• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Tauhid Fiqh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Tauhid Fiqh"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TASAWUF

DENGAN ILMU TAUHID, FIQIH, FILSAFAT, DAN PSIKOLOGI

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Pada Nabi saw dan khulafaur rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal. Para pengikut Nabi saw diberi panggilan shahabat, dan pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat, orang-orang yang tidak berjumpa dengan Nabi disebut tabi’in, dan seterusnya disebut tabi’it tabi’in. Istilah tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriah, dan pertama kali oleh Abu Hasyim al-Kufy (W 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakkal, dan dalam mahabbah.1

Tasawuf merupakan suatu sistem latihan dengan kesungguhan ( riyadhah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.

Tasawuf merupakan bagian dari ajaran Islam, karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akherat. Oleh karena itu siapapun boleh menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya, yang pada pokok-pokoknya sifat-sifat mulia dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki dalam tasawuf yang sebenarnya.

Di dalam peradaban Islam, selain tasawuf terdapat tiga disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama; tauhid, fiqh, dan falsafah. Jika ilmu tasawuf membidangi segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan

1 R.A Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terj. Abu al-‘Ala Afifi (Kairo:

(2)

orientasinya sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, maka ilmu tauhid, dalam pembahasannya biasa diarahkan kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya, Sedangkan Ilmu Fiqih biasanya membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya pun sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah. Adapun Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya.

Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan konstribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana konstribusi ilmu keislaman yang lain terhadap ilmu tasawuf.

Bahkan diera sekarang ini tasawuf sering dihubung-hubungkan dengan psikologi, yang mana psikologi merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktifitas kejiwaan manusia.

Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan berusaha menjelaskan hubungan tasawuf dengan keempat disiplin keilmuan lainnya; tauhid, fiqih, filsafat, dan psikologi.

2. Rumusan Masalah

Dengan melihat uraian di atas, maka studi ini berusaha untuk menfokuskan perhatian pada beberapa hal berikut:

a. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid? b. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih? c. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat?

d. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)?

3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka studi ini bertujuan untuk: a. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid

b. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih c. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat

d. Dan mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)

B. Hubungan Tasawuf dengan Tauhid, Fiqih, Filsafat, dan Psikologi 1. Konsep Dasar Tasawuf

a) Pengertian Tasawuf

Secara lughat, “tasawuf” berasal dari bermacam-macam kata. Menurut Hamka sebagaimana dikutip oleh M. Solihin dalam buku

(3)

suci bersih, shuf berarti “bulu binatang”, dan shufah yang berarti “golongan sahabat Nabi yang memisahkan diri di suatu tempat terpencil di samping masjid Nabi”. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata

shufanah yang berarti “sebangsa kayu mersik yang tumbuh di padang pasir tanah Arab”, atau juga kata shaf yang berarti “barisan jamaah ketika menunaikan shalat bersama-sama”. Kesemua pengertian tadi tampaknya mempunyai arti yang dekat kepada tasawuf.

Apabil kita perhatikan dari bahasa Arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif: tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan. Misalnya, tasawwafar-rajulu, artinya “seorang laki-laki sedang bertasawuf”.2

Dilihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu berusaha memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap dan jiwa yang demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak yang mulia.

Dari sekian banyak defenisi yang ditampilkan oleh para ahli tentang tasawuf, Asmaran dalam buku Pengantar Studi Tasawuf

mencoba untuk memaparkan beberapa pengertian yang berasal dari para pemikir dan cendekiawan muslim3:

1) Ma’ruf al-Karkhi mengatakan, tasawuf ialah mengambil hakikat dan putus atas terhadap apa yang ada di tangan makhluk. Maka siapa yang tidak benar-benar fakir, dia tidak benar-benar bertasawuf.

2) Abu al-Husain al-Nuri mengatakan, tasawuf bukanlah wawasan atau ilmu, tetapi akhlak. Karena seandainya wawasan, maka ia dapat dicapai hanya dengan kesungguhan; dan seandainya ilmu ia akan dapat dicapai dengan belajar. Akan tetapi tasawuf hanya dapat dicapai dengan berakhlak dengan akhlak Allah. Dan engkau tidak mampu menerima akhlak ke-Tuhanan hanya dengan wawasan dan ilmu.

2 M. Solihin dan Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup

(Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), cet. 1, hlm. 150.

3Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002 ), hlm.

(4)

3) Abu Muhammad Ruwain mengatakan, tasawuf ialah membiarkan diri dengan Allah menurut kehendak-Nya.

4) Muhammad Ali al-Qassab memberi ulasan, tasawuf ialah akhlak yang mulia timbul pada masa yang mulia dari seseorang yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia.

5) Al-Junaedi menyimpulkan, tasawuf ialah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu hakikat, memakai barang terpenting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’ah.

Melihat beberapa definisi di atas, dapatlah dipahami bahwa “tasawuf adalah takwa” dengan segala tingkatannya, baik yang berbentuk kasat mata (al-Hissiyah) ataupun maknawi. Takwa adalah akidah sekaligus akhlak, takwa adalah menyerahkan seluruh sikap penghambaan dan penyembahan hanya kepada Allah Swt., dan bergaul dengan manusia dengan dasar akhlak yang terpuji.

b) Orientasi ajaran Tasawuf

Tasawuf merupakan pengejawantahan lebih lanjut dari ajaran

ihsan, salah satu dari tiga serangkai ajaran agama, yaitu islam, iman

dan ihsan. Jadi, apa yang diajarkan oleh tasawuf adalah tidak lain bagaimana menyembah Tuhan dalam suatu kesadaran penuh bahwa kita berada di dekat-Nya sehingga kita melihat-Nya atau bahwa Ia senantiasa mengawasi kita dan kita senantiasa berdiri di hadapan-Nya.4

Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan, Tasawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan. Sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisari dari tasawuf ialah kesadaran akan

(5)

adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi.5

c) Isi Pokok Ajaran Tasawuf

Ada tiga macam ajaran tasawuf, yaitu6:

Tasawuf Akhlaqi (tasawuf akhlak) adalah laku tasawuf yang dihiasi dengan akhlak yang baik, sehat dan terpuji. Di sini, seorang pelaku tasawuf menghindari watak yang tidak sehat seperti riya’

(pamer), sum’ah (ingin didengar), ujub (membanggakan diri), sombong, egois, dan sebagainya. Setelah menyingkirkan watak yang tidak sehat, seseorang lalu menghiasi diri dengan takwa dan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Pelaku tasawuf akhlaqi selalu bersikap adil dan menjauhi sikap pendusta dan zalim. Dia merasa selalu disaksikan oleh Yang Maha Mengetahui.

Tasawuf ‘Amali (tasawuf amal). Ada beberapa istilah yang perlu diketahui yang terdapat dalam ajaran tasawuf ‘amali. Pertama adalah Murid yang terdiri atas; Mubtadi’ (seseorang yang baru mempelajari syariat), Mutawassith (seseorang yang sudah mengetahui pengetahuan yang cukup tentang syariat Islam), dan

Muntahi (seseorang yang ilmu syariatnya telah matang. Selain itu, dia telah menjalani tharikat dan mendalami ilmu batiniah sehingga jiwanya bersih dan tidak melakukan maksiat.

Tampak disini, syariat Islam berperan bagi orang-orang yang ingin memasuki lapangan tasawuf. Untuk itu, melaksanakan syariat Islam merupakan kriteria utama bagi seorang murid.

Istilah kedua yang perlu diketahui dalam tasawuf ‘amali

adalah Syaikh, yaitu seorang pemimpin kelompok keruhanian.

Syaikh adalah pengawas para murid dalam segala kehidupan.

Syaikh ini disebut juga dengan Mursyid. Seorang murid harus

5 Harun Nasution, Filsafat & Mistisme dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hlm.

56.

6 M. Solihin dan M. Rosyid Anawar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,

(6)

tunduk, setia, dan rela dengan perlakuan apa saja yang ia terima dari syaikh-nya.

Tasawuf Falsafi, adalah laku tasawuf yang menggunakan terminologi filsafat dalam pengungkapan ajarannya. Berdasarkan tasawuf falsafi, maka konsepsi Tuhan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam (teolog) dan filosof. Secara garis besar, tasawuf falsafi memiliki tiga konsepsi tentang Tuhan yang berakar dari Al-Qur’an dan hadis. Berikut penulis akan menguraikannya satu persatu.

Pertama, konsepsi etika yang dipelopori dan berkembang di kalangan zuhud sebagai bibit permulaan timbulnya tasawuf. Dzat Tuhan dianggap sebagai kekuasaan, daya, dan iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta yang tertinggi dari segala sesuatu, termasuk tingkah laku manusia.

Kedua, konsepsi etika, yaitu tentang Tuhan dalam estetika. Tasawuf bersumber dari anggapan bahwa Tuhan dan manusia berkomunikasi timbal balik. Rasa cinta yang luar biasa kepada Tuhan adalah karakteristik konsepsi estetika ini yang pertama kali dimunculkan oleh Rabi’ah al-‘Adawiyah. Jika seorang sufi menyembah Tuhan, maka sebenarnya dia ingin mendapat sambutan cinta dari-Nya.

Ketiga, konsepsi kesatuan wujud, yaitu bahwa dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ketuhanan, karena dia merupakan pancaran dari Nur Ilahi. Oleh karena itu, jiwa manusia selalu berusaha kembali bersatu dengan sumber asalnya. Jadi alam semesta dan berbagai fenomena di dunia ini hanyalah bayangan dari realita sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang menjadi dasar bagi adanya segala sesuatu.

2. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Tauhid a) Pengertian Ilmu Tauhid

(7)

pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang Rasul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.7

Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:

ا

اا لاإإ ههلهإإ له هاناأه مملهعمَافه

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)

Seandainya ada orang yang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikategorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.

Ilmu Tauhid juga disebut;

 Ilmu ‘Aqa’id: ‘Aqdun artinya tali atau pengikat. ‘Aqa’id adalah bentuk jama’ dari ‘Aqdun. Disebut ‘Aqa’id, karena di dalamnya mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati seseorang dengan Allah, baik meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau kekuasaan-Nya.

 Ilmu Kalam: Kalam artinya pembicaraan. Disebut ilmu kalam, karena dalam ilmu ini banyak membutuhkan diskusi, pembahasan, keterangan-keterangan dan hujjah (alasan) yang lebih banyak dari ilmu lain.

 Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Disebut Ilmu Ushuluddin, karena di dalamnya membahas prinsip-prinsip ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya disebut

furu’al-Din (cabang-cabang agama), yang harus berpijak di atas ushuluddin.

7 M. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm.

(8)

 Ilmu Ma’rifat: Ma’rifat artinya pengetahuan. Disebut ilmu ma’rifat, karena di dalamnya mengandung bimbingan dan arahan kepada umat manusia untuk mengenal Khaliqnya. 8

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-persoalan gaib.

b) Bidang Pembahasan Ilmu Tauhid

Tauhid mempunyai beberapa bidang pembahasan, diantaranya ada 6 yaitu :

 Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah

hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun bentuknya.

 Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk Ilahi,

mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad saw.

 Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.

 Iman kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan

hubungan mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.

 Iman kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai

balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).

 Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.

Dari penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa ilmu tauhid mengandung ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui rasul-rasul-Nya kepada masyarakat manusia, dan penjelasan para pemuka atau pakar agama yang membentuk ajaran agama. Ajaran dasar agama

(9)

bersifat absolut, sedangkan penjelasan ahli agama bersifat relatif, nisbi, bisa berubah dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.

c) Hubungan dengan Tasawuf

Dalam kaitannya dengan ilmu tauhid, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman ketuhanan. Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan ilmu kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliah. Jika tidak diimbangi oleh kesadaran rohaniah ilmu kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).9

Tasawuf Islam tidak akan ada kalau tidak ada tauhid, tegasnya tiada guna pembersihan hati kalau tidak beriman. Tasawuf Islam yang sebenarnya adalah hasil dari ‘aqidah yang murni dan kuat yang sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-nya. Perlu diingat bahwa lapangan tasawuf itu adalah hati.10

Beberapa hal yang dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam menurut Tiswani dalam bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf :

1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah seorang hamba.

9 Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf (Pustaka Setia: Bandung, 2007), hlm. 88.

(10)

2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.

3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan kalam.11

3. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Fiqih a) Pengertian Ilmu Fiqih

Kata fiqih (هقف) secara bahasa memiliki dua makna. Makna pertama adalah al-Fahmu al-Mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.12 Makna yang kedua adalah al-Fahmu al-Daqiq, yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas.

Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana seorang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih, sedangkan seorang yang ahli di bidang ilmu yang lain, kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak disebut sebagai faqih atau ahli fiqih.13

Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Al Imam Abu Hanifah mempunyai definisi yang unik tentang fiqih, yaitu: Mengenal jiwa manusia terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya.14 Sebenarnya

definisi ini masih terlalu umum, bahkan masih juga mencakup wilayah akidah dan keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga

11 Tiswani, Akhlak Tasawuf (Bina Pratama: Jakarta,2007), hlm. 95-96.

12 Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqihAl Mishbah Al Munir

13 Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar Razi, Mukhtar Ash Shihah, jilid 1, hlm.

213.

14 Ubaidillah bin Mas’ud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At Taudhih ‘ala At Tanqih,

(11)

fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al Fiqh al Akbar.

Adapun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah:15

كأحل اب مِلععللا

ا

ةيِليصفتلا اهتلدأ نم بستكملا ةيِلمعلا ةيعرشلا م

"Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci."

Dalam artian ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili). Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.

b) Bidang Pembahasan Ilmu Fiqih

Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi segala sesuatu, memberi ketentuan hukum terhadap semua perbuatan manusia, baik dalam urusan pribadinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan manusia lain dan dalam hubungannya dengan umat yang lain.

Pembahasan Ilmu Fiqh pada dasarnya dibagi menjadi dua bidang, yaitu bidang Ibadah dan bidang Mu’amalah. Bidang mu’amalah ini bisa disebut juga bidang adat (al-‘adat) yaitu aturan-aturan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia sebagai perorangan maupun sebagai golongan, atau dengan perkataan lain, aturan-aturan untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi.16

Apabila pembidangan itu hanya dua, maka pengertian mu’amalah

disini adalah mu’amalah dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk bidang–bidang hukum keluarga, pidana, perdata, acara, hukum internasional dan lain sebagainya. Sebab, ada pula pengertian

15Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1, hlm.21.

16 A. Hanafi M.A., Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),

(12)

mu’amalah dalam arti yang sempit, yaitu hanya menyangkut hukum perdata saja.17

Berdasarkan penjelasan di atas, bisa diambil sebuah pemahaman bahwa pembidangan ilmu fiqh menjadi dua bagian besar, yaitu Bidang Fiqh Ibadah Mahdhah adalah aturan yang mengatur hubungan muslim dengan Allah SWT. dan bidang Fiqh Mu’amalah dalam arti yang luas, yakni interaksi keseharian seorang muslim dalam bermasyarakat.

c) Hubungan dengan Tasawuf

Sebagaimana yang kita ketahui, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), lalu berlanjut pada persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah dan lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai ruhaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman ruhaniah.

Untuk memberikan pemahaman keruhaniahan dalam fiqih, ilmu tasawuf tampaknya merupakan pilihan yang paling tepat. Karena di dalam tasawuf terdapat pembahasan yang mayoritas bersifat batiniyah. Sehingga tasawuf dapat memberikan corak batiniyah terhadap fiqih. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusyu’ berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan ruhaniah.18

Ma’rifat secara rasa (al-Ma’rifat al-Dzauqiyah) terhadap Allah melahirkan pelaksanaan terhadap hukum-hukum-Nya secara sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang menuduh perjalanan menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.

Hal ini sangat menegaskan bahwa Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan

17 Syahru Anwar, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 60.

(13)

terhadap kedua disiplin ilmu sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fiqih, yang terkesan sangat formalistic-lahiriah, menjadi sangat kering atau kaku dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap merasa suci sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam fiqih.19

Keterkaitan antara Ilmu Fiqih dengan Ilmu Tasawuf :

1) Ilmu Tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.

2) Ilmu Fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf.

3) Tasawuf dan Fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling menyempurnakan.20

4. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Filsafat a) Pengertian Ilmu Filsafat

Filsafat adalah kata majmuk yang berasal dari bahasa yunani

philosophia dan philoshopos. Philo, berarti cinta (loving), sedangkan

Sophia atau sophos, berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (wisdom).21 Jadi, filsafat secara sederhana berarti cinta terhadap

pengetahuan atau kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksudkan disini adalah dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah ia berusaha mencapai atau mendalami hal yang diinginkan. Demikian juga yang dimaksud dengan pengetahuan, yaitu mengetahui dengan mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai ke dasar segala dasar.

Filsafat mempunyai banyak definisi dari para pemikir atau filosof. Antara lain:

1) Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.

19 Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf , hlm. 91-92.

20 Tiswani, Akhlak Tasawuf , hlm. 98-99.

21 K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1984), Cet. IV,

(14)

2) Aristoteles berpendapat bahwa filsafat merupakan metode atau cara yang digunakan untuk menyelidiki sebab dan asal suatu benda.

3) Al–Farabi menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang ada dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

4) Immanuel Kant mendefinisikan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu 1) apakah yang dapat kita ketahui (metafisika), 2) apakah yang boleh kita kerjakan (etika), 3) sampai dimanakah harapan – harapan kita (agama), dan 4) apakah yang dinamakan manusia (antropologi).

5) Harun Nasution menyatakan pendapatnya bahwa filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat tradisi, agama atau dogma) dan dengan sedalam– dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalan.22

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat ialah suatu proses berfikir rasional dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh dan mendasar. Dikatakan menyeluruh karena berfikir berdasarkan logika yang rasional untuk memahami segala sesuatu termasuk diri sendiri yang hakikatnya mencari kebenaran yang harus dinyatakan dalam bentuk komprehensif. Dan dikatakan mendasar karena mampu memberikan penjelasan pengalaman atau kenyataan empiris sampai ke dasar–dasarnya sehingga tidak ada suatu yang tabu bagi kegiatan berfikir filsafat.

b) Bidang Pembahasan Filsafat

Adapun objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok: 1) Ontologi (al-Wujud)

Pembahasan ontologi mencakup hakekat segala yang ada ( al-Maujudat). Pada umumnya bahasan “yang ada” terbagi menjadi

22 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Pengantar Filsafat (IAIN Sunan Ampel

(15)

dua bidang, yakni fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati. Sedangkan metafisika membahas ketuhanan dan masalah imateri. 2) Epistemologi (al-Ma’rifat)

Pembahasan epistemologi bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan dapat diperoleh.

3) Aksiologi (al-Qoyyim)

Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam filsafat etika atau akhlak. Dalam menentukan hakikat atau ukuran benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.

c) Hubungan dengan Tasawuf

Dalam segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.23 Filsafat adalah orang yang memikirkan hakikat segala

sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.24 Jadi, ilmu filsafat

ditinjau dari segi praktis adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Adapun ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat.

Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi

23 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Rosda Karya: 2003), hlm. 124

24 Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam (Yogyakarta: Narasi,

(16)

kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Menurut sebagian ahli tasawuf, jiwa adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun roh.25

Oleh karena itu, Ilmu tasawuf sangat erat kaitannya dengan ilmu filsafat. Menurut Tiswani dalam bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf

menyatakan :

1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.

2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu tasawuf pada aplikasi.

3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan sedangkan filsafat landasannya berpijak pada rasio dan kepandaian menggunakan akal pikiran.

4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.26 5. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa (Psikologi)

a) Pengertian Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad 17 dan 18 serta nampak pesat kemajuannya pada abad 20. Pada awalnya ilmu ini adalah bagian daripada filsafat sebagaimana pula ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tatanegara maupun ilmu ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai ilmu tersendiri.27

“Psikologi“ berasal dari perkataan Yunani ”Psyche” yang artinya jiwa, dan ”Logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologi

25 Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 92. 26 Tiswani, Akhlak Tasawuf, hlm. 97.

27 Sudarsono Ardhana, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum (Surabaya: Usaha Nasional,

(17)

psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.28

Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Chaplin psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.29

Menurut Rosleny Marliany, psikologi dapat diartikan ilmu jiwa. Makna ilmu jiwa bukan mempelajari jiwa dalam pengertian jiwa sebagai soul atau roh, tetapi lebih mempelajari kepada gejala-gejala yang tampak dari manusia yang ditafsirkan sebagai latar belakang kejiwaan seseorang atau spirit dari manusia sebagai mahluk yang berjiwa.30

Pengertian psikologi di atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya perbedaan titik berangkat para ahli dalam mempelajari dan membahas kehidupan jiwa yang kompleks ini. Dan dari pengertian tersebut paling tidak dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Dalam artian bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

b) Bidang Pembahasan Psikologi

28 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 1.

29 Abu Ahmadi, Psikologi Umum ( Semarang: Rineka Cipta, 1991), hlm. 4.

(18)

1) Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari atau diselidiki, atau suatu unsur yang ditentukan atau sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret (kerohanian, nilai-nilai, ide-ide). Dan Objeknya yaitu manusia.31

2) Objek Formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal juga digunakan sebagai pembeda ilmu yang satu dengan ilmu yang lain (antropologi, sosiologi, dan lain-lain). Objeknya yaitu dari segi tingkah laku manusia, objek tersebut bersifat empiris atau nyata, yang dapat diobservasi untuk memprediksi, menggambarkan sesuatu yang dilihat. Caranya melihat gerak gerik seseorang, bagaimana ia melakukan sesuatu dan melihat dari matanya.32 c) Hubungan dengan Tasawuf

Pembahasan Tasawuf sangat erat kaitannya dengan pembahasan penyucian diri atau jiwa manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan antara jiwa dan raga manusia, dimana ketika seseorang melakukan proses penyucian jiwa melalui riyadhah, maka akan terjadi proses transformasi diri. Misalnya ketika seseorang sudah berhasil menahan diri dari sifat amarah, maka akan terpancar pada dirinya sifat penyabar. Karena orang lain akan tahu bahwa seseorang itu penyabar dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan antara jiwa dan raga dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan tasawuf erat hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang lebih ditekankan pada

personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi. Kalau dulu istilahnya kesehatan mental.

Problem kepribadian (mental) meliputi semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan; yang mana semua itu akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dalam

(19)

hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat mental dan yang kurang sehat mental. Orang yang sehat mental adalah orang yang mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya sehingga kebahagiaan dalam hidupnya. Misalnya ketika ada masalah dia tidak mudah stres, tapi mencoba mencari solusi pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya.33

Sebaliknya, golongan yang kurang sehat mentalnya sangatlah luas, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dari orang yang merasa terganggu kesehatan hatinya, sampai orang yang sakit jiwa. Gejala-gejala umum yang terdapat pada mereka yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, misalnya dalam segi perasaan; yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, rasa gelisah, rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, dan lain sebagainya.34

Perhatian pakar ilmu jiwa kontemporer lebih banyak dicurahkan untuk membahas persoalan “kesadaran” dan “ketidak-sadaran”, dorongan-dorongan kejiwaan, kecenderungan, aktifitas kejiwaan dan akal, pikiran individu dan kelompok serta membahas berbagai teori ilmu jiwa yang berbeda-beda. Sekalipun pakar ilmu jiwa kontemporer telah banyak membicarakan persoalan yang terkait dengan kejiwaan, akan tetapi tidak pernah menyinggung permasalahan hakikat jiwa dan hakikat penyakitnya. Mereka hanya berhenti pada tingkatan fenomena lahirnya kejiwaan saja.35

Sesungguhnya kaum sufi adalah orang-orang yang telah memberikan sumbangan studi kejiwaan dengan membahas tentang siratan-siratan hati dan kendala-kendala jiwa, yang dinilai oleh para sufi sebagai landasan dalam mengawali suatu perbuatan. Kaum sufi berpendapat bahwa perilaku lahiriyah manusia sebenarnya bukanlah merupakan kepribadian manusia, akan tetapi unsur yang paling utama

33 Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 94. 34 Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 95.

(20)

dalam kepribadiannya adalah “al-Khuluq”, yaitu perilaku batin. Al-Khuluq merupakan lembaga yang solid di dalam jiwa manusia yang dapat menampilkan segala bentuk perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan proses berpikir dan pandangan.36

Perlu diketahui, terapi jiwa sufistik ternyata bukan hanya merupakan teori semata, akan tetapi juga merupakan terapan. Para sufi telah membuat diagnosa bagaimana cara mereka memberikan pengobatan kejiwaan bagi para pasiennya. Mereka kaum sufi menjelaskan kepada pasiennya bagaimana cara untuk mencapai kesempurnaan jiwa, melalui pengembangan ruh keimanan di dalam jiwa-jiwa yang lemah serta menghimbau mereka agar menyucikan jiwa dan niatnya, memperkuat azamnya dan menyerahkan segala persoalan yang sedang dihadapi kepada Allah, mengajak mereka agar menjadi pribadi tawakal, penuh dengan kejujuran dan keikhlasan, serta makan dengan makanan yang halal. Kemudian para sufi beranjak kepada pengobatan kejiwaan yang kacau, lemah, melalui dzikir yang benar yang dapat memberikan ketenangan kepada jiwa dan hati.37

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa tasawuf dan psikologi memiliki hubungan yang erat sekali, hal ini juga dapat kita lihat dari uraian berikut:

1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa atau bathin manusia, begitu juga ilmu psikologi.

2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal apa saja yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu tasawuf memberikan langkah-langkah praktis agar orang senantiasa dapat memiliki mental yang sehat dan bathin yang suci.

3) Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental manusia. Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang bathinnya dan jauh dari Allah. Ketidak-tenangan ini membuat

(21)

manusia menjadi sakit mental, dan akhirnya akan bermuara pada prilaku yang tidak normal dan selalu melanggar norma-norma akhlak yang berlaku.38

C. Kesimpulan

Pada pembahasan ini dapat penulis simpulkan, bahwa sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat terlepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya yakni ilmu, tauhid, fiqih, filsafat, dan bahkan psikologi. Bisa dikatakan keseluruhannya memiliki hubungan yang sangat erat. Adapun rincian hubungan tasawuf dengan keempat disiplin ilmu tersebut, diantaranya sebagai berikut:

Hubungan tasawuf dengan Tauhid

1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah seorang hamba. 2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya,

kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.

3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan kalam.

Hubungan tasawuf dengan Fiqih

1) Ilmu tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.

2) Ilmu fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf.

3) Tasawuf dan fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling menyempurnakan.

Hubungan tasawuf dengan Filsafat

1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.

2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu tasawuf pada aplikasi.

(22)

3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan sedangkan filsafat landasannya berpijak pada rasio dan kepandaian menggunakan akal pikiran.

4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.

Hubungan tasawuf dengan Psikologi

1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa atau bathin manusia, begitu juga ilmu psikologi.

2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal-hal apa saja yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu tasawuf memberikan langkah-langkah praktis agar orang senantiasa dapat memiliki mental yang sehat dan bathin yang suci.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1

Ahmadi, Abu. 1991 Psikologi Umum. Semarang: Rineka Cipta

---. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta

al-Hanif , Abu Jihaduddin Rifqi. 1990. Mempertajam Mata Hati. t.t: Bintang Pelajar

ali,Yunasril.1987. pengantar ilmu tasawuf. Jakarta: Pedoman ilmu jaya

an-Najar, Amir. 2001. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Jakarta: Pustaka Azzam

Anwar, Rosihan. 2007. Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung.

Anwar, Syahru. 2010. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia

Ardhana, Sudarsono. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. Surabaya: Usaha Nasional

Ar Razi, Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir .Mukhtar Ash Shihah, jilid 1

(24)

Bertens, K. 1984. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, Cet. IV

Hanafi, A. 1970. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Hanafi, M. 2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru

Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia

Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih Al Mishbah Al Munir

Nasution, Harun. 1973. Filsafat agama. Jakarta: Bulan Bintang Cet.1

---. 1973. Filsafat & Mistisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang

R.A Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terj. Abu al-‘Ala Afifi, Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1969.

Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Yogyakarta : Narasi

Solihin, M. dan M. Rosyid Anawar. 2005. Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup. Bandung: Penerbit Nuansa

Sobur, Alex .2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Rosda Karya

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel press

Tiswani. 2007. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama

Ubaidillah bin Mas’ud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At Taudhih ‘ala At Tanqih, jilid 1 Zakaria, A. 2008. Pokok-pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN AZKA Press

Referensi

Dokumen terkait

study or facultythey attend such as the earlier study indicatedthat students from Faculty of Health Sciences were more knowledgeable about HIV/AIDS compared to Faculty

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Terdapat

mempromosikan individu maupun partai yang mengusung mereka. Dalam iklan jenis ini, biasanya juga ditampilkan profil calon kandidatnya. Bahasa verbal yang digunakan dalam

Kegunaan dari proses replikasi ini adalah bila suatu database satu mengalami kerusakan Kegunaan dari proses replikasi ini adalah bila suatu database satu mengalami kerusakan maka

Klarifikasi data evaluasi Dosen silahkan Bapak/ Ibu Pengampu menghubungi Petugas Layanan Ruang / Kuliah 2.. Apabila tidak ada Klarifikasi (nomor 1), maka data evaluasi Dosen kami

Saran- saran itu ditujukan kepada (1) sekolah hendaknya menyediakan kurikulum bagi kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik yang menekankan pada peningkatan kemamapuan menulis

Kesimpulan secara umum dari pengujian beta dengan menggunakan kuesioner terhadap pelanggan dealer adalah bahwa sistem aplikasi yang dibangun sudah berjalan dengan

Studi Recovery Tembaga Dari Limbah Elektrolit Pemurnian Perak Menggunakan Proses Ekstraksi Pelarut-Electrowinning Dengan Mextral 5640H Sebagai Ekstraktan.. Muhammad