• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teeth Extraction Multiple of Child with Cerebral Palsy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teeth Extraction Multiple of Child with Cerebral Palsy"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Penderita Cerebral Palsy

Teeth Extraction Multiple of Child with Cerebral Palsy

Rusdima Udi1

ABSTRACT

Cerebral Palsy is a state of non progressive, neuromuscular condition composed a series of symptoms as a result of damage to the brain, which occurred either prenatally, during birth, or in the postnatal period, before the central nerve system reached maturity. Patients with cerebral palsy have a higher incidence of dental caries, periodontal disease, malocclusions, bruxism, and teeth clenching. The condition of mental retardation makes these children difficult to dental treatment, because they are uncooperative, and have neuromotor disorders, with difficulties in communication. The case was a child 9 years old, consulted by general dental practitioner. After consultation with anaesthetizes, the multiple teeth extraction was conducted with general anesthesia. This case reports was conducted to over come the difficulties in multiple teeth extraction of child with cerebral palsy, (Sains Medika, 1 (1) : 92-99).

Keywords: cerebral palsy, dental caries, neuromotor disorders,teeth extraction

ABSTRAK

Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan kelainan dari sel-sel motorik susunan syaraf pusat, yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal, atau postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuh sempurna. Sebagian besar penderita cerebral palsy mengalami insidensi karies gigi, penyakit periodontal dan maloklusi, bruxism, dan kesulitan mengatupkan mulut. Kondisi retardasi mental ini menyebabkan anak-anak kesulitan mendapatkan perawatan gigi karena tidak kooperatif, mempunyai kelainan neuromotor, dan kesulitan komunikasi. Kasus ini terjadi pada anak berusia 9 tahun rujukan dari dokter gigi umum. Setelah berkonsultasi dengan dokter anastesi, ekstraksi gigi multiple dilakukan dengan anastesi umum. Tujuan dari laporan kasus adalah untuk menjelaskan tentang kesulitan yang terjadi pada saat melakukan ekstraksi gigi multiple pada anak dengan cerebral palsy, (Sains Medika, 1 (1) : 92-99).

Kata Kunci: cerebral palsy, ekstraksi gigi, karies gigi, kelainan neuromotor.

PENDAHULUAN

Dokter gigi seringkali mendapat kesulitan sewaktu melakukan perawatan gigi

dan mulut anak-anak penderita cerebral palsy. Perawatan gigi dan mulut pada penderita

ini memerlukan penanggulangan khusus, sebab ada beberapa masalah, seperti gangguan

motorik, yang sering menyulitkan pada waktu perawatan gigi dan mulut.

Penderita cacat sulit medapatkan dokter gigi yang sanggup merawatnya. Dokter

gigi menghadapi kesulitan untuk menangani dan merawat penderita cacat disebabkan

oleh beberapa hal, pertama kurang memahami serta mendalami pengetahuan perawatan

gigi penderita cacat, kedua menganggap kurang mampu untuk merawat penderita cacat

secara klinis, dan ketiga timbulnya rasa cemas dan takut dari dokter gigi ketika berhadapan

dengan penderita cacat.

(2)

Sebagian besar penderita cerebral palsy menderita kelainan abnormal pada gigi,

mulut, dan jaringan sekitarnya. Insidensi karies gigi, penyakit periodontal dan maloklusi

penderita cerebral palsy lebih tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Fungsi dokter gigi adalah untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut penderita

cerebral palsy. Kemampuan dokter gigi memberikan pelayanan sangat tergantung dari

wawasan pengetahuan dan kemampuan teknisnya. Memelihara kesehatan gigi dan mulut

juga membutuhkan peranan orangtua, fisioterapis, dokter anak, ahli saraf, dan lainnya.

Dokter gigi sebaiknya memahami masalah cerebral palsy ini, sebab akan berkaitan dengan

penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut, agar hal-hal yang akan menyulitkan dapat

diatasi. Oleh karena itu, berikut ini akan dilaporkan kasus seorang penderita cerebral

palsy yang memerlukan tindakan ekstraksi gigi multiple.

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi dan Etiologi Cerebral Palsy

Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak dari sel-sel motorik susunan

syaraf pusat yang menahun dan tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan

kelainan dalam sikap dan pergerakan serta kelainan mental. Penyakit ini dapat terjadi

pada saat prenatal, perinatal, atau postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuh

sempurna (Nowak, 1976).

Penyebab utama adalah kerusakan luas dari sel-sel saraf penggerak di otak yang

disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen ke otak selama beberapa saat, sebagai akibat

dari berbagai faktor penyebab selama masa kehamilan dan setelah saat kelahiran

(Swallow, 1968). Faktor prenatal terjadi selama awal kehamilan sampai kehamilan berusia

28 minggu, yang dapat disebabkan baik faktor janin bayi maupun faktor ibu. Faktor janin

bayi dapat berupa kelainan genetik, kelainan kongenital, infeksi, obat-obatan, radiasi,

dan kelainan metabolik. Faktor ibu berupa kelahiran prematur dan anoksia, penderita

diabetes mellitus, perdarahan uterin, dan pernah mengalami abortus sebelumnya.

Faktor perinatal terjadi mulai gestasi 28 minggu sampai 7 hari setelah kelahiran.

Faktor penyebabnya adalah anoksia, perdarahan otak, dan infeksi susunan saraf pusat.

(3)

Faktor penyebabnya adalah benturan trauma pada kepala, infeksi, gangguan vaskular,

tumor otak, anoksia, dan malnutrisi.

b. Diagnosis

Mendiagnosis cerebral palsy memang tidak mudah pada awal masa kecil. Evaluasi

komprehensif penderita cerebral palsy adalah multidisipliner. Diperlukan penilaian tingkat

pertumbuhan fisik, tingkat perkembangan anak, kemampuan otot penggerak dan

neurologis, evaluasi psikologis untuk tingkat intelektualnya, serta evaluasi berbicara,

penglihatan dan pendengaran (Lange et al., 1983).

Kegagalan mencapai gerakan motorik yang sesuai dengan waktu tercapainya,

bertahannya reflek sederhana sampai semestinya telah menghilang, kekurangan

pergerakan kaki dan tangan yang terkena, serta ketidakseimbangan tonus otot-otot kaki

dan tangan, menunjukkan adanya cerebral palsy. Penting dilakukan pemeriksaan CT scan

otak untuk dapat memperlihatkan ketidaknormalan bagian kortikal otak atau daerah

yang mengalami kerusakan.

c. Klasifikasi

Istilah cerebral palsy meliputi berbagai macam jenis kelainan gangguan motorik.

Klasifikasi cerebral palsy menurut Darby (1995), adalah:

1. Berdasarkan adanya gangguan motorik, yaitu spastisitas, athetosis, hipotonia,

rigiditas, dan campuran.

2. Menyangkut anggota badan, yaitu monoplegia, hemiplegia, paraplegia, kuadriplegia,

dan triplegia.

Spastisitas adalah suatu kejadian dimana dengan stimulasi sedikit dapat

menyebabkan kelebihan kontraksi otot. Athetosis terjadi apabila timbul kontraksi otot

tanpa sengaja. Atasia terjadi apabila otot motorik dapat terstimulasi tetapi tidak dapat

berkontraksi penuh terjadi gangguan koordinasi. Hipotonia tidak dapat membalas

stimulasi kemauannya. Bentuk campuran bila didapat 2 atau lebih tipe gangguan motorik,

paling banyak biasanya spastisitas dan athetosis.

Monoplegia adalah kelumpuhan menyangkut 1 anggota badan, sedangkan

(4)

paraplegia adalah kelumpuhan anggota badan sisi bawah, diplegia menyangkut

kelumpuhan anggota badan sisi bawah dan sebagian kecil terkena sisi atas, kuadriplegia

mengenai keempat anggota badan, dan triplegia mengenai ketiga sisi badan.

d. Manifestasi Oral

Karies dentis pada penderita cerebral palsy lebih menonjol dibanding anak

normal. Faktor indirek penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan

ketidakmampuan anak atau orangtuanya membersihkan mulut (Reilly, 1996). Pada kasus

ini makanan padat dihindarkan, dan yang dimakan hanya makanan yang dihaluskan atau

dalam bentuk cairan, sehingga penyakit periodontal meningkat karena mudahnya

makanan melekat pada gigi. Karies dental, penyakit periodental dan maloklusi saling

mempengaruhi dan dapat memperburuk keadaan. Gigi berjejal memungkinkan makanan

tersangkut sehingga menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal.

Penyakit periodontal diderita oleh lebih dari ¾ penderita cerebral palsy, dan

insidensi ini makin tinggi pada anak dengan bertambahnya usia (Swallow, 1968).

Gangguan fungsi motorik dan koordinasi dapat menghambat pemeliharaan kebersihan

mulut yang baik dan sebagian besar pasien menderita ginggivitis yang berat. Daya

kemampuan membersihkan dari lidah, bibir, dan pipi biasanya rendah dan tidak normal,

ditambah dengan keadaan sulit menelan, sering menetesnya air liur, sehingga dapat

memperburuk keadaan. Pada penderita cerebral palsy pengaruh defisiensi vitamin dan

nutrisi menyebabkan debris makanan dan deposit kalkulus melingkar di leher gigi,

menyebabkan jaringan lunak gusi terinfeksi dan gigi bisa tanggal karena jaringan

pendukung telah rusak (Powell, 1973).

Penderita cerebral palsy mempunyai insiden maloklusi yang tinggi disebabkan

keabnormalan aktivitas otot-otot mulut (Frank & Winter, 1974). Hal ini dihubungkan

dengan derajat tonisitas otot-otot muka, mastikasi atau gerakan deglutasi, dan gerakan

involentari yang tidak normal, mempengaruhi lengkung rahang. Trauma terjadi akibat

tidak adanya koordinasi dan seringnya jatuh. Maloklusi terjadi karena ukuran besarnya

gigi dan tulang rahang tidak seimbang. Gigi besar sedangkan rahang yang kecil

(5)

misalnya secara hiperaktif menjulurkan lidah dapat mempengaruhi posisi gigi insisivus.

Penarikan otot bibir bawah yang ketat pada gigi depan bawah dapat menyebabkan gigi

berinklinasi ke lingual. Menjulurkan lidah sering menyebabkan ulserasi traumatik yang

dalam di bawah lidah.

e. Perawatan Kesehatan Gigi

Perawatan kesehatan gigi penderita cerebral palsy dapat sangat terbatas dan

dapat diterapkan pada praktek pribadi apabila dokter gigi berpengalaman luas,

mempunyai keterampilan klinik, dan latar belakang pengetahuan yang baik. Dokter gigi

harus memperhatikan tingkah laku dari kecacatan pasien dan dapat melakukan tindakan

serta prosedur untuk dapat mengatasinya dengan tepat. Dokter gigi membutuhkan

perasaan, pengertian, dan keharuan yang mendalam, sehingga dapat menghargai emosi

dan keadaan medis dari penderita cerebral palsy.

Penderita cacat mempunyai masalah tambahan yang dapat mempengaruhi

perilaku penerimaan terhadap perawatan kesehatan gigi. Kebanyakan penderita cerebral

palsy cukup kooperatif, namun tidak dapat duduk dengan tenang di kursi gigi (Frank &

Winter, 1974). Gerakan abnormal pada penderita cerebral palsy yang didapat terutama

pada gerakan kepala, leher, tulang belakang, bahu, pinggul, dan panggul akan sangat

berpengaruh. Gerakan yang tidak terkontrol dari penderita cerebral palsy dapat

mencelakakan dirinya sendiri maupun dokter gigi yang merawatnya.

Cara mengatasi gangguan motorik pada penderita cerebral palsy berbeda-beda

tergantung dari kondisi penderita, peralatan yang tersedia, dokter gigi, perawat gigi atau

anggota keluarga yang membantu selama perawatan. Pengendalian gangguan motorik

dapat dilakukan secara fisik, pemberian premedikasi atau pemakaian bius umum.

Pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian alat, dalam berbagai bentuk, yang

dapat menahan seluruh tubuh atau sebagian saja. Pemilihan alat fisik harus disesuaikan

dengan jenis cerebral palsy. Sebelum menggunakan alat ini dokter gigi memberi

penjelasan dahulu kepada penderita dan orangtuanya agar tidak menimbulkan

kesalahpahaman. Alat penahan fisik yang sering digunakan adalah alat pengekang,

(6)

LAPORAN KASUS

Penderita anak laki-laki umur 9 tahun, rujukan dari sejawat dokter gigi praktek

swasta. Penderita datang dengan dipangku orang tuanya. Terlihat keempat anggota

tubuhnya tidak normal. Wrest joint dan ankle joint tidak normal seperti tertekuk. Kepala

selalu bergerak, bicara dan juga pendengaran terganggu. Penderita datang dengan

maksud mencabutkan gigi-giginya yang dirasakan sakit oleh penderita. Menurut

orangtuanya, penderita memang demikian sejak lahir. Penderita tersebut adalah anak

pertama, anak-anak berikutnya normal.

Penderita dipangku orangtuanya yang duduk di kursi gigi. Penderita dengan

bantuan asisten perawat gigi dan ibunya dapat dengan susah payah menjaga gerakan

spontan penderita. Dengan susah payah, sepintas pemeriksaan intra oral banyak sisa

akar gigi, gigi yang karies, dan oral hygiene jelek. Tekanan waktu pemeriksaan intra oral

menyebabkan penderita masuk pada keadaan epilepsi.

Atas persetujuan orangtua, penderita dijadwalkan perawatan gigi dan mulutnya

dengan pembiusan total setelah adanya persetujuan dari ahli anak, ahli saraf, dan ahli

anastesi. Mengingat adanya gerakan hiperaktif penderita, pemasangan infus untuk

masuknya obat-obatan tidak bisa dikerjakan pada waktu penderita masih sadar. Terlebih

dahulu penderita ditidurkan dengan pembiusan inhalasi. Setelah tertidur baru dapat

dipasang infus dan seterusnya dapat dilakukan pembiusan seperti biasanya.

Pemeriksaan seksama intra oral didapatkan gigi bercampur. Banyak sisa akar

gigi, karies gigi, susunan gigi yang masih utuh tidak teratur, hiperemi ginggiva, banyak

debris makanan sekitar mahkota gigi. Tindakan berupa pencabutan gigi, sisa akar gigi,

disisakan hanya gigi yang utuh atau gigi dengan karies yang masih kecil. Luka pencabutan

diusahakan penjahitan secara maksimal.

Di ruang pulih penderita dijaga ketat menunggu pulihnya kesadaran. Begitu

penderita pulih kesadarannya, infus langsung dilepas untuk menjaga jangan sampai

terlepas akibat gerakan aktif penderita. Obat-obatan paska bedah berupa antibiotika,

(7)

PEMBAHASAN

Penderita cerebral palsy menunjukkan berbagai derajat paralisis, kelemahan

gerak motorik dan disfungsi. Penderita cerebral palsy mempunyai riwayat kejang-kejang,

retardasi mental, permasalahan tingkah laku atau emosi, serta kekurangan pendengaran

dan penglihatan. Kesemuanya berpengaruh buruk terhadap perkembangan kemampuan

bicara dan belajar.

Permasalahan bagi penderita cerebral palsy dalam perawatan kesehatan gigi

adalah keterbatasan waktu dan perhatian dari keluarganya. Selain itu, juga keterbatasan

dana, kekurangsabaran, yang dapat menimbulkan sikap negatif dari orangtua terhadap

perawatan kebersihan mulut. Dengan demikian mereka bersikap defensif dan sulit untuk

memberikan riwayat medis yang jujur. Sementara anak penderita cacat menjadi takut.

Penderita cerebral palsy yang menyangkut kepala dan leher, merupakan

permasalahan dalam perawatan gigi dan mulut digolongkan jenis kesulitan dari segi

mental, fisik, dan keadaan gigi. Penampilan yang meringis, sudut mulut yang “ngeces”

dan gerakan tubuh motorik yang berlebihan dapat menghambat dan menyulitkan

perawatan gigi.

KESIMPULAN

Pengendalian gangguan motorik merupakan hal yang penting dalam penanganan

penderita cerebral palsy, agar ketulian yang sering timbul selama perawatan gigi dan

mulut dapat diatasi. Gerakan yang tidak terkontrol sebagai manifestasi gangguan motorik

ini dapat diatasi dengan pemakaian alat fisik. Apabila dengan pemakaian alat fisik tersebut

gangguan motorik belum teratasi maka digunakan anastesi umum.

DAFTAR PUSTAKA

Darby, M.L., 1995, Mosby’s Comprehensive Reviews of Dental Hygiene, Ed. Ke-3, Mosby St. Louise-Toronto, 564-5.

Nowak A.S., 1976, Dentistry for Handicapped Patients, Mosby St. Louise-Toronto, PP. 32-5, 280-4, 315-30.

Swallow, J.N., 1968, Dental Disease in Cerebral Palsied Chilren, Develop Med. Child. Neurol

(8)

Lange, B.M., Entwistle, B.M., dan Lipson, L.F., 1983, Dental Management of the Handicapped: Approaces for Dental Auxiliaries, Ed 1. Lea & Febriger Philadelhia, 123-44.

Reilly S., 1996, Prevalence of feeding Problems and Oral Motor Dysfunction in Children with Cerebral Palsy, A Community Survey, J. Pediatr; 129: 867-72.

Powell E.B., 1973, A Quantitative Assessment of the Oral Hygiene of Mentally Retarded in a State Institution, J. Public Health Dent, 33 (1): 27-34.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program klub-klub pembinaan di DKI Jakarta pada tahun 2017.Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP ( Context, Input, Process,

bawat lipunan, nasa iisang bansa naman sila at tiyak na hindi maiiwasan ang pakikipagkalakan at pakikipag-interak sa ibang lipunan kaya naman, ang wikang partikular lamang sa

Penulis percaya bahwa laporan magang yang baik, mampu memberikan masukan strategis bagi perusahaan berdasarkan gap yang ditemukan selama praktik kerja magang.. Semoga laporan

Saya mengetahui pekerjaan apa yang saya inginkan Sayamengetahui tahapan yang harus saya lakukan agar mencapai kesuksesan pada pilihan karier saya kelak.. Minat dan

Memberikan pembebasan sepenuhnya (acquit et de charge) kepada Dewan Komisari s Perseroan untuk tugas pengawasan dan Direksi Perseroan untuk tugas pengurusan dalam tahun 2020,

Mereka orang-orang beriman (mukmin) yang kadar kecintaannya kepada Allah sangatlah besar melebihi dari segalanya (asyaddu ḥubbān lillāh), seperti mereka memberikan

Oleh karena itu, Rencana Aksi Bersama ini memaparkan secara garis besar serangkaian kegiatan yang ambisius untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan MOU di sektor kehutanan di tahun

kemampuan yang dimiliki dalam membari keyakinan kepada peserta didik bahwa pekerjaan yang dikerjkan sendiri akan memberikan hasil yang baik. Dariuraian di atas, maka