• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organisme”, yang disusun oleh :

nama : Nur’arizkah NIM : 1412040013 kelompok : 3 (Tiga)

kelas : A/ Pendidikan Fisika

telah diperiksa oleh asisten atau koordinator asisten sehingga dapat diterima.

Makassar, 26 Januari 2015

Asisten,

Syahriana

NIM: 1214040009 Koordinator Asisten,

Muhammad Irwan, S.Pd

Mengetahui : Dosen Penanggung Jawab,

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap spesies memerlukan tingkat kondisi yang optimum sehingga spesies tersebut dapat menampilkan dirinya paling baik. Aktivitas biologis akan menurun bila kondisi di bawah atau di atas kondisi optimum. Penampilan terbaik suatu individu dapat diartikan yaitu bila individu tersebut dapat meninggalkan keturunan paling banyak. Dengan kata lain bila individu tersebut paling sesuai dengan kondisi atau paling berhasil meninggalkan keturunannya, tetapi dalam prakteknya sangat sulit walaupun kita mengukur pengaruh kondisi terhadap beberapa sifat yang dipilih seperti kecepatan pertumbuhan, reproduksi, dan kecepatan respirasi. Bagaimanapun juga pengaruh rentang kondisi pada berbagai sifat tersebut tidak akan sama.

Secara garis besar, suhu mempengaruhi proses metabolism, penyebaran, dan kelimpahan organisme. Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor: sifat siklusnya (harian, jurnal dan musiman, seasonal) seperti siang dan malam, musim kemarau dan musim penghujan; garis lintang (latitudinal) seperti daerah ropika, temperata, dan kutub; ketinggian tempat (altitudinal) seperti daerah pantai dan pegunungan; dan kedalaman (untuk perairan). Krebs (1978) menyatakan bahwa perbedaan suhu di muka bumi di sebabkan oleh dua faktor: radiasi (penyinaran) cahaya matahari yang dating dan distribusi daratan dan perairan. Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi

(3)

subjektif sehingga tidak akan digunakan. Pengelompokan lain yaitu homeotermi dan poikilotermi. Bilamana suhu lingkungan bervariasi, hewan homeotermi memelihara suhu tubuhnya tetap konstan, sedangkan hewan poikilothermi ikut berubah sesuai suhu lingkungan. Hewan poikilotermi seperti ikan Antartika variasi suhunya hanya sepersepuluh derajat walaupun suhu lingkungannya sangat bervariasi. Selanjutnya hewan poikilotermi diduga memiliki system pengaturan, bahkan hal ini hanya melibatkan tanggapan tingkah laku dengan bergerak menuju arah yang sesuai atau cocok selama naik turunnya suhu. Sebagai contoh spesies ikan yang berbeda bila ditempatkan di dalam gradient suhu laboratorium akan berkumpul di daerah suhu yang disukainya.

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas suatu enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastik. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di mana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim itu. Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35°C sampai 40°C (mendekati suhu tubuh manusia). Bakteri yang hidup dalam sumber air panas mengandung enzim dengan suhu optimal 70°C atau lebih.

Suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan dan metabolisme untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai dengan proses pencernaan san metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi uang optimal untuk pertumbuhan. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga di bawah batas yang mematikan.

(4)

aktivitas organisme. Pada percobaan yang akan kita lakukan maka kita akan menggunakan sampel dari hewan berupa ikan karena mudah untuk diamati aktivitas respirasinya melalui gerakan operculum. Selain itu, dengan menggunakan ikan maka kita dapat lebih mudah mengatur suhu yang kita inginkan dalam percobaan ini karena ikan hidup di air sehingga kita bisa mengatur suhu dari air tersebut yang tidak lain adalah lingkungan hidup/habitat dari ikan dengan memanaskan atau mendinginkan airnya dibandingkan harus menggunakan hewan darat karena sulit untuk mengatur suhu lingkungannya dan membutuhkan waktu yang lama. Percobaan ini dilakukan karena dianggap sangat penting untuk membuktikan pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme dan lebih meyakinkan kita pada teori - teori yang selama ini mengenai kaitan suhu pada aktivitas organisme khususnya pada saat respirasi Melalui percobaan ini pula maka kita dapat lebih mudah dalam memahami konsep mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme.

B. Tujuan Praktikum

Melalui percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.

C. Manfaat Praktikum

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana (Tim Penyusun, 2014).

Menurut Praseno (2009), suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.

Semua organisme laut (kecuali mammalia) adalah bersifat poikilotermik yaitu tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh organisme poikilotermik ini sangat tergantung pada suhu air tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya perubahan suhu air akan berakibat buruk terhadap organisme perairan. Perubahan suhu air yang lebih tinggi dari suhu ambang batas atas (upper lethal limit) atau lebih rendah dari ambang batas bawah (lower lethal limit) akan mengakibatkan kematian massal organisme (Hutagalung, 1998).

(6)

pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan. Ikan mempunyai suhu optimum tertentu untuk selera makannya. kenaikan suhu perairan diikuti oleh derajat metabolisme dan kebutuhan oksigen organisme akan naik pula, hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan bahwa untuk setiap perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik 2–3 kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10°C.

Menurut Wardoyo (1975) dalam Kelabora (2010), meskipun ikan dapat beraklimatisasi pada suhu yang relatif tinggi, tetapi pada suatu derajat tertentu kenaikan suhu dapat menyebabkan kematian ikan. perubahan drastis suhu sampai mencapai 5°C dapat menyebabkan stress pada ikan atau membunuhnya. Tidak stabilnya suhu juga mengakibatkan pertumbuhan larva ikan menjadi lambat. Hal ini disebabkan suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dan proses metabolisme akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan.

Menurut Kelabora (2010), perbedaan suhu air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan gangguan metabolisme. Kondisi ini dapat mengakibatkan sebagian besar energi yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuian diri terhadap lingkungan yang kurang mendukung tersebut, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau pertukaran zat. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena gangguan sistem percernaan. peningkatan suhu lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan tingginya mortalitas ikan.

(7)

minimum ekologi, dengan kisaran di antaranya merupakan batas-batas toleransi. Dengan kata lain, besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka makhluk hidup atau populasi itu akan berada dalam keadaan tertekan /stres sehingga apabila melampaui batas itu yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas tolerensi maksimum maka makhluk itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut.

Lebih lanjut menurut Khotimah (2013), diketahi bahwa bila suatu faktor pembatas dapat diatasi maka akan timbul faktor pembatas lain. Bila salah satu dari faktor lingkungan kita ubah perubahan ini akan memperngaruhi atau mengubah komponen-komponen lain. Contohnya, bila suhu udara dalam rumah kaca dinaikkan 10˚C maka udara di dalam rumah kaca mengandung lebih banyak uap air. tekanan uap air dari permukaan cairan dalam ruangan akan bertambah, akibatnya laju transpirasi penguapan akan meningkat. Hal ini juga akan meningkakan laju transpirasi sehingga absorpsi air akan niak pula. Kadar air tanah menjadi berkurang, lebih banyak udara masuk ke dalam tanah dan menyebabkan tanah menjadi semakin kering. Reaksi berantai ini dapat berulang-ulang. Walaupun pertumbuhan suatu individu atau sekelompok organisme dipengaruhi oleh faktor pembatas, namun tidak dapat disangkal bahwa lingkungan benar-benar merupakan suatu kumpulan dari macam-macam faktor yang saling berinteraksi. Yakni jika satu faktor berubah maka hampir semua faktor lainnya ikut berubah.

Adapun beberapa perinsip Hukum Toleransi Shelford menurut Khotimah (2013), dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Suatu organisme mempunyai toleransi yang besar terhadap satu faktor dan kecil terhadap faktor lainnya.

2. Organisme yang mempunyai toleransi yang besar terhadap semua faktor memiliki daerah penyebaran yang luas.

(8)

dengan kandungan Nitrogen yang terbatas maka daya tahan rumput terhadap kekeringan berkurang.

4. Dalam banyak hal, interaksi populasi seperti kompetisi, predator, parasit dan lainnya mencegah organisme dari pengambilan keuntungan terhadap kondisi lingkungan fisik yang optimum.

5. Pembiakan merupakan masa yang kritis bila faktor-faktor lingkungan menjadi terbatas. Keadaan reproduktif seperti: biji, telur, embrio, kecambah, dan larva pada umumnya mempunyai batas toleransi yang sempit.

Suatu organisme mempunyai toleransi yang besar terhadap suatu faktor yang konstan, maka faktor itu tidak merupakan pembatas. Sebaliknya bila mempunyai toleransi tertentu terhadap suatu faktor yang bervariasi dalam lingkungan, dapat menjadi faktor yang membatasi. Sebagaicontoh oksigen yang tersedia cukup banyak dan tetap serta siap untuk digunakan dalam lingkungan daratan sehingga jarang membatasi organisme daratan. Pada pihak lain, oksigen jarang dan sangat bervariasi dalam air sehingga merupakan faktor pembatas pada organisme perairan. Keadaan lingkungan yang ekstrim mengurangi batas toleransi (Khotimah, 2013).

(9)

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Hari/tanggal : Kamis/ 22 Januari 2015 Waktu : Pukul 10:30 – 12.00 WITA

Tempat : Green House Jurusan Biologi FMIPA UNM

B. Alat dan Bahan 1. Alat:

a. Termometer batang 1 buah

b. Stopwatch/handphone 1 buah c. Becker glass 1000 ml 6 buah d. Stopwatch/jam tangan 1 buah 2. Bahan :

a. Ikan mas koki (Cyprinus carpio) 6 ekor b. Es batu

c. Air panas d. Air kran C. Cara kerja

1. Memasukkan 6 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam becker glass yang berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit. 2. Mengambil 2 ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass

(IA) dan (IIA) yang berisi air panas (38°C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama 5 menit.

3. Mengambil 2 ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass (IB) dan (IIB) yang berisi air dingin (16°C) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama 5 menit.

(10)

mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama 5 menit.

(11)

BAB IV

HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan

1. Data frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki pada suhu air yang berbeda.

2. Analisis data frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki pada suhu air yang berbeda.

a. Becker glass A 1) Rerata :

Δ RI = 118 + 138 + 135 + 147 + 121 5 = 6595 = 131,8 kali/menit

Δ RII = 119 + 113 + 95 + 81 + 57 5 = 4655 = 93 kali/menit

2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :

v = 131,8 + 932 = 224,82 = 112,4 kali/meni t

b. Becker glass B 1) Rerata :

Δ RI = 59 + 17 + 17 + 15 + 16 5 = 1245 = 24,8 kali/menit

Δ RII = 77 + 34 + 38 + 27 + 31 5 = 2075 = 41,4 kali/menit

2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :

v = 24,8 + 41,42 = 66,22 = 33,1 kali/menit

(12)

1) Rerata :

Δ RI = 599 + 86 + 86 + 71 + 68 = 4105 = 82 kali/menit

Δ RII = 80 + 78 + 88 + 72 + 60 5 = 3785 = 75,6 kali/menit

2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :

v = 82 + 75,62 = 157,62 = 78,8 kali/menit

B. Pembahasan

1. Becker glass A dengan air panas (38°C)

Laju gerakan operculum ikan pada kondisi ini jika dilihat berdasarkan hitungan banyaknya gerakan operculum tiap menit terlihat tidak konsisten, atau dapat dikatakan gerakannya menurun dan kemudin meningkat dan kembali menurun, namun ketika di tinjau dari hasil analisis perhitungan untuk kondisi rerata total, ternyata kecepatan frekuensi gerakan (buka tutup) operculum lebih cepat dari pada laju gerakan operculum pada saat ikan ditempatkan pada air dingin dan air keran dengan perbandingan kecepatan/rerata total A : B : C yakni (112,4 : 33,1 : 78,8) kali per menit. Secara teori, laju operculum yang lebih cepat ini disebabkan karena pada air dengan suhu yang tinggi, kandungan oksigen terlarut sangat rendah sehingga untuk mencukupi kebutuhan oksigen didalam tubuh, ikan mas harus mempercepat gerakan membuka dan menutup operculum-nya untuk mengambil oksigen dengan lebih cepat. Hal ini juga menunjukkan bahwa bila suhu meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar.

2. Becker glass B dengan air dingin (12°C)

(13)

laju gerakan operculum pada suhu panas, hal ini disebabkan karena pada suhu yang rendah, kandungan oksigen yang terlarut sangat tinggi sehingga ikan mas tidak perlu mempercepat laju gerakan operculum-nya untuk mencukupi kebutuhan oksigenya karena jumlah oksigen cukup berlimpah di lingkungan. Gerakan operculum adalah indikator respirasi dari ikan sedangkan suhu adalah faktor pembatas kehidupan ikan. Jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup operculum-nya. Pada peristiwa temperatur dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperatur, maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang

mengakibatkan kebutuhan O₂ menurun, sehingga gerakannya melambat.

Penurun O₂ juga dapat menyebabkan kelarutan O₂ di lingkungannya meningkat.

3. Becker glass C dengan air kran (27°C)

(14)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Suhu yang tinggi menurunkan kelarutan gas oksigen dalam air sedangkan suhu yang rendah menaikkan kelarutan gas oksigen dalam air. Setiap jenis ikan memiliki kisaran toleransi suhu air yang berbeda. Ikan mas koki umumnya dapat bertahan hidup secara normal pada suhu 25°C-30°C. Gerakan operculum merupakan indikator laju respirasi dan kadar oksigen terlarut dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar oksigen dalam air. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan.

B. Saran

1. Saran kepada laboran

Sebagai laboran, diharapkan alat dan bahan yang disediakan diperhatikan, sehingga praktikan tidak menggunakan alat ataupun bahan yang kurang baik, khususnya kualitas baik buruknya termometer atau ikan mas koki yang akan digunakan dalam praktikum.

2. Saran kepada asisten

Sebagai asisten, diharapkan memberikan arahan dan batasan yang jelas dalam setiap kegiatan praktikum demi meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh praktikan selama praktikum berlangsung.

3. Saran kepada praktikan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Hutagalung, Horas. P. 1998. PENGARUH SUHU AIR TERHADAP KEHIDUPAN ORGANISME LAUT. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Laut Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta.

Kelabora, Dominggas M. 2010. PENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN MAS. Pekanbaru: Himpunan alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Riau.

Khotimah, Siti Khusnul. 2013. Faktor Pembatas dan Hukum Minimum Liebig.

https://husnulbiomipa.wordpress.com/2013/07/14/faktor-pembatas-dan-hukum-minimum-liebig/. Diakses pada tanggal 25 Januari 2015.

Praseno, Ongko. 2009. Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Strain Ikan Mas yang Dipelihara di Akuarium. Jakarta Selatan : Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.

(16)

LAMPIRAN

Soal

1. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu air yang berbeda?

2. Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi? 3. Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum terendah?

4. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan berdasarkan suhu air?

Jawaban

1. Karena semakin tinggi suhu, maka frekuensi gerakan operculum juga akan besar sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan dengan temperatur yang tinggi, juga pada suhu yang rendah gerakan operculum juga kecil atau sedikit karena suhu rendah menyebabkan aktivitas ikan mas koki juga rendah sehingga gerakan operculum-nya juga lambat.

2. Suhu panas yakni 38°C. 3. Suhu dingin yakni 16°C.

(17)
(18)

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggaran dan penerapan hukum yang dapat diterapkan kepada para pelaku terkait hal tersebut diatur pada Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Setelah dilakukan penggalian informasi dari informan penelitian, maka dapat diketahui bahwa UKM yang memproduksi Batik Al-Warits adalah Batik tulis Madura itu memiliki

Menurut Terry (Hasibuan, 1984:3) manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan

Tujuan utama penelitian adalah untuk menyusun strategi pengembangan bisnis produk gondorukem Indonesia berdasarkan model daya saing produk gondorukem di pasar internasional dan

Maka variabel perilaku daur ulang tidak dapat dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan beli produk hijau.. Hipotesis tiga (H3) yang

171. Seorang wanita berumur 32 tahun menderita tb kekambuhan, kemudian dokter memberi terapi oat kategori II yaitu isoniazid, rifampisin, etambutol dan

Nyata Terkecil pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Cara penanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada daun. cara

KANTOR SEKTOR BAKARU KANTOR