong Kulon

j) Kebudayaan Betawi: Kasus Kampung Bojong

k) Kebudayaan Mentawai: Konsepsi Tata Ruang

l) Budaya Malu: Sistem Budaya Gayo

m) Kebudayaan Aceh: Adat dan Agama

n) Perjalanan Budaya Transmisgran

o) Muatan “Kebudayaan Daerah” di Indonesia

C. Deskripsi umum

Buku ini terdiri dari 13 bab, bab 1 membahasa teori

analisis kebudayaan, sementara 12 bab lainnya merupakan

laporan pengamatan dari kontributor penulis dari berbagai

daerah di wilayah Nusantara. Mulai wilayah Aceh hingga

wilayah Papua. Laporan penelitian kebudayaan dalam buku

ini memang merupakan laporan lama (sekitar tahun 1990-an),

namun sebagian besar mungkin masih hampir sama kondisinya

dengan masa kini. Walaupun, bisa juga sudah sangat berubah.

Kumpulan hasil laporan penelitian disunting oleh Dr.

M, Junus Melalatoa, seorang dosen Ilmu Budaya dari

Universitas Indonesia.

Dari ketiga belas bab yang terdapat dalam buku ini,

penulis hanya memberikan ulasan pada tiga bab saja. Pertama

untuk bab awal tentang Rujukan Studi Indonesia, bab II

tentang Silimo, produk peradaban tertua di Irian, dan hasil

laporan pada bab IX tentang Kebudayaan Sunda, kasus

Cikalong Kulon.

Bab pertama penulis rangkum karena merupakan fondasi

untuk memahami buku ini adalah dengan pemahaman teori-teori

yang berkenaan dengan penelitian kebudayaan serta

nilai-nilai budaya pada kebudayaan Indonesia. Dengan membaca bab

(3)

Bab kedua penulis ulas, karena dari segi isi,

mencerminkan budaya paling tua di Indonesia yang masih bisa

dilacak dan ditelaah. Kebudayaan di Papua ini merupakan

sisa peradan prasejarah atau jaman neomezolitikum (zaman

batu). Namun sampai abad XX masih memiliki subjek yang

masih hidup. Dapat disebut sebagai fosil kebudayaan zaman

batu yang masih hidup.

Sementara bab IX tentang kebudayaan Sunda Kasus

Cikalong Kulon, penulis ulas juga, karena kebudayaan ini

yang paling dengan kehidupan penulis. Sehingga, penulis

dapat berempati pada kehidupan di Cikalong Kulon ini.

KAJIAN BUKU

A. Rujukan Studi Indonesia

a) Bab 1: Rujukan Studi Indonesia

Dalam bab ini dikemukakan tentang gambaran umum kebudayaan di Indonesia. Pertama diungkapkan bahwa

kebudayaan di Indonesia telah menarik perhatian para

ahli sejak beberapa abad lalu. Karena itu, sejak abad

ke-16 hingga tahun 1970-an tidak kurang dari 80 buku

bibliografi dan katalog kebudayaan Indonesia, seperti

yang dirangkum Koentjaraningrat (1974) dan Wangania

(1974). Karya etnografi yang populer diantaranya karya

C. Snouck Hurgronje dan A.C. Kruyt.

Berikutnya, membahas tentang pemahaman tentang sistem kebudayaan. Dalam hal ini ada dua tafsir tentang

budaya, yaitu arti sempit dan arti luas. Arti sempit

kebudayaan bermakna sekitar wilayah berkesenian.

Sementara arti luas bermakna sistem gagasan milik yang

dijadikan acuan bagi perilaku dalam kehidupan sosial

(4)

Secara sederhana sistem budaya ini diskemakan sebagai

berikut:

Sementara itu, untuk menyatakan kebudayaan Indonedia merupakan hal yang sangat sulit karena masyarakat

Indonesia sangat beragam. Karena itu, Suparlan (1992)

menyebutkan ada tiga macam kebudayaan Indonesia, yaitu

o kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila dan

UUD 1945

o kebudayaan suku-suku bangsa

o kebudayaan umum lokal sebagai sebuah wadah untuk

lestarinya perbedaan identitas suku bangsa

Simpulan menurut penulis mendefinisikan budaya sebagai sistem ide atau sistem gagasan yang dapat dirinci lagi

pada unsur—unsur budaya yang lebih kecil. Selain itu,

juga menyebutkan bahwa kebudayaan bersifat tetap namun

cenderung berubah. Hal ini karenabersifat dinamis untuk

menyesuaikan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi.

Nilai-nilai taqwa, iman, tertib, disiplin, tolong

menolong, ikhtiar, atau musyawarah masih relevan dalam

kaitan kebangsaan.

B. Bab 2: Silimo: Produk Peradaban Tua di Irian

 Pengertian silimo, yaitu wujud arsitektur berupa kompleks pemukiman yang terdiri dari sejumlah unit

bangunan dan unsur-unsur lingkungannya. Kompleks

tersebut mewujudkan suatu pola. Pola ini lahir

dilandasi pengetahuan budaya sebagai hasil pengalaman

masyarakat dalam rentang sejarah kehidupan mereka.

 Lokasi penelitian adalah daerah kecamatan Kurulu Kabupaten Jayawijaya. Tepatnya daerah lembah baliem.

Masyarakat yang tinggal dikenal dengan sebutan suku

Dani. Konon masyarakay Dani tinggal di tempat

tersebut sejak 24.000 tahun SM (Koentjaraningrat,

(5)

 Populasi penduduk sekaligus penutur bahasa Dani berjumlah sekitar 200 ribu orang (pada tahun

1950-an). Namun pada tahun 1983, berjumlah sekitar 317.000

jiwa.

 Mata pencaharian utama adalah bercocok tanam di ladang. Tanaman utama adalah hipere atau ubi jalar.

Ada sekitar 46 jenis hipere. Mereka juga mengenal

tanaman lain seperti talas, pisang, tebu, atau

tembakau.

Pola perkampungan. Silimo sebagai unit terkecil pemukiman orang Dani dengan pola menyebar. Satu

silimo dengan silimo lain dihubungkan dengan jalan

setapak. Dalam perkembangan terakhir silimo—silimo

tersebut berada di pinggir Trans-Irian yang dilalui

kendaraan roda dua dan roda empat. Selain itu juga,

sudah terdapat bangunan lainnya seperti sekolah

(SD/SMP), puskesmas, rumah dokter, gereja, bahkan

penginapan.

Sistem kekerabatan. Kelompok kerabat terkecil adalah keluarga inti. Satu keluarga inti umumnya poligami.

Seorang lelaki bisa memiliki 4-5 orang perempuan.

Kelompok kerabat yang lebih penting adalah keluarga

luas virilokal (virilokal extended family). Jumlah

satu silimo antara 15-60 orang.

Sistem religi. Orang Dani percaya pada kekuatan gaib, roh leluhur, dan roh kerabat yang telah meninggal.

Roh tersebut dikenal dengan konsep atou. Komunikasi

antara roh dan manusia yang hidup dilakukan dengan

upacara. Upacara yang dilakukan biasa untuk kegiatan

bercocokan tanam, perkawinan, penyembuhan, perang ,

atau kematian. Dalam rangka keselamatan dari roh

gaib, mereka percaya pada benda-benda yang memiliki

kekuatan yang disebut dengan kaneke (bhs sunda=

jimat), yang disimpan dalam lemari khusus dengan

(6)

Dalam setiap upacara ubi jalar dan babi harus selalu

ada sebagai persembahan dalam rangka komunikasi

vertikal dengan leluhur (Jarona,1996). ru

 Sistem Silimo. Merupakan unsur teknologi berdasarkan tradisi masyarakat Dani yang berupa kompleks tempat

kediaman yang terdiri dari beberapa unit dan

perangkat lainnya.

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

Silimo Asal. Desa tertua adalah Watlangku yang saat ini merupakan tempat upacara ada. Watlangku ini

diyakini sebagai cikal bakal suku Dani. Ada tiga

silimo yang merupakan milik Klan Mabel, Klan Dabi,

dan Klan Logo. Silimo ini terkesan angker dan tidak

sembarang orang maupun sembarang waktu bisa memasuki

wilayah tersebut. Ketiga silimo itu pun diyakini

sebagai simbol dari Silimo Matahari, Silimo Bintang,

dan Silimo Bulan. Ketiganya merupakan lambang perang,

perdamaian, dan kemakmuran.

Pilamo. Pilamo adalah rumah lelaki dalam sistem silimo yang berada segaris luarus dengan pintu masuk.

Atapnya berupa kubah atau silinder. Garis tengahnya

5-7 meter disangga dengan empat tiang besar. Lantai

tidak menapak pada tanah, namun berpa rumah panggung.

Di dalam pilamo ini terdapat sebuah lemari tempat

menyimpan benda pusaka. Nama lemarinya adalah

hessik. Benda-benda pusaka berupa kapak batu, panah

batu, kalung dari kulit kerang, dan kantong kulit

(noken).

 Ebe-ae, yaitu rumah perempuan, dari segi bentuk sama dengan pilamo, hanya ukuran lebih kecil. Di lantai

bawah ada tungku untuk menghangatkan ruangan atau

membakar ubi.

(7)

beberapa tungku untuk memasak yang jumlahnya sesuai

dengan jumlah isteri.

 Okutlu, di bagian tengah silimo terdapat okutlu. Berupa halaman yang luas. Di tengahnya terdapat pohon

besar dan lubang untuk memasak pada upacara adat.

 Penghuni silimo, umumnya masih dalam kerabat dekat, baik keluarga inti maupun keluatrga luas yang masih

bersifat patrilineal dalam satu klan. Namun dalam

beberapa silimo ada juga yang dihuni oleh keluarga

dari klan berbeda. Hal ini dinamakan konfederasi.

Penutup.

Masyarakat Dani adalah masyarakat yang lama terkurung

dalam isolasi alam dan komunikasi. Hubungan dengan

dunia luar relatif masuh baru. Selama isolasi

teknologi dan peralatan tidak mengalami banyak

peruabhan. Salah satu yang tidak berubah adalah

silimo, sebagai suatu bentuk teknologi perlindungan/

rumah.

Silimo menggambarkan tingkat kemampuan teknologi dan

peralatan yang mereka miliki. Bentuk dan struktur

bangunan silimo merupakan tanggapan aktif mereka

terhadap lingkungan alam yang berhawa dingin dan

angin kencang, juga binatang buas.

Harapan atas keselamatan ditunjang sistem keyakinan

dengan dibantu benda pusaka. Selain itu, muatan

sistem keyakinan juga melekat pada tiga silimo asal

di Watlangku menyangkut konflik, perdamaian, dan

kesuburan. Konflik tidak terlepas dari budaya perang.

Konflik juga sebagai perwujudan kontrol sosial, agar

satu pihak tidak ditindas pihak lain. Dengan sistem

ini akan menghasilkan keseimbangan yang mereka

rasakan setelah selesai konflik. Upaya pemerintah

(8)

rumah tidak sehat karena tidak berjendela dan

ventilasi, nampaknya gagal karena orang Dani lebih

kuat pada keyakinan di lingkungannya.

C. Bab 8:Kebudayaan Sunda: Kasus Cikalong Kulon

Pendahuluan:

Dalam tulisan ini aspek yang digambarkan adalah nilai

kebudayaan, sistem kekerabatan, sistem perkawinan,

rumah tangga, sosialisasi, pendidikan, kepercayaan

keagamaan dan afiliasi politik.

Lokasi, lingkungan alam, dan penduduk

Kecamatan Cikalong Kulon adalah kecamatan paling

utara di kabupaten Cianjur. Luasnya 166,25 kilometer

persegi. Jumlah penduduk 66.216 jiwa (1986). Mata

pencaharian utama 73-77% adalah bidang pertanian.

Sejarah lokal meyakini bahwa Cikalong Kulon merupakan

asal mula kerajaan Cianjur yang didirikan Raden Aria

Wiratanu pada sekitar tahun 1600an. Kerajaannya

bernama Cibalagung. Aria Wiratanu meninggal pada

tahun 1633 dan dimakamkan di desa Cijagang. Saat ini

dikenal dengan sebutan makam Dalem Cikundul. Setelah

meninggal, digantikan Raden Aria Wiratanu Datar Kedua

(1633-1690). Pada masa ini pusat kerajaan di Pusat

Kerajaan Cibalagung dipindahkan dari Cikalong Kulon

ke Cianjur.

Identitas Kultural

Orang Cikalong Kulon mengidentifikasi diri sebagai

orang Sunda. Secara lebih khusus mereka mengaku sebagai orang Sunda Cianjur. Orang “Sunda Cianjur” dipandang lebih halus tutur bahasanya dan memiliki

satu jenis kesenian yang juga “halus” yaitu tembang

(9)

berkembang di pusat kerajaan Cianjur di kalangan

menak.

Bahasa Sunda Cianjur (menurut Ekajati,1984) umumnya

sama dengan bahasa Sunda umumnya di wilayah jawa

barat. Namun bahasa Sunda Cianjur ini yang dijadikan

standar dalam pembelajaran bahasa Sunda di sekolah.

Dalam bahasa Sunda Cianjur ini, tuturan pilihan kata,

struktur kalimat, dan lagu bahasa disesuaikan dengan

sosial sang penutur. Karena itu, ada tiga tingkatan

bahasa (undak usuk basa) dalam bahasa Sunda lemes,

sedeng, dan kasar (Glicken,1987). Sementara itu,

tembang Cianjuran, merupakan lagu yang panjang berupa

pantun yang saat menlantunkannya diiringi kecapi dan

suling.

Meskipun orang Cikalong Kulon mengaku sebagai orang

Sunda Cianjur, namun orang Cianjur yang tinggal di

sekitar kota Cianjur menganggap Cikalong sebagai

daerah pinggiran. Istilah pinggiran ini tidak hanya

secara geografis, namun juga dalam sistem

kulturalnya, sebagai daerah terbelakang, agak kasar,

dan kurang makmur. Dan menganggap bahwa kehalusan

kultur Sunda Cianjur tidak terwakili oleh masyarakat

dan budaya orang Cikalong Kulon.

Orang Cikalong Kulon sendiri hanya komunitas yang

terdapat di sekitar kota kecamatan yang dianggap

maju, padahal sebagian besar desa dan penduduk

terdapat lebih pinggir lagi di pegunungan-pegunungan

yang sukar dicapai kendaraan umum. Desadesa di

pegunungan oleh orang “kota” cikalong disebut sebagai

pinggiran juga.

Dalam tulisan ini, lebih banyak menyoroti orang

Cikalong Kulon yang pinggiran dari pinggiran. Bukan

seluruh orang Sunda maupun Sunda Cianjur secara

keseluruhan.

(10)

Pelapisan Sosial

Orang Cikalong Kulon sangat menghormati orang yang

lebih tua, penghormatan ini diungkapkan dalam

perilaku maupun bertutur. Misalnya, jika berjalan

dengan orang yang lebih tua, maka akan mengikuti

bukan sejajar. Sampai saat ini (1997) senioritas

masih merupakan kriteria penting dalam struktur

sosial.

Sistem kekerabatan

Kelompok kekerabatan di luar keluarga batih tidak

memiliki peran yang terlalu penting. Pembinaan

praktik hubungan solidaritas dalam kehidupan

sehari-hari hanya terlihat di dalam keluarga batih, misalnya

antara anak dan orang tua sangat kental. Namun

sayangnya di Cikalong Kulon keluarga batih sangat

lemah sosialisasinya. Karena itu, orang Sunda

Cikalong Kulon mengenal kerabat sampai generasi

kedua, baik ke atas, ke bawah, maupun ke

samping/kolateral. Hanya orang Sunda kalangan menak

yang memerhatikan hubungan kekerabatan sampai ketujuh

turunan.

Sistem Perkawinan

Dalam mencari jodoh, orang Sunda Cikalong Kulon

relatif liberal. Walaupun keputusan mengenai

perkawinan tetap menjadi keputusan seluruh anggota

keluarga. Hubungan muda-mudi pun sangat kendur dalam

arti tidak terlalu banyak pantangan, sehingga

memiliki kemungkinan yang besar untuk terjadinya

hubungan badan sebelum menikah.

Bila satu pasangan sudah saling kenal dan saling

merasa cocok, sang jejaka akan melapor pada orang

tuanya. Orang tua jejaka akan mencari pihak ketiga

untuk menghubungi pihak mojang. Hal ini sebagai

lamaran tidak resmi. Jika lamaran tidak resmi sudah

(11)

yang akan dilakukan orang tua jejaka bersama pihak

ketiga sebelumnya kepada pihak mojang. Sebagai tanda

lamaran diterima, pihak jejaka memberikan

panyangcang/pajanten.

Beberapa hari menjelang hari pernikahan, pihak jejaka

akan memberikan cacandakan atau seserahan, baik

berupa pakaian maupun uang. Pernikahan resmi

dilakukan di depan amil baik di kantor desa maupun

rumah mojang. Perkawinan dilakuan secara Islam.

Setelah upacara perkawinan barulah dilakukan

selamatan.

Namun sayangnya, angka perceraian juga cukup tinggi,

baik yang dilakukan secara formal maupun yang tidak

tercatat. Bahkan di kampung Cijambe Hilir, hampir

separuh lekaki pernah mengalami perceraian dengan

isteri sebelumnya. Mereka beralasan ringan saja, tak

jodoh. Kemungkinan tinggi angka perceraian ini karena

usia pernikahan yang relatif muda, yaitu 14-16 tahun

(pada tahun 1990-an). Pasangan pernikahan yang

relatif stabil adalah mereka yang telah berusia

diatas 40 tahunan. Salah satu alasan pernikahan di

usia muda adalah adanya anggapan buruk terhadap

perawan jomblo. Menurut mereka, kawin dahulu lebih

baik, apapun kondisinya setelah menikah. Bahkan ada satu pepatah “kawin ayeuna, isuk pepegatan” masih lebih bagus daripada jomblo terus (Ekajati,1984).

Setelah menikah, suami bertanggung jawab terutama

terhadap ekonomi keluarga. Sementara isteri

bertanggung jawab mengurus rumah tangga. Di cikalong

Kulon, isteri juga membantu pekerjaan suami (yang

mayoritas bertani), misalnya menanam, menyiangi, atau

menuai padi. Bahkan ada pepatah, “najan manehna

(12)

Namun kini kondisinya sudah berbeda, nilai-nilai

budaya rumah tangga seperti di atas mulai

ditinggalkan. Kini isteri-isteri Sunda lebih banyak

mendapat kebebasan dan kehaormatan dari suaminya.

Isteri lebih berani menolak keinginan suami. Namun

konflik ini seringkali diakhir dengan perceraian.

Sosialisasi dan pendidikan

Anak-anak Sunda Cikalong Kulon dididik secara liberal

dengan tujuan mencapai keselarasan hidup dengan

lingkungan sosial. Namun sayangnya, orang tua

cenderung terlalu memanjakan anak-anaknya. Anak-anak

kurang dibiasakan dengan tantangan hidup yang keras.

Akibatnya ketika dewasa, sering kali kesulitan

menghadapi kehidupan. Seringkali juga mengalah

sebelum berupaya maksimal, sehingga terkesan

kasieunan.

Menurut data BPS tahun 1985, kkondisi pendidikan juga

tidak menggembirakan. Kebanyakan keluarga yang

terdidik adalah keluarga guru dan pegawai pemerintah.

Namun demikian, untuk pendidikan keagamaan agak

bagus. Masjid dan langgar banyak didirikan. Majelis

taklim banyak diselenggarakan di desadesa. Juga

sistem pendidikan Islam tradisioonal melalui

pesantren yang sudah lama dikenal masyarakat,

memiliki tempat yang agak bagus. Lulusan pesantren

maupun para kiai, memiliki pengaruh yang signifikan

di masyarakat. Scara umum dalam aspek keagamaan

orang Cikalong Kulon seperti kebanyakan orang Sunda

jawa barat umumnya, yang menurut Jackson (1980)

(13)

PANDANGAN TERHADAP BUKU SISTEM KEBUDAYAAN

INDONESIA

A. Metode Penelitian dalam Buku

Buku ini disusun berdasarkan tulisan beberapa peneliti

dalam bidang kebudayaan dan antropologi, yang dikumpulkan

dan disunting oleh Dr. M. Junus Melalatoa. Para peneliti

dalam buku ini tentu sudah menyandarkan metodologi

pengumpulan data berdasarkan prosedur yang sesuai kriteria

dan kaidah penelitian etnik yang berkembang saat itu. Tentu

saja jika dibandingkan dengan penelitian saat ini ada

beberapa bagian yang berbeda.

Hasil penelitian yang disampaikan sangat bermanfaat

bagi pengembangan khazanah pengetahuan pemerhati

perkembangan budaya Indonesia. Namun demikian dalam buku

ini ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih mendalam,

antara lain terutama berkenaan dengan waktu penelitian.

Penelitian terhadap masyarakat Cikalong Wetan ini

dilakukan sekitar tahun 1990-an. Dengan demikian yang

menjadi sumber data tentu sudah berbeda dengan kondisi saat

ini. Baik sumber data berupa manusia maupun lingkungan.

B. Keragaman dan Temuan Gagasan

a. Sistem pelaspisan sosial, pada saat dilakukan penelitian

diungkapkan bahwa orang Cikalong Kulon sangat

menghormati orang yang lebih tua, sehingga jika berjalan

dengan orang yang lebih tua, selalu beriringan yang

lebih tua di depan (1997)

b. Sistem kekerabatan, nampaknya kekerabatan hanya terjadi

di keluarga batih. Jika digambarkan jika kekerabatan ke

atas atau ke bawah, hanya sebatas dua generasi. Demikian

pula kekerabatan secara horisontal, paling jauh sebatas

saudara sepupu. Hal ini nampaknya berlaku hampir di

(14)

c. Sistem perkawinan, umumnya liberal dalam arti pengaruh

keluarga dalam penentuan mempelai sebatas menyetujui

atau merestui bukan menunjuk calon mempelai. Namun ada

dampak buruknya dari moderatnya orang tua, karena sudah

tidak tumbuh lagi pantangan-pantangan, akibatnya banyak

pemuda-pemudi yang berhubungan badan sebelum menikah.

Namun temuan menarik dari penelitian ini yang jika

dipandang dari satu sudut pandang menjadi dua hal yang

bertolak belakang.

Misalnya, peneliti menyatakan bahwa setelah menikah,

suami bertanggung jawab keberlangsungan keluarga baik

finansial maupun materi lainnya. Sementara isteri

bertanggung jawab mengurus rumah tangga. Sehingga ada

pepatah “najan manehna ngajak ka liang cocopet oge,

manehna kudu daek ngawaro/ngilu ka caroge”. Hal ini sangat bagus tentunya.

Namun yang menjadi terkesan bertolak belakang menurut

data pemerintah desa maupun KUA, ternyata angka

perceraian juga cukup tinggi. Terutama untuk pasangan

yang masih relatif muda. Pasangan yang relatif stabil

bertahan adalah yang berusia di atas 40. Dengan demikian

sepertinya terjadi kontradiksi pernyataan.

C. Saran

Setelah membaca dan menelaah seluruh bab dalam buku

ini, pandangan penulis adalah bahwa mengingat penelitian

yang dilaporkan dalam buku ini terjadi sekitar tahun

1990-an, sehingga nampaknya dengan kondisi saat ini sudah jauh

berbesa. Namun hal ini juga sangat baik untuk melakukan

penelitian ulang di wilayah yang telah diteliti secara

mendalam oleh peneliti sebelumnya.

Wallahu alam bi sowab.

Referensi

Dokumen terkait

Kendala utama budidaya tanaman hortikultura adalah kurang tersedianya benih bermutu, kesuburan tanah yang semakin menurun, dan ancaman serangan hama dan

Laba bruto turun menjadi Rp 1.67 triliun dari laba bruto tahun sebelumnya Rp 1.70 triliun namun beban usaha naik jadi Rp 334.38 miliar dari beban usaha tahun sebelumnya yang Rp

(2) Kelurahan yang dimaksud dalam ayat (1), dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat luas wilayah, jumlah penduduk dan syarat-syarat lain yang akan ditentukan lebih lanjut

Untuk itu Tumaji & Putro (2018) mengusulkan model penggunaan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan (lihat tabel

 Perencanaan Jangka Pendek adalah perencanaan yang meliputi jangka waktu sampai satu atau dua tahun dan tidak membutuhkan perincian yang

teraan petani di wilayah barat dan timur Indonesia. 4) Produksi padi diduga memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap PDRB sektor pertanian di

Salah satu struktur organisasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yaitu Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen yang

Saringan berfungsi untuk menyaring kotoran dalam sistem agar tidak masuk kedalam pipa kapiler dan kompressor. Kotoran tersebut terdiri dari: logam yang hancur, potongan logam, sisa