• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Persepsi Risiko 2.1.1 Persepsi

Menurut Ferrinadewi (2008:42) Persepsi adalah cara pandang tentang suatu hal, persepsi merupakan proses yang kompleks, seringkali terjadi dimana pesan yang satu tidak berhubungan dengan pesan yang lainnya dan akhirnya memasuki otak konsumen karena itu memahami proses persepsi sangat penting bagi produsen atau pembisnis agar dapat, menciptakan komunikasi yang efektif dengan konsumen. Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin perceptio yang berarti menerima atau mengambil, dan merupakan suatu proses dengan mana sebuah stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan menjadi informasi yang bermakna.

Menurut Suryani (2008:103) terdapat 3 (tiga) proses penting dalam persepsi yaitu menyeleksi (memilih) stimuli, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli tersebut agar dapat memiliki arti dan makna.

1. Seleksi

Proses persepsi diawali dengan adanya stimuli dengan adanya panca indra yang disebut sebagai sensasi. Dilihat dari asalnya, stimuli ada yang berasal dari luar individu (seperti aroma, iklan, dan lain-lain) serta berasal dari dalam diri individu seperti harapan, kebutuhan, dan pengalaman. Terdapat 2 (dua) faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan dipilih oleh konsumen untuk dipersepsikan yaitu faktor dari stimuli itu sendiri dan faktor internal

(2)

a. Faktor dari Stimuli

Faktor – faktor yang merupakan karakteristik stimuli yang dapat mempengaruhi pemilihan konsumen dalam memilih stimuli yang diperhatikan antara lain:

1) Kekontrasan

Objek-objek pemasaran yang sangat berbeda dari yang lain akan menarik perhatian konsumen. Prinsip kontras menyatakan bahwa stimulus eksternal yang berbeda atau berlawanan dengan kondisi yang ada akan menarik perhatian. Sebuah iklan yang memiliki nuansa berbeda dalam jingle musiknya dengan pesan yang sangat berbeda akan lebih menarik jika dibandingkan dengan iklan yang jingle musiknya mirip dengan yang lain.

2) Kebaruan

Stimuli yang baru apakah itu berupa iklan baru, produk baru, atau kostum tenaga penjual yang baru akan menarik perhatian konsumen Launching produk baru seringkali akan menarik perhatian untuk

diperbincangkan dan diperhatikan oleh konsumen. 3) Intensitas

Semakin kuat intensitas stimuli eksternal akan semakin dirasakan konsumen, sehingga konsumen cenderung memperhatikan. Suara yang keras akan lebih diperhatikan daripada suara yang biasa saja, bau yang sangat harum akan lebih kuat dirasakan konsumen daripada bau yang intensitasnya biasa saja.

(3)

Stimuli yang besar misalnya produk yang memiliki ukuran yang besar akan menjadi daya tarik bagi konsumen untuk diperhatikan. Ukuran ini seringkali terkait dengan intensitas.

5) Gerakan

Dari berbagai stimuli pada lingkungan sekitar, konsumen akan memperhatikan stimuli yang bergerak dibandingkan dengan yang diam. Prinsip gerakan ini menyatakan bahwa konsumen akan memberikan perhatian lebih terhadap objek yang bergerak daripada objek yang tidak bergerak. Ketika melihat pameran toko, seorang tenaga penjual bergerak mendekati kita akan lebih kita perhatikan daripada tulisan yang ada di tempat pameran.

6) Pengulangan

Stimuli yang diulang-ulang akan lebih menarik perhatian jika dibandingkan dengan stimuli yang hanya muncul sekali. Konsumen akan cenderung memperhatikan iklan yang diulang ulang dibandingkan dengan iklan yang hanya muncul sekali.

b. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Faktor utama yang sering kali mempengaruhi perhatian individu dalam memilih stimuli adalah harapan dan motif proses seleksi ini dipengaruhi oleh 4 (empat) prinsip yaitu:

1) Ebankonsur selektif (selective exponsure)

Konsumen cenderung akan memilih tayangan atau apa saja yang dilihat dan dirasakan secara selektif. Tidak semua yang mengenai diri

(4)

konsumen akan dipilih. Berbagai informasi yang ada di ingatannya (psychological set) akan mempengaruhi pemilihan.

2) Perhatian selektif (selective attention)

Konsumen dapat memperhatikan stimuli secara sengaja dan tidak sengaja. Perhatian secara sengaja akan terjadi jika konsumen secara sadar dan aktif memperhatikan kepada stimuli. Jika konsumen memiliki keterlibatan tinggi terhadap suatu produk, maka konsumen akan melakukan perhatian selektif. Konsumen akan aktif mencari informasi mengenai produk dari berbagai sumber informasi. Perhatian yang tidak sengaja pada kondisi tertentu juga dapat berubah menjadi sebuah kesengajaan jika stimuli mampu mempengaruhi konsumen untuk secara sadar memperhatikannya karena dianggap menarik dan dianggap penting atau bernilai menurut konsumen.

3) Bertahan secara perceptual (perceptual difence)

Tayangan berbagai iklan juga tidak diperhatikan semuanya oleh konsumen, karena adanya perceptual defence. Konsumen akan secara tidak sadar melindungi dirinya dari stimuli yang dianggap dapat membahayakan dan kurang diperlukan. Konsumen juga akan melindungi dirinya dari stimuli yang tidak sesuai dengan kebutuhan, keyakinan, dan nilai dalam diri konsumen.

4) Menutup secara perseptual (perceptual blocking)

Pada saat konsumen ditawarkan dengan produk, konsumen akan melindungi dirinya dari serbuan stimuli dan menahan stimuli tersebut sesuai dengan kesadaran konsumen.

(5)

2. Pengorganisasian

Setelah konsumen memilih stimuli mana yang akan diperhatikan, konsumen akan mengorganisasikan stimuli yang ada. Konsumen akan mengelompokkan, menghubungkan stimuli yang dilihatnya agar dapat diinterpretasikan, sehingga memiliki makna. Terdapat 3 (tiga) prinsip dasar penting dalam pengorganisasian, yaitu:

a. Gambar dan latar belakang (figure and ground)

Agar stimuli yang diperhatikan dapat dengan mudah untuk diberi makna, konsumen akan menghubungkan dan mengaitkan antara gambar dengan dasar, mengkaitkan antara apa yang ada dengan konteksnya sehingga punya makna. Prinsip ini menyatakan bahwa objek dianggap muncul terpisah dari latar belakang objek tersebut. Menurut Yuniarti (2015:121) gambar adalah objek atau stimulus yang ditempatkan dalam suatu latar belakang. Konsumen cenderung memisahkan objek yang harus diperhatikan latar belakangnya.

b. Pengelompokan (grouping)

Dalam Yuniarti (2015:121) Orang akan lebih mudah untuk mengingat informasi dalam bentuk kelompok atau berkaitan dengan suatu hal. Dalam pengelompokan ini terdapat 3 (tiga) prinsip yang diumumnya diterapkan konsumen, yaitu:

1) Prinsip keterdekatan

Objek–objek yang berdekatan cenderung dikelompokkan menjadi satu. Seperti apa yang kita lihat pada toko, barang-barang yang ditawarkan

(6)

dikelompokan berdasarkan keterdekatan penggunaannya dalam aktifitas sehari-hari.

2) Kesamaan

Konsumen cenderung mengelompokan stimuli yang mempunyai kesamaan.

3) Kesinambungan

Konsumen akan melihat hal-hal yang masih terputus atau masih sepotong-potong menjadi satu kesatuan dengan yang lain.

3. Interpretasi

Interpretasi terjadi karena konsumen memberi makna pada sekumpulan stimuli yang diterimanya. Tahap interpretasi ini menjadi tahapan yang krusial karena pada tahapan ini sangat besar variasi yang terjadi antara satu konsumen dengan konsumen lainnya. Variasi dalam pemberian makna ini dapat disebabkan karena latar belakang konsumen baik itu demografi, gaya hidup, psikologi dan budaya.

Menurut Chaudhuri (2006:105) “This potential loss, or perceived risk is an overall of the consumer’s prior knowledge of the rational and emotional consequences of using product or service” potensi kehilangan atau persepsi

risiko adalah hasil evaluasi pengetahuan utama konsumen tentang dampak secara rasional dan emosional dari pemakaian suatu produk atau jasa. Menurut Ling et,al (2011:23) Persepsi didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh dari kerugian

(7)

2.1.2 Persepsi Risiko

Ketika melakukan suatu pembelian atau sebuah keputusan untuk memilih suatu produk yang ada konsumen akan mempertimbangkan risiko yang akan terjadi. Menurut Suryani (2008:115) risiko yang dipersepsikan (perceived risk) dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak mampu melihat kemungkinan yang akan terjadi dari keputusan pembelian yang dilakukan. Berkaitan dengan adanya persepsi konsumen terdapat persepsi terhadap risiko atau perceived risk, persepsi terhadap kualitas atau perceived quality, persepsi terhadap pengorbanan atau perceived sacrifice, persepsi terhadap

nilai atau perceived value.

Menurut Suryani (2008:115) terdapat 6 (enam) persepsi risiko konsumen yaitu:

1. Risiko keuangan

Risiko yang akan menghasilkan kerugian konsumen secara keuangan yang akan dialami oleh konsumen jika konsumen memutuskan untuk membeli produk atau jasa. Risiko keuangan akan menjadi pertimbangan penting ketika daya beli konsumen rendah atau konsumen memiliki keterbatasan finansial. 2. Risiko kinerja

Risiko kinerja berhubungan dengan kekhawatiran apakah suatu produk akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau apakah suatu merek yang berbeda justru akan memberikan kinerja yang lebih baik, misalnya apakah produk yang dipesan sesuai dengan gambar di situs web dari toko yang bersangkutan atau sebaliknya.

(8)

Risiko psikologis dalam pembelian produk berupa ketidaknyamanan psikologis, menjadikan citra diri konsumen rendah, dan harga diri yang rendah.

4. Risiko fisiologis

Risiko fisiologis merupakan risiko akibat pembelian produk berupa terganggunya fisik konsumen atau produk dapat melukai konsumen.

5. Risiko sosial

Risiko akibat pembelian produk yang berupa kurang diterimanya konsumen di lingkungan masyarakat dan meremehkan pembelian produk tersebut.

6. Risiko waktu

Risiko ini juga mencangkup akankah waktu konsumen akan berkurang dan tersita hanya untuk menggunakan produk tersebut.

Menurut Mowen dan Minor (2002:32) risiko yang dipersepsi konsumen mencakup:

1. Functional risk (risiko fungsional), yaitu risiko bila produk tidak dapat memberikan kinerja sebagaimana mestinya. Konsumen khawatir bahwa suatu produk tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Physical risk (risiko fisik) yaitu kekhawatiran konsumen bahwa suatu produk dapat menyebabkan suatu kerugian secara fisik.

3. Financial risk (risiko finansial), yaitu keragu-raguan konsumen bahwa suatu produk akan memberikan manfaat sebanding dengan banyaknya uang yang dikeluarkan untuk memperolehnya.

(9)

4. Social risk (risiko sosial), yaitu kekhawatiran konsumen bahwa produk yang dikonsumsinya akan mendapatkan respon negatif dari orang-orang di sekelilingnya, seperti penghinaan yang menyebabkan perasaan malu.

5. Psychological risk (risiko psikologis), yaitu kekhawatiran konsumen bahwa suatu produk tidak akan memenuhi ego atau keinginanannya.

6. Time risk (risiko waktu), yaitu kekhawatiran konsumen bahwa waktu yang dihabiskannya dalam mencari suatu produk akan sia-sia apabila produk yang dibeli tidak sebagus yang diharapkan.

Menurut Chaudhuri (2006:106) “the hedonic value of a product or service is define as the level of pleasure that the product or service is capable of giving to

the average consumer and the utilitarian value of a product or service is defined

as the level of usefulness of the product or service in solving the everyday problem

of the average consumer” nilai hedonitas dari produk atau jasa didefinisikan

sebagai nilai kesenangan yang dapat diberikan oleh produk dan jasa kepada konsumen, sedangkan nilai kegunaan dari produk barang dan jasa yang menjadi solusi dari masalah sehari-hari konsumen. Konsumen terikat dengan informasi rasional atau perbedaan persepsi dari produk dengan nilai hedonis dan kegunaan yang merupakan hasil dari atribut yang terwujud dari suatu produk.

Gambar 2.1

Model Hipotesa dari Emosi dan Risiko Sumber: Chaudhuri (2006) Kegunaan Hodenisme Persepsi Risiko Persepsi Negatif Persepsi Positif Perbedaan Persepsi

(10)

Menurut pendapat Chaudhuri (2006:109) “ that positive emotional experience with the product and services decrease the degree of perceived risk ,

however if negative feelings persistently occur, then the perception of risk and

potential loss will increase” persepsi yang positif akan menurunkan persepsi

risiko dan persepsi yang negatif akan meningkatkan persepsi risiko konsumen yang dapat dikatakan bahwa perasaan yang positif dan membuat konsumen merasa baik terkait dengan pengalaman menggunakan produk atau jasa akan menurunkan persepsi risiko dan jika perasaan negatif yang muncul akan meningkatkan persepsi risiko.

2.1.3 Persepsi Risiko dalam Pembelian Online

Menurut Masoud (2013:17) untuk dapat mengukur risiko terdapat 6 (enam) dimensi sebagai berikut:

1. Risiko finansial

Risiko finansial berhubungan dengan kerugian secara finansial yang harus ditanggung konsumen saat melakukan transaksi bisnis. Risiko finansial biasanya lebih tinggi pada sistem belanja secara online.

2. Risiko produk

Risiko produk berhubungan dengan rendahnya kualitas dari produk yang dibeli. Pembelian melalui media online memiliki risiko produk yang cukup tinggi, karena konsumen tidak dapat mengetahui dengan baik bahan baku yang digunakan pada produk yang diiklankan tersebut. Oleh sebab itu maka tingkat risiko produk dalam pembelian secara online lebih tinggi dibandingkan pembelian secara konvensional.

(11)

3. Risiko waktu

Risiko waktu berhubungan dengan pengorbanan (waktu) yang dibutuhkan untuk mencari produk atau jasa layanan melalui media online. Selain itu, risiko waktu juga berhubungan dengan lamanya waktu tunggu produk yang dibeli sampai di tangan konsumen.

4. Risiko pengiriman

Risiko pengiriman berhubungan dengan keselamatan produk pada saat dikirim ke alamat konsumen. Risiko pengiriman juga berhubungan dengan kesalahan alamat pemesan atau konsumen.

5. Risiko sosial

Risiko sosial berhubungan dengan rendahnya penerimaan orang lain (penolakan) atas produk atau cara yang digunakan untuk membeli suatu produk.

6. Risiko keamanan

Risiko keamanan berhubungan dengan risiko penyalahgunaan identitas konsumen (seperti nomor kartu kredit, nomor kartu debit, alamat, dan lain sebagainya) oleh pihak pemasar (bisnis online).

Menurut Chaudhuri (2006:107) “consumers’ perceived risk can also be defined as aconsumer’s belief about potential uncertain negative outcomes from the E-transaction” persepsi risiko konsumen dapat didefinisikan sebagai

(12)

2.2 Kepercayaan

Menurut Mowen dan Minor (2002:11) mendeskripsikan bahwa kepercayaan adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto et al (2015:6) keputusan pembelian online pada website petersaysdenim.com secara signifikan dipengaruhi oleh

kemudahan dan kepercayaan menggunakan e-commerce secara simultan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dalbholkar dan Sheng (2015:23) menyatakan bahwa kepercayaan adalah bagian yang penting dalam konsumen berbelanja secara online. Menurut Luarn dan Lin dalam Ferrinadewi (2008:147) kepercayaan adalah ketika konsumen memiliki keyakinan terhadap integritas, benevolence, competency, dan predictability dari penjual, jadi komponen dari

kepercayaan meliputi integritas, benevolence, competency dan predictability sebagai berikut:

1. Integritas adalah kejujuran dan kemampuan menepati janji dari pihak yang dipercaya (penjual). Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan (fulfillment), kesetiaan (loyalty), keterus-terangan (honestly), keterkaitan (dependability), dan kehandalan (reliability).

2. Benevolence (kebaikan hati) adalah perhatian dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan kepentingan konsumen oleh penyedia barang. Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Penjual bukan semata-mata

(13)

mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Benevolence meliputi perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima.

3. Competency adalah kemampuan penjual untuk melaksanakan kebutuhan dari konsumen. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Hal tersebut memiliki arti bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam melakukan transaksi. Competency meliputi pengalaman, pengesahan institusional, dan kemampuan dalam ilmu pengetahuan.

4. Predictability adalah konsistensi perilaku oleh penjual. Kemampuan penjual untuk memberikan kepastian akan barang yang dijual, sehingga konsumen dapat mengantisipasi dan memprediksi tentang kinerja penjual. Predictability meliputi citra diri dari penjual, risiko atau akibat yang mampu diprediksi dan konsistensi.

Menurut Mayer et al. dalam Rofiq (2007:32) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap penjual ada 3 (tiga) yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence) dan integritas (integrity). Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kemampuan (Ability)

Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain, artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam melakukan transaksi.

(14)

b. Kebaikan hati (Benevolence)

Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat dimaksimumkan, tetapi kepuasan konsumen juga tinggi. Penjual bukan semata-mata mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen.

c. Integritas (Integrity)

Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas produk yang dijual apakah dapat dipercaya atau tidak.

2.2.1 Dimensi Kepercayaan

Menurut McKnight et al dalam Novita (2016:43), kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses transaksi, ada dua dimensi kepercayaan konsumen yaitu:

1. Trusting Belief

Trusting belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa yakin

terhadap orang lain dalam suatu situasi persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya (penjual toko online) yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan konsumen.

Tiga elemen yang membangun trusting belief, yaitu: benevolence, integrity, competence.

(15)

a. Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk berperilaku baik kepada konsumen. Benevolence merupakan kesediaan penjual untuk melayani kepentingan konsumen. b. Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap

kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen.

c. Competence (kompetensi) adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut. Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi adalah kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

2. Trusting Intention

Trusting intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap

bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting intention didasarkan pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain.

2 (dua) elemen yang membangun trusting intention yaitu: willingness to depend dan subjective probability of depending.

a. Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada penjual berupa penerimaan risiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.

b. Subjective probability of depending adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan

(16)

transaksi, serta bersedia untuk mengikuti saran atau permintaan dari penjual.

2.2.2 Kepercayaan Pada Pembelian Online

Dalam pembelian online penjual dan konsumen tidak bertemu secara langsung dan hanya melihat produk berupa gambar saja tetapi bukan produk itu sendiri, untuk menjaga kepercayaan adalah sesuatu yang sangat penting bagi penjual dan konsumen. Turban et al (2000:86) “trust is particularly important in global e-commerce due to difficulties of taking legal action in case of a fraud and

the different culture and business environment involved”menyatakan kepercayaan

adalah bagian yang penting dalam e-commerce global dikarenakan kesulitan untuk membuat aksi nyata terhadap penipuan di dunia cyber, perbedaan budaya, serta lingkungan bisnis. Menurut Kim et al (2008:18) Kepercayaan adalah masalah risiko yang terbesar pada pembelian online. Menurut Shapiro et al dalam (Turban et al, 2000:86) terdapat 3 (tiga) model tipe kepercayaan yaitu:

1. Deterrence based trust yang terkait dengan adanya ganjaran bagi pelaku kejahatan dan penipuan “deterrence is related to the threat of punishment and likely to be more significant motivator than the promise”.

2. Knowledge based trust adalah kepercayaan yang memungkinkan bagi konsumen untuk mengerti dan memahami penjual “the key factor in this trust is the information derived and that permit a trustor to predict the behavior of

a trustee”.

3. Identification based trust didasarkan pada empati dan nilai yang umum pada penjual “based on empathy and common values”.

(17)

2.3 Keputusan Pembelian

Menurut Mowen dan Minor (2002:11) perspektif pengambilan keputusan menggambarkan seorang konsumen sedang melakukan serangkaian langkah-langkah tertentu pada saat melakukan pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2013:184) proses psikologi dasar memaikan peranan penting dlam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Terdapat 4 (empat) tahapan dalam proses pengambilan keputusan oleh konsumen yaitu, (Yuniarti 2015:217).

1. Pada tahap pengenalan kebutuhan perbedaan yang dirasakan antara hubungan yang ideal dan sebenarnya. Rasa membutuhkan tersebut dapat menjadi dorongan membeli produk apabila mendapat pengaruh dari dalam atau dari luar konsumen.

a. Informasi internal (internal information)

Apabila konsumen mengingat produk masa lampau dapat memenuhi kebutuhan tersebut dalam maka dapat membuat produk tersebut masuk dalam daftar pilihan produk.

b. Informasi kelompok

Sumber informasi lain yang dibutuhkan yaitu keluarga, teman, tetangga, sahabat, teman sekolah, atau teman sekumpulan. Karena hubungan konsumen dengan kelompok tersebut erat, informasi, pendapat, dan saran yang diberikan kelompok sering kuat pengaruhnya terhadap keputusan membeli yang diambil konsumen.

(18)

Informasi komersial dapat diperoleh dari iklan penjelasan sales executive, sales promotion perusahaan, pedagang eceran, dan pameran atau ekshibisi

produk.

d. Informasi publik

Informasi tentang produk antara lain berupa brosur yang diterbitkan produsen. Dalam brosur atau artikel dimuat tentang penjelasan teknik produk, standar mutu, manfaat, dan kegunaannya.

e. Informasi dari pengalaman

Informasi ini biasanya dikumpulkan sendiri oleh konsumen dari pengamatan produk atau karena mencoba beberapa jenis produk yang berlainan.

2. Pencarian informasi yang relevan dari berbagai sumber maka akan dikumpulkan sebagai bahan pertimbangan. Sebelum menjatuhkan pilihan, konsumen menilai keunggulan atribut suatu produk yang datanya telah dikumpulkan dan akan menentukan produk yang paling sesuai dengan keinginan konsumen.

3. Pada tahap ketiga keputusan pembelian dimana konsumen telah mengevaluasi alternatif dan menilai alternatif yang ada tentang konsekuensi yang relevan, dan mengkombinasikan pengetahuan tersebut untuk membuat keputusan pembelian.

4. Pada tahap akhir yaitu evaluasi pascaakuisisi atau pasca-pembelian mempunyai arti penting bagi produsen. Pengalaman konsumen mengonsumsi produk (positif atau negatif) berpengaruh dalam pengambilan keputusan membeli lagi produk yang sama pada saat konsumen membutuhkan lagi.

(19)

Gambar 2.2

Proses Pengambilan Keputusan

Sumber: Mowen dan Minor (2002)

Keputusan pembelian menurut Schiffman, Kanuk dalam Hardiawan (2013:57) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan.

Menurut Kotler dan Keller (2013:184) Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian produk itu seluruhnya. Konsumen mengkin melewatkan dan membalik beberapa tahap. Adapun indikator dari keputusan pembelian, yaitu Kotler dalam Hardiawan (2013:22)

1. Kemantapan pada sebuah produk 2. Kebiasaan dalam membeli produk

3. Memberikan rekomendasi kepada orang lain 4. Melakukan pembelian ulang

Pengenalan Masalah Pencarian Evaluasi Alternatif Pilihan Evaluasi Pascaakuisisi

(20)

2.3.1 Tipe-Tipe Pengambilan Keputusan

Menurut Peter dan Olson (1999:177) Setelah melakukan proses mengedentifikasi, evaluasi, dan memilih alternatif akan menghasilkan rencana keputusan (decision plan) yang terdiri dari satu atau lebih keinginan. Terdapat 3 (tiga) pengambilan keputusan yang dilakukan yaitu:

1. Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making)

Pengambilan keputusan ekstensif biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan mencari kriteria pilihan yang akan digunakan untuk mengevaluasi.

2. Pengambilan keputusan terbatas (united decision making)

Jumlah upaya pemecahan masalah yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan terbatas yaitu berkisar dari rendah ke sedang. Dibandingkan dengan pengambilan keputusan ekstensif, pengambilan keputusan terbatas melibatkan tidak banyak upaya mencari informasi.

3. Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior)

Dibandingkan dengan tingkat yang lain, perilaku pilihan rutin membutuhkan sangat sedikit kapasitas kognitif atau kontrol sadar. Pada dasarnya, rencana keputusan yang telah kita pelajari diaktifkan dari ingatan dan dilakukan relatif secara otomatis untuk melakukan perilaku konsumen.

2.3.2 Tipe-Tipe Proses Pembelian Konsumen

Menurut Yuniarti (2015:227) terdapat 4 (empat) proses pembelian konsumen yang dijelaskan sebagai berikut:

(21)

1. Proses complex decision making

Proses ini terjadi apabila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Konsumen akan secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriterian tertentu. Subjek pengambilan keputusan yang kompleks merupakan hal yang sangat penting. Konsep perilaku kunci, seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk mengembangkan strategi pemasaran.

2. Proses brand loyalty

Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Dengan demikian, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama. 3. Proses limited decision making

Konsumen terkadang mengambil keputusan pembelian walaupun tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, tetapi hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Pencarian informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibandingkan dengan pada proses pengambilan yang kompleks. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi, keputusan tersebut tidak direncanakan. 4. Proses Intertia

Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Interia berarti konsumen memiliki merek yang sama bukan karena loyal pada merek tersebut, melainkan karena tidak ada waktu yang cukup dan

(22)

terdapat hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek.

2.3.3 Keputusan Pembelian Online

Menurut Turban et al (2000:75) “consumen behavior, which has a profound impact on the way online system are developed, can be viewed in term

of two question: why is the consumer shopping, and what is in it for consumer”

perilaku konsumen memberikan dampak pada perkembangan system online dapat dilihat dalam 2 (dua) pertanyaan yaitu “kenapa konsumen belanja (membeli)” dan “apa untungnya bagi konsumen”. “e-commerce consumers can be devided into two types individual consumers and organizational consumers” dan dalam

e-commerce konsumen dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu konsumen individu dan

konsumen kelompok atau organisasi.

Menurut Turban et al (2000:75) terdapat 4 (empat) tipe konsumen dalam pembelian online yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Impulsive buying “who purchase product quickly” konsumen impulsif yang membeli suatu produk secara cepat dan tanpa memikirkan terlalu lama.

2. Patient buying “who purchase after making some comparision” adalah konsumen yang malakukan pembelian setelah melakukan beberapa perbandingan.

3. Analytical buying “who do substansial research before making the decision to purchase product or service” adalah konsumen yang melakukan pencarian

tentang produk atau jasa yang sebenarnya sebelum mengambil keputusan untuk membeli produk atau jasa tersebut.

(23)

4. Window shopper “who just browse” adalah calon konsumen yang hanya mencari atau browsing.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini adalah:

1. Anandya Cahya Hardiawan (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepercayaan, Kemudahan, dan Kualitas Informasi Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online (Studi Pada Pengguna Situs Jual Beli

Online tokobagus.com)”. Dengan hasil penelitian bahwa semua variabel

independen kepercayaan, kemudahan, kualitas informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

2. Benito Aditya (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kepercayaan, Kemudahan, dan Kualitas informasi Terhadap Keputusan

Pembelian Secara Online di KASKUS” dengan hasil penelitian ketiga variabel

independen kepercayaan, kemudahan, kualitas informasi yang diteliti terbukti secara signifikan mempengaruhi variabel dependen keputusan pembelian. 3. Della Rosalia (2015) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Persepsi

Risiko Terhadap Kepercayaan dan Keputusan Pembelian” dengan hasil

penelitian Risiko pengiriman, risiko sosial dan keamanan informasi mampu mempengaruhi 46,3% kepercayaan konsumen pada suatu bisnis online. 4. Ferra Novita (2016) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Kepercayaan, Iklan (Advertising), dan Persepsi Risiko (Perceived Risk)

Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online Pada Ibu Muda Kelas

(24)

penelitian variabel kepercayaan, iklan dan Persepsi risiko secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil variabel kepercayaan, iklan, dan persepsi risiko secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

5. Yusniar, Samsir dan Sri Restuti (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepercayaan dan Persepsi Resiko Terhadap Minat Beli dan Keputusan Pembelian Produk Fashion Secara Online Di Kota Pekanbaru” dengan hasil penelitian kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli dan keputusan pembelian fashion di Pekanbaru sedangkan persepsi resiko tidak berpengaruh signifikan terhadap minat beli dan keputusan pembelian fashion di Pekanbaru.

2.5 Kerangka Konseptual

Menurut Supranto (2004:30) Kerangka konseptual akan menjelaskan secara teoritis keterkaitan antar variabel yang sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antar variabel bebas (Independen) dan variabel tak bebas (Dependen).

Gambar 2.3

Bagan Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah oleh Peneliti (2016) Keterangan:

= Berpengaruh secara parsial = Berpengaruh secara simultan Persepsi Risiko (X1)

Keputusan Pembelian (Y) Kepercayaan (X2)

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah telah ditata untuk menjadi kota Minapolitan yaitu suatu wilayah dengan konsep pembangunan ekonomi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah peran Muhammadiyah dalam toleransi umat beragama di Bandardawung Kecamatan Tawangmangu Kabupaten

Pada refleksi awal di gambarkan kondisi pra tindakan sebelum di adakan penelitian tindakan kelas, hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran belum optimal dari

Manajemen berkeyakinan bahwa tidak terdapat perubahan signifikan atas nilai wajar properti investasi selama periode sejak tanggal laporan penilai independen sampai dengan tanggal

Tombol “Unduh” akan kembali muncul atau terlihat apabila Anda telah selesai melakukan proses Unggah (Upload) BJU atau kolom Status THE berubah menjadi “Telah Unggah” sesuai

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hipotesis terkait dengan pengaruh kemampuan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Hotel Puri Bagus

“Kita akan bantu sosialisasikan pada warga, untuk pedagang yang keluar juga akan kita jaga setiap hari agar tidak jualan di trotoar kembali,” tegasnya.. n

sehingga peserta didik yang mempunyai motivasi tinggi mendapatkan energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu