• Tidak ada hasil yang ditemukan

REALISME SOSIALIS DALAM PUISI BAEKDUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REALISME SOSIALIS DALAM PUISI BAEKDUSAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

REALISME SOSIALIS DALAM PUISI

BAEKDUSAN KARYA JO KI CHON

Yolanda Normagupita (1306407855)

Bab 1. Pendahuluan.

1.1. Latar Belakang.

Dalam setiap aspek kesusatraan ada berbagai macam aliran yang berkembang di dalamnya. Baik sebagai hasil dari kondisi sosial masyarakat maupun pengaruh kepercayaan penulis yang merasa aliran dalam karyanya paling sesuai untuk merepresentasikan kondisi sosial masyarakatnya karena liran dalam kesusastraan berfungsi sebagai sarana penyampaian ide, norma, cerita, dan kepentingan penulis maupun golongan. Aliran besar yang terdapat dalam kesusastraan dunia adalah romantisme, realisme, modernisme, dan pascamodernisme. Sementara gerakan-gerakan yang dianggap sebagai aliran kecil yang mempengaruhi aliran besar di atas adalah klasisme, neoklasisme, praromantisme, ghotik, dadaisme, naturalisme, realisme-sosialis, utilitarian, pascaromantisisme, simbolisme, impresionisme, dekaden, absurdisme, dan eksistensialisme. Aliran-aliran tersebut berasal dari kawasan Eropa dan tentunya menyebar dan berkembang ke penjuru dunia, termasuk Korea Utara.

Berbicara mengenai Korea Utara, kita tidak bisa melupakan pengaruh Uni Soviet dalam perkembangan kesusastraan Korea Utara sejak abad ke-20. Pengaruh Uni Soviet datang saat masa terpenting Korea, yaitu saat Korea baru mendapatkan kebebasannya dan berada dalam fase pembentukan negara, yaitu pada tahun 1940 – 1950an saat prioritas budaya dan cara bersikap didefinisikan ulang dengan doktrin jiwa budaya Uni Soviet yang disebut sosialis realism1 .

(2)

Soviet, seperti anggota pemerintahan, tokoh politik, jurnalis, dan penulis sastra. Hal ini ditujukan ideologi realisme sosialis yang dianut Uni Soviet bisa mengakar di Korea di saat yang tepat. Salah satu tokoh perantara ideologi tersebut dalam bidang kesusastraan adalah Jo Ki Chon yang memiliki relasi khusus dengan pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung.

Jo Ki Chon adalah seorang penyair Korea Utara kelahiran Uni Soviet yang diberikan kehormatan dengan julukan Bapak Puisi Korea Utara karena kiprahnya sebagai pelopor penulis puisi propaganda Korea Utara. Masa kecil yang dilalui di negara komunis dan hubungannya dengan pemerintah Uni Soviet secara langsung mempengaruhi aliran puisinya yang kental dengan kharakteristik kesusastraan Uni Soviet. Selain julukan Bapak Puisi Korea Utara, ia juga dijuluki sebagai Vladimir Mayakovsky (1893–1930), penulis puisi doktrin realisme sosialis dari Korea Utara. Julukan ini menunjukkan bentuk penghargaan atas loyalitasnya dalam penyebaran ideologi sosialisme dari Uni Soviet yang ditorehkan dalam puisinya.

(3)

Bab 2. Pembahasan.

2.1. Aliran Sastra Realisme Sosialis

Karya sastra merupakan ungkapkan kenyataan sosial masyarakat suatu masa dengan maksud tertentu penulis karena karya sastra selalu bergesekan dan berelasi dengan masyarakat. Gesekan antara sastra dengan masyarakat membuat terlibatnya sastra dengan ideologi tertentu. Dalam hal ini, sastra berfungsi sebagai pipa penyebaran ideologi. Pipa ini dibuat demi kepentingan golongan tertentu. Seberapa panjang dan berapa banyaknya cabang pipa tersebut tergantung oleh tujuan dan target golongan tersebut. Maka, sastra seperti ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi masyarakat dan propaganda mewujudkan gagasan ideologi tertentu. Sastra jenis ini disebut realisme sosialis. Ciri-ciri sastra realisme sosialis adalah penggambaran kenyataan sosial masyarakat; adanya keberpihakan terhadap masyarakat proletarian; propaganda perlawanan golongan yang berkuasa. Dengan kata lain, sastra realisme sosialis menggambarkan situasi masyarakat proletarian yang berjuang melawan penindasan. Persoalan tersebut diangkat disesuaikan dengan garis ideologi partai yang mencerminkan kecenderungan penyair atau pengarang terhadap ideologi sosialis komunis yang di anutnya.

Realisme sendiri merupakan aliran kesusastraan yang menjadi bagian penting dalam sastra pada abad ke-19. khususnya dalam kurun waktu 1830-1880. Istilah realisme pertama kali digunakan dalam majalah (mercure francais du XIX siecle) pada tahun 1826. Saat itu realisme digambarkan sebagai peniruan sesuatu yang disajikan oleh alam. Sementara itu, ciri khas realisme abad ke-19 adalah keinginan untuk mengambarkan secara jelas masalah dan kejadian sehari-hari dan melukiskan manusia dalam semua kedudukan sosial. Penulis realistisme berusaha memberi informasi objektif tentang kenyataan pada jamannya atau mengenai masa lalu dari jaman tersebut. Sementara itu, kenyataan yang direkronstruksi dalam sebuah karya tergantung pada cara pandang penulis mengenai kenyataan.

(4)

pernyataan-pernyataan Lenin sebelum revolusi sebagaimana ditafsirkan dalam tahun 1920-an. Teori itu membicarakan masalah-masalah utama tertentu tentang evolusi kesusastraan, cerminan hubungan-hubungan kelasnya, dan fungsinya dalam masyarakat. Menurut Toer (2003:15), istilah realisme sosialis timbul pertama-tama dan dengan sendirinya di bumi yang untuk pertama kali memenangkan sosialisme, di bumi yang telah menegakkan sosialisme, yakni Uni Soviet. Tokoh utamanya yang biasanya mendapatkan kehormatan sebagai pelopornya adalah pujangga besar Sovyet, Maxim Gorky, terutama dengan karya utamanya, Ibunda.

Dalam sebuah karangan yang di tulis pada tahun 1905 Lenin memaparkan apa yang diharapkan dari karya sastra tentang evolusi kesusastraan, cerminan hubungan-hubungan kelasnya, dan fungsinya dalam masyarakat. Tulisan itu berjudul “organisasi partai dan sastra partai”. Dalam karangan tersebut, Lenin meneropong tulisannya dari sudut pandang jurnalis dan publistik, ia mengutarakan pengertian mengenai “ikatan partai” yang menerapkan tiga syarat bagi sastra:

1. Sastra harus mempunyai suatu fungsi sosial. 2. Sastra harus mengabdi kepada rakyat banyak.

3. Sastra harus merupakan suatu bagian dalam kegiatan partai komunis.

Dengan demikian sastra dijadikan suatu bagian didalam mekanisme politik, yang digerakkan oleh gugus depan segenap kelompok ”kelas” kaum pekerja yang sadar akan politik, sebuah unsur organik dan sebuah senjata ampuh di dalam perjuangan sosialis. Dari satu pihak kenyataan tercermin dalam sastra sehingga sastra di anggap menyajikan suatu tafsiran yang tepat mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat(realisme). Di lain pihak, sastra yang juga mempengaruhi kenyataan mempunyai tugas mendampingi partai komunis dalam perjuangan membangun suatu masyarakat baru yang lebih baik (sosialistis), Jan Van Luxembrug Mikel Bal dan Willem G Weststeijin dalam Pengantar Ilmu Sastra, “Realisme sosialis menuntut dari para pengarang agar melukiskan kenyataan dalam perkembangan revolusionernya, selaras dengan kebenaran dan fakta sejarah. Selain itu pelukisan yang barsifat artistik itu hendaknya di gabungkan dengan tugas mendidik kaum buruh sesuai dengan semangat komunis”.

Dapat dikatakan bahwa hal di bawah ini adalah ciri karya realisme sosialis:

(5)

2. Penderitaan masyarakat bawah yang disebabkan oleh hegemoni struktur yang berkuasa, 3. Pertentangan kelas dalam masyarakat,

4. Keberpihakan tehadap masyarakat bawah,

5. Propaganda perlawanan terhadap struktur yang berkuasa.

2.2. Jo Ki Chon dan Karyanya.

Kepastian akan tempat kelahiran penyair kontroversial terkenal Korea Utara, Jo Ki Chon merupakan misteri tersendiri yang menglingkupi identitas sebenarnya sang penyair. Beberapa media Korea Utara seperti The South Korean Dictionary of North Korean Literature menyatakan bahwa ia lahir di Provinsi Hamkyong Utara, Joseon, dan terbang ke Uni Soviet dengan tujuan untuk menghindari penjajahan Jepang3. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan kapan tepatnya

ia meninggalkan Joseon. Sementara beberapa orang terdekat dalam hidupnya, yaitu satu-satu anaknya bernama Jo Yurii dan teman dekatnya Chon Ryul berkata bahwa Jo Ki Chon merupakan kelahiran Uni Soviet dan baru pertama kali menginjakkan kakinya di Korea Utara tak lama setelah kemerdekaan atas perintah pemerintah Uni Soviet. Pernyataan tersebut di perkuat oleh data kependudukan Uni Soviet yang menyatakan bahwa ia lahir di Aetugul, Vladivostok. Terlepas dari kontroversi mengenai tempat kelahirannya, tempat dimana ia tumbuh besar menjadi aspek penting pembangun aliran politik dan karya sastranya.

Jo Ki Chon tumbuh besar di Uni Soviet dan mengenyam pendidikan hingga jenjang S1 di Fakultas Sastra Gorkii Omsk Pedagogic University lulusan tahun 1937. Selama masa mudanya, ia aktif dalam organisasi politik komunis, bernama Communist Youth League (Komsomol). Ia terjun ke dalam organisasi tersebut disebabkan oleh ketertarikannya terhadap ideologi Komunis. Ia merupakan salah satu orang Korea yang sangat mengagungkan ajaran sosialis komunis dan ahli dalam berpidato penyebarluasan paham komunis. Kecintaannya terhadap kesusastraannya dan kesungguhannya mempelajari kesusastraan membuatnya direkrut oleh Soviet 25th Army pada

1942 sebagai editor. Singkatnya, ia direkrut karena dianggap sebagai salah satu orang Korea yang intelek dan beraliran politik Komunis, sesuai dengan penulis propagandis yang dibutuhkan tentara dan pemerintah Uni Soviet. Pengabdianya terhadap Soviet 25th membawanya ke kampung

(6)

Puisi Mt Baekdu (1947) karya Jo Ki Chon adalah puisi epik berlatar perang Pochonbo yang terjadi pada tahun 1937 di daerah Pochonbo yang menggambarkan patriotik kepemimpinan Kim Il Sung dalam perang yang merupakan salah satu peristiwa penting pergerakan revolusi Korea melawan Jepang. Puisi epik tidak populer di Korea Utara pada masa itu, namun jenis puisi seperti ini sangat berkembang dan populer di Uni Soviet saat itu. Puisi ini termasuk puisi panjang yang mana di dalamnya terdapat bagian pembukaan, 7 syair dan bagian penutup. Bentuknya yang berbeda dengan puisi biasa yang populer di Korea Utara membuat puisi ini mendapatkan berbagai puisi, diantaranya adalah kritik karena bentuk dan deskripsinya yang sulit dipahami mirip dengan prosa yang panjang, sehingga siapapun yang membacanya dapat melihat bahwa pada bagian awal banyak terdapat deskripsi keadaan tempat kejadian.

Then the air is ripped and torn By the roar of a machine-gun, And the crackling rifle-fire Fills the icy Hongsan valley With a ringing triple echo. Forward! Forward!

And the white-robed running figures Hurtled down the cliffy slope Like an avalanche of stones Upon the Japanese.

And there was the iron clashing Of weapons wielded hand to hand, Bayonets were brightly glinting Like swift bolts of steel-blue lightning.

Intensitas deskripsi kejadian semakin berkurang pada bagian tengah puisi. Bagian tengah puisi memfokuskan pada sifat kepemimpinan Kim Il Sung dan upaya yang dilakukan oleh Kim Il Sung bersama tokoh lain, diantaranya Chol Ho, Kkotpun. Para kritik sastra Korea Selatan merasa deskripsi kehadiran tokoh lain dianggap lebih intens diceritakan dalam puisi. Seperti dalam syair kedua dan ketiga yang berisi kisah tentang Chol Ho, Seok Jun dan Kkotpun. Chol Ho dan Seok Jun tewas di akhir pertempuran, mengorbankan diri mereka demi perjuangan. Sehingga, kisah ini dianggap bukan benar-benar kisah kepahlawanan Kim Il Sung sebagai pemimpin besar, melainkan kisah tentang “rakyat”. Penggambaran tersebut terdapat di bagian akhir syair ketujuh.

Behind them in the mist The Japanese were shouting. Chol Ho awoke and saw them there.

He summoned all his strength Into his wounded arm, Pulled a grenade out from his belt

(7)

The blast was followed by the groans of Japanese. Chol Ho took out the last of his grenades.

But then another shell fell on the raft, And smashed it into two,

And through the smoke and flame Chol Ho saw Sok Jun fallen on his back Across the barrel of his soldier’s rifle.

Chol Ho attempts to raise the stricken warrior, But he is dead.

Another shell goes whining overhead... Another blast...

The seething waters rise

And cover the two partisans forever.

2.3. Realisme Sosialis dalam Puisi Baekdusan. A. Usaha melawan penjajah yang berkuasa.

Dalam puisi realisme sosialis, pergerakan melawan kondisi masyarakat yang lemah dan terkekang menjadi pokok utama fungsi realisme sosialis selain menggambarkan kondisi seutuhnya suatu masyarakat. Penulis berusaha untuk meningkatkan semangat dan mengumpulkan kekuatan masyarakat sebagai senjata perlawanan. Berikut ini bagian kepala puisi Baekdusan yang menunjukkan usaha penulis membangkitkan semangat masyarakat melawan kekuatan penjajah Jepang.

Friends and brothers! Thirty millions! Today must my voice be heard!

May the waves of the Lake of the Heavens Rising like rampant white tigers

Up to the clouds of the sky

Fill my heart with their cold flooding waters. It is seared by the withering blasts

Which have raged in ages past In Korea, this land of mine. I take in hand my trusty brush,

A poet untried and unknown: In days of freedom this is my weapon, The bayonet with which I thrust.

Today must my voice be heard!

(8)

menginggi hingga ke langit bagai macan putih dan memberikan kekuatan bagi dirinya untuk mencapai tujuan memberontak demi masa depan bangsa.

Those who fought against Japan Gave Korea back its freedom,

They passed across the broad river Tuman They passed across the peaks of Changbai, Where in every mountain valley

Lie the marks of recent battle.

O ancient ancestral land! O lifeblood of my people Running for over fifty centuries Through our homeland’s veins! We recall how you were spilt By the knives of the Japanese. We recall warriors in their thousands Sleeping on the fallen leaves,

In the dark of Paektu forest, Entering the Land of Death

Like the door of their father’s house.

Sastrawan realisme sosialis harus mampu menciptakan manusia realis yang mampu mentransformasi dan membangun dunia. Dalam bait ketiga dan keempat, penulis menyerukan kepada rakyat untuk tidak melupakan bagaimana penjajah merenggut kebahagiaan rakyat Korea dan bahwa siapapun dari mereka yang melawan Jepang adalah pahlawan yang memberikan kebebasan bagi bangsa. Pertanyaannya, siapa yang berani menjadi pahlawan gagah memimpin kekuatan rakyat?

Speak, grey-headed Paektu! Who in this free land

Is the champion of the people, Who their general in the battle?

Bait berikut ini, sosok yang diagungkan dan dipercaya sebagai anak dari gunung Baekdu hadir menjadi moncong persatuan rakyat. Ia dipanggil dengan sebutan “Comrades” . Ia adalah Kim Il Sung. Tokoh yang disegani oleh semua orang.

(9)

At whose name the Japanese Waxing pale, begin to tremble? Among the people it is said

Kim Il Sung is lord of the mountains, That they obey his every wish, That he can join the peaks of Paektu And then sunder them again; That like unto a mountain eagle He can soar from peak to peak.

B. Penderitaan kaum kelas bawah.

Kaum kelas bawah merupakan subjek utama aliran realisme sosialis yang ingin dibangun untuk menghadapi tekanan penguasa yang tak hanya secara politik dan ekonomi menggencat rakyat, tapi juga melukai kebebasan di tanah Korea yang seharusnya rakyat menjadi raja. Selain sebagai bentuk pujian dan pengagungan terhadap Kim Il Sung, puisi ini juga bermaksud untuk membangun sentimen Anti – Jepang yang berpihak kepada Kim Il Sung. Kutipan puisi berikut ini menunjukkan kekecewaan, kesedihan dan kemarahan penulis akan kondisi kaum kelas bawah yang tertindas di negaranya sendiri dengan susunan kata yang menyentuh simpati rakyat dan mengingatkan kembali kesulitan yang dilalui rakyat selama masa penjajahan.

Oh bitter Chik-root! Here in our native land,

Where flowers are gay and butterflies abound, Why do the women and the children wander On legs swollen and weak from hunger And gather bitter herbs,

While at the stations and the ports The piles of rice mount ever higher Gazing upon the straits of Genkai-nada? Who carries all this rice away? Who eats it? Oh bitter Chik-root!

How closely fate has intertwined you With our people’s life today!

Kutipan bait berikut ini menunjukkan bahwa semangat dan kekuatan rakyat Korea sudah habis diperas oleh kebiadaban penjajah bahkan keagungan gunung Baekdu semakin tenggelam. Namun, penulis kembali menyadarkan bahwa kondisi seperti itu tidak boleh bertahan. Ini adalah saat yang tepat bagi rakyat bangkit dan mengobarkan semangat perjuangan.

Our native land, nurtured by Koreans For five thousand years,

(10)

Have bowed your head in sad exhaustion. But now the fires of struggle have been lit, Koreans have taken up the sword, The ranks of warriors strong and swift Are swelling rapidly on every side. (Bag 3)

C. Usaha Penyebaran Doktrin Imej Uni Soviet.

Menurut Tatiana Gabroussenko dalam Cho Ki Chon: The Person Behind The Myth,

menuliskan bahwa walau puisi ini dibuat untuk didedikasikan untuk pergerakan kebebasan Korea dan sentiment anti-Jepang, puisi ini terlalu dibumbui oleh dogma cinta Uni Soviet, negara yang dianggap sebagai saudara. Hal ini sesuai dengan maksud utama Uni Soviet mengirimkan intelek Korea yang bermukim di Uni Soviet ke Korea Utara untuk menjadi pelopor penyebaran ideologi sosialisme dalam jalur terdekat dengan rakyat, yaitu seni. Dalam syair ketujuh, penulis mendeskripsikan situasi akhir perang. Dengan dipimpin oleh Kim Il Sung, para pejuang menyerukan bahwa rakyat tidak takut dan tidak akan mundur karena Korea sepenuhnya didukung oleh Uni Soviet.

As he swore loyalty to his homeland, Kim seized his bayonet

And raised the blade on high.

A forest of rifles sprouted up before him, The partisans all shouted in one voice: “Korea, we shall return!

As long as we shall live, The enemy shall not break us! For in our struggle we are not alone– We have support from the land of the Soviets, The hope of the oppressed,

The land that will rewrite the book of history.

(11)

Berikut ini adalah kutipannya pada syair ketujuh dan epilog.

Comrades!

If we want to become a big river, to become a sea, We should remember that our base is in the people Our strength is in the people!

Have we forgotten the Soviet guerrillas Who became blood brothers with the people?

If we forget this

How can we become a mass movement? From shells that fell into its waters,

And the partisans up on the mountain slopes Send down a bail of fire upon the samurai. The smoke of battle blew around me then And I forgot my age and became young,

I met the Soviet warriors

Who crushed the marauders in the East and West. I met the leader Kim Il Sung,

My own beloved son.

Shaking his snow-white mane,

The Mountain Lord makes answer thus: “Today I see the free Korean people Engaging in free labour,

The smoke of factory chimneys, Fields belonging to the peasants, Where abundant harvests ripen.

(12)

Bab 3. Kesimpulan.

Realisme sosialis yang berkembang di Korea Utara dapat dikatakan tidak terlepas dari

settingan awal dan suatu kesengajaan golongan kiri. Pemerintah Uni Soviet tidak pernah berekspektasi bahwa Jo Ki Chon akan menjadi tokoh utama penyebaran sastra realisme sosialis. Setidaknya, mungkin Jo Ki Chon hanya akan menjadi agen penyambung lidah Uni Soviet – Korea Utara biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, integritas dan perannya dalam penyebarluasan jenis sastra Uni Soviet semakin besar dan pengaruhnya dapat dilihat dari karya-karyanya yang bahkan masih menarik untuk dijadikan bahan akademi.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gabroussenko, Tatiana. 2006. Cho Ki Chon: The Person Behind The Myth. Honolulu: University of Hawaii Press.

2. Gabroussenko, Tatiana. 2010. Soldiers on the Cultural Front. Honolulu: University of Hawaii Press.

Referensi

Dokumen terkait

Biaya standar ini ditentukan di muka sebelum proses produksi dimulai, untuk bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung; (7) Harga Pokok Rata-rata

Beberapa peneliti menyimpukan bahwa mekanisme akupunktur dalam terapi leukopenia dihubungkan dengan adanya rangsangan pada fungsi hematopoietik sumsum tulang sehingga

Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintahan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan di Laboratorium Entomologi Program Studi Kesehatan Lingkungan, diperoleh hasil ekstrak kulit pohon faloak dalam waktu 24

Apabila pihak agent melakukan satu kesalahan dalam pengambilan keputusan, maka dapat mengakibatkan kerugian yang besar terhadap perusahaan sehingga dapat berakhir

kepada kedua teori itu sebagai tidak tepat. Tetapi pentingnya ketidaktepatan ini berbeda. Segi ketidaktepatan ini, yaitu, ketidaksesuaian, mungkin tidak khusus pada ilmu

Puji syukur saya panjatkan atas limpahan rahmat yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga kami mahasiswa semester 7 S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Kebanyakan responden guru yang dikajinya menyatakan bahawa mereka kurang bersedia untuk menggunakan perisian PPBK multimedia dalam pengajaran Komsas.. Selain itu, bebanan