BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Darah sangat penting bagi kehidupan manusia untuk menyelamatkan jiwa.
Begitu pentingnya darah bagi kehidupan manusia sehingga darah yang berkurang dari
dalam tubuh bisa dikarenakan berbagai hal, seperti kecelakaan dengan perdarahan
hebat, saat sedang menjalani operasi besar, ibu yang pendarahan hebat pada saat
melahirkan, dan dengan berbagai hal lainnya, maka organ-organ tersebut akan
kekurangan nutrisi dan oksigen. Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan
jaringan dan kegagalan fungsi organ yang berujung pada kematian.Untuk mencegah
hal itu, dibutuhkan pasokan darah yang diperoleh dari transfusi darah.Darah yang
tersedia seharusnya seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan, tetapi yang terjadi
adalah ketidakseimbangan antara stok darah yang ada dengan jumlah darah yang
dibutuhkan, sehingga kebutuhan darah tidak dapat terpenuhi seluruhnya.
Data dari negara maju menunjukkan tingkat donor darah sebanyak 60-100 per
1.000 penduduk, sedangkan di Asia tingkat donor darah yang paling maju adalah
jepang yaitu 68 per 1.000 penduduk, Korea 40 per 1.000 penduduk, Singapura 24 per
1000 penduduk, Thailand 13 per 1.000 penduduk, Malaysia 10 per 1.000 penduduk,
dan Indonesia memiliki tingkat penyumbang 6-10 orang per 1.000 penduduk. Hal ini
jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia (Aziz, 2000).
Berdasarkan data statistik tahun 2012, Palang Merah Indonesia menerima
darah dari 1.371.638 pendonor atau sekitar 3,5 juta - 4 juta kantong darah yang
pertama kalinya1. Jumlah ini tentu saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi populasi di Indonesia.Bila menggunakan tolak ukur sesuai dengan
standard yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, suatu negara harus
memiliki stok darah minimal sebesar 2% dari jumlah populasi nasional. Jika acuan
WHO ini yang digunakan, Indonesia yang berpenduduk ±237.600.000 jiwa2, minimal harus mempunyai stok darah antara 4,5 juta sampai 4,8 juta kantung darah, berarti
Palang Merah Indonesia masih kurang sekitar 1,3 juta kantong darah lagi untuk
mencapai target 4,8 juta kantong darah3
“Ada kota besar yang paling sulit mendapatkan pendonor darah, maaf saja ya kota Medan merupakan daerah yang paling sulit cari donor darahnya, sampai-sampai harus mengambil stok darah dari Jawa”
. Hal tersebut menggambarkan bahwa
kebutuhan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor
darah masih rendah.
Begitu juga di Medan, kecukupan akan darah masih sangat kurang. Kebutuhan
darah bisa mencapai 3.000 kantong darah per bulan, namun rata-rata pemenuhan
kebutuhan hanya sekitar 30%- 40% nya saja. Seperti yang dikatakan oleh Ketua
Umum Palang Merah Indonesia M. Jusuf Kalla saat Rapat Dengar Pendapat Umum
(RDPU) Komisi IX DPR RI,
4
Pentingnya ketersediaan darah adalah untuk memenuhi kebutuhan akan darah
yang dapat terjadi kapan saja dan kepada siapa saja yang membutuhkan transfusi
darah. Namun yang terjadi ketersediaan darah belum memenuhi seluruh kebutuhan .
1
Harian Berita Sore edisi 12 April 2013, Deputi Konsul AS Medan Donor Darah di USU (beritasore.com/2013/04/12/deputi-konsul-as-medan-donor-darah-di-usu/)
2
Data BPS 2010 3
Harian Berita Sore edisi 12 April 2013, Deputi Konsul AS Medan Donor Darah di USU (http://beritasore.com/2013/04/12/deputi-konsul-as-medan-donor-darah-di-usu/)
4
masyarakat akan darah. Belum terpenuhinya mungkin disebabkan karena partisipasi
masyarakat untuk mendonorkan darahnya secara sukarela masih kurang atau mungkin
saja karena kurang agresifnya UDD PMI dalam mempromosikan dan menggalang
kegiatan donor darah.
Untuk menjalankan fungsi sebagai penyedia darah serta sebagai pendistribusi
darah ke Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di berbagai Rumah Sakit di Medan untuk
memenuhi kebutuhan akan darah bagi masyarakat, Unit Donor Darah (UDD) PMI
Kota Medan berusaha agar kebutuhan darah terpenuhi, mulai dengan membangun
jaringan sesama PMI nasional maupun internasional, melakukan kerjasama dengan
berbagai institusi, seperti BUMN, lembaga-lembaga pemerintah, Bank Indonesia,
Bank Swasta, POLDASU, Perusahaan Swasta, Perusahaan Daerah, dan
Universitas-Universitas, dan bahkan menjajal pasar dan mall, tetapi keberadaannya seakan kurang
terlihat oleh masyarakat. Peranan UDD penting dalam mensosialisasikan informasi
tentang betapa pentingnya mendonorkan darah demi menyelamatkan jiwa yang
membutuhkan, dan manfaatnya bagi kesehatan si pendonor sendiri.
Donor darah bukan hanya memiliki nilai kemanusiaan saja karena dapat
menyelamatkan jiwa, namun juga baik bagi kesehatan si pendonor darah.Selain bisa
kontrol kesehatan melalui pemeriksaan darah secara gratis, donor darah yang teratur
juga dapat meringankan kerja jantung dan terjaganya vitalitas karena lancarnya
sirkulasi dan regenerasi darah yang berkesinambungan. Sejak pertengahan abad
Masehi pengobatan dengan cara mengeluarkan darah dari dalam tubuh sudak mulai
dipraktikkan dan telah diketahui manfaatnya untuk kesehatan yang kita kenal dengan
bekam. Adapula pengobatan lain dengan mengeluarkan darah juga seperti totok darah
sehingga tubuh memproduksi darah baru yang efeknya melancarkan sirkulasi darah
sehingga tubuh meregenerasi darah baru dalam tubuh, menjadi lebih sehat dan
ringan.Manfaat dari pengobatan tersebut juga kita temui saat mendonorkan darah.
Peran pemuka agama juga dapat diberdayakan dengan memberikan informasi
bahwa menjadi pendonor darah adalah suatu perbuatan baik karena dengan
mendonorkan darah dapat menyelamatkan jiwa yang membutuhkannya, tanpa
memandang suku bangsa, agama, ras, maupun golongan manapun.Karena hal
tersebut, donor darah dalam berbagai agama diperbolehkan untuk tujuan yang baik
demi menyelamatkan jiwa manusia.
Namun melakukan sosialisasi dan kerjasama dengan berbagai pihak saja
tidaklah cukup jika tanpa dibarengi dengan partisipasi masyarakat untuk menjadi
pendonor darah sukarela.Kurangnya partisipasi masyarakat tidak terlepas dari
bagaimana persepsi mereka tentang donor darah.Masyarakat kurang menyadari bahwa
donor darah tidak hanya memiliki nilai kemanusiaan tetapi juga bermanfaaat bagi
kesehatan. Selain hal tersebut, masih ada permasalahan lain yang membuat
masyarakat enggan untuk berdonor darah misalnya karena persepsi akan bahaya bila
seseorang memberikan darah secara rutin, persepsi masyarakat tentang memberi dan
atau menerima darah dari yang tidak dikenal, dan tingkat kepercayaan masyarakat
minim dan beranggapan bahwa Palang Merah Indonesia memperjualbelikan darah hal
ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan darah diharuskan membayar Biaya
Pengganti Pengelolaan Darah (BPPD) untuk setiap kantung darah. Seperti
pendapatnya Chaeruddin Salim Anggota Komisi B DPRD Medan mengenai krisis
Unit Donor Darah (UDD)5 Palang Merah Indonesia Kota Medan maupun pihak bank darah terutama mengenai jumlah perolehan kantong darah yang didapatkan sehingga
masyarakat menilai sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab bisa
memperjualbelikan darah yang telah didonorkan secara sukarela6
Partisipasi dalam mendonorkan darah juga dapat dilihat pada mahasiswa
Universitas Sumatera Utara.Sudah ada beberapa kali diadakan kegiatan donor darah
di USU tetapi partisipasi mahasiswa terlihat kurang. Salah satunya pada saat
diadakannya kegiatan donor darah Blood4Nation yang diselenggarakan oleh
American Corner Universitas Sumatera Utara, bekerjasama dengan Konsulat Amerika
Serikat di Medan dan Palang Merah Indonesia Pada tanggal 12- 13 April 2013 yang
lalu. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan
pentingnya menyumbang darah, terutama di kalangan pemuda dan membantu
Indonesia mencapai target stok darah tahunannya, dan selama dua hari kegiatan
tersebut menghasilkan 178 pendonor
.
7
. Pendonor tersebut tidak hanya berasal dari
dalam usu, tetapi 10%-20% adalah masyarakat umum, dan pendonor yang terbanyak
dari Fakultas Kesehatan Masyarakat8.Jika dilihat dengan jumlah mahasiswa USU yang sekitar ± 33.000 orang9
5
Masyarakat masih mengenalnya dengan Unit Donor Darah(UTD), PMI sendiri telah berganti nama tersebut mulai tahun 2011.
6
Harian INABERITA, edisi Selasa, 2 Maret 2010, Masyarakat Enggan Mendonor Darah Dipicu Kekhawatiran Terjadinya Penyalahgunaan (http://www.inaberita.com/beta/view.php?newsid=575) 7
Harian Analisa, edisi Senin, 15 April 2013, “Blood4Nation” Konsulat AS Hasilkan 178 Kantong Darah (http://www.analisadaily.com/news/2013/9499/1366439385)
8
ujar Abdul Hafiz Harahap selaku penanggung jawab American Corner USU pada Harian Analisa, edisi 23 Agustus 2013 (www.analisadaily.com/mobile/pages/news/40929/penghargaan-blood4nation-diraih-american-corner-usu/)
9
http://usu.ac.id/id/article/10/profil
, maka masih sedikit sekali mahasiswa yang berminat
darah di Fisip USU yang diadakan oleh IMAJINASI pada bulan Mei 2013 bekerja
sama dengan Palang Merah Indonesia ini menyumbangkan 46 kantung darah10
1.2 Tinjauan Pustaka
.
Peran mahasiswa sebagai masyarakat muda dinilai sesuai untuk berkontribusi
dalam meningkatkan jumlah donor darah sukarela dan dalam meningkatkan
ketersediaan darah.Mahasiwa dapat berperan secara langsung dengan menjadi donor
darah sukarela secara berkala, bisa juga secara tidak langsung dengan mengajak atau
mempromosikan aksi donor darah sukarela kepada masyarakat luas.Sebagai
mahasiswa yang mungkin dianggap telah paham tentang manfaat dan pentingnya
donor darah, diharapkan memiliki sikap yang positif terhadap aksi donor
darah.Namun penerapannya, donor darah oleh mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari masih belum terbukti.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk
meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana persepsi mahasiswa
tentang donor darah, yang dapat menggambarkan seperti apa pengetahuan dan
pemahaman mereka tentang donor darah, bagaimana pandangan mereka terhadap
donor darah, sehingga terlihat bagaimana partisipasi mereka, dan kendala-kendala apa
saja dalam donor darah.
1.2.1 Konsep Budaya
Konsepsi budaya atau kebudayaan merupakan konsep paling asli atau baku,
paling pokok atau dasar, dan paling utama atau penting dalam studi
antropologisepanjang sejarah perkembangannya.Kata budaya atau kebudayaan dalam
10
bahasa Indonesia disamakan pengertiannya dengan culture dalam bahasa Inggris.
Koentjaraningrat(1996:72)mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.Ada juga definisi kebudayaan
berbau psikologi yang perlu ditinjau yakni yang dirumuskan oleh R.Linton (dalam
Keesing 1989), yakni kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, sikap, dan
pola perilaku kebiasaan berbagi dan ditunjukkan oleh anggota suatu masyarakat
tertentu.
Untuk memudahkan pemahaman kita tentang konsep kebudayaan yang
mencakup semua wujud kehidupan manusia yang kompleks ini, maka tepatlah
menggunakan analisis tiga wujud kebudayaan dari Koentjaraningrat, yakni:
1. wajud ide/gagasan (mencakup seluruh komponen pengetahuan, pendapat, nilai,
norma, kepercayaan),
2. wujud tindakan (segala yang dilakukan manusia secara terpola), dan
3. wujud material (keseluruhan benda-benda fisik buatan manusia yang digunakan
bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya).
Lalu kebudayaan masyarakat manusia dalam tiga wujud tersebut dibagi dalam
bagian-bagian umum kebudayaan (cultural universal), yakni sistem-sistem
pengetahuan, bahasa, organisasi sosial, mata pencaharian, alat-peralatan hidup,
kesenian, dan religi atau sistem kepercayaan. Dikatan sebagai unsur umum
kebudayaan karena unsur-unsur ditemukan dalam semua suku bangsa atau bangsa
dalam semua masa.
Pada mulanya, menurut Shobirin (Koentjaraningrat, 1980), culture dalam
beternak hewan, dan mengeksploitasi sumberdaya alam. Lambat laun konsep tersebut
diperluas oleh ilmuan sosial budaya, khususnya ahli antropologi, pada semua bidang
kehidupan manusia yang dipelajari, dikembangkan, dan dipertahankan bagi
pemenuhan kebutuhan dan eksistensi masyarakat.
Budaya terdiri dari pola berpikir dan bertindak yang khas mencakup nilai,
kepercayaan, organisasi politik dan aktivitas ekonomi yang diturunkan dari generasi
ke generasi berikutnya bukan melalui bawaan gen (biological inheritance,melainkan
melalui proses belajar. Proses belajar yang dimaksudkan yakni proses internalisasi
(penanaman sikap kepribadian budaya), sosialisasi (pembelajaran pola tindakan), dan
enkulturasi (pembelajaran pengetahuan) yang dilakukan oleh individu mulai dari lahir
hingga meninggal.
Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan manusia dalam kehidupannya adalah
dari proses belajar. Menurut Spradley sendiri pengetahuan yang tertata dalam diri
manusia yang diperoleh melalui proses belajar merupakan kebudayaan. Lebih
jelasnya lagi Spradley mendefenisikan kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan
yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang kemudian mereka gunakan untuk
menginterpretasikan dunia sekeliling mereka sekaligus untuk menyusun strategi
perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka11
Goodenough mendefinisikan kebudayaan sebagai sistem gagasan yang
dimiliki bersama, sistem, konsep, aturan serta makna yang mendasari dan
diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia (dalam Keesing, 1989: 68-69).
Budaya dengan demikian, menurutnya, mengacu pada hal-hal yang dipelajari .
11
manusia, bukan pada hal-hal yang manusia kerjakan dan perbuat (dalam Keesing,
1989).
1.2.2 Konsep Persepsi
1.2.2.1 Pengertian persepsi
Alam sekitar manusia terdapat berbagai hal yang diterimanya melalui panca
inderanya serta melalui alat penerima yang lain, misalnya getaran eter (cahaya dan
warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan),
tekanan termikal (panas-dingin), dan lain-lain, yang masuk ke dalam berbagai sel di
bagian-bagian tertentu dari otaknya. Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi,
dan psikologi terjadi, sehingga getaran-getaran dan tekanan-tekanan tadi diolah
menjadi suatu susunan yang menjadi suatu gambaran tentang lingkungan sekitarnya,
dan dalam antropologi seluruh proses akal manusia yang sadar itu disebut persepsi
(Koentjaraningrat, 1996:99).
Walgito (2004:70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme
atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil
oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan
mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu
stimulus, hasil persepsi akan berbeda antar individu satu dengan individu lain. setiap
berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya.
Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek
tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang
dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun
negative ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita.
File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang
membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai
suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006:118)
Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007:51) persepsi adalah pengamatan tentang
objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, menurut Suharman (2005:23) persepsi
merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsirkan informasi yang
diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Menurutnya ada tiga aspek di dalam
persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera,
pengenalan pola, dan perhatian.
Persepsi orang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh sejauh mana
pemahamannya terhadap objek. Persepsi yang belum jelas atau belum dikenal sama
sekali tidak mungkin akan memberikan makna. Persepsi pada hakikatnya adalah
proses kognitif yang dialami oleh setiap individu di dalam memahami informasi
tentang lingkungan, baik lewat penglihatan, pandangan penghayatan, perasaan dan
penciuman. Sementara yang dimaksud dengan proses kognisi adalah proses atau
konsepsi mental seperti sikap, kepercayaan dan pengharapan yang kesemuanya
merupakan penentu atau dipengaruhi perilaku (Toha, 1983:138)
Wirawan ( 1995 : 77 ), menjelaskan bahwa proses pandangan merupakan hasil
hubungan antar manusia dengan lingkungan dan kemudian diproses dalam alam
kesadaran ( kognisi ) yang dipengaruhi memori tentang pengalaman masa lampau,
minat, sikap, intelegensi, dimana hasil atau penelitian terhadap apa yang diinderakan
akan mempengaruhi tingkah laku.
Persepsi itu tergantung pada proses berpikir atau kognitif seseorang, sehingga
bisa saja persepsi antara satu orang dengan orang lainnya berbeda terhadap hal yang
sama, tergantung pada kemampuan selektivitas informasi yang diterima setelah
diolah ternyata bermakna positif maka seseorang mendukung informasi yang
diterima, tetapi bila negatif maka yang terjadi sebaliknya.
1.2.2.2 Jenis-jenis Persepsi
Menurut Bjorklund proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang
diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Persepsi visual
Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah persepsi
yang paling awal berkembang pada bayi dan mempengaruhi bayi dan balita untuk
memahami dunianya, persepsi visual merupakan topic utama dari bahasan
persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering
dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
2. Persepsi auditori
3. Persepsi perabaan
Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
4. Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu
hidung.
5. Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.12
1.2.2.3 Syarat terjadinya persepsi
Syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut (Sunaryo, 2004:98):
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagi suatu persiapan dalam
mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/ reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Syaraf sensoris sebagi alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian
sebagai alat untuk mengadakan respon.
Menurut Walgito (2004:70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat
dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.Stimulus
dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat dari dalam
diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang
bekerja sebagai reseptor.
12
b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping
itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang
diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebahai pusat kesadaran.
Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat
membentuk persepsi seseorang
c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian,
yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari
seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu kumpulan objek.
1.2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan
stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal.Faktor eksternal adalah
faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang
terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
1. Faktor Eksternal
a. Kontras
Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik
warna, ukuran, bentuk dan gerakan.
Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah
dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.
c. Pengulangan (repetition)
Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak
termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita.
d. Sesuatu yang Baru (novelty)
Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu
yang telah kita ketahui.
e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak
Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian
seseorang.
2. Faktor Internal
a. Pengalaman atau Pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor
yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan
terjadinya perbedaan interpretasi.
b. Harapan (expectation)
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
c. Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus
secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25
juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membelii sepeda motor,
d. Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang.
e. Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang
ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan
semuanya serba indah.
f. Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan
menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda,
namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama
saja.
Menurut Toha (1983:154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang adalah sebagai berikut:
a. Faktor eksternal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan
atau harapan, perhatian(fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan,
nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Faktor internal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan
dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak,
hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.
Robbins ( 2001 : 89 ) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :
1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan
terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang
berdekatan atau yang mirip.
3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab
unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.
Menurut Walgito (2004:56-57) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
yaitu:
1. Faktor individu, yang meliputi:
a. Perhatian. Baik perhatian spontan maupun perhatian tidak spontan; dinamis
atau statis
b. Sifat struktural individu; simpati atau antipati
c. Sifat temporer individu; emosional atau stabil
d. Aktivitas yang sedang berjalan pada individu.
2. Faktor stimulus (rangsangan). Stimulus akan dapat disadari oleh individu, bila
stimulus itu cukup kuat. Bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, tetapi
bila stimulus tidak cukup kuat, maka stimulus itu tidak akan dipersepsi oleh
individu yang bersangkutan, dan ini bergantung pada: intensitas (kekuatan)
stimulus; ukuran stimulus; perubahan stimulus; ulangan dari stimulus;
pertentangan atau kontras dari stimulus.
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain
dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsikan suatu objek, stimulus,
jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.
Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan
individu,perbedaan pengalaman, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan
dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya
persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh
pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya.
1.2.2.5 Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi menurut Walgito (2004: 108) terdiri dari
tahap-tahap berikut:
1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman
atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera
manusia.
2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan
proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui
syaraf-syaraf sensoris.
3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik,
merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima
reseptor.
4. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa
tanggapan dan perilaku.
Sedangkan menurut Toha (1983:145) proses terbentuknya persepsi didasari pada
beberapa tahapan yaitu:
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
b. Registrasi
Dalam proses registrasi, ssuatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang
berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang
dimilikinya. Seseorang dapat mendengar atau melihat informasi yang terkirim
kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang berkirim kepadanya
tersebut.
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting
yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses
interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian
seseorang.
Mencermati proses terbentuknya persepsi masyarakat dapat dikemukakan
bahwa seseorang diawali oleh adanya rangsangan (stimulus) yang diterima oleh alat
indera atau reseptor, kemudian melalui proses persepsi sesuatuyang diindera tersebut
menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan.
1.2.3 Konsep Partisipasi
1.2.3.1 Pengertian Partisipasi
Keberhasilan dalam upaya peningkatan jumlah stok darah sangat diperlukan
partisipasi dari masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, akan sulit untuk memenuhi
kebutuhan darah. Semakin banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi, maka akan
bagaimana persepsi mereka terhadap donor darah. Dalam hal ini Koentjaraningrat
(dalam Joesoef, 1997: 29) mengatakan cara-cara yang ditempuh agar masyarakat mau
berpartisipasi dalam program pembangunan adalah jika masyarakat diberitahu bahwa
program tersebut nantinya akan berguna bagi mereka atau jika mereka diberitahu
tentang tujuan program tersebut. Partisipasi yang dilandaskan pada pengetahuan dan
kegunaan program bagi diri individu biasanya akan menghasilkan partisipasi yang
spontan sifatnya. Adanya informasi sebagai salah satu faktor dalam menarik
partisipasi masyarakat dalam kegiatan suatu program dirasakan penting terutama
dalam hal memperkenalkan atau menyebarkan suatu ide baru.
Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke
dalam interksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa
berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui
berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan,
kepatuhan dan tanggung jawab bersama (Ach. Wazir Ws dalam Jamal, 2011:1).
Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang
kegiatan. Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan
masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara berbagai
aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, kemadirian dalam
kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi
teknologi dan infrastrusktur kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
1.2.3.2 Aspek-aspek Partisipasi
Partisipasi dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek (Dusseldorp, 1981,
1. Tingkat keterlibatan
Berdasarkan tingkat keterlibatannya, partisipasi dibedakan lagi menjadi
partisipasi bebas, partisipasi dipaksa, dan partisipasi biasa.
a. Partisipasi bebas digunakan bagi seorang individu yang melibatkan dirinya
sendiri secara sukarela dalam aktivitas partisipasi spesifik. Partisipasi bebas
dapat dibagi lagi menjadi partisipasi spontan dan partisipasi yang
dibangkitkan. Seseorang dikatakan berpartisipasi spontan bila berpartisipasi
atas pendiriannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh program penyuluhan dari
suatu institusi maupun individu, sebaliknya seorang dikatakan berpartisipasi
yang dibangkitkan jika keikutsertaannya setelah dia diyakinkan melalui
program penyuluhan atau pengaruh orang lain dari suatu institusi maupun
individu.
b. Partisipasi dipaksakan dibedakan lagi menurut sumber pemaksaan melalui
hukum dan pemaksaan sebagai akibat kondisi sosial ekonomi.
c. Partisipasi biasa digambarkan untuk keikutsertaan seseorang yang paling
tidak dalam esbagian waktunya, untuk memilih pola partisipasinya,
sehubungan dengan fakta seseorang dilahirkan sebagai laki-laki atau
perempuan, dalam suatu keluarga dari kelas tertentu, kasta, suku bangsa atau
ras dan dalam suatu area.
2. Cara keterlibatan
Berdasarkan cara keterlibatannya, partisipasi dapat dibedakan menjadi partisipasi
langsung dan tak langsung.
a. Partisipasi langsung digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan
pertemuan, diskusi, menyediakan tenaga kerjanya untuk proyek, memberikan
suara bagi calon yang akan mewakilinya di luar kelompoknya.
b. Partisipasi tak langsung digunakan untuk menggambarkan keikutsertaan
seseorang yang mewakilkan hak berpartisipasinya (sebagai contoh dalam
pengambilan keputusan) ke orang lain yang kemudian dapat mewakilinya
dalam aktivitas partisipatif pada tingkat yang lebih tinggi.
3. Keterlibatan dalam berbagai tahap proses pembangunan yang direncakan.
Berdasarkan hal tersebut, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi pada seluruh
tahap dan partisipasi pada sebagian tahap.
4. Tingkat organisasi
Berdasarkan tingkat organisasinya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi
terorganisasi dan tak terorganisasi.
a. Partisipasi terorganisasi digunakan jika struktur organisasi dan satu set
prosedur dikembangkan dalam proses persiapannya. Organisasi dapat
diformalkan lebih tinggi dengan menggunakan peraturan dan hukum.
Berdasarkan hal tersebut partisipasi terorganisasi dibedakan lagi menjadi
berorganisasi formal dan terorganisasi tidak formal.
b. Partisipasi tidak terorganisasi digunakan jika keikutsertaan seseorang karena
kondisi darurat atau kejadian khusus. Hal ini dapat menjadi awal dari
partisipasi terorganisasi.
5. Intensitas Aktivitas Partisipasi
Berdasarkan intensitas aktivitasnya,, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi
intensif dan partisipasi ekstensif. Partisipasi dikatakn intensif jika frekuensi
kelompok regular untuk membangun aktivitas tertentu.Partisipasi dikatakan
ekstensif jika aktivitas partisipasinya dilakukan secara tidak teratur dan dengan
internak yang luas.
6. Kisaran Aktivitas yang Dapat Dijangkau
Berdasarkan kosaran aktivitas yang dapat dijangkau, partisipasi dibedakan
menjadi partisipasi tidak terbatas dan partisipasi terbatas.
a. Partisipasi dikatakan tak terbatas jika seluruh usaha yang dapat dikontrol
manusia, mempengaruhi komunitas tertentu, dapat dikontrol oleh aktivitas
partisipasi dari anggota komunitas tersebut.
b. Partisipasi terbatas digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika melalui
aktivitas partisipasi, hanya sebagian aspek kehidupan (sosial, politik,
lingkungan fisik dan administrative) yang dapat dipengaruhi.
7. Tingkat Efektifitas
Berdasarkan tingkat efektifitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi
efektif dan partisipasi inefektif.Partisipasi efektif digunakan jika aktivitas
partisipasi menghasilkan terealisasinya seluruh tujuan, sedangkan partisipasi
inefektif terjadi jika tidak ada, atau hanya sedikit dari tujuan yang terealisasi.
8. Siapa yang Berpatisipasi
Berdasarkan pelaku yang berpartisipasi dapat dibedakan menjadi anggota
komunitas local (penduduk, pemimpin), anggota pemerintahan, dan pihak luar.
9. Tujuan dan Gaya Patisipasi
Berdasarkan tujuan dan gayanya (style), partisipasi dapat dibedakan menjadi
partisipasi dalam pembangunan daerah, partisipasi dalam perencanaan sosial, dan
dnegan pembangunan komunita dan bertujuan melibatkan masyarakat dalam
pembangunan mereka sendiri.Satu dari tujuannya untuk merangsang partisipasi
(process goal) dan untk mengumpulkan energi sosial yang dapat membawa
mereka untuk menolong dirinya sendiri.Tujuan utama melibatkan masyarakat
dalam perencanaan sosial adalah untuk mendekatkan program sebisa mungkin
terhadap feltneed mereka dan untuk membuat program lebih efektif.Tujuan utama
dari tipe partisipasi dalam aksi sosial adalah untuk meningkatkan kekuatan
hubungan dan akses terhadap sumber daya.Fokus utama adalah terhadao suatu
segmen dari komunitas.Sebagaimana dalam pembangunan local, perambatan
partisipasi diantara target grup erupakan satu tujuan penting.Aksi sosial secara
erat berkaitan dengan perencaan inovatif.
1.2.3.3 Faktor-faktor yang menumbuhkan Partisipasi
Menurut Cary (dalam Notoatmodjo 2005), mengatakan bahwa partisipasi
dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi:
a. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti ada kondisi yang memungkinkan anggota
masyarakat untuk berpartisipasi.
b. Mampu untuk berpatisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota
masyarakat sehingga mampu untuk memerikan sumbangan saran yang kontruksif
untuk program.
c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk
berpatisipasi dalam program.
Ketiga kondisi ini harus hadir secara bersama-sama. Apabila orang mau dan mampu
Menurut Mikkelsen (2003), rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Adanya penolakan secara internal dikalangan anggota masyarakat dan penolakan
eksternal terhadap pemerintah
2. Kurang dana
3. Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat; dan
4. kurang sesuai dengan kebutuhan.
1.2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
Mikkelsen (2003) mengemukanan bahwa faktor-faktor yang memegaruhi
patisipasi masyarakat itu yaitu:
1. Faktor sosial yaitu dilihat adanya ketimpangan sosial masyarakat untuk
berpartisipasi
2. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional
statis dan tertutup terhadap pembaharuan
3. Faktor politik yaitu apabila prosespembangunanyang dilaksanakan kurang
melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga
terkendala untuk berpatisipasi dan pengambilan keputusan
1.2.4. Donor Darah
1.2.4.1 Pengertian Donor Darah
Donor darah adalah suatu kegiatan menyumbangkan darah yang dilakukan
membutuhkan13
13
http://rahmatshah.tumblr.com/
.Kegiatan donor darah sendiri sudah dimulai dijalankan pada tahun
1818 oleh Dr. James Blundell, namun sayangnya pada saat itu masih belum mengenal
adanya pengelompokan golongan darah berdasarkan jenisnya sehingga terdapat
banyak pasien yang meninggal.
Sebenarnya usaha dalam melakukan transfusi darah pertama kali dicoba pada
abad ke-15 dengan pasien pertama Pope Innocent VII, namun usaha ini gagal total
karena mereka mencoba mentransfusinya lewat mulut. Setelah itu kegiatan transfusi
darah terus dikembangkan dengan diikuti berbagai penelitian dan hasilnya kegiatan
transfusi berhasil dilakukan secara sukses dan aman .
Sekarang ini kegiatan donor darah bisa dibilang merupakan kegiatan amal
yang bisa kita lakukan kapan saja dan dimana saja terutama jika ada orang yang
sangat memerlukan golongan darah yang sama dengan kita. Yang kita butuhkan
adalah kondisi kesehatan yang fit dengan minimal berat badan 45 kg, dan usia sekitar
17 tahun hingga 60 tahun. Sebelum kita memberikan donor darah, maka petugas
medis akan mengecek terlebih dahulu apakah si pendonor layak untuk mendonorkan
darahnya atau tidak. Melakukan kegiatan donor darah juga memiliki manfaat
tersendiri bagi tubuh manusia.
Donor darah biasa dilakukan rutin di pusat donor darah lokal, dan setiap
beberapa waktu dilakukan kegiatan donor darah di tempat keramaian, misalnya saja di
pusat perbelanjaan, di sekolah, Universitas, di kantor perusahaan besar, ataupun di
tempat ibadah. Hal ini dimaksudkan, agar mempemudah dan menarik simpati
masyarakat untuk melakukan donor darah, hal ini juga mempermudah para pendonor
1.2.4.2 Donor Darah dari Segi Religi
1. Sudut pandang Agama Islam
Donor darah merupakan kebajikan yang sangat mulia di mata agama.Ulama
fiqih menetapkan bahwa perbuatan menyumbangkan darah dibolehkan untuk
membantu sesama manusia yang amat membutuhkan. Mereka memperbolehkan
dengan alasan darurat atau dengan alasan bahwa dengan donor darah adalah cara
pengobatan yang bermanfaat dan dengan persyaratan tidak membahayakan nyawa si
pendonor. Di samping bertujuan untuk kemashlahatan umat manusia, juga bertujuan
untuk menghindari segala yang merugikan manusia.Sesuai ajaran Islam, donor darah
termasuk implementasi perintah Allah SWT untuk saling menolong sesama.
Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama dengan donornya
mengenai agama, suku bangsa, dan sebagainya. Karena menyumbangkan darah
dengan ikhlas itu adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan
dianjurkan oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia.Oleh karenanya,
tidak masalah mendonorkan darah untuk orang yang berbeda keyakinan dengan
kita.14
2. Sudut Pandang Agama Buddha
Dilihat dari agama Buddha donor darah sama dengan memberikan dana yang
disebut Abhaya dana. Ada tiga jenis dana yang dikenal oleh Buddhist yaitu :Amisa
Dana (pemberian dana melalui materi atau uang, pikiran), Dhamma Dana (dana
pemberian pengetahuan kebenaran kepentingan orang banyak, missal buku, DVD),
14
dan Abhaya Dana (dan ayang dapat membebaskan orang dari rasa khawatir, sakit,
cemas, misal donor darah, bakti sosial).
Menurut Master Cheng Yen kehidupan lebih bermakna apabila kita dapat
bermanfaat bagi orang lain. dengan donor darah kita juga sudah mengembangkan
cinta kasih universal. Cinta kasih tidak berkurang karena dibagikan, namun akan
tumbuh dan berkembang karena dibagikan kepada orang lain (Wahyuni, 2012:1).
3. Sudut Pandang Agama Kristen
Gereja Bethel Indonesia tidak melarang umat tuhan untuk melakukan donor
dan menerima darah, selama hal itu dilakukan dengan tujuan untukmenolong dan
menyelamatkan manusia, dan dinyatakan aman secara medis15 4. Sudut Pandang Agama Katolik
.
Menurut ajaran agama Katolik, donor darah pada dasarnya
diperbolehkan.Agama katolik justru mengizinkan dan menganjurkan agar umatnya
menjadi pendonor darah.
Umat kristus dituntut untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Berdonor darah menyebabkan jiwa dan rohani menjadi sehat sehingga dapat berfungsi
ganda, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Donor darah menurut ajaran kalotik
sangat memupuk semangat persaudaraan dan solidaritas kepada mereka yang
menderita sakit.
5. Sudut Pandang Agama Hindu
Setiap orang mendapatkan kekuatan dari tiga sumber yaitu, harta, ilmu
pengetahuan dan jasmani. Ketiga kekuatan ini harus digunakan dengan baik untuk
menolong orang lain. mendonor darah pada hakekatnya adalah memberi pertolongan
15
pada orang yang membutuhkan. Oleh karena itu kita wajib mensyukurinya dengan
menggunakan kekuatan kita ini untuk menolong yang lemah”.
Individu dan masyarakat ibarat ikan dengan air. Masyarakat itu akan terjadi
kalau ada jalinan cinta kasih antar individu yang ditandai oleh saling memberi.
Menurut filsafat Karma Yoga, bantuan yang dijiwai oleh karunia dan materi berpahala
berlipat ganda16
6. Sudut Pandang Saksi-Saksi Yehuwa .
Setiap anggota Saksi Yehuwa diwajibkan untuk mengikuti berbagai
pantangan.Salah satunya melarang pengikutnya untuk makan darah dan atau
melakukan transfusi darah.Baik sebagai pendonor maupun sebagai penerima darah.
Saksi Yehuwa percaya bahwa darah adalah sama dengan kehidupan atau nyawa yang
suci dan berharga. Perintah untuk menjauhkan diri dari darah berarti tidak akan
mengizinkan siapa pun mentransfusikan darah ke dalam pembuluh darah17
1.2.4.3 Donor Darah dari Segi Kesehatan
.
1. Dapat mengontrol kesehatan secara teratur seperti tekanan darah, Hb, berat
badan, golongand darah
2. Mengurangi resiko hipertensi, penyakit jantung stroke, dan kolesterol
3. Memperoleh rasa segar dan hilangnya rasa berat dan pening di kepala yang
disebabkan oleh kekentalan/ viscositas darah.
4. Control kesehatan secara gratis dari penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C, sifilis
dan malaria.
16
http://taxblood.blogspot.com/2013/05/donor-darah-dalam-pandangan-agama.html?m=1 17
5. Menjadi lebih sehat karena darah tergantikan secara teratur.
6. Menghilangkan rasa pegal dan kaku di pundak
7. Memperlancar peredaran darah dalam tubuh
Dikatakan donor darah itu menyehatkan, dapat dilihat juga pengobatan yang
dengan cara mengeluarkan darah dari dalam tubuh seperti donor darah, yaitu bekam/
hijamah. Bekam adalah suatu proses membuang darah kotor (toksin/racun) yang
berbahaya dari dalam tubuh, melalui bawah permukaan kulit. Darah kotor yang
mengandung racun dapat menyumbat peredaran darah, sehingga sistem peredaran
darah tidak dapat berjalan dengan lancar.Timbunan racun yang terdapat dalam darah
manusia menyebabkan tidak berfungsinya mekanisme pertahanan tubuh. Kondisi ini
sedikit demi sedikit akan mengganggu kesehatan baik fisik maupun mental18
1.2.4.4 Pendonor Darah
.
Selain bekam, ada juga pengobatan alternatif lainnya, yaitu totok darah dan
terapi lintah, yang pengobatannya juga dengan mengeluarkan darah dari tubuh yang
berguna untuk kesehatan.
Pendonor darah adalah orang yang menyumbangkan darah atau komponennya
kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Menurut PMI, ada dua jenis pendonor. Donor Darah Pengganti/Langsung dan Donor
Darah Sukarela (DDS). Donor Darah Langsung adalah donor yang menyumbangkan
darah untuk keluarga/kerabat dengan golongan darah yang sama dengan pasien,
Donor Darah Pengganti adalah donor yang menyumbangkan darah untuk
keluarga/kerabat dengan menggantikan persediaan darah di UDD PMI dengan
18
golongan darah yang tidak harus sama dengan pasien. Donor Darah Sukarela (DDS)
adalah donor yang menyumbangkan darahnya secara sukarela tanpa mengetahui
untuk siapa darah tersebut diberikan.
1.2.4.5 Syarat-syarat Teknis Menjadi Pendonor
1. Umur 17 - 60 tahun ( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila
mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat
menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas
pertimbangan dokter )
2. Berat badan minimum 45 kg
3. Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4. Tekanan darah baik ,yaitu:Sistole = 100 - 180 mm HgDiastole = 60 - 100 mm Hg
5. Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6. Hemoglobin, Wanita minimal = 12 gr % Pria minimal = 12,5 gr %
7. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak
penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan
keadaan umum donor.
1.2.4.6 Tidak Boleh Menjadi Pendonor
Seseorang tidak boleh menjadi pendonor darah pada keadaan:
1. Pernah menderita hepatitis B.
2. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
5. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6. Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
7. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera,tetanus
dipteria atau profilaksis.
9. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica,
measles, tetanus toxin.
10.Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies
therapeutic.
11.Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12.Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13.Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14.Sedang menyusui.
15.Ketergantungan obat.
16.Alkoholisme akut dan kronik.
17.Sifilis.
18.Menderita tuberkulosa secara klinis.
19.Menderita epilepsi dan sering kejang.
20.Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21.Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi
G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
22.Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi
untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan
23.Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah19.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan
masalah ini adalah bagaimana persepsi mahasiswa FISIP USU tentang donor darah.
Rumusan masalah tersebut diuraikan dalam beberapa pertanyaan:
1. Bagaimana proses donor darah?
2. Bagaimana pandangan mahasiswa tentang donor darah?
3. Hal apa saja yang membuat mahasiswa mau dan atau malah enggan untuk
berpartisipasi dalam mendonorkan darah?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggamparkan bagaimana
pengetahuan, pemahaman, dan sudut pandang mahasiswa FISIP USU mengenai
donor darah, bagaimana partisipasi mereka dalam mendonorkan darah dan
kendala-kendala untuk melakukan tindakan donor darah. Diharapkan setelah penelitian ini
dilakukan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembacanya dan
menambah kepustakaan dibidang yang bersangkutan dengan penelitian ini, serta
menambah masukan buat PMI dalam usaha meningkatkan jumlah darah donor
sukarela.
19
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografiyaitu
pekerjaan mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan memahami suatu pandangan
hidup dari sudut pandang penduduk asli(Spradley, 1997:3).
Menurut Yahya (2010; 40) dengan mengkombinasi antara kekuatan deskripsi
dan analisis data akan menghasilkan penggambaran yang jelas dan sistematik
mengenai cara hidup dan makna dari setiap tindakan dan peristiwa dalam kehidupan
sosial mereka, berdasarkan pandangan masyarakat sebagai pelaku. Moleong (2006;
22) mendefinisikan etnografi sebagai uraian tentang kebudayaan atau aspek-aspek
kebudayaan. Semula gagasan budaya terikat dengan persoalan etnis dan lokasi
geografis, tetapi sekarang hal itu telah diperluas dengan memasukkan setiap
kelompok dalam suatu organisasi. Hal ini memungkinkan antropolog dapat meneliti
budaya dari bisnis atau kelompok tertentu.Spradley dalam Moleong (2006; 23)
mengungkapkan bahwa:
“Sebaiknya etnografi mempertimbangkan perilaku manusia dengan jalan menguraikan apa yang diketahui mereka yang membolehkan mereka berprilaku secara baik sesuai dengan
common sense dalam masyarakatnya”.
Metode etnografi oleh Spradley adalah khas aliran antropologi kognitif,
dengan berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam
mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda,
kejadian, perilaku, dan emosi. Karena itu, objek kajian antropologi bukanlah
fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan
manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material. Tugas
etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut
(Spradley, 1997:xx).
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam mencari data di
lapangan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Adapun wawancara20
Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh infomasi secara mendalam
tentang pengetahuan, pemahaman, dan sudut pandang terhadap donor darah serta
kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan donor darah.
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam.Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaaan itu
(Moleong, 2007:186).Wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi
dengan subjek penelitian sehingga diperoleh data-data yang diperlukan.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara
bebas terpimpin, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas,
artinya pertanyaan tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah
pokok dalam penelitian yang kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi di
lapangan.
20
Teknik wawancara mendalam ini diperoleh langsung melalui serangkaian
tanya jawab dengan para informan yang terkait dengan penelitian ini dengan
menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Peneliti tidak membatasi
jumlah informan, sampai data yang dibutuhkan sudah menjawab tujuan dari penelitian
ini.Pedoman wawancara ini disusun peneliti sebelum melakukan wawancara ke
lapangan yang hanya berisi garis-garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan. Dengan
meliputi beberapa pertanyaan: bagaimana pandangan mahasiswa tentang donor darah,
bagaimana partisipasi dalam mendonorkan darah dan kendala-kendala untuk
mendonorkan darah.
2. Observasi
Menurut Bungin (2007:115) observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu
dengan panca indera lainnya. Hanya saja dalam penelitian ini teknik observasi
partisipasi tidak bisa diterapkan mengingat kegiatan donor darah yang dilakukan di
FISIP USU tidak ada saat ini, sehingga peneliti tidak bisa mengobservasi kegiatan
donor darah di FISIP USU. Untuk itu, dalam proses observasi, peneliti menggunakan
jenis observasi non partisipasi di mana peneliti tidak ikut serta terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang informan lakukan, tetapi observasi dilakukan pada saat
wawancara. Serta peneliti melakukan observasi di tempat-tempat lain hanya untuk
mengetahui bagaimana proses berlangsungnya donor darah, melihat proses dari awal
pendaftaran hingga selesai mendonorkan darah, cara kerja dalam mendonorkan darah
dan alat-alat yang digunakan dalam mendonorkan darah, hal ini dilakukan untuk
3. Kepustakaan dan Dokumentasi
Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti mencari data
kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku-buku, surat kabar,
literature, jurnal, laporan penelitian, skripsi, serta bahan-bahan bacaan yang relevan
dengan masalah penelitian. Selain data kepustakaan, untuk mempermudah dalam hal
mengingat dan mempertajam data peneliti juga menggunakan dokumentasi visual
untuk menyimpan/mengarsipkan data yang telah diperoleh untuk mencegah kealpaan
data dengan menggunakan kamera digital sebagai penguat data hasil wawancara dan