• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI MENGENAI PENGARUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI MENGENAI PENGARUH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI MENGENAI PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP PEMBAHARUAN PERILAKU SISWA KRISTEN

A. DASAR DAN PEMAHAMAN SECARA TEOLOGIS

1. Egseges Roma 12: 1-2 tentang pembaharuan perilaku

a. tubuhmu sebagai persembahan yang hidup.(Roma 12:1)

Orang percaya seharusnya mempunyai keinginan tulus-ikhlas untuk menyenangkan hati Allah dalam kasih, pengabdian, pujian dan kekudusan, serta mempersembahkan tubuh untuk pelayanan.

Pertama (1)Keinginan terbesar kita seharusnya hidup kudus dan berkenan kepada Allah. Ini menuntut memisahkan diri dari dunia dan makin mendekati Allah (ayat Rom 12:2). Kita harus hidup bagi Allah, menyembah Dia, menaati Dia, bersama dengan Dia menentang dosa dan membela kebenaran, menolak dan membenci kejahatan, melakukan pekerjaan baik untuk orang lain, meniru Kristus, mengikut Dia, melayani Dia, hidup sesuai dengan Roh dan dipenuhi oleh Roh.

Kedua (2)Kita harus mempersembahkan tubuh kita kepada Allah sebagai sudah mati kepada dosa dan sebagai rumah Roh Kudus. 1Kor 6:15,19).

b. Janganlah kamu menjadi serupa tetapi berubahlah (Roma 12:1-2)

(2)

Pertama(1) kita harus sabadar bahwa sistem dunia ini jahat adanya (kis 2:40; Gal 1:4) dan di bawah pemerintahan iblis (Yoh 12:31; 1Yoh 5:19).

Kedua(2) kita harus bersikap tegas terhadap segala cara yang berlaku dan popular dari roh dunia sambil membritakan kebenaran kekal dan standar kebenaran Firman Allah demi Kristus(1Kor 1:17-24).

Ketiga(3) kita harus membenci kejahatan, mengasihi yang benar(Ibr 1:19) dan menolak untuk berserah pada aneka macam keduniawian di sekitar gereja,seperti keserakahan,mementingkan diri, pemikirian humanistic, siasat-siasat politik, iri hati, kebencian, dendam,kecemaran, bahasa yang tidak senonoh, hiburan duniawi, pakian yang tidak sopan, kedursilaan,narkotika,minuman keras dan persekutuan dengan orang duniawi.

Keempat(4) pikiran kita harus diselaraskan dengan cara Allah(1Kor 2:16; Filipi 2:5)dengan membaca serta merenungkan Firmannya(Maz 119:11, 148; Yoh 8:31-32) rencana dan cita-citakita kita harus ditentukan oleh kebenaran sorgawidan abadi, bukan oleh zaman yang jahat, secular, dan sementara.1

2. Pembinaan rohani di perjanjian lama

Pembinaan rohani yang terdapat dalam perjanjian lama disebut Pemuritan, dimana, Pemuritan merupakan konsep tologis dan praktek Kristiani yang didasarkan pada metode dan praktek pelayanan Kristus di dunia ini yang dicatat dalam Perjanjian Baru, khususnya kitab-kitab Injil. Lalu bagaimana dengan kehidupanumat Allah

(3)

sebelum pelayanan Kristus di dunia ini, khususnya Perjanjian Lama. Adakah konsep teologis dan metode yang mirip dengan pemuritan? Artikel ini bertujuan untuk menyelusuri dan menemukan konsep teologis dan metode pendidikan dan pembinaan rohani bagi umat Allah, khusunya dalam Perjanjian Lama.2

Gary J. Bekker menyatakan bahwa Perjanjian Lama banyak mengungkapkan tentang hal mengetahui, mengajar dan mempelajari, namun hampir tidak pernah membahas perihal murid, kecuali referensi tidak langsung dalam 1Tawarikh 25:8 dan Yesaya 8:16.3 Walaupun istilah itu memang tidak terdapat dalam Perjanjian Lama,

namun konsep pembelajaran seperti “murid” ada dalam Perjanjian Lama. Wilkins mengungkapkan adanya konsep pembelajaran dalam konteks music (1Tawarikh 25:8), konteks kenabian, konteks para ahli dan orang Lewi, dan tradisi orang bijak.4.

Dalam Perjanjian Lama, dapat ditemukan berbagai pembinaan, seperti pembinaan atau pendidikan rohani di rumah, pengajaran oleh iman dan orang Lewi, pendidikan dalam tradisi hikmat dan kenabian. Pembinaan rohani dalam dunia Perjanjian Lama biasanya terjadi di rumah, dalam konteks ibadah dan di istana. Tentu belum ada pendidikan yang tersedia bagi semua orang seperti pada era masa kini. Perjanjian Lama menegaskan bahwa pendidikan rohani anak merupakan tanggung jawab utama orang tua dan guru.5

2Marcel V. Macelaru membahas topic “pemuridan dalam Perjanjian Lama” Context: A Phenomenological

Approach” pleroma anul, XIII nr. 2 (2011), pp. 11-12

3 Gary J. Bekker, “Discipli,” Evangelical of Christian Education(Grand Rapids:Baker Academic, 2001), p, 207 4 Ibid. pp.45-91

5 Philiph J. King dan Lawrence E. Stager, “kehidupan orang Israel Alkitabiah” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010),

(4)

Dalam kehidupan bangsa Israel para imam dan orang Lewi juga mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengajar umat (Ulangan 33:10; Imamat 10:11).6 Para imam mempunyai tanggung jawab untuk mengajar umat perihal haram atau tidak haram dan tahir atau tidak tahir.7 Dalam konteks internal imam dan orang Lewi, Wilkins mengungkapkan bahwa orang tua melatih anak-anaknya untuk dapat menjalankan peran dan tugasnya sebagai imam dan orang Lewi.8

Ada beberapa bagian Perjanjian Lama yang memberikan informasi bahwa seorang nabi biasanya dikelilingi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai “anak-anak” nabi atau murid yang belajar tentang kehidupan dan pengajaran sang nabi.

2 Raja-raja 3:3; 5; 38 menyebut sebagai “sons of prophets” (“rombongan nabi”).84 Para murid nabi ini harus mendengarkan dan mengingat pengajaran sang nabi (Yesaya 50:4).9 Măcelaru juga mengungkapkan adanya seperti suatu bimbingan kelompok dalam konteks kenabian khususnya pada zaman Samuel, Elia, dan Elisha.10

Hal lain yang membedakan antara pembinaan rohani orang tua kepada anak-anak dalam Perjanjian Lama tidaklah menekankan aspek multiplikasi seperti metode pemuridan masa kini. Pemuridan masa kini sangatlah bertujuan agar murid yang telah menjalani proses pemuridan, dapat memuridkan orang lain. Sedangkan pembinaan rohani orang tua kepada anak-anak dalam Perjanjian Lama lebih menekankan bahwa melalui kepercayaan dan kehidupan mereka yang “berbeda” dengan bangsa-bangsa

6Culpepper, “education,” p. 24

7 R.K. Duke, “Priests, Priesthood,” Dictionary of the Old Testament: Pentateuch (Downers Grove:Grove: InterVersity press, 2003), p. 652

8 Ibid. 9Ibid.

(5)

lain, bangsa-bangsa lain ini tertarik kepada Allah yang mereka percayai. George W. Peters menyimpulkan kedua pendekatan ini sebagai sentripetalisme Perjanjian Lama dan sentrifugalisme Perjanjian Baru. Sentripetalisme Perjanjian Lama ini terwujud melalui kehidupan Israel sebagai saksi Allah yang menyebabkan bangsa-bangsa lain untuk mencari Allah, sedangkan sentrifugalisme Perjanjian Baru ini terwujud melalui gereja yang pergi ke luar sebagai saksi Allah untuk menjangkau bangsa-bangsa lain, sehingga mereka dapat mengenal Allah.11

3. Pembinaan rohani Perjanjian Baru

Perjanjian Baru merupakan pelajaran akan apa yang telah diwahyukan Allah tentang DiriNya di dalam Perjanjian Baru.12 Yesus melakukan pembinaan rohani atau

pemuritan terhadap murid-muridnya 12 Rasul. Di samping menjalin hubungan akrab dengan murid-muridNya dalam pelayanan sehari-hari, Yesus juga meluangkan waktu yang khusus untuk membina mereka. Mereka tahu bahwa hal itu akan seringan berpiknik. Yesus mempersiapkan mereka untuk menghadapi perlawanan, bahkan penolakan (Matius 10:16-18; Markus 6:11). Yesus memberitahu murid-muridNya, Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu (Yohanes 15:16). Ia melatih langsung di medan pertempuran. Sewaktu-waktu Ia membawa orang-orangNya menyepi untuk waktu yang khusus bersama-sama, tetapi kebanyakan latihanNya diberikan langsung di lapangan. Mereka melayani bersama-sama dengan Dia.

(6)

Yesus selalu dapat dicari oleh murid-muridNya. Firman kekal itu menjelma supaya dapat didengar, dilihat, dan disentuh. Mereka dekat kepadaNya. Mereka dipilih untuk bersama-sama dengan Dia, tetapi bagi tujuan yang agung yaitu mempersiapkan mereka bagi pelayanan. Ia merancanglkan latihanNya sedemikian sehingga hidup mereka harus menghasilkan buah kekal. Ia tidak menyiapkan mereka untuk kehidupan persekutuan yang tertutup, maka Ia tidak mempersiapkan mereka dalam persekutuan yang menyendiri.

Sebagai kesimpulan, ada tiga hal yang harus dilakukan bagi orang yang ingin

menolong orang lain menjadi kuat imannya, setia dan berhasil di dalam pelayanan Yesus

Kristus. (a).Ia harus mempunyai tujuan jelas tentang apa yang ia kehendaki agar mereka

mengetahui dan mengerti mengenai Allah dan kebenaranNya. Ia harus tahu unsur-unsur

dasar dalam kehidupan seorang murid Kristus. (b).Ia harus memiliki suatu gambar yang

jelas tentang apa yang seharusnya murid-murid ini menjadi nantinya. Ia harus mengetahui

unsur dasar watak Kristen yang harus mereka miliki dan orang macam bagaimana yang

mereka harus menjadi. (c).Ia harus memiliki visi yang baik akan apa yang harus mereka

pelajari supaya tercapai tujuannya dan rencana untuk menolong mereka

menjalankannya.13

4. Pemahaman teologis tentang perilku

Teologi terdiri dari kata berbahasa Yunani, yaitu theos, yang artinya Tuhan, dan logos, yang artinya perkataan, ucapan, firman, pengetahuan, dll. Dengan demikian teologi berarti pengetahuan tentang Tuhan.14

13Misi.sabda.org

14 Francis Wahono Nitiprawiro. “ Teologi Pembebasan” cet I: September 2000,II: 2008,

(7)

Hal itu tidak salah, tetapi terlampau menyederhanakan teologi sebagai sebuah ilmu. Penyederhanaan itu telah menyebabkan kesalahan laten, di mana teologi diperangkapkan dalam suatu lingkungan abstrak dan transenden. Kiblatnya diarahkan ke realitas Tuhan yang transenden, bukan meresponi Tuhan yang historis dan imanen. Bahkan seluruh aktifitas manusia pun akhirnya mengarah ke transendensi itu. Keberakaran teologi dalam konteks kehidupan manusia semakin menjadi lemah, sehingga aksentuasi kehidupannya merupakan semacam “credit point” untuk masuk surga.

Tanpa disadari, pemahaman teologi seperti itu telah membentuk perilaku kristiani yang sangat normatif.15 Apapun yang dilakukan harus berdasarkan pada “hukum-hukum Tuhan” sebagaimana tertuang di dalam Alkitab. Sehingga perilaku Kristisani sangat biblisentris. Tentu tidak salah juga, jika dimaknakkan sebagai pola beragama masyarakat, atau kekhasan suatu kelompok agama. Namun fatalnya, ialah kecenderungan itu telah memunculkan sistem identifikasi diri yang patronis.16

B. TEORI PEMBINAAN ROHANI

1. Kolerasi pendidikan agama Kristen dengan pembinaan rohani

Pada bagian ini penulis membagi Pendidikan Agama Kristen kedalam dua bagian yaitu Pendidikan Agama Kristen secara umum menurut Thomas Groome, dan Pendidikan Agama Kristen kategorial pemuda menurut E.G Homrigausen dan I.H Enklaar.

Secara etimologis istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari “education” dalam bahasa inggris. Kata “education” berasal dari

(8)

bahasa latin “ducere” yang berarti membimbing (to lead), di tambah awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi arti dasar pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar.17 Thomas Groome, dalam bukunya Christian religious education (1980) seperti yang dikutip oleh Daniel Nuhamara, mengungkapkan bahwa dalam konsep pendidikan terkandung beberapa dimensi penekanan, asumsi, dan perhatian yang terkandung dalam konsep pendidikan sebagaimana yang ditunjukkan oleh arti etimologisnya.

Menurutnya ada tiga penekanan dimensi waktu, yakni dimensi waktu masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Dimensi waktu masa lampau adalah dari mana aktivitas (membimbing) itu dibawa, serta apa yang telah dimiiki (misalnya pengetahuan) baik oleh pendidik maupun peserta didik untuk mengambil sesuatu bagi dirinya sendiri secara sadar. Dimensi waktu masa kini adalah, proses atau aktivitas yang sedang berlangsung untuk menemukan sesuatu. Dimensi masa yang akan datang adalah tujuan kearah mana usaha tersebut dibawa atau dapat juga disebut masa depan yang hendak dituju karena ketiga dimensi ini harus dipahami dengan baik karena merupakan pedoman bagi pendidik maupun peserta didik.18

Lebih lanjut Thomas Groome mendefenisikan bahwa pendidikan itu dilakukan secara sengaja, sistematis, terus–menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap–sikap, nilai-nilai, keahlian–keahlian, atau kepekaan– kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu.19 Maka hakikat pendidikan yang

17 Daniel Nuhamara,”Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”,(Direktorat Jendral bimbingan

MasyarakatKristen) Protestan dan Universitas Terbuka, 1994). h.4

18 Nuhamara, “Pembimbingan Pendidikan Agama Kristen” h.9

19 Thomas H. Groome, “Chritian Religious Education Berbagai Cerita dan Visi

(9)

diungkapkan oleh Thomas Groome adalah sebagai kegiatan yang politis bersama para peziarah dalam waktu, pendidikan harus memberdayakan mereka untuk kritis memanfaatkan masa lampau mereka agar mereka dapat bekerja secara kreatif melewati masa kini dan menuju masa depan mereka.20

Jadi Pendidikan Agama Kristen sangat dibutuhkan dalam hal ibadah, pendalaman alkitab, pembuatan tema – tema dalam setiap ibadah, dan kegiatan – kegiatan pemuda. Tujuannya untuk menjawab kebutuhan iman spritualnya. Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama dengan mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini terutama dalam cerita komunitas iman Kristen, yang membawa visi kerajaan Allah, benih–benih yang telah hadir diantara kita. Dengan demikian dikatakan bahwa pendidikan agama kristen berasal dari cerita komunitas–komunitas kristen, dengan ekspresinya yang paling awal dalam Yesus Kristus dan Visi kerajaan Allah paling sempurna yang ditimbulkan oleh cerita. Akan tetapi pengakuan paling penting adalah Pendidikan Agama Kristen turut ikut ambil bagian dalam hakikat pendidikan yang bersifat politis.21 Sebagai proses seumur hidup dalam menghayati proses iman Kristen.

Setelah mengetahui bagaimana dan apa Pendidikan Agama Kristen tersebut maka dapat ditentukan juga apa tujuan yang berada dalam Pendidikan Agama Kristen tersebut. Tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk memampukan pemuda Kristen, supaya hidup sesuai dengan iman Kristen. Hal ini merupakan tujuan Pendidikan Agama Kristen sejak komunitas Kristen mulai mendidik. Iman kristen

(10)

yang hidup semacam ini menjadi tujuan pendidikan agama kristen sejak orang–orang kristen merespon perintah Yesus.22

Referensi

Dokumen terkait

a) Political Beribery yaitu kekuasaan dibidang legislatif sebagai badan pembentuk undang-undang, yang secara politis badan tersebut dikendalikan oleh suatu

Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur – prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama – sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk

Dalam mencapai tujuan hidup itu, manusia diberi beban oleh Allah sesuai kesanggupannya, mereka diberi pahala lebih dari yang telah diusahakannya dan mendapat siksa

Apabila hasil zakat dan pendapatan-pendapatan negara lainnya mencukupi kebutuhan mereka, maka allah tidak menuntut hak yang lain dari orang mukmin untuk para fakir miskin. Tapi

Menurut (Sitohang, 2018) Defenisi Sistem merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedurnya yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

Dalam pendekatan prosedur, sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, terkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau

Menimbulkan perhatian pelanggan berarti sebuah pesan harus dapat menimbulkan perhatian baik dalam bentuk dan media yang disampaikan. Di mana perhatian itu bertujuan secara

(SQ adalah singkatan dari kata “Social Quotient” seperti halnya IQ untuk kecerdasan). 3) Fungsi-fungsi Mental Lain, mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan