• Tidak ada hasil yang ditemukan

STIMULASI TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L.) SECARA IN VITRO DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA (Indole-3-butyric acid) DAN BA (Benzyladenin) In vitro Shoot Stimulation of banana Barangan (Musa acuminta L.) with various concentrations of IBA (Indole-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STIMULASI TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L.) SECARA IN VITRO DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA (Indole-3-butyric acid) DAN BA (Benzyladenin) In vitro Shoot Stimulation of banana Barangan (Musa acuminta L.) with various concentrations of IBA (Indole-3"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BioLink

Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink

STIMULASI TUNAS PISANG BARANGAN

(Musa acuminata L.)

SECARA

IN VITRO

DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI

IBA (

Indole-3-butyric acid

) DAN BA (

Benzyladenin

)

In vitro Shoot Stimulation of banana Barangan (Musa acuminta L.)

with various concentrations of IBA (Indole-3-butyric acid) and BA

(Benzyladenin)

Saipul Sihotang1, E. Harso Kardhinata2, Riyanto3

1&3)Fakultas Biologi Universitas Medan Area 2)Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

*Corresponding author: E-mail: riyanto@londonsumatra.com Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi media terbaik IBA dan BA dalam menstimulasi pembentukan tunas pisang Barangan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama dengan pemberian IBA, terdiri dari 3 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 0,5 mg/l, dan 1,0 mg/l. Faktor kedua pemberian BA, terdiri dari 4 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0 mg/l, dan 4,5 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l merupakan media terbaik untuk multiplikasi tunas pisang Barangan dengan rata-rata 4,00 tunas per eksplan. Konsentrasi IBA tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas, akan tetapi konsentrasi IBA memengaruhi jumlah akar per eksplan.

Kata Kunci : medias, multiplikasi, eksplan, stimulasi, tunas

Abstract

The research aim was get the best medium combination of IBA dan BA to stimulated formation number of shoots of banana Barangan. The study used factorial experiment aranged in Completely Randomized Desigh (CRD). The treatment consisted of 2 factors. The frist factor was the IBA concentration, consisted of three levels 0,0 mg/l, 0,5 mg/l, and 1,0 mg/l. The second factor was BA concentration consisted of four level, 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0 mg/l, and 4,5 mg/l. The result showed that combinations of IBA 0,0 mg/l and BA 0,5 mg/l was the best medium to induce shoot multiplication with 4,00 shoots explant. IBA concentrations had no significant effect on number of shoots. However, the IBA concentation affected the number of root explant.

Keywords : combination, multiplication, explant, stimulation, shoot

(2)

PENDAHULUAN

Pisang barangan (Musa acuminata

L.) merupakan salah satu komoditas buah unggulan Sumatera Utara yang mempunyai prospek ekspor yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2015), ekspor buah-buahan Sumatera Utara sudah mencapai 92.874 juta dolar AS pada kuartal I tahun 2015 menyusul naiknya tingkat permintaan. Dilihat dari nilai kotor produksi dunia, pisang menempati urutan ke-empat untuk bahan pangan dunia yang paling penting untuk diperhatikan setelah beras, gandum, dan jagung (Arias et al., 2003; Purwadaria, 2006). Pada tahun 2011 produktivitas buah pisang Sumatera Utara sebesar 429.628 ton dan menurun pada tahun 2013 menjadi 342.297 ton (Sumatera Utara dalam Angka 2014). Kabupaten Simalungun, Deli Serdang, Tapanuli Utara dan Nias merupakan sentra penghasil pisang barangan terbesar di Sumatera Utara (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2014). Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri buah seperti pisang barangan salah satu diantaranya adalah ketersediaan bibit yang berkualitas dan sehat serta ketersediaan bahan baku secara kontinu sehingga dapat menjamin keberlanjutan industri pengolahannya. Strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah peningkatan produktivitas pisang barangan dengan tahap awal yang dilakukan yaitu penyediaan bibit pisang yang berkualitas menggunakan teknologi modren sehingga ketersediaan bibit pisang berkualitas dan sehat dalam jumlah banyak dapat dihasilkan dalam waktu yang singkat. Perbanyakan

vegetatif pisang barangan melalui teknik

in vitro memberikan peluang dalam menunjang kegiatan perbanyakan bibit pisang barangan secara massal .

Penggunaan komposisi media dan zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur

in vitro sangatlah penting. Menurut Widiyana (2013) bahwa hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila ke dalam media ditambahkan vitamin-vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang mempunyai kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dasar lain terutama KNO3 dan NH4NO3 sebagai sumber nitrogen. Nitrogen merupakan faktor utama dalam memengaruhi morfogenesis, inisiasi dan perkembangan (Ammirato, 1983) dan diferensiasi sel ( Adkinds et al., 2002). Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam

mengatur pertumbuhan dan

perkembangan eksplan secara in vitro

ialah auksin dan sitokinin. Menurut Zhang (2003) sitokinin berpengaruh dalam pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, morfogenesis, organogenesis dan embriogenesis sedangkan auksin dapat menginisiasi akar, pemanjangan sel dan pembentukan organ. Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan dalam teknik in vitro

adalah BA (Benzyladenin) dan jenis auksin yang sering digunakan adalah IBA

(Indole-3-butyricacid) karena lebih stabil, mudah tersedia, tidak mahal dan efektif (Wattimena, 1988).

(3)

Berdasarkan hasil penelitian Hapsari dan Astutik (2009) bahwa kombinasi IAA

(Indole-3-acetic acid) 0,3 mg/l dan BA

(Benzyladenin) 5,0 mg/l mampu menstimulasi pembelahan sel dalam pembentukan tunas pisang. Selanjutnya menurut Lestari (2011) pemberian BA 1,5 mg/l dan 2,4-D 0,3 mg/l mampu merangsang pembentukan tunas adventif tanaman Inggu. Menurut Wijayanti (1995) pemberian 10 mg/l BAP dan 5,0 mg/l IBA mampu menstimulasi tunas pisang Ambon dengan rata-rata 4,4 tunas per eksplan. berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang stimulasi tunas pisang barangan secara in vitro dengan berbagai konsentrasi IBA dan BA.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris Nasution Gedung Johor Medan Sumatera Utara pada bulan Februari 2016 sampai April 2016. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan pisang barangan. Media dasar yang digunakan adalah media dasar MS dan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa IBA dan BA.

Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA, terdiri dari 3 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 0,5 mg/l, dan 1,0 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi BA, terdiri dari 4 konsentrasi yaitu 0,0 mg/l, 1,5 mg/l, 3,0 mg/l, dan 4,5 mg/l. Kombinasi perlakuan terdiri atas 16 unit percobaan dengan masing-masing 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas satu eksplan per botol,

sehingga terdapat unit percobaan sebanyak 64 unit. Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%, pengujian dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Eksplan berupa anakan pisang barangan yang diambil dari lapangan disterilisasi di dalam laminar air flow

(LAF). Sterilisasi permukaan anakan pisang Barangan dengan melakukan perendaman dengan alkohol 70% selama 20-30 detik, selanjutnya direndam ke dalam 40% clorox dan penambahan 2 tetes Tween 20 selama 20 menit. Tahap terakhir perendaman eksplan dengan aquades steril selama 3x15 menit. Tunas yang telah disterilisasi dikulturkan pada media perlakuan. Botol berisi eksplan steril diinkubasikan pada ruang kultur dengan suhu 20-220C dan pencahayaan selama 24 jam.

Pengamatan pertumbuhan eksplan dimulai 1 minggu setelah tanam (MST) sampai eksplan berumur 8 minggu setelah tanam (MST). Beberapa parameter yang diamati meliputi persentasi eksplan bertunas (%), persentasi eksplan terkontaminasi (%), persentasi eksplan browning (%), persentasi eksplan mati (%), persentasi eksplan tidak bertunas (%) dan jumlah tunas. Data hasil pengamatan dianalisis dengan ANOVA, dilanjutkan dengan DMRT pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Eksplan Bertunas, Browning, Kontaminasi, Mati, dan Tidak Bertunas

(4)

berbeda-beda terhadap ekplan pisang Barangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kehidupan ekplan 2 MSD (minggu setelah dikultur) mencapai 100% akan tetapi pada umur 4 MSD terjadi penurunan terhadap persentase hidup eksplan. Eksplan mulai mengalami

browning, dan kontaminasi dan akhirnya mati. Menurut Fitriani (2003) dalam Nisa dan Rodima (2005), browning ini terjadi dikarenakan adanya sintesis fenolik. Dalam penelitian ini tanaman mengalami cekaman akibat dari pelukaan yang

terjadi pada jaringan dan dari cekaman media yang digunakan. Sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman ataupun gangguan dari sel tanaman (Vickery and Vickery, 1980 dalam Nisa dan Rodima, 2005). Pemanasan fruktosa di dalam medium berinteraksi dengan senyawa lain, misalnya saja MgSO4- yang dapat membentuk senyawa menjadi toksik sehingga dapat merangsang terjadinya pencoklatan/browning (Suprapto, 1979

dalam Ambarwati, 1987).

Tabel 1. Persentase Eksplan Bertunas, Browning, Kontaminasi, Mati, dan Tidak Bertunas

Perlakuan

Persentase

Bertunas Browning Kontaminasi Mati Tidak Bertunas

I0B0 2,00 0,00 1,00 0,00 1,00

I0B1 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I0B2 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I0B3 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1B0 3,00 0,00 1,00 0,00 0,00

I1B1 3,00 0,00 1,00 0,00 0,00

I1B2 3,00 1,00 0,00 0,00 0,00

I1B3 3,00 0,00 0,00 1,00 0,00

I2B0 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I2B1 3,00 1,00 0,00 0,00 0,00

I2B2 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I2B3 3,00 1,00 0,00 0,00 0,00

I3B0 2,00 0,00 0,00 1,00 1,00

I3B1 1,00 1,00 2,00 0,00 0,00

I3B2 2,00 1,00 0,00 0,00 1,00

I3B3 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 49,00 5,00 5,00 2,00 3,00

% 76,56 7,81 7,81 3,13 4,69

Total 100,00 Pencoklatan merupakan suatu

karakter munculnya warna coklat atau hitam yang mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Santoso dan Nursandi, 2003). Peristiwa ini dapat

(5)

pembentukan senyawa golongan fenol oleh tanaman. Senyawa fenolik sering terkumpul sekitar jaringan tumbuhan yang luka atau rusak. Dalam tumbuhan senyawa fenol dapat menghambat pembelahan sel, pemanjangan sel, perkembangan jaringan dan organ (Prawiranata dkk, 1995 dalam Khairunisa, 2009). Menurut Denish (2007) apabila pencoklatan dibiarkan terus menerus maka penyerapan unsur hara oleh eksplan akan terhambat, sehingga pertumbuhan eksplan juga terhambat, bahkan dapat menyebakan kematian pada eksplan akibat terserapnya senyawa fenolik yang

terakumulasi pada media oleh tanaman kultur (Gambar 1a). Sedangkan munculnya kontaminasi diduga terjadi akibat proses sterilisasi kurang optimal yang disebabkan oleh eksplan yang digunakan, jenis dan konsentrasi sterilan, keberhasilan pada saat proses sterilisasi serta faktor internal penanaman (Khairunisa, 2009). Faktor internal penanaman seperti kelelahan yang menyebabkan kurang terjaga kesterilan kondisi lingkungan kerja saat penanaman, sehingga jamur dan bakteri mudah masuk ke dalam botol kultur jaringan (Gambar 1b&c).

Gambar 1 (a. Browning; b. Bakteri; c. Jamur)

Gambar 1 (a. Browning; b. Bakteri; c. Jamur) Hasil penelitian persentase

kehidupan pada akhir pengamatan yaitu 8 MSD sebesar 76,56%, persentase ini menunjukkan eksplan pisang barangan memberikan respon yang cukup maksimal. Hal ini diduga eksplan pisang barangan mampu merubah zpt yang diberikan menjadi berfungsi. Menurut Wattimena (1992), tanaman memiliki kemampuan untuk merubah zpt menjadi lebih aktif atau kurang aktif serta kemampuan metabolisme tanaman itu sendiri. Tidak mencapainya hasil 100% kehidupan eksplan disebabkan karena eksplan mengalami browning sebesar 7,81%, kontaminasi sebesar 7,81%,

kematian sebesar 3,13%, dan tidak bertunas 4,69%.

Jumlah Tunas

(6)

(genetik) di bawah pengaruh faktor lingkungan (Sitompul dan Gurito, 1995). Pertumbuhan disebabkan oleh penambahan sel dan diferensiasi sel.

Pertumbuhan terus bertambah sejalan dengan bertambahnya waktu pengamatan hingga akhir pengamatan (8 MSD).

Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam pemberian IBA dan BA dengan berbagai konsentrasi yang berbeda pada ekspan pisang barangan (Musa acuminata L.)

SK Minggu ke (MSD)

1 2 3 4 5 6 7 8

I tn tn * * * * ** **

B tn tn tn tn tn tn tn tn

IxB tn tn * tn tn * * *

Keterangan: tn : Tidak berpengaruh nyata

* : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 % ** : Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 % Berdasarkan analisis sidik ragam

pada tabel di atas, ternyata F hitung lebih besar dari F tabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya bahwa pemberian IBA dan BA berpengaruh

nyata terhadap pembentukan tunas pisang barangan. Selanjutnya untuk mengetahui konsentrasi terbaik maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT).

Tabel 3. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 3 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,00b 0,25b 0,25b 0,25b 0,19

B1 1,75a 0,25b 0,00b 0,00b 0,50

B2 0,25b 0,00b 0,00b 0,00b 0,06

B3 0,50b 0,25b 0,25b 0,00b 0,25

Rataan 0,63 0,19 0,13 0,06

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Berdasarkan tabel di atas bahwa IBA dan BA memberikan respon yang nyata dalam pembentukan tunas pisang barangan. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tunas terbanyak terdapat pada perlakuan I0B1 yaitu pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l dengan rerata jumlah tunas yang terbentuk sebanyak 1,75 tunas/eksplan (Gambar 2). Selanjutnya pembentukan

(7)

Gambar 2. Tunas Pisang Barangan Hal ini menunjukkan bahwa

keberhasilan dalam penggunaan metode

in vitro sangat bergantung pada media dan zat pengatur tumbuh. Sesuai dengan pendapat George dan Sherrington (1984) dan Marlin (2008) bahwa keberhasilan pembentukan tunas memerlukan media dan zat pengatur tumbuhan berupa

sitokinin dengan auksin yang rendah ataupun sitokinin tanpa auksin. Sedangkan pemberian konsentrasi zpt yang tinggi akan menyebabkan pembentukan tunas dalam waktu yang sangat lama, hanya membentuk kalus, dan menyebabkan eksplan tidak berkembang (Rainiyanti et al.,2005).

Tabel 4. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 4 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,50b 0,25b 0,50b 0,25b 0,38

B1 2,00a 0,25b 0,25b 0,00b 0,63

B2 0,25b 0,00b 0,25b 0,00b 0,13

B3 0,50b 0,50b 0,25b 0,25b 0,38

Rataan 0,81 0,25 0,31 0,13

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah tunas terbanyak umur 4 MSD didapat pada pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l dengan rata-rata 2,00 tunas/eksplan. Pada umur 4 MSD hampir semua perlakuan menunjukkan respon pembentukan tunas pisang barangan, sedangkan untuk perlakuan I1B2, I3B1, dan I3B2 belum menunjukkan respon pembentukan tunas. Peningkatan persentase pembentukan tunas pada setiap perlakuan diduga eksplan mulai mampu merespon atau merubah zpt menjadi lebih aktif. Menurut Marlin

(8)

Tabel 5. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 5 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,50b 0,50b 0,75b 0,50b 0,56

B1 3,00a 0,50b 0,50b 0,25b 1,06

B2 0,50b 0,50b 0,50b 0,25b 0,44

B3 1,00b 0,50b 0,25b 0,25b 0,50

Rataan 1,25 0,50 0,50 0,31

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan jumlah tunas 5 MSD menunjukkan bahwa pemberian IBA dan BA memberikan respon yang bervariasi dalam pembentukan tunas pada setiap perlakuan. Pada tabel di atas, perlakuan I0B1 dengan pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l menunjukkan perlakuan terbaik dalam pembentukan tunas pisang barangan dengan jumlah tunas sebanyak 3,00 tunas/eksplan, diikuti perlakuan I0B3 (IBA 0,0 mg/l dan BA 4,5 mg/l) dengan jumlah tunas sebanyak 1,00 tunas. Namun perlakuan I0B1 berbeda nyata pada semua perlakuan. Menurut Hapsari (2008) dan Marlin (2008) bahwa untuk pembentukan tunas dipengaruhi oleh media dan zpt yang kita beri. George dan Sherrington (1984) bahwa untuk

pembentukan tunas membutuhkan sitokinin dengan auksin yang rendah atau tanpa auksin. Selanjutnya menurut Pierick (1997) dalam Marlin (2008) mengemukakan bahwa pembentukan tunas pada perbanyakan tanaman in vitro

membutuhkan auksin dengan konsentrasi rendah dan sitokinin dengan konsentrasi tinggi. Menurut Hartono dkk (2010), konsentrasi 0,5 ppm BA meruapakan konsentrasi perlakuan terbaik dalam penggandaan jumlah tunas lateral pada lengkeng dataran rendah. Selanjutnya menurut Butar-butar dkk (2010), kombinasi 0,5 BA dan ½ MS merupakan kombinasi terbaik dalam menghasilkan jumlah tunas terbanyak pada anggrek dendrobium.

Tabel 6. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 6 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,50b 0,75b 1,00b 0,75b 0,75

B1 3,25a 0,50b 1,00b 0,25b 1,25

B2 0,50b 0,50b 0,75b 0,50b 0,56

B3 1,50b 0,75b 0,50b 0,25b 0,75

Rataan 1,44 0,63 0,81 0,44

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tunas terbanyak terdapat pada perlakuan 0,0 mg/l IBA dan 1,5 mg/l BA dengan rerata jumlah tunas yang

(9)

fisiologis sitokinin seperi BAP dan BA adalah mendorong pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas. Hal senada dikemukakan oleh Zuyansa (1998) dalam Marlin (2008)

bahwa BA berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan yaitu menghilangkan dormansi apikal, dan dapat menginduksi tunas secara in vitro.

Tabel 7. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 7 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,50cd 0,75bcd 1,00abc 0,75bcd 0,75

B1 3,25a 0,75bcd 1,00bcd 0,25d 1,31

B2 1,25bcd 0,75bcd 0,75bcd 0,50cd 0,81

B3 2,00ab 0,75bcd 0,50cd 0,25bcd 0,88

Rataan 1,75 0,75 0,81 0,44

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tunas pisang barangan terbanyak pada perlakuan I0B1 yaitu sebanyak 3,25 tunas/eksplan. Data tersebut tidak berbeda pada umur 6 MSD. Selanjutnya perlakuan I0B1 tidak berbeda nyata pada perlakuan I0B3 dan I2B0, namun ketiganya berbeda nyata dengan I2B2, I0B2, I1B3, I2B1, I3B0, I1B2, I3B3, I1B1, dan I1B0, dan sangat berbeda nyata dengan I2B3, I3B3, I0B0, dan I3B1. Tidak adanya perbedaan terhadap rerata jumlah tunas pada perlakuan I0B1 pada umur 6 dan 7 MSD disebabkan karena dalam proses fisiologisnya tanaman melakukan pertumbuhan terhadap tunas seperti respon mengarah ke pembentukan daun, dan akar. Selain itu faktor nutrisi atau unsur hara yang mulai berkurang, mengingat media yang dibuat sekitar 25 ml/botol. Dan zpt eksogen yang diberi dalam merangsang pembentukan tunas mulai berkurang, karena eksplan mampu menggunakan atau merubah zpt menjadi lebih aktif. Perlakuan I0B1 yaitu pemberian 0,0 mg/l IBA dan 1,5 mg/l BA merupakan

(10)

Tabel 8. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 8 MSD

B I Rataan

I0 I1 I2 I3

B0 0,50bc 0,75bc 1,50bc 1,25bc 1,00

B1 4,00a 0,75bc 1,25bc 0,25d 1,56

B2 2,00ab 1,00bc 1,75bc 0,50bc 1,31

B3 2,25ab 0,75bc 0,75bc 0,75bc 1,13

Rataan 2,19 0,81 1,31 0,69

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (huruf kecil) pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian 0,0 mg/l IBA dan 1,5 mg/l BA merupakan perlakuan terbaik dalam merangsang jumlah tunas pisang barangan dengan jumlah tunas sebanyak 4,00 tunas/ekplan. Selanjutnya kombinasi IBA dengan konsentrasi 1,5 mg/l dan BA dengan konsentrasi 1,0 mg/l dan tanpa BA lebih dominan dalam induksi akar (Gambar 3). Menurut George dan Sherrington (1984) dan Marlin (2008) bahwa zpt yang kita tambahkan pada media kultur memberikan respon yang berbeda-beda. Berdasarkan tabel di atas menunjukkn bahwa konsentrasi 1,5 mg/l BA tanpa IBA menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Menurut Ardian dan Erwin (2009) konsentrasi 0,5 mg/l BA merupakan konsentrasi media terbaik merangsang tunas mikro ubikayu secara in vitro. Selanjutnya hasil penelitian Yelnititis (2014) bahwa konsentrasi 0,5 mg/l BA merupakan konsentrasi terbaik

dalam menginduksi tunas dari eksplan batang saku buku Gyninops versteegii

Gild. Domke. Sedangkan setiap peningkatan konsentrasi IBA pada tanaman pisang ambon curup secara in vitro maka akan menginduksi akar namun tergantung dengan tunas yang terbentuk (Marlin, 2008). Hal ini berhubungan dengan kandungan auksi endogen yang ada pada tunas. Menurut George dan Sherrington (1992) bahwa sel-sel akar umunya mengandung auksin yang cukup dalam pemebentukan dan pemanjangan akar. Selanjutnya menurut Wattimenaa (1998) dalam Marlin (2008) auksi diproduksi tidak hanya di ujung tunas tetapi auksin juga diproduksi di ujung akar. Sehingga tanpa auksin dan sitokinin secara eksogen, tanaman akan tetap tumbuh dan berkembang dengan adanya hormon endogen.

(11)

SIMPULAN

Pemberian IBA 0,0 mg/l dan BA 1,5 mg/l merupakan konsentrasi media terbaik dalam pembentukan jumlah tunas dengan rata-rata jumlah tunas yang terbentuk diakhir pengamatan sebanyak 4,00 tunas/eksplan. Selanjutnya pemberian IBA dengan atau tanpa BA yaitu I3B0, I3B2, dan I3B3 lebih dominan membentuk akar.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 1985, Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh, Penerbit Angkasa, Bandung, hal : 11 – 56.

Adkins, S. W. (2002) dalam Yelnititis. 2014. Shoot Multipication of Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol. 8 No. 2, September 2014.

Agung, Surono dan Achmad Himawan. 2010. Basic Science Seminar VII. FMIPA Universitas Brawijaya Malang.

Ardian dan Erwin Yuliadi. 2009. Pertumbuhan dan Perbanyakan Tunas Mikro Singkong

(Manihot esculenta CRANTZ) secara In

Vitro Pada Berbagai Konsentrasi BA

(Benzyl adenin). Jurnal Agrotropika 14 (1):

19-22.

Ariana E. 2008. dalam Khairunisa, Rofadia. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Sitokinin Terhadap Multiplikasi Tunas dan Pertumbuhan Binahong (Anredera

cordifolia) secara In Vitro. Departemen

Konservasi Sumerdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Arias et al., 2003. dalam Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji ketahanan beberapa tanaman pisang klon Cavendish dan fluktuasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I

tentang Fusarium. Purwokerto.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2015. Statistik Sumatera Utara 2008-2014. Biro Pusat Statistik.

Balai Pertanian Sumatera Utara. 2015. Statistika 2008-2015. Biro Pusat Statistik.

Bhojwani, S. S. (1980) dalam Zulkarnain. 2009. In Vitro Propagation of Garlic by Shoot Proliferation. Scientia Horticulturae 13. Buddenhagen ZW & Elasser TA. 1962 dalam

Suswati. 2013. Peningkatan Ketahanan Tanaman Pisang Barangan Terhadap Blood Disease Bacterium (Bdb) Dengan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular Indigenus; Jurnal HPT Tropika.

Butar-butar, Ester Windhayanti dkk. 2010. Penggunaan Media Tumbuh dan Benzyl

Adenin (BA) pada Multiplikasi Anggrek

Dendrobium Indonesia Raya secara In

Vitro. Jurnal Fakultas Pertanian

Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang.

Denish, A. 2007. Percobaan Perbanyakan Vegetatif Kemaitan (Lunasia amara Blanco) melalui kultur jaringan (Skripsi). Bogor. Fakultas Kehutanan. IPB.

Dewi dan Ishak. 1998. Regenerasi Mutan Tanaman Pisang Ambon Kuning Dan Barangan (Musa Spp) Berasal Dari Eksplan Organ Betina Dan Pucuk; Jurnal Fenelitian dan Pengembangan Aplikasi Isoiop dan Radiasi.

Dinas Pertanian Sumatera Utara. 2014. Statistik Sumatera Utara 20011-2014. Biro Pusat Statistik.

Dinas Pertanian Sumatera Utara. 2015. Statistik Sumatera Utara 20010-2015. Biro Pusat Statistik.

Djaenuddin N; Zaenab M; Untung S. 2012. Reaksi Pisang Barangan (Musa acuminata Colla) Terenduksi Filtrat Fusarium oxysporum

f.sp. cubense Terhadap Penyakit Layu Fusarium. Suara Perlindungan Tanaman. 2(2).

Dodds dan Roberts (1982) dalam Lestari 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Flick et al., (1993) dalam Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Gaba (2005) dalam Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Gamborg, O.L. et al. 1976. dalam Zulkarnain. 2014. Kultur Jaringan Tanaman. Jambi: Bumi Aksara.

(12)

melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hapsari dan Astutik. 2009. Uji Konsentrasi IAA (Indole Acetic Acid) dan BA (Benzyladenin pada Multipikasi Pisang Varietas Barangan Secara In Vitro. Jurnal Buana Sains Vol 9 No 1: 11-16.

Hartono, Tatries Bowo. 2010. Pembentukan Tunas Lengkeng Dataran Rendah (Dimorcarpus

logan Lo ur) pada Berbagai Konsentrasi BA

dan Bahan Organik secara In Vitro.

Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Skripsi.

Heqris. 2011. 12 Jenis Pisang Komersil.

http://www.heqris.com/2011/09/12-jenis-pisang-komersial.html. Diakses tanggal 09 Desember 2015. Pukul 12.39 WIB.

Hendaryono, S.P. dan Wijayani, A. 1994. Teknik

Kultur Jaringan. Yogyakarta. Penerbit

Kanisius.

Hermanto et al., dalam Suswati. 2011. Respon Fisiologis Tanaman Pisang Dengan Introduksi Fungi Mikoriza Arbiskular Indigenus Terhadap Penyakit Darah Bakteri. Padang: Universitas Andalas. Hwang, J. M. dan B. Y. Lee (1990) dalam

Zulkarnain. 2011. The effect of termperature and Huminidity Conditions on Rooting and Spouting of Garlic. Journal of the Korean Society for Horticultural Science 31. Kyte, L. 1983. dalam dalam Zulkarnain. 2014.

Kultur Jaringan Tanaman. Jambi: Bumi Aksara.

Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Marlin, H. Bustaman, dan M. Taufik. 2004. Peningkatan Produksi Bibit Jahe Bebas Penyakit Layu Bakteri Dengan Pembentukan Rimpang Mikro. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Marlin, dkk. 2012. Inisiasi Kalus embriogenik pada kultur jantung pisang curup dengan pemberian sukrosa, BAP dan 2,4-D. Jurnal Agrivigor 11(2) ISSN 1412-2286.

Molina, A., M.D. Hunt, and J.A. Ryals. 1998. Impaired fungicide activity in plants blocked in disease resistance signal transduction. Plant Cell 10: pp: 1903-1914.

Nainggolan dkk. 2002. dalam Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji ketahanan beberapa tanaman pisang klon Cavendish dan fluktuasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I

tentang Fusarium. Purwokerto.

Nuswaramarhaeni. 1992. dalam Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji ketahanan beberapa tanaman pisang klon Cavendish dan fluktuasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I

tentang Fusarium. Purwokerto.

Pierick, R. L. M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands.

Poonsapaya et al., (1989) dalam Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Agroniogen: Bogor.

Purwadaria, H.K., (2006) ‘Issues and solutions of fresh fruits export in Indonesia’, Department of Agricultural Engineering, Bogor Agricultural University, Indonesia Rainiyanti et al., 2005. Perkembangan Pisang Raja

Nangka (Musa sp.)secara Kultur Jaringan Dari Eksplan Anakan dan Meristem Bunga; Jurnal Bioteknologi ISSN 1410-1939.

Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Satuhu dan Supriyadi dalam Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji ketahanan beberapa tanaman pisang klon Cavendish dan fluktuasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp. Nas. I

tentang Fusarium. Purwokerto.

Sihombing, Endang. 2008. Kultur Biji Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.) yang Diinduksi Sinar UV pada Media MS. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negri Medan. Skripsi.

Suswati. 2011. Respon Fisiologis Tanaman Pisang Dengan Introduksi Fungi Mikoriza Arbiskular Indigenus Terhadap Penyakit Darah Bakteri. Padang: Universitas Andalas

(13)

Tricoli D. M; C.A Maynard and A. P. Andrew. 1985 dalam Yelnitis. 2014. Perbanyakan Tunas Gyrinops verstegii (Gilg.) Domke. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, september 2014 108-120

Wardhana, R.A., Nugroho, H., & Loekito, S. 2004. Uji ketahanan beberapa tanaman pisang klon Cavendish dan fluktuasi intensitas serangan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC) terhadap tanaman pisang Cavendish klon GCTCV 119. Simp.

Nas. I tentang Fusarium. Purwokerto.

Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattijik, E. Sjamsudin, N. M. A. Wiendi dan Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widiyana, tatik. 2013. Media Kultur Jaringan.

Tatikwidiyana-blogspot.com-

/2013/04/media-kultur-jaringan.html

Diakses pada tanggal 09 Desember 2015 Pukul 13. 12 WIB

Wijayanti, N. 1995. Pengaruh Kombinasi BAP dan 2-Ip terhadap Multipikasi Tunas Pisang Ambon [Musa acuminata (AAA Grup)] melalui Kultur In vitro. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yelnitis. 2014. Perbanyakan Tunas Gyrinops verstegii (Gilg.) Domke. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 8 No. 2, september 2014 108-120

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jambi: Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 1. Persentase Eksplan Bertunas, Browning, Kontaminasi, Mati, dan Tidak Bertunas
Tabel 3. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 3 MSD
Gambar 2. Tunas Pisang Barangan
Tabel 5. Pengaruh IBA dan BA terhadap Tunas yang Terbentuk 5 MSD
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada hubungan antara karakter sosiodemografik dengan praktik pemberian ASI eksklusif, faktor pre dan post natal yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif adalah

Faktor lain yang berperan dalam kegagalan praktik pemberian ASI ekskluisf pada penelitian ini dikarenakan subyek dengan pengetahuan rendah terkait dengan kandungan dan

Ternyata nilai probabilitas lebih besar dari nilai probabilitas sig (0,05 > 0,000), maka ho ditolak dan ha diterima artinya variabel independen secara bersama-sama

(2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada materi pencemaran dan pembelajaran fisika dapat meningkatkan prestasi siswa, kemampuan pemecahan

1) Angket. Data tentang respon siswa selama siswa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning diambil dengan menggunakan angket. Data

Berdasarkan perolehan tersebut antusis belajar siswa Kelas IV SD BK Maranatha cukup rendah pada pembelajaran Sains, Siklus I dengan menerapkan media gambar

Kedua, baik penggunaan buku ajar berbasis multimedia interaktif berbahasa Inggris maupun modul berbasis multimedia interaktif berbahasa Inggris dalarn pembelajaran

dari percobaan dan perhitungan laju korosi yang telah dilakukan, memang laju korosi paling besar baik pada percobaan korosi basah maupun korosi atmosferik