• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Evaluasi Kinerja Operasi Dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Serbangan Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Evaluasi Kinerja Operasi Dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Serbangan Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

4 Sistem Irigasi

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 2006 tentang irigasi menyatakan bahwa: pasal 1 (3) Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. (4) sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia.

Penilaian kinerja sistem irigasi dilaksanakan oleh pengelola Daerah Irigasi (DI) sesuai dengan kewenangan masing-masing setiap satu tahun sekali. Kegiatan ini penting dilakukan untuk memantau tugas dan kinerja seluruh aspek sistem irigasi. Nilai yang dihasilkan dari evaluasi ini akan menentukan kinerja suatu daerah irigasi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan usulan kegiatan pada tahun berikutnya (Liestiasari, 2014).

Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagi, pemberi, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Saluran irigasi merupakan infrastruktur yang mendistribusikan air yang berasal dari bendungan kelahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat (Ayuningtias, 2014).

(2)

umum dari sungai atau waduk. Jaringan pembawa berfungsi mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier. Petak-petak tersier berfungsi membagi air irigasi dan dialirkan ke petak-petak sawah dan kelebihannya ditampung dalam suatu sistem pembuangan didalam petak tersier. Sistem pembuangan berfungsi membuang kelebihan air irigasi ke sungai atau saluran alamiah lainnya (Helyantina, 2012).

Dari segi kontruksi jaringan irigasinya, diklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1. Irigasi sederhana

Adalah sistem irigasi yang sistem kontruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya menjadi rendah.

2. Irigasi semi teknis

Adalah suatu sistem irigasi dengan kontruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.

3. Irigasi teknis

Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.

(3)

Salah satu bangunan di jaringan irigasi yaitu bangunan distribusi, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan sadap akhir dan bangunan box tersier. Bangunan distribusi berfungsi untuk mendistribusikan air dari saluran yang satu ke saluran yang lainnya. Bangunan bagi berfungsi untuk membagi air dari saluran primer atau saluran sekunder kedua buah saluran atau lebih yang masing-masing debitnya lebih kecil. Bangunan sadap akhir adalah bangunan pembagi air pada bagian akhir dari saluran sekunder dimana debitnya disadap habis oleh saluran-saluran tersier. Bangunan box tersier adalah sebuah bangunan berupa kolom atau kotak (Mawardi, 2007).

Kinerja Jaringan Irigasi

Kinerja jaringan irigasi merupakan resultanse dari kinerja manajemen operasi dan pemeliharaan irigasi serta kondisi fisik jaringan irigasi secara simultan. Antara keduanya terdapat hubungan timbal balik dimana kondisi fisik jaringan irigasi yang rusak mengakibatkan pengoperasiannya tidak optimal, di sisi lain jika operasi dan pemeliharaannya tidak memenuhi ketentuan teknis maka kondisi fisik jaringan irigasi juga tidak akan berfungsi secara optimal (Ritonga, 2013).

Kinerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal sawah yang beririgasi baik akan berkurang. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif

(4)

dalam hal pengaturan dan pendistribusian atau operasi dan pemeliharaan (Salam, 2014).

Setiap komponen indikator kinerja irigasi memiliki rentang nilai 1 hingga 4. Komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dalam Setyawan, dkk., (2013), dapat dilihat pada Lampiran 2. Komponen indikator yang telah diketahui nilai atau skornya dikalikan dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah nilai total komponen-komponen indikator dengan rentang niai 1 hingga 4. Setelah itu ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi berdasarkan Tabel 3. Secara sederhana perhitungan jumlah nilai total komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑ I = I1 × B1 + I2 × B2… … + In × Bn………….………...(1)

dimana:

∑ I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi I = Nilai komponen indikator

B = Bobot indikator (%)

Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi

(5)

irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Komponen kriteria dan kategori penilaian kinerja Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi

Komponen penilaian Kriteria penilaian Kategori penilaian

Kinerja fungsi infrastruktur jaringan irigasi

Kondisi fisik insfrastruktur Baik, rusak sedang, rusak

berat Kondisi fungsional insfrastruktur

Baik, terganggu ringan, terganggu berat

Kinerja pelayanan air Tingkat kecukupan air Berlebih, cukup, kurang

Tingkat ketepatan

Manajemen kelembagaan Baik, cukup, kurang

Ketersediaan dana Berlebih, cukup, kurang

SDM Berlebih, cukup, kurang

Kinerja kelembagaan petani Struktur kelembagaan

(AD/ART, anggota,

program kinerja), prasarana (fasilitas dan dana) dan keaktifan anggota

Baik, cukup, kurang

Sumber : Setyawan, dkk., 2013.

Tolak ukur yang diterapkan untuk mengevaluasi kinerja Operasi dan Pemeliharaan (O&P) irigasi mencakup aspek-aspek berikut:

1. Tolak ukur keluaran O&P jaringan irigasi sebagai penyedia, penyalur, dan distribusi air.

2. Tolak ukur menurut sudut pandang petani. Ini dapat dinilai melalui: tingkat kecukupan air, ketepatan waktu (Sumaryanto, dkk., 2006).

Jenis-jenis pemeliharaan jaringan irigasi terdiri atas:

1. Pengamanan yaitu upaya untuk menanggulangi kerusakan.

(6)

3. Pemeliharaan berkala yaitu kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara berkala.

4. Penanggulangan/perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan kerusakan berat.

(Mansoer, 2010).

Untuk menilai kinerja operasi dan penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen

Terlambat Tepat Sangat

tepat

(7)

Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi, dengan menggunakan Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria operasi dan pemeliharaan sistem irigasi

Sumber : Setyawan, dkk., 2013.

Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi

Kinerja fungsional dan infrastruktur jaringan irigasi meliputi kondisi fisik infrastruktur dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur dinyatakan bahwa kegiatan penyusunan program penanganan diawali dengan kegiatan inventarisasi jaringan irigasi. Ini dilakukan untuk mendapatkan data jumlah, lokasi, luas dan areal pelayanan pada setiap daerah irigasi. Inventarisasi jaringan irigasi dilaksanakan setiap tahun. Dalam menentukan kriteria penanganan rehabilitasi ataupun peningkatan jaringan irigasi dilihat dari kondisi kerusakan fisik jaringan irigasi. Untuk menilai kondisi kerusakan fisik, dilakukan dengan menentukan indeks kondisi jaringan irigasi.

a. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan keadaan fisik suatu jaringan irigasi. Menurut Mansoer (2010), kondisi fisik

No Jumlah skor Kriteria

1 3 – 4 Sangat baik

2 2 - 2,9 Baik

3 1 – 1,9 Sedang

(8)

insfrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik jaringan irigasi

No Tingkat kerusakan jaringan Klasifikasi Keterangan

1 < 10% Baik Pemeliharaan rutin

2 10-20% Rusak ringan Pemeliharaan berkala

3 21-40% Rusak sedang Perbaikan

4 >40% Rusak berat Rehabilitasi

Sumber: Mansoer, 2010.

Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi

No Kondisi fisik infrastruktur Kriteria

1 Tingkat kerusakan <10% Baik

2 Tingkat kerusakan 10% - 20% Rusak ringan

3 Tingkat kerusakan 21% - 40% Rusak sedang

4 Tingkat kerusakan >40% Rusak berat

Sumber: Mansoer, 2010.

Penilaian kondisi fisik insfrastruktur dalam Mansoer (2013), dapat diketahui dengan cara berikut:

- Indikator bangunan utama (Bu): Bangunan utama berfungsi baik (Buf)/jumlah total bangunan utama (But) kemudian dikali bobotnya.

Atau: Bu = Buf

Butx bobot………...………...(2) Bangunan utama terdiri dari: bendungan,pintu air pengambilan dan pintu air penguras.

- Indikator saluran irigasi (Is): panjang saluran berfungsi baik (Sf)/panjang saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya.

Atau : Is = Sf

(9)

Saluran yang dimaksud ialah saluran primer, sekunder dan tersier.

- Indikator bangunan (Ib): jumlah bangunan yang berfungsi baik (Bf)/jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.

Atau : Ib = Bf

Bt x bobot………...……….(4)

Bangunan yang dimaksud ialah mencakup bangunan-bangunan yang menunjang kegiatan irigasi disuatu daerah irigasi, seperti bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan talang, siphon, gorong-gorong, jembatan dan lain sebagainya.

Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus:

Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib ……… (5)

Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot indikator kriteria kondisi fisik jaringan irigasi

No Indikator Bobot (%)

1 Bangunan utama 38,65

2 Saluran pembawa 31,65

3 Bangunan pada saluran 29,65

Sumber: Mansoer (2013).

b. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi

(10)

- Indikator saluran irigasi (Is): panjang saluran berfungsi baik (Sf)/panjang saluran total (St) kemudian dikali 100%.

Atau: Is = Sf

Stx 100%…………..………….………..………..….(5)

- Indikator bangunan irigasi (Ib): jumlah bangunan irigasi yang berfungsi baik (Bf)/jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan 100%.

Atau: Ib = Bf

Btx 100%………..….(6)

Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase kondisi fisik infrastruktur dengan rumus:

Kondisi fungsional infrastruktur = Is+Ib

2 ……….………(7)

Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi, seperti yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan sistem irigasi

No Kondisi fungsional infrastruktur Kriteria

1 Tingkat kerusakan fungsional <10% Baik

2 Tingkat kerusakan fungsional 10% - 20% Rusak ringan

3 Tingkat kerusakan fungsional jaringan 21% - 40% Rusak sedang

4 Tingkat kerusakan fungsional jaringan >40% Rusak berat

Sumber: Mansoer, 2010.

(11)

menjadi kewenangan dan tangung jawab pemerintah daerah hanya dikhususkan untuk kegiatan fisik (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 39 Tahun 2006).

Kinerja Pelayanan Air

Kinerja pelayanan air meliputi: tingkat kecukupan air dan tingkat ketepatan memperoleh air. Rencana penyediaan air tahunan dibuat oleh instansi teknis tingkat kabupaten atau tingkat provinsi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan usulan rencana tata tanam dan rencana kebutuhan air tahunan serta kondisi hidroklimatologi (Sebayang, 2014).

a. Tingkat kecukupan air

Pemanfaatan air oleh petani dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air di sawah, pertanian ladang kering, peternakan dan perikanan. Umumnya air diperoleh dari sarana dan prasarana irigasi yang dibangun pemerintah ataupun masyarakat petani sendiri. Untuk lahan pertanian, jumlah air yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Pemberian air dapat dinyatakan efisien bila debit air yang disalurkan melalui sarana irigasi seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan tanaman pada lahan pertanian (Sumadiyono, 2012).

(12)

Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi, lahan dapat ditanami padi 3 kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi (Prihatman, 2000).

Tingkat kecukupan air dapat diketahui dengan cara berikut ini: jika dalam satu tahun pada suatu areal sawah tertentu dapat ditanami padi 3 kali dan air yang dialirkan memadai, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan sangat cukup, jika areal sawah dapat ditanami dua kali, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan cukup. Jika areal sawah hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun meskipun air yang dialirkan sangat memadai, tingkat kecukupan airnya dapat dikatagorikan kurang dan jika suatu areal sawah hanya dapat satu kali ditanami padi dalam satu tahun serta air yang dialirkan tidak memadai, maka tingkat kecukupan air pada suatu daerah irigasi dapat dikategorikan sangat kurang (Sebayang, 2014).

b. Tingkat ketepatan pemberian air

(13)

tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah disepakati bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya masih dapat dikategorikan tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat lebih dari satu hari, maka tingkat ketepatan pemberian airnya dikategorikan terlambat dan jika jadwal pemberian airnya terlambat hingga lebih dari 3 hari, maka tingkat ketepatan pemberian dikategorikan sangat terlambat (Sebayang, 2014).

Kinerja Kelembagaan Pemerintah

Kelembagaan berdampak terhadap kinerja produksi, penggunaan input, kesempatan kerja, perolehan hasil dan kelestarian lingkungan. Seberapa jauh kelembagaan diterima masyarakat tergantung kepada struktur wewenang, kepentingan individu, keadaan masyarakat, adat dan kebudayaan. Ini mengisyaratkan bahwa kelembagaan mampu menjadikan anggotanya memiliki totalitas kinerja yang tinggi (Pakpahan, 1991).

Indikator kelembagaan pemerintah meliputi: manajemen kelembagaan, ketersediaan dana dan Sumber Daya Manusia (SDM).

a. Manajemen kelembagaan

Manajemen kelembagaan terdiri atas:

1. Kepala ranting/pengamat/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/cabang dinas/ korwil.

(14)

- rapat di kantor ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil setiap minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/juru pengairan, Petugas Pintu Air (PPA), Petugas Operasi Bendung (POB) serta P3A/GP3A/IP3A.

- menghadiri rapat di kecamatan dan Dinas PSDA kabupaten.

- membina P3A/GP3A/IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan operasi. - membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan

P3A/GP3A/IP3A.

- membuat laporan kegiatan operasi ke1sxdinas. 2. Petugas mantri/juru pengairan

- membantu kepala ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan operasi.

- melaksanakan instruksi dari ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur.

- memberi instruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit yang ditetapkan.

- memberi saran kepada petani tentang awal tanam dan jenis tanaman. - pengaturan giliran.

- mengisi papan operasi/eksploitasi. - membuat laporan operasi.

- pengumpulan data debit.

(15)

- mengumpulkan data usulan rencana tata tanam. - melaporkan kejadian banjir kepada ranting/pengamat.

- melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis kepada pengamat. 3. Staf ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil

- membantu kepala ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil dalam pelaksanaan operasi jaringan irigasi.

4. Petugas Operasi Bendung (POB)

- melaksanakan pengaturan pintu penguras bendung terhadap banjir yang datang.

- melaksanakan pengurasan kantong lumpur.

- membuka dan menutup pintu pengambilan utama, sesuai debit dan jadwal yang direncanakan.

- mencatat besarnya debit yang mengalir atau masuk ke saluran induk pada blangko operasi.

- mencatat elevasi muka air banjir. 5. Petugas Pintu Air (PPA)

- membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir sesuai dengan perintah juru/ mantri pengairan.

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007).

(16)

dikategorikan buruk dan jika lebih dari dua kategori petugas tidak tersedia dalam suatu sistem irigasi, maka dapat dikategorikan manajemen kelembagaannya sangat buruk (Sebayang, 2014).

b. Ketersediaan dana

Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder didasarkan atas angka kebutuhan nyata pengelolaan irigasi pada setiap daerah irigasi (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006).

Penyediaan dana dari pemerintah untuk mendukung operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang sangat terbatas, dan juga tingkat kesadaran para petani dalam pengamanan bangunan dan saluran irigasi belum optimal, serta pengumpulan dana yang bersumber dari anggota P3A setiap tahunnya masih jauh dari kebutuhan, akibatnya banyak kerusakan serta kurang berfungsinya bangunan maupun fasilitas jaringan irigasi, sehingga penggunaan air menjadi boros dan tidak efisien (Supadi, 2009).

Kemudian dalam UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 41 merevisi kewenangan dalam pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan kabupaten/kota dengan batas strata luasan irigasi sebagai berikut :

(17)

mencukupi, namun ketersediaan dana untuk menunjang kegiatan O&P yang dialokasikan oleh kabupaten belum memadai termasuk dana iuran yang bersumber dari P3A untuk penanganan jaringan tersier dan kuarter belum mencukupi, sedangkan tingkat konflik pengaturan air irigasi dapat diatasi. 2. Daerah Irigasi (DI) dengan luasan 1.000 s.d. 3.000 Ha (DI sedang) atau DI kecil

yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi. Dana dan tenaga O&P belum memadai, dan konflik pengaturan air irigasi lebih kompleks, sehingga penggunaan air irigasi kurang efektif dan efisien.

3. Daerah Irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 Ha (DI besar) atau DI sedang yang bersifat lintas provinsi, strategis nasional dan lintas negara menjadi menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat. Ketersediaan dana dan tenaga O&P yang disediakan oleh pemerintah pusat kurang memadai, kemudian koordinasi di lapangan mengalami banyak kesulitan sehingga penanganan O&P kurang tepat sasaran.

Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. Artinya, segala tanggung jawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier menjadi tanggung jawab lembaga P3A (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).

Sumber-sumber pembiayaan pemeliharaan jaringan irigasi berasal dari : a. Alokasi biaya pemeliharaan dari sumber APBN atau APBD.

b. Kontribusi biaya pemeliharaan oleh perkumpulan petani pemakai air. c. Alokasi biaya dari badan usaha atau sumber lainnya.

(18)

c. Sumber Daya Manusia (SDM)

Kebutuhan tenaga pelaksana operasi dan pemeliharaan terdiri dari:

- Kepala ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil terdiri dari 1 orang + 5 staff per 5.000 - 7.500 Ha.

- Mantri/juru pengairan terdiri dari 1 orang per 750 – 1.500 Ha

- Petugas Operasi Bendung (POB) terdiri dari 1 orang per bendung, dapat ditambah beberapa pekerja untuk bendung besar

- Petugas Pintu Air (P2A) terdiri dari 1 orang per 3 sampai 5 bangunan sadap dan bangunan bagi pada saluran berjarak antara 2 sampai 3 km atau daerah layanan 150-500 Ha.

- Pekerja Saluran (PS) terdiri dari 1 orang per 2-3 km panjang saluran ( Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 ).

Sumber daya manusia dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila jumlah petugas pada masing-masing kategori telah terpenuhi, maka SDM sangat memadai. Jika kategori petugas telah terpenuhi namun personil petugasnya belum memenuhi hal di atas, maka SDM masih dapat dikategorikan memadai, jika satu hingga dua kategori petugas tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan kurang memadai dan jika lebih dari dua kategori petugas yang tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan sangat buruk (Sebayang, 2014).

Kinerja Kelembagaan Petani

(19)

Pemakai Air (HIPPA). Peran pemerintah dalam pembentukan kelembagaan petani adalah sebagai fasilitator melalui penyuluhan tentang pentingnya keberadaan lembaga pengelola jaringan irigasi (Prasetijo, 2012).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 menyatakan bahwa: Pasal 1 (21) Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan pengelola irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani secara demokratis, termasuk kelembagaan lokal pengelola irigasi. Pasal 10 (1) Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

Di dalam sebuah wadah organisasinya kelembagaan petani wajib menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang disusun berdasarkan kemampuan petani dan ditandatangani oleh ketua dan sekretaris. Selanjutnya diketahui oleh kepala desa dan camat serta disahkan oleh bupati/walikota. Untuk mendapatkan status badan hukum, anggara dasar tersebut selanjutnya didaftarkan pada pengadilan negeri setempat di wilayah hukum kelembagaan petani bertempat (Prasetijo, 2012).

(20)

Gambar

Tabel 1. Tabel 1. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen penilaian Kriteria penilaian Kategori penilaian
Tabel 2. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen Kriteria Bobot Nilai
Tabel 3. Kriteria operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Jumlah skor 3 – 4
Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi No Kondisi fisik infrastruktur
+3

Referensi

Dokumen terkait

Definisi politik yang kedua dari Supriyanto ini hemat penulis relatif lebih lengkap dan operasional dibandingkan dengan pengertian lainnya, termasuk

Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur tingkat keaktifan siswa dan kegiatan yang dilakukan guru di dalam kelas sebelum melaksanakan tindakan sampai akhir pelaksanaan

Dengan kata lain, istihsan yang ditolak oleh kedua Imam tersebut adalah istihsan yang hanya berorientasi kepada sesuatu yang dianggap baik tanpa dilandasi oleh nas atau

Berdasarkan tabel 4.2 hasil observasi menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama guru masih belum terbiasa terlihat sedikit canggung ketika melaksanakan pembelajaran menggunakan

Menggunakan metode kualitatif dan hasil menunjukan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas V yaitu faktor

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen pengukuran tenggang rasa terdiri dari 3 dimensi yaitu : (1) toleransi dengan

Resin komposit nano hibrid adalah resin komposit yang dikembangkan dari campuran resin komposit nanofiller dan microfiller , suatu terobosan yang membuat peningkatan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan menggunakan