MAKALAH
HUKUM MENIPU POLISI SAAT MERAZIA LALU LINTAS
NOVI VERAWATI
1502030078
Ahwalush Syakhsiyah (AS)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
ABSTRAK
Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas
dimana manusia tumbuh dan berkembang pula. Namun belakangan ini,
terjadi berbagai distorsi perubahan dalam masyarakat Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai krisis moral. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah
hukum yang berlaku.
Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber dari kemunafikan.
Lalu razia lalu lintas adalah pemeriksaan serentak yang dilakukan oleh
pihak berwajib di jalan perhubungan yang terdapat tindak lalu lintas.
HUKUM MENIPU POLISI YANG MERAZIA LALU LINTAS
A. PENDAHULUAN
Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang pula. Namun belakangan ini, terjadi berbagai distorsi perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis moral. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang berlaku.1
Kejahatan sebagai suatu fenomena yang kompleks harus dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Hal ini dibuktikan dalam keseharian, kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Perkembangan teknologi informasi, pengetahuan, bahkan perkembangan hukum, ikut pula berimbas kepada perkembangan kejahatan. Sederhananya, peraturan perundang-undangan yang semakin banyak dan rumit seolah-olah memaksa pelaku kejahatan untuk semakin kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan kejahatannya.
Salah satu bentuk kejahatan yang masih sangat marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan. Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan zaman. Padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat.
efektif dalam penegakan terhadap pelanggarannya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup dengan diaturnya suatu perbuatan di dalam suatu undang-undang, namun dibutuhkan juga aparat hukum sebagai pelaksana atas ketentuan undang-undang serta lembaga yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Hal inilah yang membuat penulis ingin menelusuri lebih dalam tentang bagaimanakah penerapan hukum pidana materil oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana penipuan serta apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus perkara mengenai tindak pidana penipuan.2
B. KONSEP DASAR PENIPUAN 1. Definisi
Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber dari
kemunafikan. hal ini merupakan suatu tindak pidana yang
berkaitan dengan harta. Jika ditinjau dari tujuan hukum, yang
antara lain seperti yang dikemukakan diatas, akibat penipuan
pihak tertipu dirugikan. Namun jika ditinjau dari sisi pelakunya,
penipu lebih memiliki potensi psikis yaitu kepandaian, baik
dalam kata-kata maupun dalam bidang administratif. Ditinjau
dari ruh syariat menipu adalah membohongi. Berlaku dusta
adalah merupakan ciri kemunafikan.
3Dalam bahasa Arab kata munafik sebenarnya bukan
merupakan kata sifat, sebagaimana yang dipahami dalam
bahasa Indonesia, tetapi kata ini digunakan untuk menunjuk
pada orang atau pelakunya. Kata yang tepat untuk menyebut
perbuatan orang munafik adalah
nifaq.
Namun, sudah
disepakati bahwa yang dimaksud dengan munafik dalam
bahasa Indonesia adalah sama seperti
nifaq
dalam bahasa
2 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 2.
Arab. Dalam bahasa Indonesia, munafik diartikan berpura-pura
percaya atau setia kepada agama dan sebagainya, tetapi
sebenarnya dalam hatinya tidak. Munafik juga diartikan suka
(selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
perbuatannya, atau dalam bahasa praktisnya adalah bermuka
dua. Munafik merupakan penyakit jiwa yang sangat berbahaya
baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain yang dihadapinya.
Orang munafik adalah orang yang lain di mulut dan lain di hati.
Apa yang dikatakan orang munafik berbeda dengan apa yang
dilakukannya. Orang munafik selalu mengatakan yang
baik-baik, yang manismanis, dan yang menyenangkan orang lain,
tetapi apa yang diperbuatnya tidaklah demikian. Dalam
pandangan agama Islam, orang munafik adalah orang yang
selalu menampakkan keimanan tetapi hatinya mengingkari. Dia
menjual imannya dengan kekufuran.
4Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai
penipuan, terdapat dua sudut pandang yang tentunya harus
diperhatikan, yakni menurut pengertian bahasa dan menurut
pengertian yuridis, yang penjelesannya adalah sebagai berikut:
5a. Menurut Pengertian Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ananda S,
2009 : 364)
6disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara,
perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu,
dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau
mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara
menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian
4http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr. %20Marzuki,%20M.Ag_.%20Buku%20PAI%20SMP%20-%208%20Akhlak%20Bab %208.pdf di unduh pada 15 november 2016
5 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 11.
maka berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua
pihak yaitu orang menipu disebut dengan penipu dan orang
yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak
jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau
mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau
kelompok.
b. Menurut Pengertian Yuridis
Pengertian Tindak Pidana Penipuan dengan melihat dari
segi hukum sampai sekarang belum ada, kecuali apa yang
dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP
bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk
menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat
dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.
Penipuan menurut Pasal 378 KUHP oleh Moeljatno (2007 :
133)
7sebagai berikut :
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan
memakai nama palsu atau martabat (
hoedanigheid)
palsu;
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.”
8Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang
terkandung dalam rumusan Pasal 378 KUHP di atas. Maka R.
Sugandhi (1980 : 396-397) mengemukakan pengertian
penipuan bahwa :
7 Moeljatno, sebagaimana dikutipKiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 12.
“Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat,
rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu
dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.
Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong
yang tersusun demikian rupa yang merupaka cerita sesuatu
yang seakan-akan benar”.
2. Dasar Hukum
Penipuan adalah suatu perilaku yang bersumber dari kemunafikan. seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali
tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”
9Al-Quran menggambarkan perbuatan orang munafik ini
dengan ayatnya yang lain yaitu:
Artinya:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian”, padahal
sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang yang beriman.”
10Dalam ayat lain ditegaskan:
Artinya:
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila
mereka kembali kepada syetan-syetan (pemimpin-pemimpin)
9 QS. An-Nisaa (3) :145.
mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian
dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”
11Di dalam hadits juga telah disebutkan, bahwa menipu adalah tabiat orang munafik. Yang artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘an-huma, dia telah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:”ada empat perkara, barangsiapa mempunyai empat perkara tersebut, maka di merupakan orang munafik murni. Dan barangsiapa mempunyai salah satu sifat dari padanya berarti dia mempunyai slah satu sifat kemunafikan, sehingga dia meninggalkannya: apabila berkata dia berbohong, apabila membuat persetujuan dia khianat, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila bertengkar dia curang.”12
Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia telah berkata: “sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:’tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara: apabila berkata dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila diberi amanah dia mengkhianatinya.”13
Demikianlah Al-Quran menggambarkan perbuatan orang
munafik yang tidak bisa dipegang perkataannya. Nabi juga
menjelaskan perbuatan-perbuatan orang munafik yang
sekaligus menjadi ciri khasnya.
Seperti halnya hukum yang ada di Indonesia dalam Pasal 378 dibawah ini telah dijelaskan larangan melakukan penipuan/kebohongan antara lain:
11 QS. al-Baqarah (2): 14.
12 Ahmad Mudjab Mahalli, Hadit-hadis Mutafaqun ‘Alaih Bagian Ibadat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 56-57.
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atu martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutag maupun menhapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”14
C. KONSEP DASAR RAZIA LALU LINTAS 1. Definisi
Didalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan razia adalah pemeriksaan serentak (surat-surat kendaraan bermotor, televisi dan sebagainya). Sedangkan lalu lintas bermakna berjalan, bolak-balik, hilir mudik, perihal perjalanan dan sebagainya atau juga dapat diartikan pehubungan antara tempat dengan tempat yang lain (dengan jalan pelayaran, kereta api, dan sebagainya).15
Maka dapat disimpulkan bahwa razia lalu lintas adalah pemeriksaan serentak yang dilakukan oleh pihak berwajib di jalan perhubungan yang terdapat tindak lalu lintas.
2. Dasar Hukum
Dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan meliputi pemeriksaan: 16
14 KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 126-127. 15www.kbbi.web.id di unduh pada 13 oktober 2016.
a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda coba Kendaraan Bermotor,
b. Tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji, c. Fisik kendaraan bermotor,
d. Daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang dan/atau e. Izin penyelenggaraan angkutan 5,
Kemudian dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berkala atau incidental. Mengenai pemeriksaan kendaraan bermotor di malam hari, maka berpedoman pada ketentuan pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:17
1. Pada Tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan incidental, wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukan adanya tanda Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan.
2. Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan.
3. Pemeriksaan yang dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka jalan, ditempatkan tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada jarak paling sedikit 50 meter sebelum dan sesudah tempat pemeriksaan
4/Apr/2016, h. 24.
4. Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan
5. Dalam Hal Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan pada malam hari, petugas wajib:
a. Menempatkan Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
b. Memasang lampu isyarat bercahaya kuning dan c. Memakai rompi yang memantulkan cahaya
Dengan demikian jika pemeriksaan kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas kepolisian yang tidak menempatkan tanda/plang pengumuman yang menunjukan adanya pemeriksaan kendaraan bermotor, tidak memasang lampu isyarat bercahaya kuning, dan tidak memakai rompi yang memantulkan cahaya, maka pemeriksaan kendaraan yang dilakukan polisi tersebut tidak sah secara hukum.18
Proses penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, terbuka, bertanggung jawab. Polisi sebagai petugas yang melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas harus pula mentaati tata cara pemeriksaan kendaraan sesuai aturan yang berlaku. Akan tetapi dalam hal tertangkap tangan seperti yang disebutkan dalam pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.19 Tempat pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan tidak wajib dilengkapi tanda adanya pemeriksaan kendaraan bermotor, yang dimaksud tertangkap tangan dalam pemeriksaan secara incidental yaitu terjadi pelanggaran yang terlihat secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik. Dalam hal bidang penegakan aturan lalu lintas polisi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 260
18 Ibid.
19 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, (:), Vol.Iv/No.
ayat(1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain:
a. Memberhentikan, melarang atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan.
b. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan penyidikan tindak pidana dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c. Meminta keterangan dari pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan Angkutan Umum.
d. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti.
e. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan. g. Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti. h. Melakukan Penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana
kejahatan Lalu Lintas,dan/atau melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
melakukan pakaian seragam dan atribut serta wajib dilengkapi surat perintah tugas.20
Polisi melaksanakan tugas dan wewenang berdasarkan pada norma hukum, dan mengindahkan norma agama, kesopanan dan kesusilaan, menjunjung tinggi hak asasi manusia serta mengutamakan tindakan pencegahan. Berkaitan dengan tugas dan wewenang polisi, di dalam melaksanakan tugas dan wewenang kepolisian dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), dan Kapolri bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian serta penyelenggaraan pembinaan kemampian Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Berkaitan dengan pimpinan Kepolisian diatur secara berjenjang dari tingkat pimpinan pusat sampai dengan tingkat daerah yang dipertanggungjawaabkan secara hirearki.21
Di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2002 diatur secara tegas bahwa kekuasaan Kepolisian dipertanggungjawabkan kepada Presidan. Hal ini besar kemungkinan berorientasi pada pengangkata Kapolri yang dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan atau kedudukan Kepolisian Negara yang berada langsung di bawah Presiden. Dalam Tugas dan wewenang polisi yang juga diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 lebih ditegaskan bahwa fungsi kepolisian sebagai salah satu pemegang fungsi pemerintahan negara khususnya di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dan lebih prinsipil bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik
D. HUKUM MENIPU POLISI YANG MERAZIA LALU LINTAS
Pengertian penipuan sesuai uraian di atas tampak jelas
bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau
serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa
terpedaya karena omongan yang seakan-akan benar. Biasanya
seseorang yang melakukan penipuan, adalah menerangkan
sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya
perkataannya itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena
tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi sasaran
agar diakui keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu
supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya, begitu pula
dengan menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan
perkataannya. Penipuan sendiri dikalangan masyarakat merupakan
perbuatan yang sangat tercela namun jarang dari pelaku tindak
kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian. Penipuan
yang bersifat kecil-kecilan dimana korban tidak melaporkannya
membuat pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang
pada akhirnya pelaku penipuan tersebut menjadi pelaku penipuan
yang berskala besar.
23Firman Allah: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang
Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat,
maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang
nyata.”
24Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa mengangkat senjata terhadap kami
(durhaka keluar dari jamaah kaum Muslimin), bukanlah termasuk
golongan kami. Dan barangsiapa menipu kami, maka bukanlah
termasuk golongan kami.” (HR Muslim)
4/Apr/2016, h. 25.
23 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 14.
Dalam riwayat lain dikatakan, suatu ketika Rasulullah saw.
lewat pada setumpukan makanan, lalu beliau memasukkan tangan
beliau ke dalam makanan itu. Tangan beliau menemukan
kelembaban (kebasahan), beliau bertanya: “Apa ini, hai pemilik
makanan?” Pemilik makanan menjawab: “Terkena hujan wahai
Rasulallah.” Rasulullah saw. bersabda: “Mengapa tidak kamu
letakkan di atas makanan, sehingga orang-orang mengetahuinya
(dan tidak tertipu, kelihatannya kering tapi di bawah basah).
Barangsiapa berbuat curang kepada kami, maka bukanlah
termasuk golongan kami.”
Ada beberapa dasar larangan untuk menipu orang lain.
25Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda: “Janganlah kalian menawar barang dagangan dengan
maksud untuk menipu orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang
menawar barang dengan maksud untuk menipu orang lain.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Bahwasannya ada seseorang
bercerita kepada Rasulullah saw. bahwa dirinya ditipu di dalam
berjual beli, kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
yang berjual beli, maka katakanlah tidak boleh ada penipuan.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mengganggu dan menipu istri atau budak orang lain,
maka bukanlah ia termasuk golongan kami.” (HR Abu Dawud)
Peranan Polisi dalam rangka penegakan hukum razia lalu lintas belum berjalan optimal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, saat dilakukannya razia lalu lintas oleh polisi, sebagian besar masyarakat tidak puas terhadap razia lalu lintas yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, dikarenakan banyak razia yang illegal atau tidak sah. Banyak oknum polisi yang melakukan razia lalu lintas yang tidak sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 80 Tahun
2012, seperti tidak adanya papan operasi yang menunjukan adanya pemeriksaan kendaraan dan tanpa menunjukan adanya surat tugas, di samping itu anehnya banyak juga masyarakat yang ikut-ikutan melanggar hukum, seperti memberi suap kepada polisi yang bertugas,sehingga masyarakat sudah sangat terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya, apakah itu bentuk pelanggaran lalu lintas, atau melakukan delik-delik umum, atau melakukan tindak pidana korupsi. Ini membuktikan bahwa penegakan hukum yang dilakukan di Indonesia tidak sesuai denganharapan. Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana mempengaruhi proses penegakan hukum yang sedang berjalan agar ia dapat terlepas dari jerat hukumannya.26
Polisi sebagai pihak berwajib yang harus menegakkan hukum di Indonesia maka dengan wewengannya dapat melaksanakan tugasnya. Dengan salah satu contoh menegakkan hukum di lalu lintas. Yaitu memeriksa secara langsung bagaimana peraturan dijalan ditaati. Namun masih banyak sekali peraturan yang dilanggar seperti contoh tidak memakai helm yang SNI, tidak memiliki izin berkendara dan bahkan banyak ditemukan di jalan bahwa anak dibawah umur mengendarai kendaraan. Dan tentunya masih banyak pelanggaran yang lain. Kadang kala masyarakat memilih membayar denda/tilang ditempat kejadian namun adapula yang pasrah dengan hal tersebut dan bersedia menyerahkan Surat Tanda Nomor Kendaraan untuk ditahan di kantor polisi dan menunggu persidangan. Tidak hanya dalam cangkupan kedua hal tersebut namun karena ingin terbebas dari denda dan pengadilan masyarakat menghalalkan segala macam cara agar lolos. Salah satunya dengan berbohong/menipu polisi. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan baik itu dalam ranah hukum atau agama sekalipun.
Hukum menipu pun telah dijelaskan pada pembahasan diatas. Menipu orang lain itu sudah dianggap sangat salah apalagi kita harus
menipu penegak hukum hanya untuk melindungi diri dari hukuman atas kesalahan yang tidak patuh terhadap hukum dan prosedurnya.
Mencari perlindungan untuk diri sendiri sangat baik dilakukan tapi jika berlindung dari perkara yang telah kita langgar itu sangatlah tidak dibenarkan dalam UUD maupun dalam hukum agama. Sebaiknya setiap individu menghindari sifat tersebut, karena akan merapuhkan keimanan.
E. PENUTUP 1. Simpulan
Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber dari kemunafikan. Lalu razia lalu lintas adalah pemeriksaan serentak yang dilakukan oleh pihak berwajib di jalan perhubungan yang terdapat tindak lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Ahmad Mudjab Mahalli. Hadit-hadis Mutafaqun ‘Alaih Bagian Ibadat. Jakarta: Kencana, 2003.
KUHP dan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2015
Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, , Vol.Iv/No. 4/Apr/2016.