• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS HARIAN DAN INTERAKSI SOSIAL SU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKTIVITAS HARIAN DAN INTERAKSI SOSIAL SU"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS HARIAN DAN INTERAKSI SOSIAL SURILI

(Presbytis comata D.) DI PUSAT REHABILITASI

PRIMATA JAWA (PRPJ) THE ASPINALL FOUNDATION

RANCABALI, CIWIDEY

Diajukan sebagai laporan pelaksanaan praktek kerja lapangan.

Oleh :

RINI MULIANI

1211702068

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

(2)

2

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

AKTIVITAS HARIAN DAN INTERAKSI SOSIAL SURILI

(Presbytis comata D.) DI PUSAT REHABILITASI

PRIMATA JAWA (PRPJ) THE ASPINALL FOUNDATION

RANCABALI, CIWIDEY

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Oleh : RINI MULIANI

1211702068

Telah disetujui dan dan disahkan di Bandung, Tanggal ____________2014

Pembimbing Lapangan,

Sigit Ibrahim (Head Keeper)

Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi,

Dr. Opik Taupik K urohman NIP. 1968121419960310001

Dosen Pembimbing,

Astuti Kusumorini, M.Si

NIP. 196804142000023003

Ketua Jurusan Biologi,

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “Aktivitas Harian dan Interaksi Sosial Surili (Presbytis comata D.) di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) The Aspinall Foundation Rancabali, Ciwidey” dapat diselesaikan dengan baik. Laporan Praktek Kerja Lapangan ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di kandang surili mulai dari tanggal 11 Agustus 2014 sampai tanggal 31 Agustus 2014, waktu digunakan untuk melakukan pengamatan aktivitas harian.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Wajib Praktek Kerja Lapangan sebagai ajang mengasah dan meningkatkan wawasan, kemampuan, keahlian serta keterampilan mahasiswa dibidangnya. Ucapan terimakasih kepada orang-orang yangselalu mendukung dan membantu saya dalam melakukan Praktek Kerja Lapangan ini, yaitu :

1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Dr. Opik Taupik Kurahman.

2. Ketua jurusan Biologi, Dr. Yani Suryani, M.Si yang selalu membimbing dalam stiap kegiatan perkuliahan.

3. Pembimbing Praktek Kerja Lapangan, Astuti Kusumorini, M.Si yang telah membimbing Praktek Kerja Lapangan dari awal sampai akhir kegiatan. 4. Manager PRPJ, Made Wedana, S.Si yang tak pernah menyerah dan tak

pernah bosan membimbing selama PKL berlangsung.

5. Pembimbing lapangan, Sigit Ibrahim yang tak pernah lelah dan selalu ada untuk membimbing dan membantu saya dan teman-teman selama kegiatan PKL berlangsung.

6. Orang tua yang senantiasa mendo’akan dan mendukung anaknya dimana dan kapanpun anaknya berada dalam keadaan apapun.

7. Pak Ade, Pak Yayat, Pak Yana, dan semua pegawai PRPJ yang selalu membantu dan menemani selama PKL berlangsung.

(6)

Semua yang telah kalian lakukan sungguh tak ternilai harganya, mudah-mudahan Allah SWT membalas dengan balasan yang berlipat. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap bahwa laporan ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca yang ingin melakukan studi ataupun mengaplikasikan saran yang diberikan penulis pada laporan ini, serta khususnya bermanfaat bagi penulis sendiri sehingga dapat menambah wawasan.

Bandung, 5 November 2014

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

DARTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR...vi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan...2

1.2.1Tujuan Umum...2

1.2.2 Tujuan Khusus...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

2.1 Klasifikasi...3

2.2 Morfologi...3

2.3 Habitat...4

2.4 Penyebaran...5

2.5 Perilaku...6

2.6 Pakan Alami...7

2.7 Status Konservasi...7

BAB III METODE...9

3.1 Lokasi dan Waktu Kerja Lapangan...9

3.2 Objek Penelitian...9

3.3 Alat Penelitian...9

3.4 Metode Penelitian...9

BAB IV PUSAT REHABILITASI PRIMATA JAWA (PRPJ) THE ASPINALL FOUNDATION INDONESIA...11

4.1 Sejarah Singkat...11

4.2 Struktur Organisasi...12

4.3 Lokasi...13

4.4 Visi dan Misi...13

4.5 Tujuan...13

(8)

4.5.1 Kandang Satwa...14

4.5.2 Area Karantina...15

4.5.3 Ruang Penyimpanan Pakan...15

4.5.4 Klinik...16

4.5.5 Fasilitas Penunuang...16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...17

5.1 Deskripsi Kandang...17

5.2 Deskripsi Objek...17

5.3 Aktivitas Harian...19

5.3.1 Aktivitas Makan dan Minum...20

5.3.2 Aktivitas Istirahat...23

5.3.3 Aktivitas Urinasi...25

5.3.4 Aktivitas Defekasi...26

5.3.5 Aktivitas Lokomosi...27

5.3.6 Aktivitas Grooming...28

5.3.7 Aktivitas Bersuara...29

5.4 Interaksi Sosial...31

5.4.1 Perilaku Agonistik...31

5.4.2 Kopulasi...32

5.4.3 Komunikasi...33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...36

6.1 Kesimpulan...36

6.2 Saran...36

DAFTAR PUSTAKA...37

LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN...39

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Halaman

2.1 Surili……….. 3

2.2 Peta sebaran genus presbytis (Presbytis comata: 1, 2, 3)…. 5 2.3 Status konservasi Presbytis comata menurut IUCN………. 7

3.1 Logo The Aspinall Foundation Java Primate Project……... 11

3.2 Struktur organisasi Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) 12 3.3 Rute perjalanan menuju PRPJ dari Jakarta………... 13

3.4 Denah lokasi fasilitas PRPJ……….. 14

3.5 Jenis kandang……… 15

5.1 Retih……….. 18

5.2 Juleha………. 18

5.3 Asmara……….. 18

5.4 Frekuensi aktivitas harian………. 19

5.5 Persentase aktivitas harian……… 19

5.6 Frekuensi aktivitas makan dan minum per 30 menit……… 20

5.7 Frekuensi aktivitas istirahat per 30 menit………. 23

5.8 Frekuensi aktivitas urinasi per 30 menit………... 25

5.9 Frekuensi aktivitas defekasi per 30 menit………. 26

5.10 Frekuensi aktivitas lokomosi per 30 menit………... 27

5.11 Frekuensi aktivitas grooming per 30 menit………... 28

5.12 Frekuensi aktivitas bersuara per 30 menit………. 29

5.13 Spektogram suara Presbytiscomata………. 33

5.14 Frekuensi kontak fisik per 30 menit……….. 24

(10)

ABSTRAK

Surili (Presbytis comata D.) atau Javan Langur merupakan hewan endemik Jawa Barat yang terancam punah. Untuk melestarikan satwa ini di alam, diperlukan beberapa faktor yang dapat mendukung seperti pengelolaan yang tepat, penyuluhan kepada masyarakat mengenai pelestarian satwa langka, serta penelitian yang lebih lanjut mengenai satwa-satwa langka terutama surili. Upaya untuk melestarikan populasi surili saat ini dilakukan oleh Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ). Salah satu program pra lepas liar adalah menyatukan surili jantan dan betina dalam satu kandang, penyatuan kandang ini bertujuan untuk membentuk keluarga baru. Surili yang disatukandangkan yaitu Retih surili jantan, serta Juleha dan Asmara surili betina. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas Retih yang paling tinggi yaitu lokomosi sebesar 37,43%, kemudian istirahat 30,80%, makan 14,53%, bersuara 9,20%, grooming

6,82%, urinasi 0,96%, dan defekasi 0,26%. Persen aktivitas Juleha yang paling tinggi yaitu istirahat sebesar 44,73%, kemudian makan 23,03%, lokomosi 21,29%, bersuara 5,83%, grooming 2,87%, urinasi 2,15%, dan defekasi 0,36%. Persen aktivitas Asmara yang paling tinggi yaitu istirahat sebesar 25,77%, kemudian lokomosi 25,35%, makan 18,33%, bersuara 16,03%, grooming 12,22%, urinasi 1,94%, dan defekasi 0,36%. Interaksi sosial ditunjukkan dengan sentuhan, grooming dan bersuara. Selama pengamatan tidak terlihat adanya aktivitas kopulasi, hal ini kemungkinan disebabkan karena waktu penelitian yang kurang maksimal dan membutuhkan waktu yang lebih lama hingga terjadi kopulasi.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balmford dkk. (2003 dalam Indrawan dkk., 2007) menjelaskan bahwa banyak spesies yang mengalami kepunahan lokal di wilayah penyebarannya. Spesies-spesies yang semula tersebar luas terkadang sebarannya menjadi terbatas pada “kantung-kantung” kecil, sisa habitat sebelumnya (Terborgh, 1999 dalam Indrawan).

Indrawan dkk. (2007) juga menjelaskan, ancaman utama pada keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat (termasuk polusi), perubahan iklim global, pemanfaatan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia, invasi spesies-spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit serta sinergi dari faktor-faktor tersebut.

Salah satu dari sekian banyak hewan yang terancam punah adalah surili (Presbytis comata). Surili merupakan hewan khas dan endemik Jawa Barat. Meskipun telah mendapat status dilindungi sejak tahun 1979 melalui SK keputusan Menteri Pertanian No. 247/Kpts/ Um/ 1979; akan tetapi menurut IUCN pada tahun 2014, satwa primata ini termasuk dalam kategori terancam punah. (IUCN, 2014).

Upaya untuk melestarikan populasi surili saat ini dilakukan oleh Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ). PRPJ adalah fasilitas konservasi ex-situ yang dibangun oleh Yayasan Aspinall, bekerjasama dengan Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Perum Perhutani. Maksud pembangunan fasilitas PRPJ ini adalah untuk mengelola dan merehabilitasi satwa-satwa jenis primata endemik pulau Jawa seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) dan Surili (Presbytis comata) yang keberadaannya di alam semakin terancam.

(12)

sebelum dilepasliarkan, mereka sudah mempunyai satu keluarga. Surili yang disatukandangkan yaitu Retih surili jantan, serta Juleha dan Asmara surili betina. Pengamatan dilakukan terhadap ketiga surili ini agar dapat diketahui apakah ketiga surili ini berhasil membentuk keluarga atau tidak sebelum dilepasliarkan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Meningkatkan wawasan dalam berbagai aspek yang terkait dengan biologi dalam arti luas.

2. Meningkatkan pemahaman akan berbagai ilmu dalam bidang biologi dan implementasinya di lapangan.

3. Memberikan penglaman dan meningkatkan keterampilan dalam penerapan biologi di lembaga swasta maupun instansi pemerintahan.

4. Mengetahui proses rehabilitasi hewan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) The Aspinall Foundation.

5. Meningkatkan networking antara perguruan tinggi daengan PRPJ The Aspinall Foundation.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui aktivitas harian dan interaksi sosial Surili di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa.

2. Mengetahui apakah terjadi kopulasi antara surili jantan dan betina setelah penyatuan kandang.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Genus Presbytis Asia merupakan satwa arboreal yang menghuni hutan hujan tropis Sundaland, yaitu semenanjung Malaya dan kepulauan Indo-Melayu barat yang terdiri Sumatera, Kalimantan, Jawa, pulau-pulau Mentawai dan beberapa pulau kecil lainnya. Presbytis adalah salah satu genus primata yang paling beragam di antara primata dunia lama dengan lebih dari 50 varian warna (Meyer dkk., 2012).

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Kelas : Mamalia Ordo : Primata

Famili : Cercopthecidae Genus : Presbytis

Spesies : Presbytis comata (Desmarest, 1822 dalam

IUCN, 2014).

Surili sering disebut dengan Grizzled leaf monkeys karena pakan alami mereka, lebih dari sepertiga dari apa yang mereka konsumsi terdiri dari biji, tunas, bunga, dan buah. Menurut Strasser dkk. (1987 dalam Grzimek, 1972), lutung dan surili memiliki perut seperti perut besar pada hewan ruminansia dengan mikroba fermentasi.

2.2 Morfologi

Anak yang baru lahir berwarna putih dan memiliki garis hitam mulai dari kepala hingga bagian ekor. Panjang tubuh betina dan jantan hampir sama yaitu berkisar 420-600 mm, dengan panjang ekor berkisar 560-720 mm. berat tubuh rata-rata 6,5 kg (Supriatna dkk., 2000).Yang pernah diperoleh di Jawa Barat, Gunung Salak pada ketinggian 1.425 m (van Balen, 1915 dalam Grzimek, 1972) adalah seekor betina dengan panjang kepala dan badan 525 mm, ekor 700 mm dan tangan 284 mm. Sedangkan menurut Grzimek (1972), panjang tubuhnya 43-79 cm, panjang ekor

(14)

adalah spesies yang paling primitif dari famili Cercopithecidae. Adapun menurut IUCN animal info, surili mempunyai berat badan antara 6-8 kg.

Warna muka dan telinga hitam pekat dengan sedikit warna merah daging, bibir berwarna merahdaging. Warna dari bagian atas adalah kelabu kehitam-hitaman yang pada jambul (kuncung) dan kepala menjadi hitam, bagian bawah dari badan dan ekor keputih-putihan seperti halnya bagian bawah dari anggota badan. Bagian yang gundul pada tangan berwarna hitam, iris mata coklat gelap (Supriatna dkk., 2000).

Surili yang masih muda pada minggu-minggu pertama berambut halus, pendek dan berwarna keperak-perakan serta menyerupai wol. Begitu berumur 4 bulan ia sudah berwana dan berupa seperti satwa dewasa; atap kepala berkuncung kehitam-hitaman, sebelah bawah ekor berambut pendek berwarna putih kekuning-kuningan yang kearah ujung menjadi lebih panjang dan bersama-sama dengan rambut-rambut kelabu dari sebelah atas membentuk semacam kanvas (Supriatna dkk., 2000).

Ibu jari sangat pendek karena tereduksi, sementara jari lainnya panjang dan berkembang dengan baik, panjang dan ramping. Laring sangat besar dengan saccules laring untuk amplifikasi suara (Grzimek, 1972).

2.3 Habitat

Alikodra (2010) menjelaskan bahwa habitat merupakan suatu kawasan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar dari populasi tertentu. Kebutuhan dasar populasi adalah untuk berlindung, berkembang biak, menyediakan makanan dan air serta pergerakan.

(15)

dijumpai sekelompok surili, tidak jauh dari desa Tanjung (Amir, H. Dan Jan Wind, 1977). Surili merupakan primata arboreal ynag menggunakan vegetasi hutan sebagai pelindung dan sebagai sumber makanan. Kelengkapan fungsi hutan tersebut lebih berarti sebagai fungsi habitat bila ditambah dengan sumber air (Bismark, 1984). Menurut IUCN animal info, surili dapat tinggal di hutan primer dan sekunder, baik di tepian maupun pedalaman hutan. Lokasi spesifiknya meliputi dataran rendah hutan, lereng dan bukit hutan, hingga dataran tertinggi dari pegunungan yang mencapai ketinggian 2.600 m.

Menurut Whitten dkk. (1999) menjelaskan bahwa batas ketinggian habitat alami surili mungkin sekitar 1.250 m dpl, walaupun kadang-kadang ditemukan di tempat yang lebih tinggi terutama di daerah yang hutan dataran rendahnya berkurang. Populasinya hampir tidak mungkin bertahan di hutan pegunaungan yang lebih rendah karena banyak jenis pohon makanannya tidak tersedia. Hampir dua per tiga habitatnya berada di luar kawasan konservasi yang sudah ditetapkan.

2.4 Penyebaran

(16)

Gambar 2.2 Peta sebaran genus Presbytis (Presbytis comata: 1, 2, 3).

(Sumber: Meyer dkk., 2010)

Surili hidup di Cagar Alam Situ Patenggang Bandung dan Cagar Alam Kawah Kamojang Garut. Sekarang surili hanya terdapat di hutan tengah dan atas di Jawa Barat (sub motana-montana forest) dengan ketinggian di atas 1.200 m dpl. Hoogerwerf (1970) mengemukakan bahwa satwa ini masih dapat ditemukan di hutan dataran rendah Ujung Kulon pada ketinggian sekitar 200-400 m dpl. Menurut MacKinnon (1986) surili hanya hidup pada kantung-kantung hutan dataran rendah yang tersisa di G. Halimun dan G. Gede, tetapi tempat yang memungkinkan jenis ini untuk bertahan hidup kemungkinan besar adalah hutan dataran rendah Taman Nasional Ujung Kulon (dalam Ruhiyat, 1983).

(17)

Nama surili disebabkan karena suaranya yang nyaring di pagi dan senja hari ataupun di siang hari bila mereka melihat sesuatu yang asing baginya.Sifat amat curiga dan penakut, oleh suatu suara yang mencurigakan mereka serentak melarikan diri dan cepat-cepat memanjat pohon yang tinggi. Kalau sekelompok surili melarikan diri timbul suara seperti badak memasuki semak belukar (Supriatna dkk., 2000). Surili merupakan hewan diurnal dan penghuni hutan arboreal (IUCN animal info, 2014).

Sama halnya dengan jenis monyet lain, surili juga hidup berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa ekor jantan dan betina dewasa, anak-anak yang belum dewasa, serta beberapa ekor anak yang masih digendong oleh induknya. Besarnya jumlah individu dalam suatu kelompok monyet sangat dipengaruhi oleh jumlah persediaan makanan (Wilson, 1975; Freeland, 1976; Tilson,1977; Bismark, 1979

dalam Irwanto, 2006) serta rendahnya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit (Freeland, 1976 dalam Irwanto, 2006).

Menurut Supriatna dkk. (2000) mereka hidup dalam kelompok yang terdiri dari 4-10 ekor. Terdapat pula yang soliter, biasanya betina yang amat tua. Sedangkan menurut Grzimek (1972) satu kelompok biasanya terdiri dari 20-40 individu yang dipimpin oleh seekor jantan yang besar. Adapun menurut IUCN animal info, satu keluarga rata-rata terdiri dari 6-7 individu (dengan rentang 3-12 individu). Wilayah surili yang diukur oleh Phyllis Jay yaitu sekitar delapan km2.Surili umumnya ditemukan pada pohon-pohon besar, tinggi,tetapi kalau sedang mencari makanan sering juga turun ke pohon yang lebihrendah atau bahkan ke tanah.

2.6 Pakan Alami

(18)

Amarasinghe dkk., 2009) di Ujung kulon makanan utamanya adalah buah-buahan, daun dan pucuk pohon, semak dan palmae. Sedangkan menurut IUCN animal info, genus Presbytis mengkonsumsi 62% daun muda dan 6% daun tua, 9% bagian tangkai, daun dan umbi-umbian.

2.7 Stastus Konservasi

IUCN mengkategorikan surili dalam status endangered dalam IUCN redlist

yang berarti spesies tersebut sedang menghadapi resiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang. Gambar 2.2 menggambarkan status surili dan kategori yang diberlakukan oleh IUCN.

Gambar 2.3Status konservasi Presbytis comata D. menurut IUCN, 2014.

Sejauh ini, surili hanya menerima sedikit perhatian oleh para peneliti dan konservasionis. Habitat dalam jangkauan distribusinya telah terancam oleh pemanfaatan habitat manusia. Sementara beberapa populasi Presbytis comata di Jawa Barat telah dilindungi dalam taman Nasional dan Kawasan Konservasi, diakui secara internasional bahwa tidak ada kawasan konservasi yang akan melindungi sub spesies surili di Jawa Tengah. Hanya dua survey lapangan dan satu penelitian sarjana telah dilakukan pada spesies ini selama dua decade terakhir di wilayah Jawa Tengah, terutama di daerah Gunung Dieng, di mana kepadatan hewan diperkirakan menjadi 28 individu/km2, dan ukuran total populasi sekitar 700-800 hewan. Nijman (1997dalam

Setiawan dkk., 2010) telah mengunjungi gunung Slamet, namun perkiraan populasi untuk daerah ini tidak tersedia.

(19)

terhadap perubahan lingkungan di sekitar habitatnya. Hal ini berarti satwa ini akan terancam punah dalam waktu dekat apabila tempat yang menjadi habitatnya rusak dan tidak dilakukannya sistem pengelolaan yang baik dalam hal habitat, inventarisasi berkala dan aktivitas reproduksinya.

Perlindungan satwa liar di Indonesia, terutama satwa langka, sudah dimulai sejak tahun 1931 dengan adanya Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 (Lembaran Negara 1931 No. 226 jis 1932 No. 28 dan 1935 No.513). Primata yang dilindungi di antaranya adalah bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.), semua jenis gibbon (Hylobates spp.), dan orangutan (Pongo pygmaeus). Upaya peningkatan konservasi satwa juga terusdilakukan melaIui penetapan dan penataan berbagai kawasan konservasi, yang saat ini kawasan konservasi darat mencapai 17% (22.702.527,17 ha) dari kawasan hutan Indonesia (Departemen Kehutanan, 2007).

(20)

BAB III

METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Kerja Lapangan

Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) The Aspinall Foundation Indonesia yang berada di Rancabali Bandung Jawa Barat. Waktu Praktek Lapangan dimulai tanggal 11 Agustus 2014 sampai tanggal 31 Agustus 2014, waktu digunakan untuk melakukan pengamatan aktivitas harian.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam Kerja Lapangan adalah tiga ekor surili, satu jantan bernama Retih serta dua betina bernama Juleh dan Asmara di salah satu kandang yang terdapat di PRPJ. Ketiga surili ini disatukandangkan sekitar satu bulan yang lalu dengan tujuan untuk memasangkan satu sama lain dan terjadi kopulasi, sehingga ketika dilepasliarkan mereka sudah membentuk keluarga yang utuh dan dianggap layak untuk dilepasliarkan.

3.3 Alat Penelitian

Alat yang dugunakan selama pengamatan antara lain kertas pengamatan yang sudah dibuat tabulasi, alat tulis, serta jam tangan atau stop watch.

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pengamatan aktivitas harian ini yaitu adlibitum sampling dengan jeda durasi lima menit dan menghitung setiap aktivitas yang dilakukan selama lima menit tersebut, sehingga data berbentuk turus dalam tabulasi pengamatan.

Analisis data disajikan dalam persen aktivitas dengan rumus sbb.:

persenaktivitas= jumlah satuaktivitas

(21)

Selain itu, analisis data juga disajikan dalam bentuk grafik dari data yang diperoleh sehingga terlihat frekuensi aktivitas per jam kemudian dijelaskan secara deskriptif.

Adapun aktivitas yang diamati antara lain:

1. Makan: Aktivitas makan mencakup dimulai dari mencari makan. Mencari makan dilakukan dengan melihat-lihat lingkungan sekitar, dan terkadang mengorek-ngorek tanah, kemudian biasanya mencoba-coba memakan makanan yang baru atau belum pernah dimakan. Aktivitas makan ini juga mencakup memilih makanan, memasukkan makanan, mengunyah, dan menelan serta minum.

2. Istirahat: Aktivitas istirahat mencakup diam di tempat, tidak melakukan apapun, berjemur, duduk, berbaring, dan aktivitas lainnya yang tidak melakukan perpindahan tempat.

3. Urinasi: Proses pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk cairan. 4. Defekasi: Proses pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk padat.

5. Lokomosi: Aktivitas lokomosi ini termasuk aktivitas-aktivitas yang memerlukan perpindahan posisi seperti berjalan, melompat dan berayun. 6. Grooming: Aktivitas grooming pada surili yaitu kegiatan membersihkan diri

dengan membersihkan parasit yang biasa menempel pada rambut atau permukaan kulit dengan cara menelisik dan menggaruk.

7. Bersuara: Merupakan aktivitas yang mengeluarkan suara. Selain itu, interaksi sosial yang diamati antara lain:

1. Perilaku agonistik: Merupakan bentuk konflik yang menunjukkan perilaku/postur tubuh yang melibatkan mengancam, perkelahian, melarikan diri dan diam.

2. Kopulasi: Proses reproduksi seksual dan perilaku yang ditunjukkannya. 3. Komunikasi: Komunikasi yang dilakukan surili antara lain dengan

(22)

BAB IV

PUSAT REHABILITASI PRIMATA JAWA (PRPJ) THE ASPINALL FOUNDATION INDONESIA

4.1 Sejarah Singkat

Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (Javan Primate Conservation Project) adalah program konservasi endemik Pulau Jawa yang diinisiasi oleh The Aspinall Foundation bekerjasama dengan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementrian Kehutanan dan Perum Perhutani. Program ini meliputi kegiatan konservasi in-situ dan ex-situ. Program ini dimulai dari tahun 2008 yang meliputi observasi lokasi, pembangunan dan pengembangan, dan baru diresmikan pada tahun 2011. Gambar 3.1 merupakan logo yang sering digunakan PRPJ.

Gambar 3.1Logo The Aspinall Foundation Java Primate Project. (Sumber: File PRPJ)

(23)

ANIMAL DIVISION

ADMINISTRATION

MEDICAL DIVISIONSECURITY & MAINTENANCE DIVISION

KEEPER

konservasi primata seperti konservasi gorila di Kongo dan Gabon, dan lemur di Madagaskar. Kiprah Yayasan Aspinall di dunia konservasi satwa liar meliputi kegiatan penangkaran non komersial, pendidikan, manajemen ekosistem, proyek-proyek peningkatan kapasitas komunitas lokal, survey habitat dan upaya rehabilitasi satwa liar dari hasil penyitaan (penegakan hukum). Yayasan Aspinall juga berkontribusi untuk proyek konservasi satwa liar di beberapa Negara yang bekerjasama dengan organisasi setempat.

Satwa primata di PRPJ adalah tindak lanjut dari hasil proses penegakan hukum antara lain penyitaan dari masyarakat yang memelihara secara ilegal. Primata-primata tersebut selanjutnya dirahabilitasi dan akan dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Pembangunan PRPJ adalah tindak lanjut dari kesepakatan kerjasama antara Yayasan Aspinall dengan Ditjen PHKA dan Perum Perhutani yang ditandatangani pada bulan Mei 2010 dalam upaya melestarikan satwa primata endemik pulau Jawa.

4.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Pusat Rehabilitasi Primata Jawa memiliki beberapa bagian seperti yang diperlihatkan gambar 3.1. Setiap bagian hanya diisi oleh satu orang kecuali keeper yang berjumlah delapan orang.

PROJECT MANAGER

Gambar 3.2 Struktur organisasi Pusat Rehabilitasi Primata Jawa. (Sumber: File PRPJ)

(24)

Pusat Rehabilitasi Primata Jawa terletak di kaki Gunung Patuha, Rancabali, Ciwidey Bandung Jawa Barat. Akses menuju PRPJ dapat dilihat dari gambar 3.3.

Gambar 3.3 Rute perjalanan menuju PRPJ dari Jakarta.

(Sumber: File PRPJ)

4.4 Visi

Visi dari Pusat Rehabilitasi Primata Jawa sendiri adalah melestarikan spesies primata endemik Pulau Jawa dan habitatnya dengan dukungan semua pihak.

4.5 Tujuan

a. Mendukung upaya Ditjen PHKA untuk mengelola satwa primata hasil sitaan dan penyerahan masyarakat untuk direhabilitasi sehingga satwa primata tersebut nantinya siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.

b. Sebagai tempat mengelola satwa primata yang tidak bisa dilepasliarkan ke habitat alaminya karena alasan tertentu, seperti cacat fisik yang berat.

c. Sebagai wahana penelitian dan mendukung kesempatan mahasiswa dari dalam dan luar negeri untuk melakukan penelitian dengan topik primata jawa.

4.5 Fasilitas

(25)

satwa. Pada tanggal 20 Juni 2011 dua Owa Jawa disita dari masyarakat dan menjadi primata pertama yang menghuni PRPJ.

Gambar 3.4 Denah lokasi fasilitas Pusat Rehabilitasi Primata Jawa.

(Sumber: File PRPJ)

4.5.1 Kandang Satwa

(26)

(a) (b)

(c)

Gambar 3.5 Jenis kandang; (a) kandang tertutup (kandang kawat), (b) kandang terbuka (open top enclosure) tanpa net, namun dikelilingi kawat bertegangan listrik

rendah, (c)kandang terbuka (open top enclosure) dengan net.

(Sumber: File PRPJ)

4.5.2 Area Karantina

Area karantina merupakan tempat menisolasi satwa-satwa yang baru datang ke Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, terdiridari beberapa kandang kawat dan sebuah bungalow yang difungsikan sebagai tempat operasional untuk staf ataupun perawat satwa.

4.5.3 Ruang Penyimpanan Pakan

Merupakan tempat untuk menyimpan stok pakan satwa yang kebersihan dan keadaan sekitarnya sangat diperhatikan agar pakan senantiasa segar dan bebas dari mikroba berbahaya.

4.5.4 Klinik

(27)

pemeriksaan khusus (sakit). Klinik ini dilengkapi pula denga peralatan-peralatan yang memenuni standar untuk pemeriksaan medis.

4.5.5 Fasilitas Penunjang

(28)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Kandang

Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu kandang terbuka (open top enclosure) dan kandang tertutup. Kandang terbuka berukuran kurang lebih 5x5x5 m, sedangkan kandang terbuka jauh lebih luas lagi. Kandang tertutup terbuat dari besi sehingga dapat melindungi dari predator yang ada di sekitarnya juga terdapat rumah kecil untuk tidur dan tempat pakan, di dalamnya tersusun bambu-bambu untuk berpindah tempat. Kandang terbuka yaitu kandang disebelahnya yang terusun dari jaring tambang yang sangat luas dan dapat digunakan sebagai tempat aktivitas yang memerlukan ruang gerak yang luas, susunan bambu lebih banyak lagi dan lebih tinggi. Kandang tertutup dan kandang terbuka dihubungkan dengan portal yang dapat dibuka dan ditutup, pada sore hari, satwa dimasukkan ke dalam kandang tertutup, kemudian pada pagi hari tutup portal dibuka agar satwa bisa leluasa keluar masuk kandang. Kandang tertutup dibersihkan sehari sekali dengan cara disapu. Pada saat dibersihkan, satwa dipindahkan ke kandang terbuka terlebih dahulu, pintu portal ditutup baru kemudian keeper dapat membersihkan kandang.

5.2 Deskripsi Objek

(29)

tubuh bagian dorsal berwarna keabuan dengan warna yang lebih terang dibanding kedua betina, mempunyai ekor yang paling panjang. Rambut bagian kepala pendek dan menghadap ke belakang dengan warna lebih gelap yang melingkari bagian kepala dari wajah sampai tengkuk. Retih mempunyai karakter yang paling agresif.

Gambar 5.1 Retih. (Sumber: File PRPJ)

Juleha merupakan betina dewasa dalam kandang ini, berukuran kurang lebih 27 cm, sedikit lebih tinggi dari Retih. Mempunyai warna rambut tubuh bagian dorsal yang paling gelap kehitaman dari kepala sampai bawah. Rambut kepala sedikit panjang, berukuran sama rata dan berdiri ke arah luar. Penampilan wajah terlihat sayu dengan mata yang cekung khas bagi hewan yang sudah berumur. Juleha mempunyai sifat yang paling pendiam, tidak banyak bergerak maupun bersuara.

(30)

Asmara adalah betina muda dengan ukuran tubuh paling kecil dengan tinggi pada saat duduk sekitar 33 cm. Rambut kepala terlihat mencolok karena panjang dan mengarah ke atas. Asmara paling mudah dibedakan dari yang lainnya karena ukurannya yang jauh lebih kecil.

Gambar 5.3 Asmara. (Sumber: File PRPJ)

5.4 Aktivitas Harian

Frekuensi aktivitas selama pengamatan dihitung kemudian disajikan dalam frekuensi aktivitas harian yang ditunjukkan Gambar 5.4. Frekuensi aktivitas ini akan menunjukkan persentase aktivitas harian yang ditunjukkan gambar 5.5, ketika dibagi jumlah jenis aktivitas yang diamati.

makan istirahat urinasi defekasi lokomosi grooming bersuara 0

(31)

Retih merupakan jantan yang aktif sehingga paling banyak melakukan aktivitas lokomosi, namun Juleha dan Asmara memiliki frekuensi aktivitas istirahat yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokomosi karena mereka adalah betina. Jantan memang lebih sering terlihat melakukan aktivitas lokomosi seperti melompat sambil bersuara untuk menandai daerah kekuasaannya. Frekuensi aktivitas yang paling rendah yaitu aktivitas defekasi dan urinasi. Kedua aktivitas tersebut memang tidak memerlukan waktu yang lama dan berulang-ulang.

Selain frekuensi, data juga disajikan dalam bentuk persentase seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5.5. Persentase merupakan nilai persen per aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing ketiga individu surili. Nilai yang ditunjukkan dalam bentuk persen ini tidak jauh berbeda dengan nilai frekuensi karena data persentase diambil dari data frekuensi.

makan istirahat urinasi defekasi lokomosi grooming bersuara 0

Gambar 5.5 Persentase aktivitas harian.

5.4.1 Aktivitas Makan dan Minum

(32)

Satu frekuensi makan dihitung hingga seluruh aktivitas tersebut di atas dilakukan dalam waktu yang diapit oleh aktivitas lainnya.

Pemberian pakan rutin dilakukan pada sekitar pukul 08.00, 11.00, dan 15.00 oleh keeper. Pakan yang diberikan pun bervariasi pada setiap waktu, menu pakan pagi hari biasanya hampir sama dengan sore hari, biasanya terdiri dari ubi, jagung, alpukat, bengkoang, kacang panjang, selada, kacang, sirsak, mentimun, sosin, beberapa jenis dedaunan dengan kombinasi yang berbeda-beda, sedangkan dan pada siang hari biasanya diberi pakan dedaunan saja, biasanya daun kaliandra.

07.00

Gambar 5.6Frekuensi aktivitas makan dan minum per 30 menit.

(33)

makanan yang ada di dalam kandang kemudian memakannya. Oleh karena itu, sebelum waktu pemberian pakan, aktivitas makan sudah terlihat tinggi.

Persen aktivitas makan pada Retih seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5.6 sebesar 14,53%, merupakan aktivitas tertinggi ketiga setelah lokomosi dan istirahat. Pada Juleha yang ditunjukkan grafik 3 memiliki persen aktivitas makan sebesar 23,03%, merupakan aktivitas tertinggi kedua setelah istirahat. Asmara mempunyai persen aktivitas makan sebesar 18,33%. Retih dan Asmara memang lebih aktif dibandingkan dengan Juleha, oleh karena itu persen aktivitas lokomosi mereka lebih tinggi dibandingkan dengan persen aktivitas makan.

Dalam hal pilihan pakan, Retih, Juleha dan Asmara selalu memilih ubi untuk dimakan terlebih dahulu, kemudian jagung, kacang, mentimun, dan jenis pakan lainnya. Alpukat serta jenis dedaunan selalu menjadi pilihan terakhir. Ketiga surili ini benar-benar pemilih dalam hal makanan, karena tidak begitu menyukai pakan dedaunan, mereka tidak akan memakannya sebelum jenis pakan lainnya habis dimakan.

(34)

Retih, Juleha dan Asmara menggunakan gigi depan untuk memotong makanan, jika kesulitan menggunakan gigi depan biasanya mereka akan menggunakan gigi taring ataupun gigi gerham atau gigi belakang untuk memotong. Seperti pada mengupas biji buah sirsak, biji tersebut dimasukkan ke dalam mulut kemudian di gigit menggunakan gigi gerham, mengeluarkannya kembali dan mengambil bagian dalam biji, bagian luar biji yang keras kemudian dibuang. Cara mengunyah juga cenderung cepat, dalam satu detik mereka bisa mengunyah 3 sampai 5 kali kunyahan. Retih, Juleha dan Asmara dapat mengenali makanan dengan cara visualisasi, hal ini terlihat pada saat memilih makanan yang ada dengan cara dilihat. Sama halnya ketika mendapatkan makanan yang baru bagi mereka seperti dedaunan liar yang ada di dalam kandang ataupun dedaunan dari pengayaan (enrichment) kandang, mereka mengetahui makanan tersebut enak atau tidak dengan cara dicicipi. Tidak ada perilaku membaui sebelum makan, sehingga perlu kajian lebih dalam mengenai penginderaan pada surili.

Pakan yang diberikan sebisa mungkin disesuaikan dengan pakan alami mereka. Namun, sebagian besar dari mereka lebih menyukai pakan hasil perkebunan dibandingkan dengan pakan alami. Pemberian pakan alami ini sangat penting sebagai pengenalan kepada habitatnya dan pembelajaran bagi mereka nanti ketika sudah dilepasliarkan. Maka dari itu, satwa yang tidak mau memakan pakan alami dianggap belum layak untuk dilepasliarkan.

Retih, Juleha dan Asmara sangat jarang melakukan aktivitas minum, dilihat dari frekuensi aktivitas minum yang paling sedikit di antara aktivitas lainnya. Bahkan selama waktu pengamatan Retih tidak minum, aktivitas minum Juleha teramati sebanyak dua kali, sedangkan Asmara sebanyak empat kali.

(35)

setelah melakukan aktivitas istirahat, bahkan Asmara minum pada saat Retih dan Juleha saling berkejaran.

Meskipun sangat jarang melakukan aktivitas minum, surili tetap terhidrasi dengan baik dari sumber makanan. Pakan mentah mengandung lebih banyak air dibandingkan dengan makanan yang biasa dikonsumsi manusia yang telah dimasak terlebih dahulu, karena proses pemanasan dalam pemasakan dapat menghilangkan banyak air.

Air minum di dalam kandang tersedia di dalam mangkuk yang diletakkan disamping tempat pakan. Biasanya dalam beberapa hari air akan diganti dengan yang bersih. Hal ini memperlihatkan bahwa saking jarangnya minum, bahkan selama beberapa hari air yang ada dalam satu mangkuk kecil tidak habis diminum.

5.4.2 Aktivitas Istirahat

Aktivitas istirahat mencakup diam di tempat, tidak melakukan apapun, berjemur, duduk, berbaring, dan aktivitas lainnya yang tidak melakukan perpindahan tempat. Aktivitas istirahat banyak dilakukan terutama pada saat waktu yang jauh dari waktu pemberian pakan. Retih, Juleha dan Asmara biasa melakukan aktivitas ini sambil berjemur di tempat yang paling tinggi dari kandang, baik di kandang tertutup maupun kandang terbuka. Aktivitas yang termasuk ke dalam kategori istirahat ini bila objek pengamatan tidak melakukan apapun atau tidak sedang melakukan aktivitas lainnya namun tidak berpindah tempat.

(36)

07.00

Gambar 5.7Frekuensi aktivitas istirahat per 30 menit.

Gambar 5.7 menunjukkan aktivitas istirahat tertinggi yaitu pada pukul 08.00-08.30, pada waktu tersebut Retih, Juleha dan Asmar banyak menghabiskan waktu dengan diam dan berjemur di kandang terbuka (open top enclosure), dan pada pukul 13.00-13.30, pada waktu tersebut biasanya mereka duduk di kandang tertutup karena lebih teduh dibandigkan dengan di kandang terbuka. Aktivitas istirahat banyak dilakukan setelah mereka melakukan aktivitas makan. Pada saat tersebut mereka sudah merasa kenyang, oleh karena itu mereka tidak banyak melakukan aktivitas lainnya.

(37)

Ada juga aktivitas istirahat yang dilakukan di kandang terbuka. Tempat favorit Juleha dan Asmara berada di sisi kandang sebelah barat atas, di atas anyaman yang membentuk seperti tempat berteduh. Sedangkan tempat favorit Retih yaitu di seberangnya yang juga terdapat anyaman, namun Retih memilih bertengger di bawahnya.

5.4.3 Aktivitas Urinasi

Aktivitas urinasi baik Retih, Juleha maupun Asmara terhitung relatif sedikit jika dibandingkan dengan aktivitas makan dan istirahat. Dalam persen, Retih melakukan aktivitas ini sebesar 0,96%, Juleha sebesar 2,15%, dan Asmara sebesar 1,94%. Jumlah urin yang dikeluarkan juga bervariasi, terkadang banyak dan

Gambar 5.8Frekuensi urinasi per 30 menit.

(38)

yang banyak. Namun aktivitas urinasi ini juga dilakukan pada saat-saat di mana Asmara dan Juleha sedang dikejar-kejar oleh Retih. Jumlah urin yang dikeluarkan relatif sedikit. Pada saat seperti itu, Asmara dan Juleha seolah mengekspresikan kecemasan dan ketakutan terhadap perilaku agonistik Retih.

5.4.4 Aktivitas Defekasi

Persen aktivitas defekasi Retih sebesar 0,26%, Juleha sebesar 0,10%, dan Asmara sebesar 0,36%. Gambar 5.9 memperlihatkan frekuensi defekasi yang berfluktuasi, tidak tetap dan tidak mempunyai titik puncak. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas defekasi ini tidak berkaitan dengan aktivitas lainnya. Bahkan pada pukul 11.00-11.30 tidak ada sama sekali aktivitas defekasi, namun diperkirakan kemungkinan hal tersebut hanya kebetulan saja melihat aktivitas defekasi hanya terhitung beberapa kali sepanjang pengamatan. Data menunjukkan bahwa Retih melakukan defekasi sebanyak empat kali, Juleha hanya satu kali, sedangkan Asmara sebanyak enam kali.

Gambar 5.9Frekuensi aktivitas defekasi per 30 menit.

(39)

kandang memperlihatkan perilaku tidak biasa seperti takut akan adanya predator alami mereka. Retih, Juleha dan Asmara memberikan respon yang positif dengan bertingkah laku tidak biasa seperti tidak melompat ke sana ke mari sambil mengeluarkan suara-suara yang keras terus menerus (alarm call).

5.4.5 Aktivitas Lokomosi

Aktivitas lokomosi ini termasuk aktivitas-aktivitas yang memerlukan perpindahan posisi seperti berjalan, melompat dan berayun. Persen aktivitas lokomosi pada Retih sebesar 37,43%, Juleha sebesar 21,29% dan Asmara sebesar 25,35%. Juleha mempunyai persen aktivitas lokomosi terendah karena memang sifatnya yang pendiam dan tidak banyak bergerak. Gambar 5.10 memperlihatkan dua titik puncak aktivitas ini yaitu pada sekitar pukul 10.30-11.30 dan 14.00-15.00. Jam-jam tersebut merupakan waktu sebelum pemberian pakan, dan mereka sering kali melihat ke arah

keeper biasa datang membawa pakan. Sedangkan aktivitas lokomosi terjadi penurunan dimulai dari pukul 11.00-13.00 karena pada jam-jam tersebut mereka sedang aktif makan.

Surili mempunyai kaki yang lebih panjang dan kuat dibandingkan dengan lengan, sehingga mereka bergerak dengan cara berlari dan melompat menggunakan kaki dari satu batang bambu ke batang yang lainnya, berayun dan bergelantungan bukan aktivitas lokomosi yang utama. Ekor yang panjang juga mempermudah mereka melompat dengan jarak yang jauh. Jari-jari yang panjang memungkinkan untuk mencengkeram batang pohon yang disusun di dalam kandang menyerupai batang pohon alami.

(40)

07.00

Gambar 5.10Frekuensi aktivitas lokomosi per 30 menit.

Juleha melakukan aktivitas lokomosi paling jarang dibandingkan dengan Retih dan Asmara. Satwa yang sudah tua biasanya tidak aktif bergerak seperti satwa yang masih muda. Sedangkan Asmara banyak melakukan gerakan-gerakan yang kecil namun sering seperti berjalan-jalan. Asmara terlihat sering kali mengikuti ke mana Juleha pergi dan melakukan apa yang Juleha lakukan.

5.4.6 Aktivitas Grooming

Aktivitas grooming pada surili yaitu kegiatan membersihkan diri dengan sama lain. Selama pengamatan, Juleha terlihat beberapa kali menelisikkan Asmara, kegiatan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan aktivitas istirahat. Asmara terlihat memberikan respon yang positif dan membiarkan Juleha melakukannya. Terkadang Asmara terlihat seolah meminta kepada Juleha untuk menelisikkannya dengan mendekatkan anggota tubuhnya. Berbeda dengan Retih yang tidak pernah melakukan

(41)

07.00

Gambar 5.11Frekuensi aktivitas grooming per 30 menit.

Aktivitas grooming yang teramati ada yang secara autogrooming, aktivitas ini dilakukan oleh individu itu sendiri dan selama pengamatan yang terlihat hanya menggaruk. Aktivitas menggaruk ini dilakukan kapan saja tidak mengenal waktu terlihat dari gambar 5.11 yang menunjukan fluktuasi tidak beraturan. Baik Retih, Juleha, maupun Asmara melakukan aktivitas autogrooming dengan menggaruk tubuh. Biasanya mereka menggunakan tangan untuk menggaruk bagian ventral tubuh yang terjangkau oleh tangan, mereka juga menggaruk bagian ekor dengan memegang ekor menggunakan tangan. Namun untuk bagian kepala, mereka menggunakan kaki untuk menggaruk. Asmara paling sering menggaruk tubuh, oleh karena itu grafik grooming

pada Asmara paling tinggi.

5.4.8 Aktivitas Bersuara

(42)

07.00

Gambar 5.12Frekuensi aktivitas bersuara per 30 menit.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Gooda (1996), jantan dewasa akan bersuara seperti pada Retih yang sering mengeluarkan suara dengan nada dan volume yang tinggi, terdengar seperti bunyi “kik..kik...kik..” berulang-ulang yang semakin lama nada dan volumenya semakin tinggi ketika melompat ke sana ke mari dengan kecepatan yang tinggi, sampai akhirnya berhenti ketika berhenti melompat. Juleha dan Asmara jarang mengeluarkan bunyi seperti ini, mereka melakukannya hanya ketika merasa dalam bahaya seperti pada saat dikejar Retih atau pada saat keeper

memperlihatkan boneka harimau di depan mereka.

Selain suara dengan nada dan volume yang tinggi, Retih, Juleha dan Asmara juga mengeluarkan bunyi dengan nada dan volume yang rendah, terdengar seperti bunyi “er”. Bunyi ini terkadang dikeluarkan dengan nada yang semula rendah kemudian sedikit meninggi, atau sebaliknya. Asmara sangat sering mengeluarkan bunyi ini, hampir di setiap pergerakkanya diiringi dengan mengeluarkan suara tersebut, oleh karena itu grafik bersuara Asmara menunjukkan frekuensi yang paling tinggi.

(43)

pada saat Retih menunjukkan sifat agonistiknya terhadap Juleha dan Asmara. Pada saat tersebut, kandang terdengar sangat ramai.

5.5 Interaksi Sosial

Perilaku sosial (social behavior), yang didefinisikan secara luas, adalah setiap jenis interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama. Meskipun sebagian besar spesies yang bereproduksi secara seksual harus bersosialisasi pada siklus hidup mereka dengan tujuan untuk bereproduksi, beberapa spesies menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam hubungan yang dekat dengan spesies sejenisnya (Campbell dkk., 2004).

5.5.1 Perilaku Agonsitik

Retih merupakan jantan yang dominan di dalam kandang, pada saat makan, Juleha dan Asmara tidak akan berani mengambil makanan selagi masih ada Retih di depan makanan. Jika Juleha atau Asmara ikut mengambil makanan, maka Retih akan menunjukkan perilaku agonisitik dengan mengejar, dan berusaha merebut makanannya. Sebagian besar waktu makan mereka habiskan di atas bambu dengan ketinggian antara 1-5 m. Mereka akan mengambil beberapa potong makanan kemudian membawanya ke tempat yang lebih tinggi untuk di makan. Sama halnya seperti Juleha dan Asmara, namun mereka melakukannya pada saat Retih meninggalkan makanan, dengan segera Juleha dan Asmara akan mengambil makanan sebanyak yang mereka bisa kemudian memilih tempat yang aman dan terhindar dari Retih agar bisa makan. Maka dari itu, Juleha dan Asmara selalu terlihat mewaspadai Retih ketika sendang makan, jika Retih mendekat segera Juleha dan Asmara pergi meninggalkan tempat makanan.

(44)

sering memperlihatkan perilaku agonistik. Retih seringkali mengejar Asmara ketika melihat Asmara menyentuh makanan di hadapannya. Kemudian terjadi aksi kejar-kejaran di mana Retih terus menerus mengejar Asmara. Pada saat seperti itu Asmara akan memperlihatkan perilaku terancam dengan terus melomat menghindari Retih sambil mengeluarkan suara. Terkadang juga pada saat seperti itu, urin Asmara keluar. Juleha biasanya menengahi Retih dan Asmara. Juleha kemudian terlihat berusaha mengejar dan mencakar Retih dan terjadi kejar-kejaran antara Retih dan Juleha. Untuk memperlihatkan kekuatannya, Juleha akan mengeluarkan suara yang keras sambil berusaha mencakar saat Retih mendekat, tapi biasanya Retih yang akan menghindari Juleha. Aktivitas ini berlangsung sangat lama, selama pengamatan tercatat hingga satu jam. Namun terkadang juga Juleha hanya diam tidak menengahi Retih dan Asmara.

Retih seringkali menunjukkan perilaku agonistiknya pada saat makan. Juleha dan Asmara tidak berani menyentuh makanan selama masih ada Retih. Retih akan merebut makanan Juleha dan Asmara jika terlihat mendapatkan makanan yang lebih disukai Retih hingga terjadi kejar-kejaran. Oleh karena itu, Juleha dan Asmara akan membawa makanan dan makan di tempat aman yang biasanya jauh dari jangkauan Retih.

Juleha terlihat lebih berani ketika menghadapi perilaku agonistik Retih, terllihat dari perilaku Juleha yang menunjukkan perlawanan. Sedangkan Asmara sama sekali tidak menunjukkan perlawanan, hanya terus menghindari Retih, terkadang pula meminta bantuan Juleha dengan mendekati Juleha sambil terus menerus bersuara.

(45)

Metode konservasi dengan sistem penangkaran (ex situ) adalah upaya untuk mempertahankan populasi satwa liar yang mulai terancam kepunahannya. Prinsip yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi kebutuhan satwa untuk hidup layak dengan mengkondisikan lingkungannya seperti pada habitat alaminya, sehingga satwa tersebut dapat berproduksi dengan baik. Selain itu keberhasilan usaha budidaya dari suatu spesies, sangat didukung oleh pengetahuan dari prilaku satwa tersebut. Perilaku makan dan kawin adalah perilaku yang berpengaruh langsung terhadap perkembangbiakan satwa di penangkaran atau habitat asli (Alikodra, 1990 dalam Wirdateti dkk., 2009).

Surili merupakan hewan poligami dengan komposisi kelompok satu jantan dewasa (one male multi female troop). Terdapat pula yang soliter, biasanya betina yang sudah tua. Selama pengamatan, sama sekali tidak terlihat adanya kopulasi, baik di antara Retih dan Juleha, maupun Retih dan Asmara.Satu kesempatan Retih sudah dalam posisi kopulasi dengan Asmara, namun tidak sampai. Menurut para keeper

PRPJ, surili memang membutuhkan waktu setindaknya tiga bulan untuk dapat sampai kopulasi. Namun karena surili bukan pemilih betina, biasanya penyatuan antara jantan dan betina tidak akan gagal.

5.5.3 Komunikasi

Campbell dkk. (2004) menjelaskan bahwa interaksi sosial kompetitif dan perilaku kawin melibatkan beberapa contoh pada hewan-hewan yang secara sengaja, meskipun tidak harus secara sadar, mengirimkan informasi melalui perilaku khusus yang disebut pertunjukan (display). Pengiriman informasi secara sengaja antarindividu merupakan definisi umum komunikasi dalam ekologi perilaku.

(46)

Gambar 5.13 Spektrogram suara Presbytis comata. (Sumber: Meyer dkk. 2012)

Dalam penelitiannya, Meyer dkk. (2012) menjelaskan, seperti banyak spesies primata lainnya, surili mengeluarkan suara keras, vokalisasi mencolok yang disebut dengan loud-call atau panggilan jarak jauh.Suara yang keras diproduksi oleh spesies

nonhuman primate sebagai transmisi jarak jauh. Panggilan keras dapat bervariasi dan fungsi yang berbeda-beda, bisa digunakan sebagai pertahanan diri, bersaing dalam perkawinan, menengahi jarang antarkelompok dan untuk mempromosikan kohesi dalam kelompok.

Retih mengeluarkan suara yang tinggi seperti pada gambar 13 yang menggambarkan bunyi dengan frekuensi mencapai 10 KHz, diawali dengan nada yang lebih rendah (build phase) dan semakin lama semakin tinggi (ending phase). Setiap hari Retih mengeluarkan suara seperti ini, sebagai pejantan yang ingin memperlihatkan dirinya. Sementara Juleha dan Asmara hanya mengeluarkan bunyi ini ketika dalam keadaan terdesak dan takut.

(47)

07.00

Gambar 5.14 Frekuensi kontak fisik per 30 menit.

(48)

(a) (b)

Gambar 5.15 Interaksi sosial Juleha dan Asmara: (a) Juleha dan Asmara sedang makan bersama, (b) Asmara menyentuh dan merangkul Juleha.

Sumber: File PRPJ.

(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan persen aktivitas Retih yang paling tinggi yaitu lokomosi sebesar 37,43%, kemudian istirahat 30,80%, makan 14,53%, bersuara 9,20%, grooming 6,82%, urinasi 0,96%, dan defekasi 0,26%. Persen aktivitas Juleha yang paling tinggi yaitu istirahat sebesar 44,73%, kemudian makan 23,03%, lokomosi 21,29%, bersuara 5,83%, grooming 2,87%, urinasi 2,15%, dan defekasi 0,36%. Persen aktivitas Asmara yang paling tinggi yaitu istirahat sebesar 25,77%, kemudian lokomosi 25,35%%, makan 18,33%, bersuara 16,03%, grooming 12,22%, urinasi 1,94%, dan defekasi 0,36%.Luas kandang mempengaruhi terhadap aktivitas harian surili terutama aktivitas lokomosi dan istirahat.

Berbeda dengan yang telah dijelaskan bahwa surili merupakan pemakan daun, di dalam kandang, surili lebih menyukai pakan yang mempunyai rasa manis dan mengandung karbohidrat seperti ubi dan jagung dibandingkan dengan dedaunan.

Interaksi sosial ditunjukkan dengan sentuhan, grooming dan bersuara. Selama pengamatan tidak terlihat adanya aktivitas kopulasi, hal ini kemungkinan disebabkan karena waktu Retih, Juleha dan Asmara dalam satu kandang kurang lama, sedangkan menurut keeper PRPJ, surili membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk dapat kopulasi.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian berikutnya yang dapat dilakukan mengenai macam-macam suara serta perbedaan fungsi dan maknanya yang dikeluarkan oleh surili (Presbytis comata).

2. Selain itu juga dapat dilakukan penelitian mengenai sistem pencernaan

Presbytis yang beradaptasi dengan memakan dedaunan.

3. Disarankan untuk mengganti varian pakan dengan yang lebih alami secara berkala untuk membiasakan satwa dengan habitat dan pakan alaminya.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, Hadi S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Memperahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: IPB Press. (hlm. 3)

Amarasinghe, A. A. Thasun., W. Madhava S., Botejue,Lee E., Harding. Social Behaviours Of Captive Trachypithecus cristatus (Mammalia: Cercopithecidae) In The National ZoologicalGardens Of Sri Lanka.Taprobanica, ISSN 1800-427x. April, 2009. Vol. 01, No. 01: pp. 66-73. (hlm. 7)

Bismark. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. (hlm. 8)

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga. (hlm. 31, 33)

Gooda, Jane. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. Charlestown: Rhode Island. (hlm. 30)

Grzimek, Benhard. 1972. Grzimek Animal Life Encyclopedia volume 10 Mammals I.

New York, Cincinnati, Toronto, London, Melbourne: Van Nostard Reinhold Company. (hlm. 3, 4, 34)

Indrawan, M., Richard B. Primack, Jatna Surpriatna. 2007. Biologi Konservasi.

Jakarta: Obor Indonesia. (hlm. 1)

Irwanto. 2006. Critical Paper A New Record On Habitat Of The Proboscis Monkey (Nasalis Larvatus) And Its Problems In South Kalimantan Indonesia. www.irwantoshut.com [diakses pada tanggal 8 April 2014]. (hlm. 6, 35) IUCN. 2014. IUCN Red List of Threatened Species. International Union for

Conservation of Nature (IUCN), Species Survival Commission (SSC), Gland, Switzerland and Cambridge, UK. www.iucnredlist.org [diakses pada tanggal 2 September 2014]. (hlm. 1, 6, 7)

Maple, Terry L. 1980. Orang-utan Behavior. New York: Van Nostrand Reinhold. (hlm. 34)

(51)

Prinando, Marwa., Siva D., Azahra, Fadhilla Tamnge, Hireng Ambaraji, Niku K. G. Utomo.Pendugaan Jenis Kelamin Dan Kelas Umur Surili (Presbytis Comata) Berdasarkan Karakteristik Morfologi Dan Perilaku Sosial. (hlm. 8) Ruhiyat, Y. 1983. Socio-ecological Study of Presbytis aygula in West Java . Primates.

Vol. 24(3), 344-359. (hlm. 6)

Setiawan, Arif., Yohannes Wibisono, Tejo Suryo Nugroho, Ika Yuni Agustin, Mohamad Ali Imron, Satyawan Pudyatmoko, Djuwantoko.Javan Surili : A Survey Population and Distribution in Mt. Slamet Central Java, Indonesia.Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 7 No. 2 Desember 2010, p. 51-54. (hlm. 7)

Supriatna, Jatna., Edy Hendras W. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Obor Indonesia. (hlm. 3, 4, 6)

Whitten T., RE Soeriatmadja, SA Afiff. 1999. Seri Ekologi Indonesia: Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta: Prenhalindo. (hlm. 5)

(52)

LAMPIRAN

DOKUMENTASI KEGIATAN

Aktivitas istirahat Retih, Juleha dan Asmara.

Aktivitas istirahat Retih, Juleha dan Asmara.

Aktivitas lokomosi Retih.

Aktivitas minum Asmara.

Interaksi sosial Juleha dan Asmara.

Aktivitas makan Retih.

Aktivitas makan Juleha.

(53)

LAMPIRAN

DATA PENGAMATAN

RETIH4

wakt

u makan istirahat urinasi defekasi lokomosi grooming k fisikkonta bersuara

(54)
(55)

12.00 0 6 0 0 0 0 0

u makan istirahat urinasi defekasi lokomosi grooming k fisikkonta bersuara

07.00 6 1 0 0 4 0 0 3

07.30 4 3 0 0 0 0 0 0

08.00 0 5 0 0 2 0 0 0

(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

30

ktu makan istirahat urinasi defekasi mosiloko minggroo

(62)

30

ktu makan istirahat urinasi defekasi mosiloko minggroo

(63)

09.

ktu makan istirahat urinasi defekasi mosiloko minggroo

(64)
(65)
(66)
(67)

14.

00 3 3 0 0 9 2 1 5

14.

30 2 4 0 0 3 3 0 1

15.

00 2 0 0 0 0 0 0 0

15.

30 6 0 0 0 0 0 0 0

Gambar

Gambar Keterangan
Gambar  2.2 Peta sebaran genus Presbytis (Presbytis comata: 1, 2,
Gambar 2.3 Status konservasi Presbytis comata D. menurut IUCN, 2014.
Gambar 3.1 Logo The Aspinall Foundation Java Primate Project.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini dikemukakan beberapa saran berikut: (a) Pembelajaran inkuiri model Alberta dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran

Untuk mencapai sasaran mutu tersebut, maka proses perizinan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) yang dilayani oleh Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) di Suku Dinas

Data primer yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data kadar kolinesterase darah responden dan data tekanan darah dengan menggunakan tensimeter.

Dia juga telah berhasil menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan berbagai bangsa Asing, sehingga secara internasional Aceh tidak hanya dikenal sebagai sebuah

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan secara empiris pengaruh variance return, volume perdagangan, harga saham dan return saham terhadap bid-ask spread

pandangan ekonomi sekuler maksimalisasi laba sebagai kondisi rasional yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-individu.para usahawan justru akan

• Survey lokasi yang memungkinkan untuk penerapan operasi irigasi intermittent, IP 400 • Diskusi teknis dg narsum terkait metodologi penelitian • Perbaikan jaringan