SEJARAH PERJALANAN PANCASILA
A. Pengertian Pancasila
1. Pengertian Pancasila secara etimologis
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan “Pancasila”
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“Panca” artinya “lima”
“Syila” vocal i pendek artinya “batu sensi”, “alas”, atau “dasar”.
“Syiila” vocal I panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
yang senonoh”.
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa
diartikan”susila” yang memiliki hubungan dengan morlitas. Secara etimologis kata
“Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Pancasyila” dengan vocal i pendek
yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang
memiliki lima unsure”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i
bermakna lima aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437).
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Adapun secara terminologis histories proses perumusan Pancasila adalah
sebagai berikut :
a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidang yang
pertama. Pidato Mr. Muh. Yamin itu berisikan lima asas dasar Negara Indonesia
Merdeka yang diidam-idamkan sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul tertulis menganai rancangan
tercantum rumusan lima asas dasar Negara yang rumusannya adalah sebagai
berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusayawaratan / perwakilan
5. Keadilan Sosaial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
b. Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945)
Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya di
hadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno
secara lisan usulan lima asas sebagai dasar Negara Indonesia yang akan
dibentuknya, yang rumusannya adalah sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersbut dapat diperjelas
menjadi “Tri Sila” yang rumusannya :
1. Sosio Nasional yaitu “Nasionalisme”
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun Tri Sila tersebut masih diperas lagi menjadi “Eka Sila” atau satu sila
yang intinya adalah “gotong royong”.
Pada tahun 1947 pidato Ir. Soekarno tersebut diterbitkan dan dipublikasikan
dan diberi judul “Lahirnya Pancasila”, sehingga dahulu pernah popular bahwa
tanggal 1 Juni adalah hari lahirnya Pancasila.
c. Piagam Jakarta ( 22 Juni 1945 )
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh Dokoritzu
menganai dasar Negara yang telah dikemukakan dalm sidang Badan Penyelidik.
Sembilan tokoh tersebut dikenal dengan “Panitia Sembilan”, yang setelah
mengadakan sidang berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal
“Piagam Jakarta” yang di dalamnya memuat Pancasila, sebagai buah hasil
pertama kali disepakati oleh sidang.
Adapun rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta adalah
sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi Kemerdekaan tangal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan Negara
Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan Negara sebagaimana
lazimnya Negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus
1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal
dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 tersebut terdiri atas dua bagian yaitu
Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan
Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku :
1. memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai
dengan hati nuraninya,
2. memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
cara-cara pemecahannya,
seni,
4. memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai
budaya bengsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
C. Inti dan Sila-Sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu
sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan
antara satu dengan lainnya namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu
kesatuan yang sistematis. Oleh karena itu meskipun dalam uraian berikut ini
menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila, namun kesemuanya itu
tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila lainnya. Adapun nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan
adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara bahkan moral Negara, moral penyelenggara Negara, politik
Negara, pemerintahan Negara, hukum dan peraturan perundang-undangan Negara,
kebebasan dan hak asasi warga Negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Demikianlah kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan
Yang Maha Esa yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan
menjiwai keempat sila lainnya.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai
berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada
dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan mahluk social, kedudukan kodrat mahluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai mahluk Tuhan yang maha esa.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat
manusia sebagai mahluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini
mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan
Negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekwensinya nilai yang tyerkandung dalam kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, menghargai atas kesamaan
hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status social maupun agama.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesame manusia, tenggang rasa, tidak
semena-mena terhadap sesame manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(Darmodihardjo, 1966).
3. Sila Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang
bersifat sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai
sila kerakyatan yang dipimpin oleh hiknmat kebijaksanaan dalam
Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemenelemen
yang membentuk Negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun
kelompok agama. Karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia
dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk Negara.
Konsekwensinya Negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam
suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan
bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan
pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan
bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Nilai yang terkandung di dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan yang
maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Persatuan Indonesia dan
mendasari serta menjiwai sila Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk social.
Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai mahluk Tuhan yang
maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
dalam suatu wilayah Negara. Rakyat adalah merupakan subyek pendukung pokok
Negara.negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasaan Negara. Sehingga dalam sila Kerakyatan terkandung
nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup Negara. Maka
a. adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggungjawab baik terhadap
masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan yang maha Esa,
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan,
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena
perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia,
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu,
kelompok, ras, suku maupun agama,
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.
g. Menjunjung tinggi azaz musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang
beradab,
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan social agar
tercapainya tujuan bersama.
5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Konsekwensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup
bersama meliputi
a. Keadilan distributive, yaitu suatu hubungan keadilan antara Negara terhadap
warganya, dalam arti pihak negaralahyang wajib memenuhi keadilan dalam
bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara,
b. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan
lainnya secara timbal balik.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus
diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan Negara yaitu
mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan
seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2. Fungsi utama Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
b. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia,
c. Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat
dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di
dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Mr. Muhammad Yamin tanggal 29 Mei 1945,
b. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945,
c. Dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
REFERENSI
Nana Sudjana dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:Sinar Baru.
Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
P. J. Suwarno. 1993. Pancasila budaya bangsa Indonesia: penelitian Pancasila dengan
pendekatan, historis, filosofis & sosio-yuridis kenegaraan. Yogyakarta:Kanisius.
Eka Darmaputera. 1987. Pancasila: identitas dan modernitas : tinjauan etis dan budaya.