BANJARSARI, KOTA SURAKARTA
NDA
Skripsi
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana
Jurusan Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh
SLAMET PRASOJO
D3207045
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user iv Dengan rasa syukur kupersembahkan karya kecil ini teruntuk:
Allah SWT
Puji Syukur kuatas rahmat dan kehadirat Mu Raja Semesta Alam
Bapak Ibuk Tercinta
Tiada ungkapan kasih dan sayang yang lebih mulia selain ungkapan kasih dan sayang serta nasehat yang diberikan oleh
Ibu dan Bapak dalam membimbing hidup menuju suatu harapan yang didambakan. Terima kasih atas doa yang selalu
mengiringi setiap langkah ananda dan pengorbanan tanpa pamrih demi keberhasil anananda
commit to user v
“Jadikan sabar dan sholat sebagai pedomanmu, sesungguhnya yang demikian sungguh berat kecuali bagi orang yang khusuk.”
(QS. Al Baqarah : 45)
“Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.”
(Nabi Muhammad Saw)
“ Sungguh bersama kesukaran pasti ada kemudahan; Dan bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Karena itu, bila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan sungguh-sungguh. Hanya kepada Tuhanmu hendaknya kau berharap ”
( Q.S. AsySyarh : 5 – 8 )
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(ArRa’du: 11)
“ Pintu kebahagiaan terbesar adalah doa kedua orang tua. Berusahalah mendapatkan doa itu dengan berbakti kepada mereka berdua agar doa mereka menjadi benteng yang kuat yang menjagamu dari semua hal yang tidak Anda sukai ”
commit to user vi
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsiini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan
Sosiologi
Penulis dapat mendapatkan bimbingan, petunjuk, dukungan dan bantuan yang berharga
dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Pawito Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebela Maret Surakarta.
2. Bapak Dr. Bagus Haryono M.Si, selaku ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebela Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. T.A Gutama M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Non Reguler
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebela Maret Surakarta dan selaku
Pembimbing Akademik.
4. Bapak Argyo Demartoto, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang penuh perhatian
dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, pengarahan, petunjuk dan motivasi dalam
melakukan penulisan skripsi ini.
commit to user vii
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan dan
kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Amin. Dengan penuh kerendahan
hati disadari masih adanya kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki penulis. Namun demikian semoga penulisan skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya, khususnya bagi penulis
sendiri. Amin.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Surakarta, Mei 2012
commit to user
viii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR MATRIKS ... xv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11
B. Konsep Yang Digunakan ... 24
commit to user
ix
C. Penelitian Terdahulu ... 33
D. Kerangka Berpikir ... 36
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37
B. Lokasi Penelitian ... 37
C. Sumber Data ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
E. Populasi ... 39
F. Sampel... 39
G. Teknik Pengambilan Sampel ... 40
H. Validitasi Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 44
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44
1.1Keadaan Geografi ... 44
1.1.1 Letak dan Batas Wilayah ... 44
1.1.2 Luas Wilayah ... 45
1.2Keadaan Demografi ... 45
1.2.1 Jumlah Penduduk ... 45
commit to user
x
Pendidikan ... 47
1.2.4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian 48
1.2.5 Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 49
1.2.6 Sarana dan Prasarana ... 50
1.3Wanita Pekerja Seks di Jalan Jalak 2 Cindorejo Lor RT
02 RW 07, Kelurahan Gilingan ... 53
1.4Sarana dan Prasarana Ibadah ... 54
2. Karakteristik Sosial Ekonomi Wanita Pekerja Seks yang
Beragama Islam di Kelurahan Gilingan ... 55
3. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Keagamaan Wanita
Pekerja Seks ... 67
3.1Pengetahuan Seorang Wanita Pekerja Seks tentang
Keagamaan ... 67
3.2Pamahaman Wanita Pekerja Seks tentang Norma
Agama ... 69
3.3Sikap Wanita Pekerja Seks Terhadap Agam yang
Dianut ... 74
3.4Perilaku Keagamaan Wanita Pekerja Seks ... 76
B. Pembahasan ... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 88
commit to user
xi
commit to user
xii
Tabel : Halaman
Tabel 1. Penduduk dalam Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 46
Tabel 2. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 47
Tabel 3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 49
Tabel 4. Penduduk Menurut Agama ... 50
Tabel 5. Sarana Komunikasi ... 51
commit to user
xiii
Bagan : Halaman
Bagan 1. Kerangka Berfikir ... 36
commit to user
xiv
Matriks : Halaman
Matriks 1. Karakteristik Wanita Pekerja Seks ... 66
Matriks 2. Pengetahuan Keagamaan Wanita Pekerja Seks ... 72
Matriks 3. Sikap Wanita Pekerja Seks Tentang Agama yang Dianut ... 76
Matriks 4. Perilaku Keagamaan Wanita Pekerja Seks ... 78
commit to user
xv
SLAMET PRASOJO, D 3207045, “PERILAKU KEAGAMAAN WANITA PEKERJA SEKS YANG BERAGAMA ISLAM DI KELURAHAN
GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, KOTA SURAKARTA” Skripsi,
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah memberi gambaran tentang perilaku keagamaan yang dilakukan oleh wanita pekerja seks di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
Penelitian ini mengarah kepada perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, sehingga fokus penelitian ini diadakan di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta yang mengambil salah satu lokasi dimana lokasi tersebut dapat ditemui wanita pekerja seks, yaitu di Jalan Jalak 2, yang merupakan jalan yang dapat dtemui wanita pekerja seks (WPS) . Untuk pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik Purposive Sampling dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui permasalahan secara mendalam. Penelitian ini menggunakan paradigm Definisi Sosial, dan teori yang digunakan adalah Teori Aksi dari Talcott Parsons yang lebih mengarahkan pada tindakan-tindakan individu. Validitas data menggunakan trianggulasi data. Trianggulasi data dengan menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data yang sama yaitu dengan melakukan crosscheck dengan beberapa sumber yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu wanita pekerja seks, laki-laki penjaja seks, sesama wanita pekerja seks dan Ketua Pokja Jalan Jalak 2 yang sekaligus Ketua RT 02 RW 06.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Jalan Jalak 2, Kelurahan Gilingan sangatlah minim dan melanggar norma-norma agama. karena pengetahuan dan pemahaman wanita pekerja seks tentang keagamaan rendah atau kurang. Dasar keagamaan wanita pekerja sek kurang atau tidak kuat. Mereka mendapatkan pengetahuan mengenai kaidah-kaidah agama Islam sejati : doa dan sholat lima waktu, ritual ( sholat Ied, beramal) serta sanksi norma seperti perbuatan yang haram dilakukan dan perbuatan yang dilarang ketika kecil, SD. Pada umumnya wanita pekerja seks mempunyai sikap negatif terhadap agama yang dianut. Wanita pekerja seks merasa dan berpikir bahwa pekerjaan mereka melanggar norma-norma agama sehingga belum atau tidak mentaati ajaran agama, belum atau tidak melaksanakan sholat lima waktu, beribadah, berpuasa, membayar zakat dan sebagainya. Jadi temuan penelitian adalah hasil penelitian bahwa wanita pekerja seks belum berperilaku keagamaan sesuai dengan Agama Islam.
commit to user
xv
ABSTRAK
SLAMET PRASOJO, D 3207045, “MUSLIMS FEMALE SEX WORKER’
RELIGIOUS BEHAVIOR IN KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, SURAKARTA” Thesis, Sociology Department, Socials and Politics Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta, 2012.
The purpose of this study is to provide an overview of religious behavior conducted by female sex workers in Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
This study leads to the Muslims female sex worker’ religious behavior in Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, so the focus of this research was held in Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta who took one of the locations where the site can be found female sex worker, ie in Jalan Jalak 2, which is the road that can found female sex workers (prostitutes). For the selection of the sample using purposive sampling technique in which researchers tend to choose informants who know and can be trusted to be
a steady source of data and know the issues in depth. This research uses paradigm of Social
Definition and using Action theory by Talcott Parsons which leads more to the individual actions. The validity of the data use triangulation data. Data triangulation has been done by using multiple sources to collect the same data; it is by crosschecking with some sources which related to this research. The sources are male and female sex workers and Jalan Jalak 2’s work-group chief (also Ketua RT 02/ RW 06).
This result indicates that Muslim female sex worker religious behavior in Jalan Jalak 2, Kelurahan Gilingan is very low and violating the violation norms. It is caused by how they understand about their religion. They are less educated in sexual education and religion. Their basic education about religion is very low and less. They gain the knowledge about real essentials of Islam: praying and sholat, rituals (Sholad Ied, charity) and also norms sanction as forbidden acts when they were child or still in a primary school. Generally, female sex worker have a negative attitudes to their religion. They think that their occupation violates the
religion norms so that they do not obey the religion’s relgulation, fime times praying, fasting,
zakat, and whole about worship to Islam. So the conclusion of the research is that the
woman sex workers does not have Islamic religious attitude yet.
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia
Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan
Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah
negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu
ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Dengan populasi sebesar
222 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke empat di dunia
dan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi
bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih
langsung. Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di
Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste
di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia,
dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku,
bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara
politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"
("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara.
commit to user
wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar ke dua di
dunia.
Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk
Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim
terbanyak di dunia. Sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu
(1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%). Selain agama-agama tersebut,
pemerintah Indonesia juga secara resmi mengakui Konghucu.
Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 29 ayat 1, Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2, Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Oleh karena itu setiap
Warga Negara Indonesia (WNI) harus memeluk agama dan kepercayaan
masing-masing dan mewujudkannya dalam perilaku keagamaan sehari-hari. Di Indonesia
ada beberapa agama yang dipeluk oleh masyarakatnya, yaitu:agama Islam,
agama Kristen, agama Katolik, agama Hindu, agama Budha dan lain-lain
Agama merupakan struktur institusional penting yang melengkapi
keseluruhan sistem sosial. Masalah inti dari agama tampaknya menyangkut
sesuatu yang masih kabur serta tidak dapat diraba, yang realitas empirisnya sama
sekali belum jelas. Ia menyangkut dunia luar (the beyond), hubungan manusia
dengan dan sikap terhadap dunia luar tersebut dalam kehidupan manusia. Agama
moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia berubah.(O”dea , 2000:
1-2).
Dalam pada itu manusia dihadapkan pada tiga masalah fundamental. Ia
siang dan malam diganggu oleh pertanyaan yang muncul dari pengalaman
mengenai ketidakpastian dia sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisi yang
tidak menentu akibat perubahan yang berjalan terus menerus. Kecuali
pengalaman tentang situasi dan kondisi yang tidak menentu, manusia masih
dihadapkan dengan pengalaman lain, yaitu kenyataan mengenai keterbatasan
dalam menguasai dan menundukkan tantangan yang datang dari dunia ini.
Manusia mengalami ketidakmampuan (powerlessness) secara jelas dan berulang
kali. Disamping itu, manusia juga dihadapkan dengan
kelangkaan.(Hendropuspito, 2000:30-31)
Manusia menempuh jalan non religius, selama ia masih sanggup merebut
kebahagiaan itu dengan kekuatan manusiawinya sendiri. Jalan kedua
ditempuhnya ketika manusia mengalami ketidakmampuannya, atau
keterbatasannya kekuatan manusia secara radikal dan total. Dengan kata lain,
dimana manusia tak berdaya sama sekali untuk merebut kebahagiaan itu, disitu
commit to user
dunia lain yang tak dapat dijangkau oleh panca indera, namun dirasa
membantunya. (Hendropuspito,2000:32)
Setiap insan manusia menganut agama dan kepercayaan masing-masing. Manusia menjalankan perintah dan menjahui segala larangan Tuhan, sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma agama yang diyakininya. Begitu pula wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita pekerja seks juga menganut sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau
juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Manusia
memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya
menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu
yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga dan sumber
yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya
sendiri. Misal: Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya
menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi,
De Weldadige dan lain-lain.
Surakarta juga disebut Solo atau Sala adalah kota yang terletak di
provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk Kota Surakarta menurut agama dan
kepercayaan yang dianut yaitu 500.642 jiwa (2010). Dengan luas hannya sebesar
44,03 km² membuat tingkat kepadattan penduduk di Kota Surakarta sangat
Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada
tahun 1755. Masyarakat kota Solo tergolong masyarakat yang plural. Struktur
sosialnya menampakkan struktur sosial masyarakat Indonesia pada umumnya
yang ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal ditandai dengan
kenyataan oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan
perbedaan-perbedaan suku bangsa , agama, dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh
adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang
cukup tajam. ( Imam Baehaqi, 2002:21) Wanita pekerja seks yang tersebar di
wilayah Kota Surakarta dan yang beroperasi di Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, jumlahnya kurang lebih sekitar 42 orang wanita pekerja seks.
Wanita pekerja seks sering kali digambarkan sebagai cerminan dari
kemiskinan kota dan kegagalan adaptasi dari sekelompok orang tertentu terhadap
kehidupan dinamis kota. Banyaknya wanita pekerja seks yang menempati
fasilitas-fasilitas umum di kota-kota besar, tidak selalu disebabkan oleh faktor
dari kota itu sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang
menyebabkan wanita pekerja seks menawarkan diri di pinggir jalan. Kehidupan
rumah tangga asal wanita-wanita tersebut merupakan salah satu faktor
pendorong. Banyak wanita pekerja seks berasal dari keluarga yang diwarnai
ketidakharmonisan, baik itu penderitaan, percekcokan, masalah ekonomi,
hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua baik karena meninggal dunia
commit to user
demikian sangat potensial untuk mendorong anak atau seorang wanita
meninggalkan rumah untuk mencari kebebasan diluar. Faktor lain yang menjadi
alasan anak atau seorang wanita untuk lari dari rumah adalah faktor ekonomi
rumah tangga. Dengan adanya kemiskinan dan krisis ekonmi, memaksa setiap
anggota keluarga untuk paling tidak menghidupi dirinya sendiri. Dalam keadaan
seperti ini, sangatlah mudah bagi anak atau seorang wanita untuk terjerumus ke
kehidupan malam yang penuh kebebasan.
Permasalahan kehidupan wanita pekerja seks sangatlah kompleks dan
rumit, bersumber dari latar belakang kehidupan masa lalu, situasi penuh ancaman
dari kehidupan jalanan, serta bentuk depresi sosial ekonomi, kultural dan
psikologikal. Semua faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan pola
perilaku dan kematangan mental emosional mereka. Penyalahgunaan pergaulan
seks bebas, kecenderungan perilaku impulsive dan agresif, perbuatan yang
menjurus pada tindak kriminal menyajikan sebuah penyimpangan kultural.
Wanita tuna susila atau wanita pelacur adalah wanita yang menjual tubuhnya
untuk memuaskan seksual laki-laki siapapun yang menginginkannya, dimana
wanita tersebut menerima sejumlah uang atau barang (umumnya dengan uang
dari laki-laki pemakainya).
Lingkungan kehidupan malam di jalanan dengan sub kultur jalanannya
memberikan nilai-nilai yang membingungkan dan seringkali bertentangan
seks, khususnya pada tahap krisis tersebut. Berbagai tindakan kekerasan,
penganiyaan, baik yang di lihat ataupun dialami sendiri, merupakan pola-pola
yang dicontohkan pada mereka. Sehingga kecenderungan tumbuhnya pola
perilaku yang bertentangan secara eksternal dengan konformitas kehidupan sosial
pada wanita pekerja seks merupakan konsekuensi logis dari subkultur jalanan.
Perlahan secara bertahap mereka mengalami perubahan perilaku kearah
pelecehan dan pelanggaran norma dan hukum. Mereka mulai liar, seenaknya,
tidak mau peduli pada orang lain, melakukan pelanggaran hukum dan norma.
Perubahan perilaku ini tampak dari ucapan-ucapan dan tindakan, kata-kata kotor,
makian yang berkaitan dengan binatang, perkelaminan, perilaku senggama
menjadi bahasa sehari-hari.
Keberadaan wanita pekerja seks dianggap sebagai kotoran kota yang
harus disingkirkan. Menjadi pekerja seks merupakan sebuah pilihan bagi mereka,
dimana mereka mempunyai kebebasan dalam menentukan kehidupan mereka.
Makian sebagai sampah masyarakat dan sorot penuh curiga dari setiap orang
yang ditemui adalah kejadian sehari-hari. Di jalan mereka di kejar-kejar aparat,
sementara ketika kembali ktengah masyarakat merekapun ditolak. Mereka terusir
dan terbuang dari kehidupan norma masyarakat. Wanita pekerja seks terbiasa
dengan kerasnya kehidupan, mereka menciptakan norma-normanya sendiri yang
commit to user
Seringnya wanita pekerja seks melakukan berbagai macam bentuk
perilaku menyimpang menyebabkan mereka mendapat label dan stigma negatif
dari masyarakat sehingga masyarakat menganggap perilaku mereka
menyimpang dari norma – norma agama. Sehingga wanita pekerja seks
diasingkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat, mereka mengalami
kemiskinan secara moralitas. Sehingga hal itu mendorong penulis untuk
melakukan penelitian terhadap perilaku beragama yang dilakukan wanita pekerja
seks.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah perilaku
keagamaan wanita pekerja seks yang beragama Islam di Kelurahan Gilingan,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam melaksanakan penelitian agar mempunyai sasaran yang jelas dan
sesuai dengan yang dikehendaki, maka perlu ditetapkan suatu tujuan
diadakannya suatu penelitian penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi wanita pekerja seks di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui pengetahuan keagamaan wanita pekerja seks yang
beragama Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjasari, Kota
Surakarta.
3. Untuk mengetahui sikap wanita pekerja seks yang beragama Islam di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Koto Surakarta terhadap agama
yang dianut.
4. Untuk mengetahui perilaku keagamaan wanita pekerja seks yang beragama
Islam di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan
pemerintah dalam membuat kebijakan dalam menangani masalah wanita
commit to user 3. Penelitian
Penelitian ini dibuat agar nantinya dapat menjadi pegangan atau acuan
commit to user TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Agama dianggap mengidentifikasikan individu dengan kelompok,
menolong individu dalam ketidakpastian, menghibur ketika dilanda kecewa,
mengaitkannya dengan tujuan–tujuan masyarakat, memperkuat moral, dan
menyediakan unsur– unsur identitas. Menurut Watson,Morris, Hood, & Stuts dalam penelitiannya yang berjudul: “Religion and power social”, menyatakan
bahwa:
“Religion is considered as one of the most important social force and
stable in shaping the lives of individuals. Like religion, ethical ideology is
another human Endeavor Often the which is sought after for meaning. Like the
religious, ethical ideology is a business man who often sought for meaning.
Although personal religiousness is acknowledged as a social force with a
fundamental role in ethical development, interaction and relationship Between
the two has not been thoroughly researched. Although personal religion is
recognized as a social force with a fundamental role in ethics, interactions and
relationship development between the two has not been thoroughly researched.
Besides, Controversies in the religious orientation literature May Reflect the
unavoidable Influences of ideology in the psychology of religion”. ( Watson,
commit to user
Agama bertindak menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan
mendukung pengendalian social, menopang nilai- nilai dan tujuan mapan, dan
menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan. Ia juga dapat
melakukan peran risalat dan membuktikan dirinya sebagai sesuatu yang tidak
terpecahkan atau bahkan memiliki pengaruh subversive yang mendalangi masyarakat terentu. ( O”dea , 2000:29-30 ).
Durkheim memandang subyek agama adalah kelompok itu sendiri yakni
masyarakat, yang berada dibelakang heterogenitas peralatan dan simbol – simbol
yang menyatakan ekspresi nyata bagi mereka yang menyakininya, (O‟dea, 2000 :
22). Menurutnya, agama berfungsi melestarikan masyarakat, memeliharanya
dihadapan manusia dalam arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan dasar
manusia untuknya. Didalam ritus pemujaan, masyarakat mengukuhkan kembali
dirinya dalam perbuatan simbolik yang menampakkan sikapnya., yang dengan itu
memperkuat sikap yang diambil secara bersama dan pada gilirannya memperkuat
masyarakat sendiri. ( O”dea, 2000:23)
Dengan menitikberatkan pengukuhan kembali kelompok lewat pemujaan
agama, dan pemberian sanksi masyarakat dalam agama itu sendiri, Durkheim
menunjukkan fungsi sosial agama yang strategis. Demikian pula dengan agama,
di dalam ritusnya tertanam pelaksanaan sentimen yang menopang norma dan
nilai – nilai yang fundamental dan karena itu memantapkan kembali norma
saling memperkuat ini keprcayaan beragama memberikan sanksi norma tingkah
laku dan menyediakan pembenaran terakhir, sedang ritus kegamaan menanamkan
dan melaksanakan sikap- sikap pengungkapan, dan oleh karena itu akan
memperkuat sikap memiliki dan menghormati dimana norma yang demikian ini dianut. (O”dea, 2000 :24)
Paradigma menurut Robert Friedrichs adalah suatu pandangan mendasar
dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject
matter) yang semestinya dipelajari. ( Ritzer, 2004 : 6) Paradigma membantu
merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang
mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa
yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan
dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut. (Ritzer, 1985 : 7) Ritzer
membedakan tiga paradigma dalam sosiologi : (1) Paradigma fakta sosial, (2)
paradigma definisi sosial, (3) paradigma perilaku sosial.
Dalam melihat masalah sosial penelitian ini menggunakan paradigma
fakta social dan paradigma definisi sosial. Fakta sosial pertama kali
diperkenalkan oleh Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis. Menurutnya ,
fakta sosial adalah suatu cara bertindak yang tetap atau sementara, yang memiliki
kendala dari luar atau suatu cara bertindak yang umum dalam suatu masyarakat
yang terwujud dengan sendirinya sehingga bebas dari manifestasi individual.
commit to user
mempengaruhi gejala individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik
psikologis, biologis, atau karakteristik individual lainnya. Lebih lagi, karena
gejala sosial merupakan fakta yang riil, gejala–gejala itu dapat dipelajari dengan
metode empiris yang memungkinkan satu ilmu tentang masyarakat dapat
dikembangkan. (Kahmad, 2000: 4-5)
Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian utamanya pada realitas
sosial pada tingkatan makro obyektif dan makro subyektif. Pokok persoalan yang
harus menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi menurut paradigma ini
adalah fakta sosial. (Ritzer, 2004:21). Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas
dua macam :
1. Dalam bentuk material yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap
dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari
dunia nyata, contohnya arsitektur dan norma hukum.
2. Dalam bentuk non material, yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial
jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjective yang hanya dapat
muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya seperti egoisme,
alturisme, opini.
( Ritzer, 2004:17).
Seperti halnya perilaku keagamaan yang dilakukan oleh wanita pekerja
seks merupakan fakta sosial yang bersifat non material karena agama merupakan
dan hanya ada dalam kesadaran manusia sedangkan perilaku keagamaan
merupakan perwujudan dari agama.
Ada tiga teori yang termasuk dalam paradigma fakta sosial yaitu teori
fungsionalisme struktural, teori konflik dan teori sistem. Di dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teori fungsionalisme struktural karena permasalahan yang
diteliti relevan bila dianalisis dengan teori fungsionalisme struktural. Teori
fungsionalisme struktural memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial
yang berada dalam suatu keseimbangan, yang memolakan kegiatan manusia
berdasarkan norma–norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat
peran serta manusia itu sendiri. Masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau
institusi. Elemen-elemen itu antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama,
pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain.( Raho. 2007:48).
Didalam fungsionalisme struktural, manusia diperlakukan sebagai
abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga
atau struktur-struktur sosial.(Poloma,1987:43). Lembaga–lembaga yang
kompleks ini keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana
setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan
semua bagian lain yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sistem
keseluruhan. Sedangkan sistem sosial adalah interaksi antara dua atau lebih
individu di dalam suatu lingkungan tertentu dan organisasi-organisasi
commit to user
Tindakan sosial adalah tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada
orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat
subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau
merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh
situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
(Ritzer, 2004:38) Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara individu-individu
melainkan juga terdapat antara kelompok-kelompok, institusi-institusi,
masyarakat-masyarakat, di dalam pengertian ini, agama merupakan salah satu
bentuk perilaku manusia yang terlembaga. ( O‟dea, 2000:3 )
Wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita
pekerja seks juga menganut agama atau sistem / prinsip kepercayaan kepada
Tuhan. Wanita pekerja seks juga menjalankan perintah dan menjuhi segala
larangan Tuhan. Akan tetapi menurut Pitirim Sorokin menyatakan bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang diharapkan untuk mempelajari :
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan non sosial
3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
(Soekanto, 1990 : 19-20).
Dari definisi tersebut tampak bahwa sebagaimana halnya dengan
ilmu-ilmu sosial lainnya obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut
masyarakat. Masyarakat mempunyai batasan yang cukup luas yang mencakup
berbagai faktor termasuk didalamnya juga mencakup tentang pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat tersebut. (Soekanto, 1990 : 23).
Oleh karena itu selain paradigma fakta sosial yang relevan digunakan
dalam penelitian ini adalah paradigma definisi sosial. Ada tiga teori yang
mencakup dalam paradigma definisi sosial yaitu Teori Aksi, Teori
Interaksionisme Simbolik, dan Teori Fenomenologi.
Exemplar paradigma definisi sosial ini salah satu aspeknya yang sangat
khusus adalah dari karya Max Weber yakni, mengartikan sosiologi sebagai studi
tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah ”tindakan
yang penuh arti” dari individu. Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu
adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai arti subyektif
bagi dirinya dan diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa
dihubungkan dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial.
Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata
diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan ”membatin” atau
bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi
tertentu, atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari
pengaruh situasi yang serupa, atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi
commit to user
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar hubungan
sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian
sosiologi yaitu :
1) Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif.
Ini meliputi tindakan nyata.
2) Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat
subyektif.
3) Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang
sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.
4) Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.
5) Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang
lain itu.
( Ritzer, 2002 : 38-39 )
Tindakan manusia disini menghasilkan karakter yang berbeda sebagai
hasil dari bentukan proses interaksi dalam dirinya sendiri. Untuk bertindak,
seseorang individu harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dia inginkan,
dalam hal ini juga berlaku pada wanita pekerja seks yang tercemin dalam perilaku
keagamaan ketika ingin melakukan ibadah misalnya disaat kondisi yang mungkin
seharusnya tidak melakukan hal tersebut.
Secara definitif Weber berusaha untuk menafsirkan dan memahami
sampai kepada penjelasan kausal. Di dalam definisi ini terkandung dua konsep
dasar, yaitu pertama konsep tindakan sosial. Kedua konsep tentang penafsiran
dan pemahaman. Konsep terakhir ini menyangkut metode untuk menerangkan
yang pertama. Dalam mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui
penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Peneliti sosiologi
harus mencoba menginterpretasikan tindakan si aktor. Dalam artian yang
mendasar, sosiolog harus memahami motif dan tindakan si aktor. Dalam hal ini
Weber menyarankan dua cara, dengan melalui kesungguhan dan dengan mencoba
mengenangkan dan menyelami pengalaman si aktor.
Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam
empat tipe, yang mana semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah
dipahami. Empat tipe tindakan sosial tersebut adalah:
1. Zwerk rational
Yakni tindakan murni. Dalam hal ini maka aktor tidak hanya sekedar menilai
cara terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan
itu sendiri.
2. Werktrational action
Dalam tindakan ini aktor tidak dapat menentukan apakah cara-cara yang
dipakai merupakan cara yang paling tepat untuk mencapai tujuan ataukah
merupakan tujuan itu sendiri. Namun demikian ini rasional dapat
commit to user 3. Affectual action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh emosi dan kepura-puraan si
aktor, tindakan ini sukar dipahami dan tidak rasional.
4. Traditional action
Tindakan yang didasarkan akan kebiasaan-kebiasaan melakukan sesuatu di
masa lain.
(Ritzer, 2002:40-41).
Perilaku keagamaan wanita pekerja seks dalam hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dari dalam dan dari luar individu. Disamping
susunan syaraf yang mengontrol reaksi individu terhadap gejala rangsang, aspek
didalam diri individu yang juga sangat berpengaruh dalam pembentukan
perubahan perilaku, ialah persepsi, motivasi dan emosi. Pengertian ”persepsi” itu
sendiri adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan,
pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Perilaku dipengaruhi pula oleh ”emosi” atau perasaan individu. Terkait pada pengertian ”motivasi”, adalah
dorongan bertindak untuk memuaskan kebutuhan. Dorongan ini yang diwujudkan
dalam bentuk tindakan atau perilaku. ( Sarwono, 1997 : 2-3 )
Seseorang bertindak berdasarkan motif-motif tertentu. Dalam hal ini
Weber juga menyatakan dua cara memahami motif yaitu dengan melalui
kesungguhan dan dengan mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman
Motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak
dalam melakukan sesuatu hal. Menurut Burton dapat dibagi menjadi dua macam,
antara lain motif Intrinsik dan motif Ekstrinsik.
1) Motif Intrinsik
Motif intrinsik adalah motif yang timbul dari dalam seseorang untuk berbuat
sesuatu (yang mendorong bertindak ialah nilai-nilai yang terkandung dalam
obyeknya itu sendiri).
2) Motif Ekstrinsik
Motif Ekstrinsik adalah motif yang timbul dari luar atau lingkungan.
( http: //areev.blogdrive.com )
Dikatakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of
Human Behavior, motif adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu
organisme yang mengarahkan tingkahlaku atau perbuatan ke suatu tujuan atau
perangsang. Pada umumnya suatu motivasi atau dorongan pernyataan yang
kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap
suatu tujuan (goal) dan perangsang (incentive). Tujuan (goal) adalah yang
menentukan atau membatasi tingkah laku organisme itu.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan mengenai
pengetahuan, sikap dan perilaku seksual wanita pekerja seks dalam kaitannya
dengan keagamaan. Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
commit to user
atau dorongan untuk melakukan sebuah tindakan. Dalam teori aksi, Weber
berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas
pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu obyek stimulus
atau situasi tertentu. Sedangkan wujud tindakan dalam beberapa asumsi
fundamental dari ”teori aksi” yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk
karya Mac Iver, Znanieck dan Parsons sebagai berikut :
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari
situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan-tujuan.
3. Dalam bertindak manusia mengguankan cara, teknik, prosedur, metode serta
perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat
diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan,
sedang dan yang telah dilakukannya.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul
pada saat pengambilan keputusan.
7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemaknaan teknik
penemuan yang bersifat subyektif.
Talcoltt Parsons merupakan pengikut Weber yang utama. Teori Aksi yang
dikembangkannya menyatakan "action" adalah secara tidak langsung sebagai
suatu aktifitas, kreatifitas, dan proses penghayatan diri individu. Parsons
menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai
berikut :
1. Adanya individu selaku aktor.
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuannya.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi
tindakannya dalam mencapai tujuan.
5. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide
abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta
tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
Seringnya wanita pekerja seks melakukan berbagai macam bentuk
perilaku menyimpang menyebabkan mereka mendapat label dan stigma negatif
dari masyarakat sehingga masyarakat menganggap perilaku mereka
menyimpang dari norma–norma agama. Sehingga wanita pekerja seks diasingkan
dan dianggap sebagai sampah masyarakat, mereka mengalami kemiskinan
secara moralitas. Agama yang oleh masyarakat dianggap sebagi ukuran atau
standar dari tingkah laku para anggotanya dianggap oleh wanita pekerja seks
commit to user
mereka hadapi. Dengan demikian munculah suatu perilaku keagamaan dalam
kehidupan wanita pekerja seks sebagai perwujudan dari agama yang mereka
anut.
B. KONSEP-KONSEP YANG DIGUNAKAN 1. Perilaku Keagamaan
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Menurut Fazilah Idris,et,al dalam
penelitiannya. Religious Personality and Perceived Behavior Among
Faith-Practicing Communities in Malaysia: Uniting or Dividing Factors,
menyatakan bahwa :
“This paper aims to report the findings on the contribution of religious
personality, as the manifestation of one’s religious belief, on the interethnic
perceived behavior among different levels of religious practice. Religious
personality comprises of three major factors: pro-social behavior, ritual
behavior and anti-social behavior, while religious practice is categorized into
high, medium, low and not practicing. It is hypothesized that religious
personality of the youth may influence interethnic perceived behavior by
enhancing mutual understanding and respect, tolerate, and behave
Dalam penelitian yang berjudul: Kepribadian Beragama dan Persepsi
Perilaku Dikalangan Komunitas yang Mempraktekkan Keyakinan Di
Malaysia: Faktor Pemersatu atau Pemecah Belah, oleh Fazilah Idris, dkk.
Dinyatakan bahwa:
Makalah ini bertujuan untuk melaporkan temuan-temuan mengenai
kontribusi kepribadian beragama sebagai perwujudan dari keyakinan
beragama, terhadap persepsi perilaku antar etnik diantara tingkatan praktek
keagamaan yang berbeda-beda. Kepribadian beragama terdiri atas tiga faktor
utama, yaitu: perilaku pro sosial, perilaku ritual dan perilaku antisosial,
sedangkan praktek keagamaan dikelompokkan kedalam praktek tinggi,
sedang, rendah dan tidak praktek. Diduga bahwa kepribadian beragama
pemuda dapat mempengaruhi persepsi perilaku antar etnik dengan
meningkatkan sikap saling memahami, menghormati, toleransi dan
berperilaku secara tepat agar hidup dalam kerukunan.
Agama merupakan usaha manusia untuk mencapai kebahagiaan di
dunia sekarang maupun dunia yang akan dating. Agama adalah sarana yang
digunakan manusia dalam usahanya mencapai kebahagiaan dalam
hubungannya dengan Tuhan dan dalam hubungannya dengan sesamanya
commit to user
Dalam bukunya, American Piety: the Nature of Religious
Comitment,C.Y. Glock dan R. Stark menyebutkan lima dimensi beragama
yaitu:
a. Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengharapan sambil berpegang
teguh pada teologis tertentu.
b. Dimensi praktik agama yang meliputi perilaku simbolik dari
makna-makna yang terkandung didalamnya.
c. Dimensi pengalaman keagamaan yang merujuk pada seluruh keterlibatan
subjektif dan individual dengan hal –hal yang suci dari suatu agama.
d. Dimensi pengetahuan agama, artinya orang memiliki pengetahuan tentang
keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi.
e. Dimensi konsekuensi yang mengacu pada identifikasi akibat – akibat
keyakinan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke
hari. (Kahmad, 2000 :53 -54 )
Keagamaan merupakan pengalaman pada titik kritis yang ditandai oleh
sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan
pengalaman yang suci. (O”dea,2000:34) . Dalam agama Islam dijelaskan
bahwa agama mempunyai fungsi, fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan
luhur manusia di dunia ini. Yaitu cita-cita manusia untuk mendapatkan
kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119
Maka kami berkata: “Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah
musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi
celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan
telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
Kesejahteraan lahir terpenuhi karena ketiga kebutuhan pokok manusia
terpenuhi demikian pula dengan kesejahteraan batin dan Adam bersama
istrinya diharapkan dengan usaha bersungguh-sungguh dapat mewujudkan
bayang-bayang surga itu di permukaan bumi dengan berpedoman
petunjuk-petunjuk ilahi dengan kata lain agama.
Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan
masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang
diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana
keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada
kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi
setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat
rasa solidaritas dan kewajiban sosial.
Kemudian jika dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama
adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu
commit to user
fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di
bawah ini:
a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia
karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia(secara
keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan
dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia,
melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam
menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t)
dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).
b. Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia
merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri.
Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib
dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini
sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah
fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.
c. Memainkan fungsi peranan sosial.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok
manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman
dunia dan nilai yang sama.Perilaku merupakan proses respons / reaksi
seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar manapun dari
dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat aktif ( Sarwono, 1997 : 1).
Menurut Blomm, perilaku dapat dibedakan menjadi tiga Yaitu:
a. Perilaku kognitif (pengetahuan)
Pengetahuan merupakan gejala mengenai pikiran. Yang
berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta
harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
Meskipun tidak seluruhnya benar-benar tepat, tetapi kognisi suatu
obyek tersebut sangat kompleks.
b. Perilaku efektif (emosi) atau Sikap
Sikap merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional,
subjektif seseorang terhadap suatu obyek sikap
c. Perilaku psikomotorik (tindakan/gerak)
Tindakan merupakan kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dalam struktur
sikap menunjukkan bagian perilaku kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang
dihadapi.
commit to user
Mitfah Toha mendefinisikan perilaku sebagi suatu fungsi dan
interaksi antara seorang individu dan lingkungannya. (Toha,
1990:34) Sedangkan Soerjono Soekanto mendefinisikan perilaku
sebagai cara pandang bertingkah laku tertentu. (Soekanto, 1985:51).
Jadi perilaku keagamaan adalah gejala (fenomena) yang ada pada diri manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang dapat meninggalkan suatu usaha yang dapat menaungi kehidupan manusia dengan cara melaksanakan semua perintah Tuhan seperti menjalankan sholat lima waktu, beribadah,berpuasa, membayar zakat dan lain sebagainya sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan semua larangan-Nya. (http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2204639-pengertian-perilaku
keagamaan/#ixzz4OhKputX4 )
2. Wanita Pekerja Seks
Membicarakan masalah-masalah perempuan selalu aktual dan menarik
karena tidak akan pernah kehabisan isu. Sepanjang peradaban kehidupan
manusia, perempuan hanya memainkan peran social, ekonomi maupun politik
yang todak signifikan, dibandingkan dengan peran laki-laki. Secara struktural
maupun fungsional mereka selalu terpinggirkan. Sebaliknya peran perempuan
lebih menonjol sebagai istri maupun ibu rumah tangga. (Maria Ulfah Anshor.
Wanita pekerja seks adalah salah satu bentuk perilaku yang
menyimpang di masyarakat yaitu perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan
diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam
masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma, dan
penyimpangan ini terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan baku dalam
masyarakat.
Wanita pekerja seks sering disebut dengan wanita pelacur. Padahal kata „pelacur‟ sendiri kontroversial. Sebagian feminis menganggap kata itu
menyudutkan perempuan bahkan menguatkan stigma yang selama ini
diberikan masyarakat untuk perempuan yang terlibat dalam bisnis seks
komersial. Padahal bisnis tersebut selalu melibatkan dua pihak, perempuan
dan laki-laki. Malahan tak sedikit laki-laki yang terlibat sebagai penjual jasa seks. Sama kontroversialnya dengan kata „pekerja‟ seks. Kata „pekerja‟
membingungkan karena bisa berarti jenis kerja yang bisa dicita-citakan.
Padahal tidak seorang wanita yang punya cita-cita menjadi pekerja seks.
Wanita tuna susila atau yang kebih dikenal dengan sebutan WPS atau pelacur
merupakan salah satu masalah sosial yang keberadaannya sudah sangat lama
dan sebagai masalah sosial karena perbuatan ini dianggap melanggar
norma-norma masyarakat maupun agama.
Wanita yang berprofesi sebagai pelacur disebut “pekerja”, tetapi di sisi
commit to user
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pengertian pekerja atau buruh, yaitu setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Namun, bukan untuk orang-orang yang berprofesi sebagai pelacur atau wanita tuna susila. Kata “pekerja”
sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan lapangan pekerjaan serta
orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang
dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan yang diperbolehkan harus
memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan
perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan dan keselamatan
kesehatan kerja.
Meskipun bekerja sebagai WPS dianggap melanggar norma dan
moralitas, namun sebagai individu mereka tidak dapat terlepas dari
lingkungan sosialnya. Untuk itu diperlukan adanya proses penyesuaian diri,
dalam interaksinya mereka berusaha menutupi pekerjaan sebagai WPS,
terutama di lingkungan keluarga dan tempat tinggal, untuk menghindari
keterasingan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian diri yang dilakukan
bersifat pasif, mereka menyesuaikan diri dengan bersikap dan bertingkah laku
layaknya individu lain di lingkungan tersebut.
Penelitian yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Eny Listyowatiningsih yang berjudul Perilaku Keagamaan “Anak Jalanan” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Keagamaan “ Anak Jalanan
“ di Pondok Bahtera, Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta). Menurut hasil penelitian tersebut bahwa anak memutuskan hidup di
jalan lebih banyak disebabkan masalah ekonomi keluarga yang sangat
memprihatinkan dimana keluarga tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan hidup
mereka sehingga mereka bekerja sebagai pengamen dan pemulung yang tidak
memerlukan keterampilan khusus untuk melakukannya. Ketika masih tinggal
dengan keluarga mereka tidak pernah melakukan kegiatan agama tetapi setelah
tinggal di Pondok Bahtera mereka mulai belajar mengenai agama. Dalam
melakukan kegiatan agama anak jalanan di Pondok Bahtera melakukan
seperangkat praktek dari ajaran agama yang mereka anut, sehingga melahirkan
perilaku agama bagi mereka. Perilaku agama ini diwujudkan dengan melakukan
ritus agama dan perilaku yang mereka tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.
D. KERANGKA BERPIKIR
Setiap umat manusia menganut agama dan kepercayaan masin-masing.
Manusia menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan Tuhan sesuai
commit to user
wanita pekerja seks tak ubahnya seperti manusia yang lain. Wanita pekerja seks
ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan sebagainya, namun
dalam penelitian ini yang menjadi obyek peneliti adalah wanita pekerja seks yang
beragama Islam. Wanita pekerja seks yang beragama Islam mempunyai
pengetahuan keagamaan yang diperolehnya semenjak kecil hingga sekarang. Jadi
mereka memperoleh pengetahuan keagamaan baik dari keluarga, sekolah maupun
dari lingkungan sekitar. Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi
wanita pekerja seks.
Pengetahuan keagamaan (Islam) meliputi: kaidah dan norma-norma agama
Islam baik ritual dan ajaran agama Islam ( perintah dan larangannya ), doa
(meminta sesuatu kepada sang Pencipta), sholat lima (5) waktu, membaca
Al-Quran, berpuasa, beramal dan berzakat dan sebagainya. Wanita Pekerja Seks akan
mengambil sikap terhadap keagamaan atau agama yang dianut, berdasarkan hati
dan pikirannya yang akan membuat mereka kemudian akan bersikap. Sikap yang
mereka tunjukkan dapat berupa sikap positif maupun negatif. Hal ini akan terlihat
dan terwujud dalam bentuk perilaku atau tindakan mereka sehari-hari yang
bertolak dengan ajaran Islam yang dianut.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyajikan dalam bagan kerangka
berfikir sebagai berikut : Seorang wanita pekerja seks yang beragama Islam
mendapatkan pengetahuan keagaamaan, mereka juga melaksanakan ibadah
kaidah-kaidah dan sanksi, norma/hukum (dosa), semuanya itu tergantung dari amal
ibadah dan perbuatan mereka di dunia. Bagaimana wanita pekerja seks bersikap
terhadap agama yang dianut, baik sikap positif (baik) dan sikap negatif (tidak
baik) akan menentukan kualitas hidup mereka baik di dunia dan di akhirat. Sikap
terhadap agama yang dianut diwujudkan dalam perilaku keagamaan meliputi
beberapa hal yaitu, mentaati ajaran agama, melaksanakan sholat lima waktu, dan
beribadah/berpuasa, membayar zakat.
commit to user Kerangka Berfikir
Wanita Pekerja Seks yang beragama Islam
Pengetahuan tentang keagamaan 1. Kaidah-kaidah agama Islam
-Doa dan Sholat lima waktu -Ritual (sholat Ied, beramal) 2. Sanksi,norma / hukum (doa)
-Perbuatan yang harus dilakukan -Perbuatan yang dilarang
Perilaku keagamaan -Mentaati ajaran agama
-Melaksanakan sholat lima waktu
-Beribadah,berpuasa, membayar zakat dll. Sikap terhadap agama
1. Positif - Baik 2. Negatif
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif. Penelitian
diskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan
(diskripsi mengenai situasi atau kejadian-kejadian). (Moleong, 2000 : 6).
Penelitian ini bertujuan memberi gambaran tentang perilaku keagamaan yang
dilakukan oleh wanita pekerja seks di Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta.
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Kota Surakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan,
karena di lokasi ini merupakan lokasi prostitusi yang di gunakan wanita pekerja
seks dan laki–laki hidung belang untuk melakukan transaksi hubungan seks.
C. SUMBER DATA
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data yang diperoleh secara langsung dari responden. Data ini
commit to user
Adapun data primer yang diperoleh meliputi perilaku keagamaan wanita
pekerja seks pada saat mereka mengikuti kegiatan agama maupun perilaku
mereka sehari- hari.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung atau data yang diperoleh
dari sumber lain selain sumber data primer seperti dari tokoh – tokoh agama,
germo, mucikari yang ada dilokasi tersebut yang berkaitan tentang perilaku
agama yang mereka lakukan.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Wawancara mendalam
Teknik wawancara ini tidak dilakukan dengan struktur yang ketat dan
formal, agar informasi yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang cukup.
Kelonggaran ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk
memberikan informasi yang sebenarnya, terutama yang berkaitan dengan
perilaku keagamaan yang mereka lakukan baik pada saat mengikuti kegiatan
agama maupun dalam aktifitas kehidupan mereka sehari – hari. Dalam
penelitian ini yang diwawancarai adalah wanita pekerja seks yang tinggal dan
bekerja di Kelurahan Gilingan.
Observasi ini dilakukan secara langsung dengan cara formal maupun
informal. Secara formal dapat diamati dalam kegiatan – kegiatan agama
sedangkan observasi secara informal dapat dilakukan selama peneliti
melakukan kunjungan dan bergaul dengan mereka dimana mereka biasa
tinggal dan bekerja. Dari hasil observasi tersebut peneliti dapat mengetahui
kondisi wanita pekerja seks baik pada saat mereka melakukan kegiatan agama
dan kondisi kehidupan mereka sehari – hari.
E. POPULASI
Populasi adalah kumpulan unsur – unsur survei yang memiliki spesifikasi
tertentu.( Slamet, 2006:2) Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh wanita pekerja seks yang ada di Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta.
F. SAMPEL
Sampel merupakan subyek atau bagian dari populasi. Sampel harus
dipandang sebagai pikiran dari keseluruhan dan bukan bahan keseluruhan itu
sendiri. Tentang siapa dan berapa jumlah sampel sangat tergantung dari
informasi yang diperlukan. ( Slamet, 2006:5) Dalam penelitian kualitatif,
menurut Lincoln & Guba sampel bukan mewakili populasi, akan tetapi sampel
commit to user
dan bangunnanya. ( Moleong, 2000 : 165 ) Pada penelitian ini yang menjadi
sampel adalah sebagian wanita pekerja seks yang ada di Kelurahan Gilingan.
G. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel dalam penelitian ini lebih bersifat “purposive
sampling” dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui
permasalahan secara mendalam. Namun demikian informan yang dipilih dapat
menujukkan informan yang lebih tahu, maka pilihan informan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan dalam memperoleh data (
Sutopo,2006:22).
H. VALIDITAS DATA
Untuk mengecek data dalam penelitian ini dipakai teknik triangulasi data.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data.( Moleong, 2004:178) Dalam penelitian ini metode
triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi data dengan menggunakan beberapa
sumber untuk mengumpulkan data yang sama yaitu dengan melakukan
misalnya dengan Kyai, penduduk di Kelurahan Gilingan maupun sesama wanita
pekerja seks.
I. TEKNIK ANALISA DATA 1. Data reduction atau reduksi data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data yang ada dalam field note. Proses ini berlangsung terus
sepanjang pelaksanaan riset dimulai dari bahkan sebelum pengumpulan data
dilakukan. Proses reduksi ini terus berlangsung sampai laporan akhir ini
selesai ditulis. Data reduksi adalah bagian dari analisis, suatu bentuk analisis
yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang
tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
dapat dilakukan. ( Sutopo, 2006:34)
2. Data display atau penyajian data
Data display adalah suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu
penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan
untuk mengerjakan sesuatu pada analisa ataupun tindakan lain berdasarkan
pengertian tersebut, dalam hal ini data display meliputi berbagai jenis matriks,
commit to user
Kesemuanya dirancang guna memformasi secara teratur supaya mudah dilihat
dan dimengerti dalam bentuk yang kompak ( Sutopo, 2006:35)
3. Conclusion drawing atau penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan proses konklusi – konklusi yang
terjadi selama pengumpulan data dari awal sampai akhir. Konklusi – konklusi
tersebut dibiarkan tetap disitu yang pada awalnya kurang jelas kemudian
semakin meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat.
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data
berakhir. Kesimpulan yang perlu diverifikasikan yang dapat berupa suatu
pengulangan yang meluncur cepat sebagai pemikiran kedua yang timbul
melintas dalam pikiran peneliti pada waktu menulis dengan melihat kembali
sebentar pada field note.( Sutopo, 2006:36)
Dari data yang disajikan yang telah disusun selanjutnya penulis dapat
menarik kesimpulan. Penarikan ini diawali dari kesimpulan-kesimpulan yang
awalnya belum jelas, kemudian makin eksplisit berdasarkan landasan yang
kuat.
Ketiga komponen tersebut akan berjalan bersamaan pada waktu
kegiatan pengumpulan data setelah memperoleh data, reduksi data segera
dilaksanakan. Dari sajian data dapat dipergunakan untuk menarik suatu