• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG TOILETTRAINING DENGAN PRAKTIK TOILET TRAININGPADA ANAK USIA TODDLER (1-3 TAHUN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG TOILETTRAINING DENGAN PRAKTIK TOILET TRAININGPADA ANAK USIA TODDLER (1-3 TAHUN)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH DAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG

TOILETTRAINING DENGAN PRAKTIK TOILET TRAININGPADA ANAK USIA

TODDLER (1-3 TAHUN)

Dian Surya Gumilang1, Yuni Puji Widyastuti1, Andriyani Mustika Nurwijayanti1

1

Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan:Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar (BAB). Toilet training sangat penting diberikan pada anak usia 1-3 tahun atau usiatoddler, karena pada masa tersebut kemampuan

sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan sfingterani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal jika orang tua memahami bagaimana harus bersikap dan menentukan tipe pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anaknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh dan pengetahuan orangtua tentangtoilet trainingdengan praktiktoilet trainingpada anak usiatoddler (1-3 tahun) di Desa Banyu Putih Kabupaten Batang. Metode: Penelitian ini menggunakan desainkorelasional dengan metode pendekatancross sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan purposive samplingyaitu sebanyak103 orang tua yang mempunyai anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa Banyu Putih Kabupaten Batang. Alat penelitian menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan ujiChi Square.Hasil:Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pola asuh (p value = 0,000; α<0,05) dan pengetahuan orangtua tentang toilet training (p value = 0,001; α<0,05) dengan praktiktoilet trainingpada anak usiatoddler(1-3 tahun) di Desa Banyu Putih Kabupaten Batang. Diskusi:Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel-variabel lain yang berkontribusi dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun), dengan metode yang berbeda.

Kata kunci:Pola Asuh, Pengetahuan,Toilet Training, Toddler

ABSTRACT

Introduction: Toilet training in children is an attempt to train children to be able to control the conduct urinate or defecate (BAB). Toilet training is essential given to children aged 1-3 years or toddler, because at the time of the urethral sphincter's ability to control urination curiosity and anal sphincter to control defecation curiosity began to grow. Kids can grow and develop optimally if parents understand how to behave and determine the type of parenting is in accordance with the development of children. The purpose of this study was to determine the relationship of parenting and parental knowledge about toilet training with the practice of toilet training in children ages toddler (1-3 years) in the village of Batang Banyu Putih. Methods: This study uses correlation design with cross sectional method. The sample in this study were taken using purposive sampling as many as 103 parents of children ages toddler (1-3 years) in the village of Batang Banyu Putih. Research tool using a questionnaire and analyzed using Chi Square. Result:The results showed no association between parenting style (p value = 0.000; α <0.05) and parental knowledge about toilet training (p value = 0.001; α <0.05) with the practice of toilet training in children ages toddler (1- 3 years) in the village of Batang Banyu Putih).Discussion:Researchers then expected to investigate other variables that contribute to the ability of toilet training in children ages toddler (1-3 years), with different methods.

(2)

PENDAHULUAN

Seorang anak tidak semua siap untuk melakukan toilet training pada usia 2 tahun, hanya 4% dari 482 toddler yang sehat mampu untuk toilet training pada usia 2 tahun, 22% pada usia 2 ½ tahun, 60% pada usia 3 tahun, 88% pada usia 3 ½ tahun dan 2% pada usia 4 tahun (Dewi, 2013). Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Nasional, diperkirakan jumlah balita di Indonesia mencapai 30% dari 259 jiwa penduduk Indonesia dan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak (23%) dari 325 juta anak (Kartini, 2013).

Keberhasilan anak dalam toilet trainingini membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun intelektualnya sehingga anak dapat mengontrol BAB dan BAK secara mandiri (Hidayat, 2009). Anak yang mempraktikkan toilet training dengan baik memiliki ciri tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam, berhasil bangun tidur tanpa mengompol, mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata pup, memberi tahu bila celana atau popok basah dan kotor, memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin atau minta ke kamar mandi, mampu memakai dan melepas celana, memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat ingin BAB dan BAK, tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang sekitarnya, minta diajari menggunakan toilet, mampu jongkok 5-10 menit (Sudilarsih, 2010).

Ketidakmampuan anak dalam praktik toilet training dapat menimbulkan beberapa masalah yang dialami anak yaitu seperti sembelit, menolak toileting, disfungsi berkemih, infeksi saluran kemih, dan enuresis (Hooman, 2013). Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak (Yusuf, 2004). Anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal jika orang tua memahami bagaimana harus bersikap dan menentukan tipe pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anaknya (Supartini, 2011). Sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh orangtua berpengaruh pada pencapaian target atau praktik toilet training

oleh anak.

Dampak yang paling umum dalam kegagalan

toilet training pada anak usia toddlermisalnya,

adanya suatu perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya sehingga dapat menggangu kepribadian dan menyebabkan anak menjadi keras kepala. Hal ini dapat terjadi jika orang tua sering memarahi anak pada saat anak buang air kecil dan air besar. Tetapi jika orang tua tidak memperhatikan dan memberikan aturan toilet training maka anak akan cenderung bersikap ceroboh dan seenaknya dalam melakukannya (Hidayat, 2009). Sementara itu, anak-anak yang selalu diberikan

reinforcement positif oleh ibunya maka anak akan semakin baik dalam praktik melakukan

toilet training(Rudolf, 2006).

Pengetahuan dan penerapan pola asuh orang tua sangat penting utamanya adalah seorang ibu karena seorang ibu adalah orang utama bagi anak dan ibu merupakan lingkungan pertama yang dimasuki untuk membina sosialisasi anak (Astati, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Subhan (2013) menjelaskan bahwa pola asuh yang salah dapat menyebakan anak mempunyai perilaku yang temper tantrum. Sedangkan perilaku temper tantrum tersebut menjadikan anak tidak dapat mengontrol amarah dan menjadikan anak kehilangan kendali, ceroboh dan seenaknya sendiri (Tandry, 2010).

(3)

METODE

Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia toddler (1-3 tahun). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 103 orang tua. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Total Sampling. Alat penelitian

menggunakan kuesioner pengetahuan, pola asuh dan kemampuantoilet traininganak.Data dianalisis menggunakanChi Square Test.

HASIL

A. Analisa Univariat 1. Pengetahuan

Karakteristik umur respoinden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Hubungan pola asuh orangtua dalamtoilet trainingdengan praktiktoilet trainingpada anak usiatoddler(1-3 tahun).

Pola Asuh

Praktiktoilet training Total P value

OR (CI 95%)

Baik Kurang Baik

n % n % n % 0.000 9.47

Demokratis 49 83.1 10 16.9 59 100

Permisif 15 34.1 29 65.9 34 100

Total 64 62.1 39 37.9 103

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa ada hubungan pola asuh orangtua dengan praktik

toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun).

Tabel 2.

Hubungan pengetahuan orangtua tentang

toilet training

dengan praktik

toilet training

pada anak usia

toddler

(1-3 tahun).

Pengetahuan

Praktiktoilet training Total P value

OR (CI 95%)

Baik Kurang Baik

n % n % n %

Baik 40 78.4 11 21.6 51 100 0.001 11.40

Cukup+Kurang 24 46.2 28 53.8 52 100

Total 64 62.1 39 37.9 103

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan orangtua dengan

praktik toilet training pada anak usia toddler

(1-3 tahun).

PEMBAHASAN

A. Hubungan pola asuh orangtua dalam toilet training dengan praktik toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun).

Hasil penelitian menunjukan kecenderungan dimana orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis cenderung anak dalam praktik

toilettrainingnyabaik, sedangkan pada orangtua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung anak dalam praktik toilettrainingnya kurang baik. Hasil analisis juga menunjukkan ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan praktiktoilet trainingpada anak usiatoddler (1-3 tahun), dengan nilaip value=0,000 (α< 0,05).

Praktiktoilet training dengan baik dapat terjadi karena orangtua membantu anak pada hal-hal yang memang dirasa tidak mampu dilakukan anak, tetapi orangtua juga mengendalikan anak

dengan mengajari dan membimbing anak. Adanya alur tersebut anak menjadi perlahan melakukan sesuai yang diajarkan orangtua. Karena pada dasarnya kepribadian seorang anak sepanjang waktu akan terus berubah seiring dengan itu pendidikan moral atau kepribadian atau seiring dengan pola asuh lingkungan keluarga anak tersebut (Monks, 2012).

(4)

rasa rendah diri, dan dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat

intelektual dan kurang percaya diri (Monks, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Ritblatt (2013) menyatakan bahwa ketika setiap kebutuhan anak usia toddler dibantu meskipun sebenarya anak dapat melakukan sendiri maka cenderung anak tersebut akan selalu minta dibantu.

Hasil penelitian juga menunjukkan penerapan pola asuh secara permisif oleh orangtua kepada anak dapat terjadi karena diakibatkan orangtua tidak ingin anaknya terlihat mengalami keterlamabatan dengan anak lainnya atau anak mengalami diskriminasi sosial karena perilakunya yang belum tercapai, seperti dianggap “ngompolan”, “cengeng”, ataupun sebagainya. Sehingga orangtua akan selalu membantu anaknya, tanpa memperdulikan kemampuan anak.

Hal ini didukung oleh pernyataan Hogg & Blau (2011) yang menyatakan bahwa pada dasarnya orangtua dengan tahapan anak usiatoddlerakan cenderung bereaksi secara berbeda dalam memahami dan menerima kemampuan anaknya, seperti kemampuan toilet training. Sebagian orangtua akan membebaskan ekspresi anak karena untuk mengembangkan kemampuan anak, namun sebagian lainnya bersikap over protektif dan bersikeras untuk membantu segala kegiatan anak walaupun sebenarnya anak dapat melakukan sendiri.

Hasil studi retrospektif kasus kontrol yang dilakukan oleh Kiddoo (2012) menunjukkan bahwa anak-anak yang selalu diberi hukuman oleh ibunya pada saat melakukan kesalahan dalam toilet training anak dapat mengalami gejala inkontinensia atau ISK. Sedangkan pada anak yang mendapatkan motivasi dari ibunya pada saat melakukan toilet training anak dapat mengalami genjala inkontinensia dan ISK yang lebih rendah. Bentuk hukuman pada saat toilet trainingjuga menimbulkan bahaya karena anak akan belajar perilaku agresif dalam mengatasi rasa marah (Rudolf, 2012). Sementara itu, anak-anak yang selalu diberikan reinforcement

positif oleh ibunya maka anak akan semakin termotivasi untuk melakukantoilet training.

Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono (2009) menyatakan, bahwa pola asuh orangtua

kemampuan sosialisasi anak dan tumbuh dan kembang anak yang optimal. Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramawati (2011) yang juga menghasilkan pola asuh orangtua sebagian besar menerapkan pola asuh demokratis terhadap anak tuna grahita dan sebagian besar anak tunagrahita yang memperlihatkan kemampuan perawatan diri yang tinggi mempunyai orangtua dengan pola asuh demokratis

B. Hubungan pengetahuan orangtua

tentang

toilet training

dengan praktik

toilet training

pada anak usia

toddler

(1-3 tahun).

Hasil

penelitian

menunjukan

kecenderungan arah yang positif, dimana

orangtua yang memiliki pengetahuan yang

baik cenderung anaknya dalam praktik

toilet

training

baik,

dan

sebaliknya

orangtua yang memiliki pengetahuan yang

kurang cenderung anaknya dalam praktik

toilet training

kurang baik. Hasil tersebut

dibuktikan

dengan

orangtua

yang

pengetahuannya baik sebagian besar 78,4%

anak melakukan praktik

toilet training

dengan

baik,

orangtua

yang

pengetahuannya cukup sebagian besar

52,4% anak melakukan praktik

toilet

training

dengan baik, orangtua dengan

pengetahuan yang kurang sebagian besar

80% anak melakukan praktik

toilet training

dengan kurang baik.

Hasil analisis juga menunjukkan ada

hubungan antara pengetahuan orangtua

tentang

toilet training

dengan praktik

toilet

training

pada anak usia

toddler

(1-3 tahun)

di Desa Banyu Putih Kabupaten Batang,

dengan nilai

p value

=0,001 (α< 0,05).

Hasil penelitian ini sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan oleh Septian

(2014)

yang

menghasilkan

terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan

keberhasilan

toilet training

pada anak,

dengan nilai

p value

=0,003 (α< 0,05).

Sejalan pula dengan penelitian oleh

Pusparini

(2010)

yang

menghasilkan

(5)

training

yang dimiliki oleh ibu akan

berpengaruh pada baiknya pula perilaku ibu

dalam melatih

toilet training

pada anak usia

toddler.

Penelitian yang dilakukan oleh

Rirismawati (2010) juga menyebutkan

bahwa pengetahuan orangtua tentang

toilet

training

sangat berkaitan sekali dengan

keberhasilan

toilet training,

sebab tingkat

pengetahuan

orangtua

yang

kurang

merupakan faktor yang dapat memengaruhi

kegagalan

toilet training.

Tingkat pengetahuan orangtua yang baik

tentang toilet training mengacu orangtua

tersebut lebih luas memahami kesiapan

anak melakukan

toilet training

dan menilai

pentingnya melatih

toilet training

pada

anak, serta dampak dari kegagalan anak

dalam melakukan

toilet training

. Orangtua

dengan tingkat pengetahuan yang baik akan

memahami dan menerapkan latihan toilet

training kepada anak secara baik. Seperti

pada penelitian yang dilakukan oleh

Ambarwati (2014) juga menyebutkan

orangtua yang memahami pentingnya

melatih anak dan dampak anak gagal dalam

melakukan toilet training akan melakukan

latihan

kepada

anak

untuk

mengkomunikasikan keinginan BAB dan

BAK, sehingga anak mampu mengontrol

keinginan BAB dan BAK.

Pengetahuan merupakan faktor terpenting

dalam menentukan perilaku seseorang,

karena dapat menimbulkan suatu persepsi

dan kebiasaan masyarakat

(Surininah,

2010).Pengetahuan tentang

toilet training

akan berpengaruh pada penerapan

toilet

training

pada anak. Ibu yang mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik berarti

mempunyai pemahaman yang baik tentang

manfaat dan dampak

toilet training

,

sehingga ibu akan mempunyai sikap yang

positif terhadap konsep

toilet training.

Sikap akan membentuk kecenderungan ibu

untuk bertindak atau berperilaku melatih

kebiasaan anak dalam

toilet training

(Mufattahah, 2012).

Pengetahuan

orangtua

tentang

toilet

training

yang baik pada anak usia

toddler

juga

akan

memacu

orangtua

untuk

memberikan stimulasi toilet training pada

anak usia

toddler.

Seperti pada penelitian

Maurin (2013) yang menghasilkan orangtua

yang memiliki pengetahuan yang baik

terkait pentingnya

toilet training

akan

meningkatkan motivasi orangtua untuk

melakukan stimulasi

toilet training

pada

anak. Sedangkan stimulasi yangbaik akan

meningkatkan kemampuan anak dalam

praktik

toilet

training

.

Seperti

pada

penelitian yang dilakukan oleh Wulandari

(2011) menyebutkan bahwa stimulasi

toilettraining

yang

baik

pada

anak

berkontribusi

terhadap

kemampuan

toilettraining

anak.

Pengetahuan yang dimiliki ibu pada

dasarnya dapat berpengaruh pada cepat atau

lambatnya ibu melakukan penerapan

toilet

training

. Ibu yang memiliki pengetahuan

yang baik tentang

toilet training

akan

berdampak pada cepatnya ibu melatih

toilet

training

secara dini pada anak usia toddler,

yaitu anak dapat mandiri melakukan

toilet

training

(Wong, 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola asuh orangtua anak usia toddler (1-3 tahun) sebagian besar demokratis (57.3%), pengetahuannya sebagian besar baik (62.1%), praktiktoilet trainingpada anak usiatoddler (1-3 tahun) sebagian besar baik (49.5%). Ada hubungan pola asuh orangtua dalam toilet training dengan praktik toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun) dengan nilai p value =0,000 (α < 0,05). Ada hubungan pengetahuan orangtua tentang toilet training

dengan praktik toilet training pada anak usia

toddler(1-3 tahun) dengan nilai.p value=0,001 (α < 0,05).

Saran

(6)

terkait toilet training pada anak dengan mengikuti penyuluhan, diskusi, atau pelatihan tentang melatih anak untuktoilet training.

DAFTAR PUSTAKA

Abdat. (2011).Hubungan Pola Asuh OrangTua Terhadap Kemandirian Personal Hygiene Pada Anak Prasekolah Di Wilayah Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. Thesis Fakultas Psikologi UI. DepokFrom:http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/det ail.jsp? id=125595&lokasi=lokal

Alifah. (2011). Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Terhadap Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus Anak Usia Prasekolahdi PAUD Teratai Desa Plantaran Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal. Skripsi PSIK STIKES Kendal.

Batuatas. (2012). Pengaruh Peran Ibu dengan Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Toddler di Play Group Tarbiyatush Shibiyan Mojoanyar Mojokerto. Jurnal Hospital Majapahit Vol 4, No.1 Februari 2012.

Devina. (2015). Perancangan Buku Interaktif Tentang Toilet Training Anak Usia 1-3 Tahun. Jurnal DKV Adiwarna, Universitas Kristen Petra Vol 1 (2015).

Diakses melalui:

http://studentjournal.petra.ac.id/index.ph p/ dkv/article/view/3210/2900 pada tanggal 28 September 2015.

Dewi. (2013). Association Between Knowledge Of Mothers On Toilet Training And Preparedness For Toilet Training In Toddlers At Ceria Play Group Of Demangan Baru Caturtunggal Depok District Of Sleman. Jurnal Medika Respati Vol 8, No 1 (2013). Diakses melalui:http://journal.respati.ac.id/index. php/medika/article/view/62/58

Fitri, A. (2012). Seri Parent’s Guide, Diary Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Read Publishing House.

Friedman.(2010).Buku AjarKeperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Hidayat,A.A.(2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1.Jakarta: Salemba Medika.

Hogg & Blau .(2011).Mendidik dan Mengasuh Anak Balita Anda. Jakarta: GM.

an Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Indanah. (2014). Pemakaian Diapers dan Efek

Terhadap Kemampuan Toilet Training pada Anak Usia Toddler. JIKK Vol. 5. No. 3 Agustus 2014 : 61-68.

Kartini M. (2013). Faktor-faktor yang

mempengaruhi ibu dalam

mengaplikasikan kesiapan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di Desa Miruk Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar. Skripsi STIKes U’Budiyah Banda Aceh.

Kiddo. (2012). The International Classification of Functioning, Disability and Health Children and Youth (ICF-CY). Testing its Utility in classifying information from eco-cultural family interviews with ethnically diverse families with children disabilities in Kyrgyzstan. Disability and Rehabilitaton Journals, 31(12): 1018-1030,

Masruroh. (2009).Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Rasa Percaya Diri Siswa-Siswi Di Taman Kanak-Kanak Primagama Kota Malang. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang

Maurin. (2013).Hubungan antara Pengetahuan dengan Stimulasi Toilet Training pada Anak Usia Toddler di Desa Kampuas Kabupaten Jember. Jurnal Universitas Jember 2013.

Monks, F.J. (2012). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mufattahah, S. (2012). Ajarkan Toilet Training Sejak Dini. Yogyakarta : Graha Ilmu Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan

Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nuryanti. (2008). Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak. Jogjakarta : Katahati

Petranto. (2009). Jenis-Jenis Pola Asuh

Orangtua. Diakses dari

http://dwpptrijenewa.isuesse.com. 21 September 2015.

(7)

Sukoharjo.Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rirismawati, (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang toilettraining dengan kemampuan anak mengontrol BAK dan BAB di PAUD Melati Kedaung Kaliangke Cengkareng Jakarta Barat 2010. Jurnal Esaunggul 2010.

Ritblatt, Shulamit N.O., Amy Dale H. et al. (2013). Parents and Child Care Profesionals Toilet Training Attitudes and Practices:A Comparative Analysis.

Diaksesmelalui:www.static.highbeam.co m/j/journalof

researchinchildhoodeducation/marc2220 03

Rudolf. (2012). Psikologi pendidikan

(membangun interaksi

pembelajaranoptimal). Bandung: PT Re,aja rosda karya.

Septian. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Anak Usia Sekolah di SDN Panjang Wetan 01 Pekalongan. Skripsi PSIK FIKK Unimmus.

Slameto. (2012).Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Subhan. (2013). Hubungan Pola Asuh Orang Terhadap Kejadian Temper Tantrum Anak Usia Toddler Di Paud Dewi Kunti Surabaya. Jurnal Promkes, Vol. 1, No. 2 Desember 2013: 164–169. Diakses

melalui:http://www.journal.unair.ac.id/fil erPDF/jupromkes7483a304abfull.pdf Suharsono. (2009). Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Anak Prasekolah Di TK Pertiwi Purwokerto Utara. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 4, No.3, November 2009. Diakses melalui http://download.

portalgaruda.org/article.php?article=1174 58&val=5340

Supartini, Y. (2011). BukuAjar Konsep Dasar Keprawatan Anak. Jakarta :EGC.

Syari. (2015). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia 1-3 Tahun di Wilayah Kerja Posyandu Desa Kubang Jaya Kabupaten Kampar. Jom FK Volume 2 No. 2 Oktober 2015

Tandry, N. (2010). Bad Behaviour, Tantrums, and Tempers. Jakarta: PT Elex MediaKomputindo.

Wong , D. L et al. (2010). Buku ajar keperawatan pediatrick (Agus Sutarna, Neti Juniarti, & H.Y Kuncara, Penerjemah). Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Dan data tersebut bisa digunakan untuk menentukan jarak terpendek dari titik seorang pengguna ke tanaman yang ingin dituju dengan menggunakan

Brigham dan Houston (2006:95) menyatakan likuiditas sering ditunjukkan dengan current ratio karena dapat memberikan ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan, dan

Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua sesuai dengan Ketetapan MPRS No.XLIX/1968. 1 Selama menjabat sebagai Presiden,

Seperti yang dikatakan diatas bahwa ketika mencari kemiringan garis singgung dari suatua. fungsi sama saja seperti kita mencari turunan fungsi tersebut titik yang

PERGERAKAN NASIONAL (Analisis Semiotika pada Desain Gambar Kaos Tshirttokoh dalam Mengekspresikan Perjuangan Tokoh Pergerakan Nasional), sebagai syarat memperoleh

Hambatan Riset di level kebijakan Pemerintah – (1) ▫ Sejumlah aturan untuk meningkatkan penelitian dan publikasi . tidak serta-merta memotivasi dosen

• Indikator Stochastic bergerak pada area oversold dengan indikasi pola golden-cross dan RSI yang mulai terlihat bullish reversal momentum.. • Support

Pelayanan terhadap konsumen yang diberikan Elly Batik Semarang yakni melayani konsumen baik konsumen yang membeli produk maupun yang hanya berkunjung tanpa membeli produk dengan