• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SMA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SMA. docx"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SMA

DAFTAR ISI

BAB I KONSEP KURIKULUM

BAB II PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB III KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BAB IV MATEMATIKA SEKOLAH

(2)

BAB I

KONSEP KURIKULUM

A. Konsep Kurikulum

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, sejak zaman Yunanni Kuno, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Lebih khusus kurikulum sering diartikan sebagai isi pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul berikutnya telah beralih dari penekanan terhadap isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar (Sukmadinata, 2005: 4).

Pandangan lain tentang kurikulum adalah yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain.

Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whether in the classroom or not.

Kendatipun pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu.

Menurut Mac Donald (Sukmadinata, 2005:5), sistem persekolahan terbentuk atas empat

subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching)

merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning)

merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan

dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum

(3)

Kurikulum sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan

kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Kurikulum bukan hanya merupakan

rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di

dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert

curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum) (Sukmadinata, 2005: 5).

Tabel 1.1 Perbedaan konsep kurikulum menurut beberapa ahli.

Nama Ahli Tahun Kurikulum

Robert S. Zais 1976 “... a racecourse of subject matters to be

mastered”

Caswel & Campbell 1935 “... to be composed of all experiences

children have under the guidance of teacher”

Ronald C. Doll 1974 “The commonly accepted definition of the

curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school.”

Mauritz Johnson 1967 “... a structured series of intended

learning outcomes”

Beauchamp 1968 “A curriculum is a written document

which may contain many ingredients, but basically it is a plan for education of pupils during their enrollment in given school”.

(4)

membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat. Batas keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru.

Dari pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, selanjutnya dikenal tiga konsep kurikulum, yakni: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi (Sukmadinata, 2005: 27).

1. Konsep pertama, kurikulum sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu

rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat berarti suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengaja, jadwal, dan evaluasi.

2. Konsep kedua, kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan

bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

3. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Ini

(5)

BAB II

PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning

opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls & Howard Nichools dalam Hamalik, 2007: 96).

Rumusan ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan

kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan

kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.

Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses

siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni (Hamalik, 2007: 96-97):

a. Tujuan: mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan

tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course)

maupun kurikulum secara menyeluruh.

b. Metode dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut pertimbangan guru. c. Penilaian (assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam

hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.

d. Balikan (feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.

Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan, dan oleh

karenanya pengembangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas

pembangunan secara makro. Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas

(6)

1) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi

pancasila.

3) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas

keadilan dan pemerataan pendidikan.

4) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.

5) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

hukum yang berlaku.

6) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.

7) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

nilai-nilai kejuangan bangsa.

8) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.

B. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum

Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip (Hamalik, 2007: 3-4):

1. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.

2. Kesamaan memperoleh kesempatan.

3. Memperkuat identitas nasional.

4. Menghadapi abad pengetahuan.

5. Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi.

6. Mengembangkan keterampilan hidup.

7. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikulum.

8. Pendidikan alterantif.

9. Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.

10. Pendidikan multikultur.

11. Penilaian berkelanjutan.

12. Pendidikan sepanjang hayat.

(7)

1.Prinsip Umum a.Prinsip relevansi

Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam

yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara

tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

b.Prinsip fleksibilitas

Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak

untuk hidup dalam kehidupan pada masa kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya

penyesuaian-penyesuan berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar belakang anak.

c.Prinsip kontinuitas

Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.

d.Prinsip kepraktisan/efisiensi

Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan memerlukan biaya murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan.

e.Prinsip efektivitas

Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan.

2.Prinsip Khusus

(8)

Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).

b.Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.

2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

c.Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar

Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?

2) Apakah metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?

3) Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?

4) Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor.

5) Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau kedua-duanya? 6) Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?

7) Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat.

8) Untuk menguasai keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning

by doing” selain ”learning by seeing and knowing”.

d.Berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran

Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pembelajaran yang tepat.

e.Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

(9)

1) Penyusunan alat penilaian (test) 2) Perencanaan suatu penilaian 3) Pengolahan hasil penilian.

C. Orientasi Pengembangan Kurikulum

Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.

Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut 6 aspek, yaitu :

1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.

2. Pandangan tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.

3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.

4. Pandangan tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.

5. Konsepsi tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.

6. Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.

D. Model Pengembangan Kurikulum

Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam

bukunya: Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam

(10)

1. Model Administratif (Garis Staff atau Top Down)

Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut.

a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang(pengawas

pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)

b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.

c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan

staf pengajar.

d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar diperoleh

input yang diperlukan.

3. Model Demonstrasi

Langkah-langkahnya sebagai berikut.

a. Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya

dinilai baik.

b. Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.

4. Model Beauchamp

Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah,

disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang

disebut arena.

b. Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas

bimbingan, dan nara sumber lain.

c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas

tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai

pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk

memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan.

(11)

e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku

5. Model Terbalik Hilda Taba

Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik karena langkah-langkahnya diawali dengan pencarian data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teorinya lalu diadakan pelaksanaan.

Langkah-langkahnya sebagai berikut.

a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian,

memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum. b. Mengadakan try out.

c. Mengadakan revisi berdasarkan try out.

d. Menyusun kerangka kerja teori

e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.

6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers

Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.

Langkah-langkahnya sebagai berikut.

a. Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.

b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah

pimpinan staf pengajar.

c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah,

sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab.

d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu

para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah.

e. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena

didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.

7. Model Action Research yang Sistematis

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan antarmanusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.

Langkah-langkahnya sebagai berikut.

(12)

b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian

menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut.

c. Melaksankan keputusan yang telah diambil.

Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100), terdapat beberapa model konsep kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis, 2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum Teknologis.

1. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme)

yang berorientasi masa lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan secara logis, sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua

pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Guru adalah yang ”digugu dan ditiru” (diikuti dan

dicontoh).

Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat intelektual. Namun, demikian, dalam perkembangannya sekarang kurikulum ini secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa.

Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.

a. Tujuan kurikulum subjek adademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para

siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”.

b. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide (konsep

(13)

c. Pola organisasi isi kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated curriculum),

integrated curriculum, dan problem solving curriculum.

d. Evaluasi pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan

dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.

2. Kurikulum Humanistik

Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik berdasarkan konsep

aliran pendidikan pribadi(personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education)

dan J.J. Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa siswa adalah yang

pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang

pada konsep Gestalt, bahwa individu merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan

diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).

Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada

pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.

b. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional

yang baik antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan dorongan kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan.

c. Kurikulum menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual

tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu, kurikulum ini juga menekankan pada pemberian pengalaman yang menyeluruh, bukan terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang mengutamakan

sekuens karena kan mengakibatkan siswa kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memeperdalam aspek-aspek perkembangannya.

d. Evaluasi dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kegiatan belajar yang baik

adalah yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memperluas kesadaran dirinya dan mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam kurikulum ini tidak digunakan kriteria pencapaian. Peniaian bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.

3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

(14)

guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan dengan sumber belajar lainnya.

Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan,

ancaman, hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial yang bersifat universal bisa didekati dari berbagai disiplin ilmu dan dapat dikaji dalam kurikulum.

b. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari

keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Pembelajaran diciptakan berupa kerja sama antarsiswa, antarkelompok, dan antara siswa dengan nara sumber dari masyarakat. Dengan demikian terbentuk juga saling kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak sekolah dasar, siswa sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta kegiatan sosial lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi dihadapkan kepada situasi nyata dan diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.

c. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di

tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan, dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semuakegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.

d. Evaluasi diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada sejauh

mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian dilaksanakan dengan melibatkan siswa terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Sebelum diujikan, soal-soal dinilai terlebih dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan keampuhannya menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif.

4. Kurikulum Teknologis.

(15)

penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau diukur.

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua

bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Penerapan

teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology),

sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system technologi).

Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:

a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.

b. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi

perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut diperkuat.

c. Bahan ajar atau isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin ilmu tetapi

telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.

d. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun

semester.

E. Tahapan Pengembangan Kurikulum

Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai: 1. Perekeyasaan (engineering), meliputi empat tahap, yakni:

a. Menentukan pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kurikulum;

b. Konstrukei ialah mengembangkan model kurikulm yang diharapkan berdasarkan fondasi

tersebut.

c. Impelementasi, yaitu pelaksanaan kurikulum;

d. Evaluasi, yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik.

2. Konstruksi, yaitu proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses 4

kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang evaluasi. (Hamalik, 2007: 133)

Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen, atau berdasarkan proses manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari (Hamalik, 2007: 133-134):

Pertama, Perencanaan kurikulum yang dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif.

Kedua, Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara struktural maupun secara fungsional.

Ketiga, Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan

(16)

Kelima, Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum.

Keenam, Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.

Mekanisme Pengembangan Kurikulum Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan

Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum

Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum

Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan

Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum

Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum

Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian (Hamalik, 2007: 142-143)

Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan

Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi dan/atau studi lapangan.

Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum

Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistemik.

Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum

Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.

Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan

Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.

Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum

Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah :

1) Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas.

2) Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada

(17)

Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum

Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.

Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian

Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut (Hamalik, 2007: 142-143).

Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan tahapan atau langkah-langkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai berikut.

1. Pengaruh faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum.

a. Tujuan (objectives) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor sejarah,

sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu pengetahuan.

b. Hasil-hasil penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar.

c. Tekanan-tekanan, baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian

eksternal.

2. Inisiasi Pengembangan.

Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar sistem pendidikan mengenai suatu pengembangan atau innovasi kurikulum hendak dilaksanakan.

3. Inovasi Kurikulum Baru

Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan kurikulum yang harus mengikuti fase-fase:

a. Penentuan tujuan-tujuan (objectives) kurikulum.

b. Produksi ‘materials’ (seperti buku, alat visual, perangkat) dan penciptaan metode-metode

pembelajaran yang sesuai.

c. Pelaksanaan percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah.

d. Evaluasi dan revisi ’material’ dan metode.

e. Penyebaran yang tak terbatas ’material’ dan metode yang sudah direvisi.

4. Difusi (penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang Pengembangan Kurikulum di luar

Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum.

(18)

5. Implementasi Kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah

6. Evaluasi Kurikulum

Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap kurikulum yang telah dilaksanakan, dengan mendapatkan umpan balik dari para guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa, Komite Sekolah, dan sebagainya.

Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi atau setting, mulai

dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu menurut Hamalik (2007: 104) adalah :

a. Pengembangan kurikulum oleh guru kelas.

b. Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah.

c. Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teacher’s centre’s)

d. Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah

(19)

BAB III

KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA

A. SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA

Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.

Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?

a. Matematika tradisional (Ilmu Pasti)

Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.

(20)

bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.

Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan tersebut.

Contoh

12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.

Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.

b. Pembelajaran Matematika Modern

Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.

(21)

Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut. Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut ;

1) Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,

statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal. 2) Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan

dan ketrampilan berhitung.

3) Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.

4) Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.

5) Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.

6) Menggunakan bahasa yang lebih tepat.

Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.

(22)

Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.

Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.

Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;

1) Guru supaya meningkatkan profesinalisme

2) Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer

3) Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan

4) Pengevaluasian hasil pembelajaran

5) Prinsip CBSA di pelihara terus

d. Kurikulum Tahun 1994

Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.

Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.

(23)

tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.

e. Kurikulum tahun 2004

Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.

Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.

Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;

1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan

penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi

2) Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan

mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah

Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

B. KOMPETENSI

(24)

tersebut telah mempengaruhi peradaban manusia sedemikian luas melebihi abad-abad sebelumnya. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks lokal dan global. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai pemahaman dan kearifan tentang proses dan ancaman globalisasi yang akan mempunyai kesempatan untuk dapat bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai, dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia (Ella Yulaelawati, 2004: 17)

Kehidupan damai, sejahtera, dan diperhitungkan dalam masyarakat dunia tidak dapat lagi hanya dimaknai dan dikaitkan dengan banyaknya sumber daya alam. Tetapi harus diartikan dengan tingginya daya saing, daya suai, dan kompetensi suatu bangsa. Dengan ketiga hal tersebut, maka akan lebih mudah bagi suatu bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah jauh lebih maju. Tingginya daya saing memerlukan kompetensi yang tinggi pula karena pada abad pengetahuan ini dinamika politik sebuah negara di kancah global sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusianya.

Pada abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat sehingga tidak seorang pun dibolehkan untuk tidak memperoleh pengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Untuk itu diperlukan kurikulum yang mampu menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan keterampilan tersebut. Kurikulum yang demikian sering disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi.

Berdasarkan teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan orang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (Ella Yulaelawati, 2004: 13).

(25)

Menurut Ella Yulaelawati (2004: 19), pemilikan kompetensi secara mendasar dapat menumbuhkan jiwa produktif dan kepemimpinan. Suatu bangsa yang kuat dan dapat dipercaya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai standar kompetensi yang tinggi untuk memenuhi tantangan persaingan serta perubahan teknologi. Bangsa yang dapat memberikan dan menggunakan standar kompetensi tinggi pada peserta didik sebagai usaha mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja, bertahan, menyesuaikan diri, serta mampu bersaing dlaam kehidupan yang beradab dan bermartabat.

C. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1) Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;

2) Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu;

3) Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau

bidang pengajaran tertentu;

4) Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian bahan pengajaran;

5) Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran;

6) Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum

dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;

7) Berdasarkan butir 6, maka kurikulum sebenarnya merupakan alat pendidikan.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

(26)

UU tersebut di atas, maka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi (SI), standar proses, standar kompetensi lulusan (SKL), standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dua dari standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam pengembangan KTSP (BSNP, 2006:1).

Pengembangan KTSP harus memperhatikan pilar-pilar pendidikan yang berkembang di abad ini:

1) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

2) Belajar untuk memahami dan menghayati,

3) Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,

4) Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan

5) Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,

efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006: 2)

Pilar-pilar pembelajaran yang dirumuskan BSNP di atas merupakan hasil kajian terhadap 6 pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO. Keenam pilar pendidikan yang dimaksud adalah (Mastuhu, 2003: 132 – 135):

1) Learning to Know

Maksudnya adalah bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan. Tetapi kemampuan memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya.

2) Learning to Do

Maksudnya bukanlah kemampuan berbuat yang mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran,

tetapi action in thinking, berbuat dengan berpikir, learning by doing. Dengan demikian, peserta

didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga

bagaimana mengembangkan teori atau konsep intelektualitasnya. Learning to Do juga

dimaksudkan untuk menuntun peserta didik mengenal hubungan antara berkarya dan beriman menurut keyakinan agamanya. Esensi bekerja bukan semata-mata mencari uang, tetapi adalah belajar.

3) Learning to Be

Manusia di zaman modern ini dapat hanyut ditelan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati

(27)

menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup di masyarakat sebagai hasil belajarnya.

4) Learning to Live Together

Pilar ini menuntun seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh umat manusia.

5) Learn How to Learn

Dalam hidup dan kehidupnnya, manusia akan senantiasa dihadapkan dengan masalah. Ibaratnya 6) Learning Throughout Life

1. Landasan Pengembangan KTSP 2. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi (BSNP, 2006: 5 – 7), yaitu :

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

2. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman

karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum

dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan

(28)

karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi

kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat. kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan

dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. kurikulum dikembangkan

dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu kurikulum tingkat satuan pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

BAB IV

MATEMATIKA SEKOLAH

A. Hakikat Matematika dan Matematika Sekolah

(29)

matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan

pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan

masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik.

B. Tujuan Pembelajaran Matematika Sekolah

Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan

(30)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model

matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas

keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Penjelasan dari tiap tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

Objek dalam pembelajaran matematika adalah: fakta, konsep, prinsip, dan skills (Bells dalam Setiawan: 2005). Objek tersebut menjadi perantara bagi siswa dalam menguasai kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang dimuat dalam SI mata pelajaran matematika.

Fakta adalah sebarang kemufakatan dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah (nama), notasi (lambang), dan kemufakatan (konvensi).

Contoh fakta: Kaitan kata “lima” dan simbol “5”. Kaitan tanda “=“ dengan kata “sama dengan”. Kesepakatan pada garis bilangan: sebelah kanan O adalah positif, sebelah kiri O adalah negatif.

Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi. “Segitiga” adalah suatu konsep yang dapat digunakan untuk mengelompokkan bangun datar, yaitu yang masuk dalam pengertian “segitiga” dan “yang tidak termasuk dalam pengertian segitiga”. Beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa didefinisikan).

(31)

Prinsip adalah rangkaian konsep-konsep beserta hubungannya. Umumnya prinsip berupa pernyataan. Beberapa prinsip merupakan prinsip dasar yang dapat diterima kebenarannya secara alami tanpa pembuktian. Prinsip dasar ini disebut aksioma atau postulat.

Contoh Prinsip: Dua segitiga dikatakan kongruen jika dua pasang sisinya sama panjang dan sudut yang diapit kedua sisi itu sama besar.

Persegi panjang dapat menempati bingkainya dengan empat cara.

Skill atau keterampilan dalam matematika adalah kemampuan pengerjaan (operasi) dan prosedur yang harus dikuasai oleh siswa dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi, misalnya operasi hitung, operasi himpunan. Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi atau prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma, misalnya prosedur menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

Pada intinya tujuan pertama itu tercapai bila siswa mampu memahami konsep-konsep matematika. Mencermati tujuan pertama dari mata pelajaran matematika dalam hubungannya dengan objek matematika yang menjadi perantara siswa dalam mempelajari KD-KD pada SI maka dapat dikatakan bahwa konsep matematika yang dimaksud pada tujuan pertama meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill atau algoritma. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004

tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah

mampu:

1) menyatakan ulang sebuah konsep,

2) mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,

3) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,

4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,

5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,

6) menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu,

7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Contoh ilustrasi hasil belajar lingkup pemahaman konsep sebagai berikut.

(32)

menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil) kesetaraan. Bila itu terwujud maka ia dikatakan mampu menyelesaikan PLSV. Kemampuan itu lingkupnya adalah pemahaman konsep.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

Penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Fadjar Shadiq, 2003).

Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2005).

Contoh hasil penalaran:

1. Jika besar dua sudut dalam segitiga 60° dan 100° maka besar sudut yang ketiga adalah 20°.

2. Jika (x − 1)(x + 10) = 0 maka x = 1 atau x = −10

3. Sekarang Ani berumur 15 tahun. Umur Dina 2 tahun lebih tua dari Ani. Jadi, sekarang umur

Dina 17 tahun.

Pernyataan yang tercetak tebal adalah hasil penalaran.

Penalaran Induktif dan Deduktif

Ada dua cara untuk menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga

dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses

berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah

diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan

proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.

Tentang penalaran deduktif, perhatikan pernyataan dari Depdiknas dalam Fadjar Shadiq (2005) berikut ini: “Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya”.

1) Contoh siswa mampu melakukan penalaran induktif misalnya siswa mampu menyimpulkan

(33)

tiga sudut pada berbagai bentuk segitiga (lancip, tumpul, siku-siku) kemudian tiga sudut yang dipotong pada tiap segitiga dirangkai sehingga membentuk sudut lurus. Atau siswa dikatakan mampu melakukan penalaran secara induktif setelah mengukur tiap sudut pada berbagai bentuk segitiga dengan busur derajat kemudian menjumlahkannya.

2) Contoh siswa mampu melakukan penalaran deduktif misalnya siswa mampu melakukan

pembuktian bahwa jumlah sudut dalam segitiga itu 1800 dengan menggunakan prinsip tentang

sifat sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh garis ketiga (sehadap, berseberangan, sepihak) yang sudah dipelajarinya seperti berikut ini.

Ð A = Ð C3 (sudut sehadap)

Ð B = Ð C2 (sudut dalam berseberangan) Ð C = Ð C1

Ð A + Ð B + Ð C = Ð C1 + Ð C2 + Ð C3 = 180° (sudut lurus)

Mencermati tujuan kedua dari mata pelajaran matematika maka pada intinya tujuan ini

tercapai bila siswa mampu melakukan penalaran. Siswa dikatakan mampu melakukan

penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah

diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:

1) mengajukan dugaan,

2) melakukan manipulasi matematika,

3) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,

4) menarik kesimpulan dari pernyataan,

5) memeriksa kesahihan suatu argumen,

6) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah

kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Apa yang dimaksud memecahkan

masalah (problem solving)?

(34)

dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu exercise atau latihan dan problem atau masalah

(Lenchner, 1983). Exercise (latihan) merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya sudah

diketahui siswa. Pada umumnya suatu latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara

langsung satu atau lebih algoritma. Problem lebih kompleks daripada latihan karena strategi

untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak. Dalam menyelesaikan problem siswa dituntut kreativitasnya. Perhatikan contoh-contoh berikut.

Contoh-1:

Tentukan dua bilangan yang belum diketahui pada pola bilangan berikut ini. 1. 1, 8, 27, 64, ..., ...

2. 9, 61, 52, 63, ..., ...

Pertanyaan refleksi (setelah mengerjakan soal):

1) Apakah dengan menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 1, penyelesaian soal dapat

dengan serta merta langsung diperoleh? Jelaskan!

2) Apakah dengan menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 2, penyelesaian soal dapat

dengan serta merta langsung diperoleh?

3) Mana yang lebih menantang, soal 1 atau soal 2?

4) Mana yang lebih memerlukan kreativitas dalam menyelesaikannya, soal 1 atau soal 2?

Contoh-2:

Suatu saat Anda menyodorkan sekumpulan mata uang logam kepada siswa. Kumpulan uang logam terdiri dari: 3 keping uang dua ratusan, 2 keping uang lima ratusan dan 1 keping uang ribuan. Berikan pertanyaan berikut ini kepada siswa.

a) Ada berapa macam keping mata uang pada kumpulan uang logam itu?

b) Ada berapa buah keping uang pada kumpulan uang logam itu?

c) Berapa total nilai uang pada kumpulan uang logam itu?

d) Kelompok keping uang manakah yang nilainya paling besar? Manakah yang nilainya paling

kecil?

e) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari keeping uang atau keping-keping

uang yang semacam?

f) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri

dari dua macam?

g) Berapa macam nilai uang berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri

dari tiga macam?

h) Ada berapa macam nilai uang sama yang kombinasi kepingnya berbeda?. Tunjukkan nilai dan

(35)

Pertanyaan refleksi (setelah mengerjakan soal):

a. Apakah kualitas empat pertanyaan pertama berbeda dengan kualitas empat pertanyaan

berikutnya?

b. Manakah pertanyaan yang dapat diselesaikan dengan pengecekan sederhana pada bendanya atau

dengan prosedur berhitung (penjumlahan) rutin yang biasa dilakukan?

c. Manakah pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan dengan proses rutin yang biasa dilakukan,

sehingga dalam menyelesaikannya terlebih dahulu siswa dituntut menentukan metode pemecahan yang tepat? Apakah untuk menyelesaikannya diperlukan kreativitas?

d. Apakah proses menjawab pertanyaan nomor 1 s.d. 4 relatif berbeda (baru) bila dibandingkan

dengan menjawab pertanyaan nomor 5 s.d. 8?

e. Apakah pertanyaan nomor 1 s.d. 4 itu dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan untuk ‘latihan’

atau excercises dalam rangka memahami atau menguatkan konsep? Mengapa?

f. Apakah pertanyaan nomor 5 s.d. 8 dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan dengan kategori

problem atau masalah. Mengapa?

g. Manakah pertanyaan yang menuntut kemampuan penalaran yang memadai?

h. Manakah pertanyaan yang menuntut kemampuan komunikasi matematis?

Setelah mencermati pertanyaan-pertanyaan di atas dan menjawabnya, pertanyaan berikutnya adalah: Apakah masalah (problem) dan pemecahan masalah itu?

Perhatikan dua hal berikut ini.

1. Suatu pertanyaan atau tugas akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan atau tugas itu

menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan.

2. Suatu masalah bagi seseorang dapat menjadi bukan masalah bagi orang lain karena ia sudah

mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.

Perhatikan dua soal pada contoh-1 di atas. Bila ditinjau dari materi soal maka untuk menyelesaikan soal nomor 1 cara-caranya pastilah sudah diketahui oleh semua siswa karena telah dipelajari, yaitu saat membahas tentang bilangan berpangkat tiga. Untuk menyelesaikan soal nomor 2 siswa umumnya belum tahu caranya secara langsung (kecuali bila guru telah memberikannya sebagai contoh). Oleh karena itu soal nomor 1 tidak dapat digolongkan sebagai

masalah, sedang soal nomor 2 dapat digolongkan sebagai masalah.

Gambar

Tabel 1.1 Perbedaan  konsep kurikulum menurut beberapa ahli.

Referensi

Dokumen terkait

Saya mencoba untuk membuat diri sendiri merasa lebih baik dan tenang dengan cara makan, minum, merokok, menggunakan. obat-obatan, meditasi, atau tindakan

Dalam lima belas tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah organisasi pemerintah maupun non pemerintah yang terlibat dalam kegiatan pembangunan terutama di negara

Subjek AS mempunyai kriteria sebelum mencari pasangan hidupnya. Kriteria-kriteria yang ditentukan harus disesuaikan dengan diri AS. Bibit bebet bobot yang dilihat

Sebagai contoh, pada saat konteks lingkungan yang dihadapi sangat tidak pasti dan tidak dapat diprediksi, maka organisasi akan cenderung mendesak atau berupaya semaksimal

Proses komunikasi dan teknik berkomunikasi perlu digunakan untuk negosiasi yang lebih baik, manajemen risiko, desain proyek, dan keterlibatan aktif dari mereka yang paling

Analisis BI pada Fasilkom Unsri menggunakan business intelligence roadmap meliputi fase justification , planning , dan business analysis mengusulkan solusi BI

self-regulated learning dalam matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self- regulated learning memiliki peran penting dalam meningkatkan prestasi akademik

menjadi pertimbangan investor yaitu : EVA, ROE, dan EPS dalam mengukur kinerja keuangan serta memiliki pengaruh yang tercemin pada Market Value (MV) perusahaan.. EVA