• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN PORTAL E GOVERNMENT PUSAT RE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBENTUKAN PORTAL E GOVERNMENT PUSAT RE"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN PORTAL E-GOVERNMENT PUSAT REFERENSI HUKUM NASIONAL SEBAGAI IMPLEMENTASI UU DEPOSIT : SEBUAH KAJIAN AWAL1

Oleh Irhamni, S.Hum2 Abstrak:

Demokrasi telah membawa indoneisa menjadi negri yang kompleks, termasuk dalam pemenuhan informasi kepada masyarakat. Perpustakaan dituntut berinovasi melalui layanan berbasis e-government. Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) Sebagai lembaga negara yang pelaksana UU No.4 Tahun 1990 atau undang-undang Deposit, Perpusnas perlu membuat terobosan dalam melaksanakan UU Deposit khususnya terbitan pemerintah khususnya terbitan bidang hukum, baik yang diterbitkan oleh pemerintah RI ataupun pemerintah asing yang berhubungan dengan Indonesia. Masalah penelitian ini adalah mengkaji pembentukan portal e-government layanan rujukan terbitan hukum peraturan perundang-undangan dengan melakukan evaluasi terhadap portal repositori hukum di Indonesia dan melakukan sejumlah evaluasi terhadap sistem dan kebijakan mengenai repository di Perpustakaan Nasional RI. Metodologi penelitian ini adalah melakukan evaluasi repositori hukum di 34 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang berperingkat “Baik” berdasarkan pemeringkatan e-government

Indonesia (PeGI) oleh Kementerian komunikasi dan Informasi RI dengan melakukan uji terhadap komponen human computer interaction, uji interoperabilitas dan uji manajemen repositori institusi portal layanan hukum serta melakukan sejumlah kajian internal melalui studi pustaka,wawancara dan analisis kebijakan pelaksanaan UU Deposit. Temuan dari penelitian adalah aspek human computer interaction masih belum baku dan belum mengikuti standar internasional demikian pula pada aspek interoperabilitas belum mengikuti standar metadata repositori institusi, pada aspek manajemen repositori ditemukan belum adanya efektifitas dalam mengolah konten informasi, dari segi kebijakan pelaksaan UU Deposit belum adanya kebijakan khusus yang mengatur terbitan pemerintah dalam bentuk digital. Kesimpulan dari penelitian ini adalah portal e-government layanan terbitan hukum belum terstruktur dan belum fleksibel dalam temu kembali dan belum terintegrasi baik dari segi teknis maupun kebijakan.

Keywords : E-government services, Government Publications, Indonesia Deposit Act, Laws and Regulation Reference Services.

        1

 Naskah disampaikan pada Konfrensi Perpustakaan Digital Indonesia ke‐7 di Banda Aceh 10‐13 Nopember 2014  2

(2)

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara demokrasi terbesar di dunia. Salah satu konsekuensi dari Negara demokrasi adalah penyediaan akses terhadap informasi kepada masyarakat sebagai bagian dari kebebasan memperoleh informasi. Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mulai memikirkan akses informasi kepada masyarakat dengan mengeluarkan UU kebebasan informasi di tahun 2008.

Efek dari Undang-Undang ini adalah lembaga pemerintah diwajibkan untuk membuat tim pengelola informasi dan dokumentasi. Namun pembentukan tim tersebut dirasa kurang cukup untuk itu perlu ada suatu sistem yang bisa bekerja secara 24 jam dalam sehari secara penuh. Pada saat ini Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter dan setralistik menuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis, dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang tengah terjadi tersebut menuntut terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem manajemen pemerintah yang selama ini merupakan sistem hierarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang, harus dikembangkan menjadi sistem manajemen organisasi jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali.

Pemerintah RI harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu :

a. Masyarakat menuntut pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas di seluruh wilayah Indonesia, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau secara interaktif;

b. Masyarakat menginginkan agar aspirasi mereka didengar, sehingga pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di dalam perumusan kebijakan negara.

Untuk mengembangkan sistem manajemen dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka pemerintah dan pemerintah daerah otonom harus segera melaksanakan proses transformasi menuju e-government. Melalui pengembangan e-government, dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dan pemerintah daerah otonom dengan cara:

- Mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi;

- Membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu, untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah.

(3)

Undang-undang, ketetapan pemerintah, traktat, keputusan pengadilan atau badan-badan arbritasi, produk hukum suatu negara, keputusan atau ketetapan-ketetapan organ-organ/lembaga internasional. (J.G Starke, 2006).

Sebagai lembaga negara yang diamanatkan UU Deposit Perpustakaan Nasional RI perlu membuat terobosan melalui pendekatan e-government dengan sistem yang sesuai standar repositori institusi dalam melaksanakan UU Deposit. Maka dari itu masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah Perpustakaan Nasional RI layak membentuk portal e-government pusat referensi hukum nasional sebagai implementasi UU deposit?. untuk itu penelitian ini mencoba menjawab dengan melakukan evaluasi eksternal dan internal sebagai bahan masukan kepada Perpustakaan Nasional RI dalam melakukan implementasi UU deposit pada lembaga pemerintah khususnya terbitan hukum nasional.

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Egovernment

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan konsep baru yang disebut e-government. World Bank memberikan definisi untuk istilah e-government yaitu penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan untuk mewujudkan hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Sedangkan konsep yang diusung oleh EZ Govt memberikan pengertian e-government adalah penyederhanaan praktek pemerintahan dengan mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi, pengertian tersebut dibagi lagi menjadi dua pembidangan, yaitu :

Online sevices: adalah bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu masyarakat maupun kepada pelaku bisnis. Tetapi yang terpenting di sini adalah pemerintah menawarkan pelayanan yang lebih sederhana dan mudah kepada pihak yang terkait.

Government operations: adalah kegiatan yang dilakukan dalam internal pemerintah, lebih khusus lagi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai pemerintah seperti

electronic procurement, manajemen dokumen berbasiskan web, formulir elektronik dan hal-hal lain yang dapat disederhanakan dengan penggunaan internet.

Defenisi di atas, salah satu tugas e-government adalah menyebarluaskan informasi sebagai wujud dari usaha untuk menciptakan kepastian mengenai apa yang dilakukan pemerintah. Indonesia sebagai negara besar secara geografis dan demografis serta menganut konsep desentralisasi kekuasaan yang membagi pemerintahan di tingkat pusat dan di tingkat daerah yang berfungsi melayani kepentingan setiap warga negaranya.

Berbagai definisi e-government dikeluarkan oleh berbagai lembaga dan institusi pemerintahan. Salah satu pernyataan yang cukup baik untuk mendefinisikan e-government

(4)

Keempat poin di atas memerlukan kajian teoritis tentang tata pemerintahan. Sementara itu hasil yang diharapkan dari e-government dinyatakan dalam kalimat terakhir, "The resulting benefits…", diartikan "Keuntungan yang didapat adalah menjadi berkurangnya korupsi, meningkatkan transparansi, kemudahan yang semakin bertambah, peningkatan pendapatan, mengurangi biaya". Sementara itu, terkait dengan administrasi publik, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) mendefinisikan e-government sebagai: memanfaatkan internet dan world-wide-web untuk mengirimkan informasi dan layanan pemerintahan kepada masyarakat (UN-DPEPA 2002). Dari definisi tersebut terlihat bahwa e- government terkait tidak hanya masalah informasi pemerintahan saja tetapi juga berkaitan dengan tata pemerintahan yang berhubungan dengan layanan kepada masyarakat.

B. E-government Dan Repositori Digital

Sistem Repositori dalam konteks e-government merupakan suatu peningkatan dari

data/information repository, adalah sumber data yang mengandung interpretasi dari layanan online dalam terminologi data dan informasi (disesuaikan dengan kejadian nyata dan proses pemerintahan yang sesuai), sementara service creation environment (SCE) adalah framework

(koleksi dari modul-modul) yang berfungsi sebagai front end dari SR (Wimmer, 2001). Bentuk-bentuk front-office pengembangan e-government terdiri atas :

1. Model kematangan untuk layanan online, yaitu model informasi tentang layanan, akses terhadap database lembaga serta transaksi informasi antar lembaga.

2. layanan harus bergantung pada pemahaman tentang kebutuhan pengguna lebih matang tidak selalu yang terbaik, yang paling efektif adalah layanan mulus,layanan online adalah bagian dari strategi saluran, integrasi saluran mengikuti transformasi keseluruhan proses)

3. e-government sebagai alat untuk keterlibatan warga daftar email, forum diskusi, konsultasi portal pemerintah, secara online sistem mediasi untuk mendukung pembahasan tentang masalah kebijakan dan layanan

Sistem Repositori merupakan model front end pertama yang berfungsi sebagai model yang menyediakan informasi layanan yang menyediakan akses terhadap database dokumen dan manajemen sumber program dalam pengembangan sistem informasi. Sistem ini endukung area bisnis yang lebih luas: komunikasi kelompok, pengambilan keputusan strategis, dan perbaikan proses (Visaggio, 1994; Berlin dkk, 1993).

(5)

serta promosi content sebagaimana dijelaskan dalam ISO 16363 – Audit and certification of trustworthy digital repositories.

Human Computer Interaction

Human computer Interaction (HCI) bertujuan mengembangkan hubungan yang baik antara manusia dan mesin serta membantu meningkatkan efisiensi tugas yang melibatkan mereka. HCI adalah bidang interdisipliner menerima sumbangan dari ilmu komputer, psikologi, sosiologi dan antropologi, desain industri, pendidikan, bisnis dan manajemen. Penelitian HCI mencakup tiga bidang utama : investigasi berkaitan dengan pengguna sebagai manusia (misalnya, karakteristik manusia , perbedaan individu dan perilaku sosial), masalah yang berkaitan dengan interface, dan pengembangan perangkat interaksi yang baru. Namun saat ini isu utama HCI adalah (1) pengembangan kemampuan manusia untuk menggunakan mesin , (2) merancang dan membangun antarmuka, (3) optimalisasi pelaksanaan tugas oleh manusia dan mesin, (4) kegunaan interface itu sendiri, (5) komunikasi yang lebih baik antara manusia dan mesin.

User interface (UI) merupakan salah satu komponen HCI yang mengatur hubungan antar muka antara computer dengan manusia yang memiliki peranan besar pada produk berteknologi canggih dewasa ini. UI didefinisikan sebagai penghubung antara antara sistem dan pengguna di mana mereka sating bertukar informasi. Sehingga, UI bisa dianggap sebagai sebuah representasi dari hubungan manusia dan mesin. Untuk mencapai sebuah desain UI yang baik maka perancang harus mencari banyak informasi mengenai colon pengguna UI tersebut dalam pendekatan User-Centred Design. UI bukan hanya muncul sebagai sebuah tampilan pada produk atau software

tapi lebih diwujudkan sebagai sebuah tanda dalam konsep semiotika, layaknya sebuah tanda dalam bahasa verbal. Penggabungan pemikiran tersebut memang dimungkinkan dalam hai praktis namun secara konsep jauh berbeda. Beberapa prinsip dasar seperti desain yang sederhana menjadi dasar pemikiran desain UI (Junianto, 2004). Pengembangan lanjut ISO 8777 tentang

information and documentation command for interactive text searching mengatur mengenai tampilan dalam prosedur pencarian yang menentukan temu kembali informasi harus mencakup :

- Boolean operator

Boolean operator adalah suatu tipe data yang hanya memiliki nilai true (benar) dan false (salah). Boolean operator sangat diperlukan dalam sebagai ekspresi yang menghasilkan suatu pencarian data. Operator untuk boolean ada beberapa yaitu:

o OR akan menghasilkan true jika salah satu operandnya bernilai true o AND akan menghasilkan true jika kedua operandnya bernilai true

o XOR akan menghasilkan true jika operandnya memiliki nilai boolean yang berbeda

o NOT akan menghasilkan nilai boolean kebalikan dari nilai yang diberikan

Boolean operator digunakan untuk mencari kata dengan kata kunci sembarang yang menggabungkan antara kata kunci satu dengan kata kunci lainnya dalam melakukan pencarian. Pencarian dengan menggunakan boolean operator menggunakan bahasa alamiah sehingga memudahkan pengguna sistem dalam mencari informasi.

- Kosa kata terkendali

(6)

informasi selain melalui query. Library of congress membagi beberapa jenis kosa kata terkendali yang pertama adalah subject authority salah satu subject authority adalah tesaurus, tesaurus merupakan sebuah buku sinonim (dua kata atau lebih yang memiliki arti yang sama). Tesaurus sering termasuk karya terkait yang memiliki hal yang hampir sama atau sub ordinasi dari subjek teertentu. Sebagai contoh Hukum pidana maka sub ordinasinya adalah Hukum Pidana Syariah serta ordinasinya adalah Hukum Pidana dan subjek ini mempunyai relasi dengan Hukum Pidana Umum (Sulistyo-basuki, 1993).

Interoperability

Komponen ini merupakan komponen terhadap interoperabilitas antar repositori digital. interoperabilitas lebih banyak diaplikasikan pada sebuah arsitektur repositori digital menghasilkan tantangan untuk membuat suatu kerangka-kerja (framework) umum terhadap akses informasi dan integrasi di antara repositori digital. Salah satu usaha untuk melakukan interoperabilitas adalah menggunakan standar yang sama, diantaranya adalah pemilihan standar metadata dan protokol.

National Research Council USA tentang Government Data Center banyak membahas tentang komponen metadata dan protokol dalam suatu pusat data pemerintahan National Research Council USA memberikan beberapa rekomendasi mengenai metadata dan protokol yang standar untuk interoperabilitas dimana salah satu yang rekomendasikan adalah MARC dan Dublincore.

Metadata adalah data terstruktur tentang data. Ada berbagai definisi yang lebih rinci, antara lain dari American Library Association dalam Pendit (2007) sebagai berikut: Metadata are structured, encoded data that describe characteristics of information bearing entitites to aid in the identification, discovery, assessment and management of the described entities. Definisi ini menunjukkan bahwa metadata adalah data yang memiliki ciri sebagai berikut :

1. Terstruktur;

2. Ditandai dengan kode agar dapat diproses dengan computer; 3. Mendeskripsikan ciri-ciri satuan-satuan pembawa informasi;

4. Membantu identifikasi, penemuan, penilaian, dan pengolahan satuan pembawa informasi tersebut.

Munculnya dokumen digital, dan proliferasi (perluasan) informasi di internet dan www, semakin memperbesar rasa urgensi untuk membuat standar atau skema metadata (metadata scheme) yang tidak saja cocok untuk description dan discovery sumber-sumber digital (digital resources), tetapi juga untuk keperluan lain seperti pengelolaan, pelestarian, dan penilaian. Komunitas yang sibuk merancang format atau skema metadata punya latar belakang dan profesi yang berbeda-beda, mencakup berbagai disiplin ilmu, dan melibatkan praktisi dari berbagai bidang seperti penerbit, perancang dan produsen media interaktif dan perangkat lunak, ahli teknologi informasi. Jadi tidak terbatas pada lingkungan perpustakaan, kearsipan, dan museum.

(7)

interoperabiltas setiap sistem dan atau perangkat yang berbeda akan dapat saling berhubungan, berkomunikasi dan bertukar informasi satu dengan lainnya dengan menggunakan sebuah aplikasi standar sebagai penghubung (Surachman, 2011).

Sementara itu Miller dalam Pendit (2008) mengatakan bahwa interoperabilitas berkaitan langsung dengan penggunaan standar dan mengandung aspek-aspek seperti:

Technical interoperability, yakni merupakan standar komunikasi, pemindahan, penyimpanan dan penyajian data digital.

• Semantic interoperability, yakni merupakan standar penggunaan istilah dalam pengindeksan dan temu kembali.

• Political/human interoperability, yakni merupakan keputusan untuk berbagi bersama dan bekerjasama.

• Intercommunity interoperability, yakni merupakan kesepakatan untuk berhimpun antar institusi dan beragam disiplin ilmu.

• Legal interoperability, yakni terkait peraturan dan perundangan tentang akses ke koleksi digital, termasuk soal hak intelektual

• International interoperability, yakni terkait standar yang memungkinkan kerjasama internasional.

Uraian tinjauan teori di atas memberikan gambaran mengenai jenis komponen interoperabilitas repositori terbitan bidang hukum nasional diharapkan bisa berada pada level

interopreability pada aspek technichal interoperability dengan memilili aspek teknis yang sama yaitu metadata dan protokol serta semantic interoperability yaitu standar penggunaan istilan dalam pengindeksan dan temu kembali.

Manajemen Repositori

Manajemen repositori merupakan suatu cara dalam mengelola suatu pusat penyimpanan data (Alfano, 2007). Ada beberapa aspek dalam manajemen yaitu aspek manajemen administrasi sistem, aspek manajemen pengumpulan data, dan aspek manajemen diseminasi data. Aspek manajemen adminsitrasi sistem idealnya harus mempunyai karakteristik

• Penyimpanan data yang terdistribusi dari lokasi tunggal; • Akses kontrol atas pasokan data terpusat;

• Adanya prosedur pemeriksaan dan pengolahan data sesuai dengan kriteria standar;

• Adanya layanan dukungan data sehingga data bisa diolah kembali. • Adanya informasi pengambilan dan penggunaan data.

• Adanya akses feedback pengguna terhadap repositori (De Robbio, 2014)

Sementara itu aspek manajemen diseminasi datamenyangkut menjelaskan bahwa sistem manajemen konten repositori berkaitan erat dengan dengan diseminasi konten digital serta manajemen dokumen digital. Salah satu aspek yang penting dalam repositori digital adalah diseminasi dokumen atau metode menyebarkan informasi yang merupakan unsur penting repositori. diseminasi informasi berfungsi menyebarkan informasi agar pengguna aktual maupun potensial mengetahui lebih banyak tentang produk yang bersangkutan melalui metadata terkait (Han Yan 2004).

(8)

Diseminasi informasi saat ini lebih pada penyediaan informasi ke dalam berbagai bentuk antara lain dalam bentuk CD-ROM, penyimpanan informasi yang memiliki akses ke surat elektronik, layanan faksimili, serta dalam bentuk digital. Tantangan dari diseminasi informasi adalah bagaimana menciptakan aturan dalam hal akses data serta keamanan data tersebut serta masalah hal yang berkaitan dengan hukum atau legalitas dari informasi tersebut (ISO 16363, 2007).

Diseminasi informasi repositori berkaitan erat dengan sistem pertukaran data melalui informasi deskriptif dapat mencakup lebih dari deskripsi narasi yang tidak asing bagi pengguna seperti hal nya katalog perpustakaan. Pemberian informasi yang jelas dapat membantu pengguna potensial dalam menilai kelayakan dan kemudahan penggunaan dari suatu informasi. Repositori merupakan wadah yang sangat bervariasi dalam ukuran dan benda-benda yang lebih besar sehingga kadang tidak cocok untuk men-download melalui koneksi jaringan, sehingga terkadang informasi yang ada pada suatu repositori tidak sampai pada pengguna secara optimal sehingga diperlukan software khusus bagi pengguna yang memungkinkan informasi untuk digunakan. Hal seperti itu akan merpotkan pengguna karena mungkin mereka harus membayar untuk mendapatkan materi hanya untuk menemukan bahwa mereka tidak memiliki alat untuk menggunakannya.

Untuk menanggulangi hal tersebut repositori bisa mengatasi dengan memberikan informasi dalam bentuk atau format yang bisa digunakan oleh umum sehingga memudahkan bagi para penggunanya. Sebagai contoh, sebuah repositori yang menyimpan hanya file PDF atau format lain yang memungkinkan untuk bisa langsung digunakan pengguna.

C. Repositori Hukum Dan Peraturan Di Indonesia

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) yang pertama kali dikemukakan dalam Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya pada tahun 1974. Seminar berpendapat bahwa keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum yang baik merupakan syarat mutlak untuk membina hukum di Indonesia.Namun pada waktu itu baik dokumentasi maupun perpustakaan hukum di Indonesia masih dalam keadaan lemah dan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu seminar merekomendasikan perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) Hukum, dan agar dapat secepatnya berfungsi.

Merespon hasil rekomendasi seminar tersebut, Badan Pembinaan Hukum Nasional berupaya memprakarsai lokakarya-lokakarya di Jakarta (tahun 1975), di Malang (tahun 1977), dan di Pontianak (tahun 1977). Agenda pokok dalam setiap lokakarya tersebut membahas ke arah terwujudnya Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum serta menentukan program-program kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya dan terlaksananya pemikiran yang dicetuskan tahun 1974 dimaksud.

(9)

merasa telah siap mulai melakukan gerakan untuk maju, struktur organisasi yang memungkinkan untuk berkoordinasi dibentuk, perencanaan program kegiatan disusun, sarana fisik seperti gedung atau ruangan diwujudkan, koleksi peraturan mulai dikumpulkan, sumber daya manusia dilatih dan dididik mengenai dokumentasi dan informasi hukum, pelayanan informasi hukum dilakukan, serta anggaran untuk pelaksanaan semua kegiatan dimaksud diperjuangkan. Para pakar di bidang ini kemudian meletakkan landasan dasar kerja JDIH yang dibingkai dalam aspek Organisasi dan Metoda, Personalia dan Diklat, Koleksi, Teknis, Sarana dan Prasarana, serta Mekanisme dan Otomasi.

Pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum secara konvensional (manual) sudah tidak memadai lagi sehingga dibutuhkan cara atau metoda alternatif yang memungkinkan pelayanan dokumentasi dan informasi hukum lebih mudah, cepat, dan lengkap. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan peluang bagi kita untuk dapat mendukung penyelenggaraan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang diinginkan tadi.

Seiring dengan perkembangan TIK seperti diuraikan di atas, muncul gagasan untuk memanfaatkan secara maksimal perkembangan teknologi dan informasi dalam pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang tersebar di berbagai instansi baik instansi pusat maupun daerah di seluruh Indonesia, yang kita kenal dengan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN). JDIHN ini adalah forum kerjasama untuk mengelola dokumentasi dan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat yang tersebar di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya. Dengan JDIHN ini diharapkan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum dapat dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi. Keberadaan JDIHN sekarang ini telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.

Sampai saat ini, database peraturan perundang-undangan yang ada pada setiap anggota JDIHN (instansi pusat maupun daerah) masih belum terintegrasi dengan database peraturan perundang-undangan yang dikelola di dalam website BPHN (website Pusat JDIHN). Dengan demikian, database peraturan perundang- undangan masih tersebar di berbagai instansi pemerintah maupun non- pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang notabene merupakan anggota JDIHN, yang sampai saat ini berjumlah 760. Keadaan tersebut mengakibatkan

pengelolaan dan pemanfaatan dokumentasi dan informasi hukum belum terlaksana secara efektif dan efisien. Hal tersebut misalnya beberapa anggota JDIHN mengelola dan menyimpan dokumen sejenis yang mengakibatkan pemborosan sumber daya. Sebaliknya, dilihat dari sisi pencari informasi, pengelolaan yang tidak terintegrasi mengakibatkan penelusuran informasi hukum menjadi tidak efektif karena pencari informasi harus membuka beberapa website anggota jaringan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

BPHN mempunyai pengalaman dalam melakukan integrasi database anggota JDIHN, yaitu melalui situs Sumatera Online. Situs yang dikelola oleh PT Telkom ini memberikan layanan penyimpanan database peraturan perundang- undangan yang berasal dari anggota JDIHN di Pulau Sumatera. Semua data yang berasal dari anggota JDIHN di Sumatera tersimpan dalam server PT. Telkom, dan setiap anggota JDIHN secara berkala menginput data yang dimiliki ke dalam server PT. Telkom tersebut. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik karena banyak anggota tidak mengirimkan datanya. Kurangnya dukungan dari anggota JDIHN mungkin disebabkan karena tidak ada rasa memiliki (sense of belonging) terhadap situs tersebut.

(10)

Metode penelitian ini adalah menggunakan metode analisis internal dan eksternal. Metode ini merupakan metode analisis SWOT dengan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran dari variabel penelitian. Pada penelitian ini Analisis internal dilakukan dengan melakukan wawancara melalui pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini meliputi mengenai aspek hukum pengelolaan terbitan hukum, dan aspek teknis lainnya seperti kesiapan sistem teknologi informasi dan tinjauan pustaka terhadap kebijakan mengenai pengelolaan terbitan hukum di Indonesia yang dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional RI dalam hal ini direktorat pusat deposit.

Analisis eksternal dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap sampel penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah repositori hukum yaitu SJDIH kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, propinsi dan kabupaten/kota, hal ini dilakukan karena SJDIH memegang peranan penting karena berperan sebagai kontributor koleksi terbitan hukum di indonesia. Sampel diambil berdasarkan pada pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI) yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI tahun 2013 yang berperingkat baik. Hasil PeGI tersebut diperoleh sampel sebanyak 34 sampel sebagaimana dijelaskan pada tabel 1 dibawah :

Tabel 1. Tabel jumlah sampel repositori terbitan hukum nasional

No. Lembaga Pemerintah Keterangan

   E-gov predikat Baik PeGI

dan mempunyai SJDIH

SJDIH

tidak aktif Jumlah

1 Kementerian 12 0 12

2 Lembaga Pemerintah Non

Kementerian 14 4 10

3 Propinsi 7 3 4

4 Kabupaten/Kota 9 1 8

Jumlah 42 8 34

Survei dilaksanakan pada dengan melibatkan 10 responden dengan latar belakang praktisi perpustakaan hukum, praktisi komputer dan masyarakat umum, perbedaan pada latar belakang responden perlu dilakukan agar penilaian tetap objektif terhadap sampel. Penambahan jumlah penguji lebih dari sepuluh tidak memberikan kontribusi lebih banyak dalam mengevaluasi suatu repositori bahkan lima orang penguji sudah cukup untuk melakukan penilaian terhadap suatu sistem (Nielsen, 2000).

Penelitian ini mengambil 3 (tiga) variabel penelitian yang merupakan komponen repositori berdasarkan rekomendasi Center For Research Libraries yang dikeluarkan pada tahun 2007, komponen tersebut terdiri atas :

(11)

mencari terbitan bidang hukum dengan pencarian kompleks serta mencari terbitan bidang hukum melalui indeks, tajuk subjek, dan titik temu lainnya.

• Pengujian komponen interoperabilitas dilakukan dengan menguji metadata yang digunakan apakah memungkinkan melakukan interoperabilitas metadata berdasarkan dari

National Research Council USA tentang Government Data Center. Terdapat 2 (dua) tugas yaitu mencari metadata terstruktur yaitu MARC21 atau Dublin Core.

• Pengujian komponen manajemen repositori dilakukan melalui informasi statistik koleksi, kemudahan pengunduh file, penggunaan file yang telah di unduh apakah bisa langsung bisa digunakan, apakah portal menyediakan link ke informasi terkait ? dan apakah pengguna bisa melakukan feedback dengan melalukan request informasi yang dibutuhkan ?.

IV. PEMBAHASAN A.Evaluasi Internal

Evaluasi internal yang dilakukan Perpustakaan Nasional RI adalah dengan melakukan aspek hukum dengan melihat kelayakan hukum pembuatan egovernment pusat referensi hukum nasional. Selain itu dilakukan evaluasi internal secara teknis mulai dari repositori yang ada, kebijakan pengadaan koleksi, serta aspek teknis lainnya.

• Kelayakan hukum

Kelayakan hukum adalah kelayakan yang berkaitan dengan legalitas atau kekuatan hukum yang menguatkan bahwa sistem informasi yang diusulkan tidak melanggar hukum yang berlaku, baik hukum yang ditetapkan oleh pemerintah maupun hukum yang ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan organisasi. Selain itu kelayakan hukum juga melihat apakah prosedur yang dilaksanakan tidak melanggaran undang-undang.

Saat ini di Indonesia ada dua lembaga yang berkepentingan mengumpulkan produk terbitan hukum yaitu BPHN melalui Perpres No. 33 tahun 2012 tentang SJDIH (Sistem jaringan dokumentasi Informasi Hukum) dan Perpustakaan Nasional RI melalui UU No.4 Tahun 1990 tentang Wajib Simpan Karya Cetak Dan Karya Rekam. Namun terdapat perbedaan yang cukup mendasar dalam tugas pokok dan fungsi UU ini SJDIH hanya mengatur tentang terbitan hukum di Indonesia sementara UU Deposit mengatur seluruh terbitan yang terbit di Indonesia baik di dalam maupun luar negri tentang Indonesia. Hal ini berarti bahwa cakupan ruang lingkup UU Deposit lebih luas daripada SJDIH.

(12)

• Aspek sistem informasi

Saat ini Perpustakaan Nasional RI telah mengembangkan sebuah repositori perpustakaan yang bernama INLIS (Integrated Library System) yang merupakan sebuah sistem berbasis teknologi informasi yang didesain dan dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan tugas subtantif dan administratif perpustakaan, khususnya di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan Nasional sebelum mengembangkan INLIS telah menerapkan otomasi perpustakaan dengan menggunakan Virtua yaitu aplikasi sistem informasi perpustakaan versi web dari The Virginia Tech Library System (VTLS), sebuah perangkat lunak perpustakaan produk Amerika Serikat untuk mendukung pekerjaan pengkatalogan dan penelusuran informasi. Fasilitas Virtua yang dioperasikan di Perpustakaan Nasional RI saat itu terbatas pada modul pengkatalogan (cataloging) dan OPAC (Online Public Access Catalog). Virtua merupakan sistem perpustakaan dengan basisdata Oracle 8i, yang sudah memenuhi standar INDOMARC (INDOnesianformat for MAchine Readable Catalog) dan MARC (Machine Readable Catalog) pada umumnya.

Dinamika perkembangan bisnis proses perpustakaan berubah sedemikian rupa sehingga Perpustakaan Nasional RI merasa Virtua tidak dapat lagi mengakomodir seluruh proses bisnis yang terjadi. Perpustakaan Nasional RI juga merasa perlu adanya suatu sistem informasi terpadu sebagai pendukung seluruh proses manajerial dilingkungan perpustakaan. INLIS pada awalnya dirancang dan dikembangkan khusus untukkepentingan pembangunan pangkalan data Katalog Induk Nasional (Union Catalog) yang lengkap yang dapat diakses melalui internet secara cepat dan mudah oleh pengguna perpustakaan di manapun. Penerapan teknologi informasi perpustakaan di Indonesia yang masih sangat heterogen dan melihat bahwa INLIS sendiri dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan berbagai tugas di perpustakaan, maka INLIS dikembangkan menjadi sebuah sistem perpustakaan yang lebih komprehensif dan terpadu. INLIS sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk mengelola berbagai basisdata bibliografis dan mengorganisasikan jaringan kerja sama antarperpustakaan, maka penerapan format standar dalam struktur data bibliografisnya merupakan syarat mutlak. Oleh karenanya, fasilitas pengembangan basisdata bibliografis yang disediakan dalam INLIS dikembangkan dengan mengacu kepada INDOMARC. INDOMARC sendiri diadopsi dari USMARC (United State Machine Readable Catalog) dan MARC21, standar pengkatalogan terbacakan mesin yang digunakan dalam lingkup internasional. Penerapan MARC akan sangat mendukung upaya Perpustakaan Nasional dalam membangun berbagai basis data nasional (national databases) khususnya dalam bidang hukum untuk kepentingan seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia maupun di luar negeri (Nurhadisaputra, 2011).

(13)

rata-rata paling tinggi yaitu sebanyak 42.88% responden menilai INLIS tidak baik dalam hal

understandibility atau kemudahan sebuah aplikasi untuk dipahami, sebanyak 45% responden menilai INLIS tidak baik dalam hal operabilitas atau kemudahan INLIS untuk dioperasikan, dan sebanyak 43.8% responden menilai INLIS tidak baik pula dalam hal attractiveness atau daya tarik sebuah aplikasi. Selain itu INLIS bukanlah sebuah aplikasi perpustakaan yang mudah untuk dipelajari dan dioperasikan, butuh pendidikan khusus bagi pegawai untuk bisa bekerja dengan INLIS.

B. Evaluasi Eksternal

Evaluasi eksternal dilakukan survey terhadap sistem repositori terbitan hukum terhadap 3 (tiga) komponen repositori yaitu komponen Human Computer Interaction, komponen interoperabilitas, serta komponen manajemen repositori. Hal ini dilakukan untukmelihat kesiapan kontributor terbitan hukum di Indonesia. Hasil dari survey tersebut adalah sebagai berikut :

Survey Komponen Human Computer Interaction.

Hasil dari survey komponen Human Computer interaction adalah sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Uji Skenario Komponen Human Computer Interaction.

No. Indikator Ketersediaan

Ada Tidak

1 Fasilitas Simple Search 83% 17%

2 Fasilitas Advance Search 38% 62% 3 Fasilitas kosa-kata terkendali 4% 96%

Rata-rata 54% 46%

Berdasarkan tabel di atas, data rata-rata sebaran ketersediaan komponen HCI menunjukkan bahwa hampir semua repositori hukum pada lembaga pemerintah menyediakan fasilitas browsing untuk pencarian terbitan hukum di Indonesia. Sementara itu ketersediaan fasilitas yang paling rendah adalah ketersediaan fasilitas melakukan pencarian menggunakan kosa kata terkendali, hal ini menyulitkan pengguna sistem dalam mencari informasi yang tepat. Pencarian dengan bahasa alamiah tentu lebih sulit karena banyaknya sinonim, akronim, serta terjemahan bahasa asing dalam bidang hukum. Kosakata terkendali merupakan unsur yang sangat penting bagi subjek-subjek khusus karena kata atau istilah yang digunakan dipakai untuk mewakili suatu informasi sehingga dapat mudah ditemukan kembali (Hasugian, 2006).

Survey Komponen Interoperabilitas

Hasil yang diperoleh dalam skenario uji skenario komponen interoperabilitas sebagai berikut : Tabel 2. Ketersediaan metadata pada repositori lembaga pemerintah

No. Indikator Ketersediaan

Ada Tidak

1 Terdapat Metadata 31% 69%

(14)

terstruktur

Rata-rata 17% 83%

Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semua repositori menggunakan metadata namun metadata yang digunakan tidak standar, metadata yang digunakan adalah metadata berdasarkan Peraturan Menkumham No.2 Tahun 2013 tentang standardisasi pengelolaan dokumen hukum. Hal ini menyulitkan repositori untuk melakukan interoperabilitas antarlembaga karena belum di dukung oleh protokol pertukaran data yang standar. Masalah yang sebenarnya dalam hal interoperabiltas pada repsoitori terbitan hukum di lembaga pemerintah adalah masalah pada dimensi teknis dan dimensi sosial, dimensi teknik memfokuskan bagaimana dari sisi teknologi interoperabilitas dikelola dan dikembangkan, sedangkan dimensi sosial menekankan bagaimana kerjasakam atau kehendak untuk bekerjasama antar pengelola perpustakaan digital dilakukan. Terkait dengan jaringan repositori institusi di Indonesia kedua dimensi di atas sepertinya masih menjadi masalah bagi keberlangsungan dan pengembangan jaringan repositori institusi (Wibowo, 2011)

Hasil Survey komponen manajemen repositori

Hasil yang diperoleh dalam pengujian skenario ini adalah:

Tabel 3. Uji skenario komponen manajemen repositori

No. Indikator Ketersediaan

Ada Tidak

1 Ketersediaan Statistik 29% 71%

2 Mengunduh file 96% 4%

3 Pengggunakan file 94% 6%

4 Link ke informasi terkait 10% 90%

5 Ketersediaan (CRM) Customer

Relationship Manager 66% 34%

Rata-rata 59% 41%

Berdasarkan data tabel di atas, rata-rata ketersediaan komponen manajemen repositori menunjukkan bahwa hampir semua repositori hukum pada lembaga pemerintah menyediakan fasilitas pengunduhan file terbitan bidang hukum demikian pula dalam penggunaan file tersebut bisa langsung digunakan oleh pengguna. Sementara itu ketersediaan fasilitas statistik yang digunakan sebagai masukan bagi pengelola dalam melakukan analisa terhadap keterpakaian terbitan hukum masih begitu kurang diperhatikan hal yang sama juga terjadi pada penyediaan fasilitas ke informasi terbitan hukum yang berfungsi sebagai masukan pertimbangan pengguna memilih informasi yang sesuai apa yang dicari. Penggunaan sistem hirarki pada hasil pencarian menjadi hal yang sangat penting dikarenakan berjenjangnya sistem hukum di Indonesia.

(15)

Tabel 7. Kesimpulan evaluasi eksternal

No. Komponen Sistem Saat ini

1. Human Computer Interaction

Kaku dalam pencarian informasi terbitan hukum, hanya mengandalkan metode meramban informasi satu persatu dan pencarian dengan simple search

2. Interoperabilitas Belum mengadopsi metadata terstruktur sehingga data tidak bisa dipertukarkan untuk kemutakhiran informasi di bidang terbitan hukum nasional. Selain belum didukung oleh didukung dengan interoperabilitas pada level kebijakan sehingga kebijakan yang diambil untuk repositori belum seragam.

3. Manajemen repositori

Manajemen repositori tidak efisien, karena :

• Tidak adanya informasi mengenai statistik koleksi yang digunakan baik dibaca dan unduh.

• Tidak adanya link mengenai informasi informasi terbitan hukum terkait dalam setiap pencarian informasi.

4. Kepuasan Pengguna terhadap repositori

Kepuasan pengguna terhadap repositori belum baik karena sistem yang dibangun tidak mudah digunakan pada dimensi usability

dan interaksi layanan.

V.KESIMPULAN

Hasil evaluasi internal terlihat bahwa Perpustakaan Nasional RI secara aspek legalitas cukup layak membuat repositori terbitan hukum karena amanat UU deposit. Namun dari segi aspek legalitas lain Perpustakaan Nasional RI perlu melakukan amandemen terhadap UU Deposit khususnya mengenai terbitan dalam bentuk digital. Sementara itu dari segi aplikasi teknis Perpustakaan Nasional RI perlu melakukan perbaikan pada repositori khususnya pada interoperabilitas dan usability.

Sementara itu Hasil analisis secara eksternal bahwa portal e-government bidang repositori terbitan hukum di Indonesia belum mendukung untuk menjadikannya sebagai sumber pengadaan koleksi portal e-government terbitan hukum di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan sejumlah langkah ke depan yaitu mengadopsi standar repositori institusi dari segi human computer interaction agar pencarian dan temu kembali informasi efisien, mengadopsi standar metadata untuk repositori institusi agar tingkat interoperabilitas data bibliografis terbitan hukum bisa berjalan, serta mengadopsi standar manajemen repositori agar diseminasi informasi terbitan hukum di Indonesia bisa berjalan efisien.

(16)

berkoordinasi dengan BPHN karena lembaga ini juga mempunyai dasar hukum yang kuat dalam melaksanakan pengumpulan seluruh terbitan hukum di Indonesia untuk itu perlu adanya kerjasama koordinasi antara Perpustakaan Nasional dengan BPHN sebagai pengelola SJDIH dan Perpustakaan Nasional sebagai pengemban amanat UU Deposit. Hal ini perlu karena ini adalah salah satu bentuk interoperabilitas dalam hal non teknis yaitu interoperabilitas dalam hal kebijakan antara Perpustakaan Nasional RI dengan pemangku kepentingan tegaknya hukum di Indonesia. Selain itu Perpustakaan Nasional RI perlu merevisi UU Deposit dengan memasukan masalah terbitan dalam bentuk digital sebagai isu utamanya agar koleksi digital di Indonesia bisa diselamatkan oleh Perpustakaan Nasional melalui UU Deposit.

DAFTAR PUSTAKA.

Avison D, Guy Fitzgerald. 2006. Information Systems Development: Methodologies, Techniques & Tools. Fourth Edition. Singapore: McGraw-Hill Education (UK)

Hartman, Cathy Nelson; Condrey, Coby. 2004. TRAIL: From Government Information Locator Service to Electronic Depository Program for Texas State Publications.Documents to the People. Vo.32 I.2 P.22-27 Dapat diakses pada

http://search.proquest.com/docview/216500157?accountid=25704 [akses pada tanggal 14 juli 2012]

Center For Research Libraries. 2007. Thrustworthy repositories Audit & Certification: Checklist And Criteria. Chichago: OCLC

Chen, Y. N., Chen, H. M., Huang, W., & Ching, R. K, .2006. E-government Strategies in Developed and Developing Countries: An Implementation Framework and Case Study.Journal of Global Information Management (JGIM), 1(14), 23-46.

doi:10.4018/jgim.200601010

De Robbio, Antonella and Subirats-Coll, Imma.2014.E-LIS: Unique Model for Subject Specific Open Access Repository. Informatics Studies. vol. 1, n. 1, pp. 8-29

[DPR RI] Dewan Perwakilan Rakyat RI. 2013. Program Legislasi Nasional. Jakarta: Setjen DPR RI.

Junianto, Aloysius Baskoro. 2004.Jurnal Desain 2D3D. User Interface Design, A Representation Inside Technology. Vol. 1 No.1 January 2004

Hasugian, Jonner. 2006. Penggunaan Bahasa Alamiah dan Kosa Kata Terkendali dalam Sistem Temu Balik Informasi Berbasis Teks. Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.2,

No.2, Desember 2006

International Standar Organization.1993. ISO 8777 tentang information and documentation command for interactive text searching Switserland : ISO Secretariat.

International Standar Organization.2007. ISO 16363 tentang Audit and certification of thrustworthy digital repositories. Switserland : ISO Secretariat.

Jaeger, P. T., & Bertot, J. C. (2009). E-government education in public libraries: New service roles and expanding social responsibilities. Journal of Education for Library and Information Science, 50(1), 39-49.

Starke, J.G. 2006. Pengantar hukum Internasional. Jakarta:Sinar Grafika.

(17)

I.2 P.22-27 Dapat diakses pada

http://search.proquest.com/docview/216500157?accountid=25704 [akses pada tanggal 14 juli 2012]

[Kemenhuk-HAM] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2012. Perpres No.33 Tahun 2012 tentang SJDIH. Dapat diakses pada http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan-2 akses pada tanggal [1 April 2013]

[KemenPAN-RB] Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi. 2013. Daftar Kelembagaan di Republik Indonesia . Dapat diakses pada

http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan-2 akses pada tanggal [1 April 2013]’ Lankhorst, M. M., & Bayens, G. I. (2009). A Service-Oriented Reference Architecture for

E-government. In P. Saha (Ed.), Advances in Government Enterprise Architecture (pp. 30-55). Hershey, PA: . doi:10.4018/978-1-60566-068-4.ch002

Mirchandani, D. A., Johnson Jr, J.,H., & Joshi, K. (2008). Perspectives of citizens towards e-government in Thailand and Indonesia: A multigroup analysis. Information Systems Frontiers, 10(4), 483-497. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10796-008-9102-7

Nielsen J. 2000. Why you only need to test with 5 user. [http://www.nngroup.com/articles/why-you-only-need-to-test-with-5-users/] Diakses tanggal: 12 September 2013.

Nurhadisaputra. 2011. Evaluasi Kualitas Aplikasi Integrated Library Information System (INLIS) Bagi Pelaksanaan Tugas Kepustakawanan Di Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Thesis IPB

Nurhadryani Y. 2009. Memahami Konsep Governance Serta Hubungannya Dengan E-government Dan E-Demokrasi. Seminar Nasional Informatika. UPN Veteran Yogyakarta. Nurhadryani Y. 2010. Assessing the role of the internet in the democratization of

governance : a comparative analysis of the development of e-government in Indonesia since 1998 [tesis]. Sendai: Tohoku University.

Pendit PL. 2008. Perpustakaan Digital Dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karya Karsa Mandiri. [Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2009.Grand Desain Pembangunan Perpustakaan

digital nasional. Jakarta: Perpusnas RI.

[Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 20010. Roadmap Reformasi birokrasi perpusnas. Jakarta: Perpusnas RI.

[Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 2007. Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpusnas RI.

[Perpusnas RI] Perpustakaan Nasional RI. 1990. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Wajib Simpan Karya Cetak Karya Rekam. Jakarta: Perpusnas RI.

Peruginelli, Ginevra. 2005. Access to Legal Litetature : The Italian DOGI Databases.Legal Information Management. Vol.5 I.2 P.175-180

Riduwan dan Akdon. 2007. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit Alfabeta, Bandung

Wibowo, Adi ; Resmana, Lim . 2011. Repository Digital Berbasis OAI dan Rantai Kutipan. Prosiding Seminar Aplikasi Teknologi Informasi di UII 17-18 Juni 2011. Dapat diakses pada http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/2204/2027 [akses pada tanggal 14 Juni 2013]

(18)

Surachman, Arief. 2011. Jaringan Perpustakaan Digital di Indonesia : pembelajaran dari IndonesiaDLN, InherenDL, Jogjalib for All, Garuda dan Jogjalib.net. Konfrensi Perpustakaan Digital Indonesia. Samarinda.

Tirta Wirasta. 2012. Evaluasi kepuasan pengguna katalog induk nasional online Perpustakaan Nasional RI.Bogor. Thesis IPB

Wiraatmaja, Wawan. 2006. Desain dan Implementasi Prototipe Sistem portal e-government di Indonesia.Bogor. Thesis IPB

Whitten JL, Bentley LD. 2007. Systems Analysis & Design for the Global Enterprise. Seventh Edition. New York: McGraw-Hill/Irwin.

Gambar

Tabel 1.  Tabel jumlah sampel repositori terbitan hukum nasional
Tabel 1. Hasil Uji Skenario Komponen Human Computer Interaction.
Tabel 3.  Uji skenario komponen manajemen repositori
Tabel 7. Kesimpulan evaluasi eksternal

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 8(c) menunjukkan bahwa kelompok perlakuan 1 dengan antigen Fim- C+adjuvan dapat dikenali oleh antibodi primer spesifik anti Fim-C, ditandai dengan pita hasil

Pajak penghasilan bagi Wajib Pajak dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sesuai dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17

Implementasi Kemampuan Guru dalam Menerapkan Model Bimbingan untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Motorik, Sosial, dan Perhhatian Siswa Autis .... Implementasi

Sedangkan menurut Berkowitz (2005), agresi ialah tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja.

Selain itu persepsi pendengar ini juga menjadi bahan pertimbangan dan masukkan bagi radio Swaragama FM sebagai media massa yang memiliki fungsi sosial dengan

Pengukuran laju respirasi dilakukan dalam wadah stoples kaca. Perlakuan buah utuh, setengah kupas melintang, setengah kupas membujur dan kupas penuh dimasukkan ke dalam

Sosialisasi didalam Kantor Pelayanan Pajak Mataram Barat itu sebagai bentuk jangka panjang, jadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mataram Barat tidak bisa mengukur

Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase daya keeambah benih normal lebih tinggi pada varietas Anjasmoro (93,0%), yang berbeda nyata dengan varietas lainnya, kecuali dengan