• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS METODE MURAJA’AH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-I’TISHOM KLIWONAN GRABAG KECAMATAN GRABAG KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2017 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIFITAS METODE MURAJA’AH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-I’TISHOM KLIWONAN GRABAG KECAMATAN GRABAG KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2017 SKRIPSI"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS METODE

MURAJA’AH

DALAM

MENGHAFAL AL-

QUR’AN PADA SANTRI PONDOK

PESANTREN AL-

I’TISHOM KLIWONAN GRABAG

KECAMATAN GRABAG KABUPATEN MAGELANG

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ROFIQOTUL MUNIFAH

NIM. 111-13-172

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

EFEKTIFITAS METODE

MURAJA’AH

DALAM

MENGHAFAL AL-

QUR’AN PADA SANTRI PONDOK

PESANTREN AL-

I’TISHOM KLIWONAN GRABAG

KECAMATAN GRABAG KABUPATEN MAGELANG

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ROFIQOTUL MUNIFAH

NIM. 111-13-172

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

MOTTO

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan

amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (Q.S. Al-Isra‟ 9)

غ ل ػ ك غ

Dari Utsman r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.”

(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil „Aalamiin, puji syukur teruntai dari sanubariku yang terdalam atas karunia dan rahmat Allah SWT. Dengan segenap rasa cinta dan sayang kupersembahkan karya sederhana ini untuk:

1. Ayahandaku dan ibuku tercinta, Bapak Ibnu Mas‟Ud dan Ibu Umi Hanik yang senantiasa memberikan doa restu, bimbingan, pengorbanan, serta kasih dan sayang yang mengalir tiada henti untukku.

2. Adinda Durotun Nafi‟ah yang selalu memberi semangat serta menjadikan

hari-hariku penuh warna dengan keceriaannya.

3. Paman, bibi, kakek, nenek, keluarga besar Bapak K. Djunaidi (alm), Bapak Abdullah (alm) yang selalu memotivasiku dan mendoakanku.

4. Ibu dr. Dwi Ambarwati S.pA. dan bapak Drs, Maryanto beserta keluarga yang telah memberikan kepercaan penuh kepadaku dan selalu mendoakanku.

5. Ibu Nyai H. Umi Hani‟ Al-Hafizhah yang saya ta‟dzimi, yang selalu

membimbing dan mendoakanku.

6. Para guru dan Dosenku khususnya Ibu Hj. Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. yang selalu membimbing demi terselesainya skripsiku dan menjadi pelita dalam studiku.

7. Bapak Achmad Maimun, M.Ag., Bapak H.M. Aji Nugroho, Lc, M.Pd.I, Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., yang telah memberikan motivasi serta doa kepadaku. 8. Kakak-kakakku, Mbak Ida Afwa, Mbak Robbit, Kak Djalal yang selalu

memberikan dukungan, motivasi, serta semangat kepadaku.

9. Ashdiqotii senasib seperjuangan di Rumah Tahfizh Daarun Najah (Dek Neni, Mbak Tia, Mbak Khoir, Mbak Mamik, Mbak Azim, Mbak Kuni) dan kamar Maemunah di Ma‟had IAIN Salatiga (Mbak Sanah, Mbak Lilik, Mbak Muji, Mbak Ika, Dek Lala). Kita telah berbagi cerita dan canda tawa dalam kebersamaan yang tidak akan pernah kulupakan.

(10)

Farid, Mas Bima, Mas Fajar, Mas Abi, Mas Wahyu, Mas Udin, Mas Roni yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

11. Teman-temanku PPL di SMK Muhammadiyah salatiga, dan teman-temanku kelompok KKN posko 11 di Trenten, Candimulyo, Magelang.

(11)

TRANSLITRASI ARAB-LATIN

(Dari Buku Panduan Standar Penulisan dan Penerjemahan Pustaka Al-Kautsar)

(12)
(13)
(14)

ABSTRAK

Munifah, Rofiqotul. 2017. Efektifitas Metode Muraja‟ah dalam Menghafal

Al-Qur‟an pada Santri Pondok Pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag

Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

Kata Kunci, Menghafal Al-Qur’an, Metode Muraja’ah

Tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1) Untuk mengetahui pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al

-I‟tishom Kliwonan Grabag. 2) Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas metode

muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag. 3) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟thisom Kliwonan Grabag.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi, dengan menggunakan analisis reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: 1) Pelaksanaaan proses menghafal

Al-Qur‟an dengan metode muraja‟ah di Pondok Pesantren Putri Al-I‟tishom

Kliwonan Grabag yaitu menggunakan sistem One Day One Page (satu hari satu halaman). Wujud dari kegiatan menghafal Al-Qur‟an dengan metode muraja‟ah

di Pondok Pesantren Putri Al-I‟tishom Kliwonan Grabag, antara lain: a. Setoran (memuraja‟ah) hafalan baru kepada guru atau ustadzah; b.Muraja‟ah hafalan lama yang disemakkan teman dengan berhadapan dua orang dua oarang atau berpasang-pasangan; c. Muraja‟ah hafalan lama kepada ustadzah; d. Ujian mengulang hafalan (Al-Imtihan Fii Muraja‟atil Muhafazhah). 2) Metode

muraja‟ah di Pondok Pesantren Al-I‟tishom dinilai efektif karena dilihat hasilnya hafalan para santri bagus. Hal tersebut dilihat dari hasil tes, sima‟an, dan uji coba yang dilakukan oleh penulis. 3) Faktor pendukung metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-I‟tishom diantaranya: kedisiplinan, mempunyai target hafalan, motivasi orang tua dan guru, adanya buku prestasi, berdoa agar sukses menghafal Al-Qur‟an. Faktor penghambat pelaksanaan metode

muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-I‟tishom diantaranya: ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi, malas, kecapekan. Solusi dalam mengatasi faktor penghambat pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-I‟tishom tersebut diantaranya:

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN BERLOGO ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN KEASLIAN TULISAN ...v

HALAMAN MOTTO ...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vii

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ...ix

KATA PENGANTAR ...x

ABSTRAK ...xii

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Kegunaan Penelitian...8

E. Penegasan Istilah ...9

F. Tinjauan Pustaka ...14

(16)

BAB II LANDASAN TEORI ...20

A. Pondok Pesantren dan Karakteristiknya...20

B. Tahfizhul Qur‟an ...28

C. Tradisi Menghafal Al-Qur‟an ...33

D. Metode Tahfizh...39

E. Metode Muraja‟ah Al-Qur‟an...46

F. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Tahfizhul Qur‟an ...51

G. Efektifitas ...61

BAB III METODE PENELITIAN ... 65

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...65

B. Kehadiran Peneliti ...65

C. Lokasi Penelitian ...66

D. Sumber Data ...66

E. Metode Pengumpulan Data ...67

F. Analisis Data ...68

G. Uji Keabsahan Data ...70

H. Tahap-Tahap Penelitian ...71

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ...73

A. Gambaran Umum Lokasi Peneltian ...73

B. Paparan Data ... ... ...89

C. Temuan Penelitian ... ...109

(17)

BAB V PENUTUP ...123

A. Kesimpulan ...123

B. Saran ...124

DAFTAR PUSTAKA ...126

(18)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 struktur kepengurusan ...81

2. Tabel 3.2 sarana dan prasarana ...82

3. Tabel 3.3 data ustadz dan ustadzah ...83

4. Tabel 3.4 data santri ...85

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan kalam Allah atau wahyu Ilahi sebagai

mu‟jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad (sebagai Nabi dan

Rasul terakhir) dengan perantara Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf, dinukilkan kepada kita secara mutawatir, dan membacanya bernilai ibadah, yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas (Munjahid, 2007: 26).

Sebagai umat muslim, Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang sangat diagungkan karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang penting untuk dijadikan suri tauladan maupun sebagai pedoman terhadap segala aspek kehidupan.

(20)

permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing (Shihab, 2003: 3).

Sejak Al-Qur‟an diturunkan sampai sekarang, sudah terjadi banyak peristiwa besar, bencana, peperangan dan permusuhanan antar umat manusia. Al-Qur‟an juga melewati suatu masa di mana umat Islam sendiri seringkali terjadi perpecahan. Namun apapun yang telah terjadi, Al-Qur‟an tetap utuh sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Karena keaslian dan kemurniannya selalu dijaga oleh Allah SWT hingga hari akhir nanti.

dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”

(QS. Al-Hijr: 9)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT akan senantiasa menjaga keaslian dan kemurnian Al-Qur‟an baik dalam setiap ayatnya, setiap kalimatnya, bahkan setiap hurufnya, serta segala isi yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, umat Islam memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga kemurniannya dari tangan-tangan jahil dan musuh Islam yang tidak pernah lelah untuk berusaha mengotori dan memalsukana ayat-ayat Al-Qur‟an.

(21)

(Tahfizhul Qur‟an) pada setiap generasi umat Islam (Qardhawi, 1999:

189), sehingga dapat mencetak generasi muslim yang Qur‟ani.

Selain menghafal Al-Qur‟an, kewajiban seorang hamba (umat Islam) harus bisa mempelajari, memahami, dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-sehari atas apa yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dapat mempelajari, memahami, mengamalkan, sekaligus menghafalkannya. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori, Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah).

(22)

pendidikan Tahfizhul Qur‟an, yakni mulai dari pendidikan terendah (TKIT atau Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu) sampai dengan perguruan tinggi. Tidak sedikit pula lembaga pendidikan formal yang berkembang dan berperan dalam mencetak generasi bangsa yang cinta akan Al-Qur‟an. Selain pendidikan formal, banyak juga pendidikan non formal yang mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam hal pengajaran Tahfizhul Qur‟an dan tetap memiliki eksistensi yang tinggi bagi kehidupan masyarakat Indonesia, baik yang bersifat tradisional maupun modern, yakni lembaga pendidikan pesantren.

(23)

Seiring dengan perkembangan zaman yang telah memasuki era globalisasi saat ini, menjadikan pemikiran para ulama Islam khususnya kyai untuk selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Untuk mengimbangi perkembangan dunia, maka banyak didirikan pondok pesantren modern, yakni pesantren dengan sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum yang digabungkan dengan pola pendidikan klasik (Depag RI, 2003:8). Ada juga pesantren salaf yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensinya pesantren, melalui kegiatan pendidikan berdasar pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab dengan metode pembelajaran tradisional (Depag RI, 2003:7).

Jika kita melihat secara umum mengenai sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apabila pesantren tersebut menerapkan sistem pembelajaran tradisional (salaf) maka di dalamnya tidak menerapkan sistem pembelajaran modern dalam arti tidak memasukkan ilmu-ilmu umum. Begitu juga sebaliknya, apabila pesantren menerapkan sistem pembelajaran modern atau kekinian maka di dalamnya tidak menerapkan sistem pembelajaran tradisional. Namun ada juga yang memadukan sistem pembelajaran tradisonal dengan modern. Salah satunya Pondok Pesantren

Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.

(24)

kurang lebih 2 km dari kantor Kecamatan Grabag, yakni berada di Dusun Kliwonan, Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Pondok pesantren tersebut berada di tengah-tengah pemukiman warga, lokasi pondok merupakan milik sendiri dan luas serta diasuh langsung oleh Bapak K.H. Zaynal Musthofa Idris, Lc. A.H. Pondok Pesantren

Al-I‟tishom ini terbagi menjadi dua asrama yakni putra dan putri dengan pola

bimbingan, pengajaran, dan pembelajaran yang sama. Untuk yang putri tahun ini merupakan tahun pertama meluluskan sehingga belum ada alumni dari pesantren tersebut. Adapun materi pendidikannya adalah menghafal Al-Qur‟an, mengaji kitab-kitab kuning dengan menerapkan model pembelajaran klasikal dan mengadakan sistem pendidikan formal yakni jenjang pendidikan tingkat menengah ke atas (SMA) dengan menerapkan sistem boarding school. Sehingga santri yang belajar di situ wajib untuk bersekolah dan bermukim di asrama. Untuk komunikasi sehari-hari bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab dan Inggris.

Salah satu perbedaan dan keunikan yang ada di Pondok Pesantren

Al-I‟tishom dengan pondok pesantren lainnya adalah pondok pesantren ini

menerapkan serta memadukan antara pembelajaran Tahfizhul Qur‟an

(25)

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pembelajaran Tahfizhul Qur‟an dengan penerapan metode

muraja‟ah yang telah diterapkan di pondok pesantren tersebut melalui

skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS METODE MURAJA‟AH DALAM

MENGHAFAL AL-QUR‟AN PADA SANTRI PONDOK PESANTREN

AL-I‟TISHOM KLIWONAN GRABAG KECAMATAN GRABAG

KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2017”.

B.Rumusan Masalah

Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang?

2. Sejauhmana efektivitas metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan metode

muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren

Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Magelang?

C.Tujuan Penelitian

(26)

1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal

Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag

Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.

2. Untuk mengetahui efektivitas metode muraja‟ah dalam menghafal

Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag

Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an pada santri pondok pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang.

D.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Tahfizhul Qur‟an khususnya dalam pelaksanaan metode

muraja‟ah.

(27)

2. Secara Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang:

1) Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas metode muraja‟ah yang selama ini telah diterapkan.

2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan metodemuraja‟ah, sehingga kemudian dicarikan solusi terbaik. b. Bagi lembaga pondok pesantren, dapat dijadikan informasi mengenai

pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an untuk kemudian diterapkan oleh kyai/ustadz kepada santri sehingga mencetak generasi penghafal Al-Qur‟an yang kualitas hafalannya baik dan kuat.

c. Bagi masyarakat luas, dapat mengetahui pentingnya metode

muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an khususnya bagi para

penghafal Al-Qur‟an agar memantapkan hafalannya sehingga tingkat hafalannya berkualitas.

d. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan pijakan dalam perumusan desain penelitian lanjutan yang lebih mendalam khususnya yang berkenaan dengan metode muraja‟ah.

E.Penegasan Istilah 1. Efektivitas

(28)

adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran orang yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional (Mulyasa, 2006: 89).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi dari anggota.

2. Pengukuran Efektivitas

Dalam bukunya, Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011: 173) mengatakan bahwa pembelajaran efektif mengarah pada terukurnya suatu tujuan dari belajar. Pembelajaran dianggap efektif apabila sekor yang dicapai oleh siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Misalnya seorang guru merumuskan salah satu mata pelajaran dengan standar kompetensi minimal 90%. Artinya semua upaya pembelajaran yang dilakukan guru pada akhirnya akan diupayakan siswa yang belajar dapat mencapai tujuan belajar minimal 90% penguasaannya. Jika hal ini diberikan skor angka pada rentang 1-100, maka siswa harus mencapai skor 90. Pencapaian skor 90 ini dianggap efektif, sebaliknya jika skor yang dicapai di bawah 90, maka pembelajaran tersebut belum efektif.

(29)

adalah pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan terfokus pada siswa (student centered) melalui penggunaan prosedur yang tepat. Definisi ini mengandung arti bahwa pembelajaran efektif terdapat dua hal penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan siswanya (Uno dan Mohamad, 20011: 174).

Suatu proses belajar-mengajar dapat dikatakan berhasil baik, jika kegiatan belajar-mengajar tersebut dapat membangkitkan proses belajar. Penentuan atau ukuran dari pembelajaran yang efektif terletak pada hasilnya. Efektifitas dapat dijadikan patokan untuk mengukur keberhasilan pendidikan yang mencerminkan sejauhmana tingkat keberhasilan tersebut telah dicapai peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Sehingga efektivitas yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai dalam menghafal Al-Qur‟an santri di pondok pesantren Al-I‟tishom haruslah sesuai dengan target yang telah ditentukan di pondok tersebut dan sesuai dengan harapan yaitu menghafal Al-Qur‟an dengan kualitas hafalan yang bagus. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa (santri) dalam menghafal

Al-Qur‟an dengan menggunakan metode muraja‟ah yang dilakukan secara

(30)

melanjutkan ayat tersebut, dan menyaksikan secara langsung kegiatan tes hafalan, dan kegiatan sima‟an Al-Qur‟an yang dilakukan setiap hari Ahad.

3. Metode Muraja’ah

Metode menurut J.R. David yang dikutip Majid (2012: 131) dalam

Teaching Strategies for College Class Room adalah a way in achieving something“cara mencapai sesuatu”. Dalam hal ini adalah metode yang

digunakan santri dalam menghafal Al-Qur‟an.

Muraja‟ah berarti mengulang-ulang (Qosim, 2008: 10).

Mengulang-ulang disini adalah mengulang hafalan, dengan maksud agar hafalan menjadi kuat. Setiap orang yang menghafalkan Al-Qur‟an mempunyai kewajiban untuk selalu menjaga hafalannya dengan cara

muraja‟ah atau mengulang-ulang hafalannya. Di pondok pesantren

mana pun atau sekolah-sekolah yang mengadakan pendidikan Tahfizhul

Qur‟an pasti menerapkan metode muraja‟ah, hanya saja

pelaksanaannya yang berbeda.

4. Menghafal Al-Qur’an

(31)

Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara istilah, Al

-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang tiada tandingannya (mukjizat),

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan ibadah (Ash-Shabuny, 1991: 15).

Jadi dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur‟an adalah proses memasukkan ayat-ayat Al-Qur‟an kedalam ingatan kemudian melafadzkan kembali tanpa melihat tulisan dan berusaha meresapkannya kedalam fikiran agar selalu diingat.

5. Santri

Menurut Nurcolis Madjid (1997: 19) dalam pandangannya

asal-usul kata “santri” dapat dilihat dari dua pendapat yang bisa kita jadikan

acuan. Pertama, adalah pendapat yang mengatakan bahwa “santri”

berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa Sansekerta, yang artinya melek huruf. Agaknya dulu, lebih-lebih pada permulaan tumbuhnya kekuasaan politik Islam di Demak, kaum santri adalah kelas

literary” bagi orang Jawa. Ini disebabkan pengetahuan mereka tentang

(32)

artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke mana guru itu pergi menetap. Tentunya dengan tujuan dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa santri adalah seseorang yang sedang mendalami ilmu agama atau bisa dikatakan seseorang yang ikut tinggal bersama gurunya (kyai) dengan maksud untuk menimba ilmu dengannya.

6. Pondok Pesantren Al-I’tishom

Pondok yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam (Purwadarminta, 2006: 906).

Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar, 2002: 2).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren merupakan suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama (pondok) sebagai tempat tinggal santri, sehingga mempermudah kyai dalam memantau perkembangan pembelajaran santri.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami maksud dari penelitian ini adalah efektivitas pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal

Al-Qur‟an yang diterapkan santri Pondok Pesantren Al-I‟tishom Kliwonan

(33)

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan telaah terhadap karya penelitian terdahulu. Pada tinjauan ini, penulis akan mendiskripsikan karya penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut diantaranya, yaitu:

1. “Efektivitas Sistem Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di Pondok

Pesantren Roudlotu „Usysyaaqil Qur‟an Rowosari Rowopolo

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2012”, skripsi Siti Nurhalimah (STAIN Salatiga, 2012), pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas sistem pendidikan Tahfidzul Qur‟an di Pondok Pesantren Roudlotu „Usysyaaqil Qur‟an Rowosari Rowopolo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun 2012 berada pada kategori sangat baik. Kurikulum dan sistem pengajaran tersusun dengan baik, sehingga proses belajar mengajar Al-Qur‟an dan pengkajian kitab terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Sistem pendidikan

Tahfidzul Qur‟an tersebut sangat efektif sehingga target yang telah

ditentukan dengan menghafal Al-Qur‟an selama5-6 tahun tercapai. 2. “Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an Pondok Pesantren Daarul

Qur‟an (Santri Usia Sekolah Menengah Pertama Colomadu

Karanganyar) Tahun 2012”, skripsi Maidatul Faizah (STAIN Salatiga,

(34)

yang diterapkan dalam tahfidzul Qur‟an adalah metode wahdah, metode sima‟i, metode menghafal per hari satu halaman, metode pengulangan umum. Implementasi metode tersebut secara global

terbagi dua waktu yakni ba‟da Subuh dan ba‟da Isya‟. Untuk kelebihan

dan kekurangan, selama ini tidak ada kekurangan yang terlihat jelas. Hal itu terlihat dari hasil pembelajaran yang selalu melampaui target. 3. “Metode Tahfidzul Qur‟an di Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur‟an

(35)

hafalan siswa dan prestasi lomba. Kelebihan dari metode ini adalah kegiatan hafalan siswa menjadi terprogram, faktor pendukung bagi siswa di asrama dan non asrama antara lain proses menghafal dipantau lansung oleh ustadz, suasana kondusif, sarana dan prasarana yang memadai, memiliki teman-teman yang sama-sama menghafal, terkondisikan oleh jadwal. Faktor Penghambat bagi siswa asrama dan non asrama adalah malas, kurang memuraja‟ah hafalan, tidak berbakat menghafal, mengantuk, lupa, banyak bermain. Motivasi yang diberikan yaitu, memberikan reward voucer belanja, hadiah berupa perlengkapan alat tulis, memberikan perhatian kasih sayang, nasehat serta tausiyah mengenai keutamaan menghafal. Cara mengatasi faktor di antaranya memberikan pembinaan kepada siswa, mengevaluasi kendala yang ditemui, memberikan motivasi dan nasehat kepada siswa agar senantiasa rajin menghafal, berkerja sama dengan pihak wali siswa dalam mengatasi kendala tersebut serta memberikan hukuman yang mendidik bagi siswa melanggar ketika kegiatan tahfidz.

4. “Efektivitas Metode Wahdah, Takrir dan Tahfiz terhadap Hafalan

Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Miftakhul Ulum Jejeran Wonokromo

Pleret Bantul”, skripsi Batrutin Nikmah (UIN Sunan Kalijaga, 2008).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode Wahdah dan metode Tahfiz

menunjukkan keberhasilan (efektif) sedangkan metode Takrir menunjukkan kurang efektif. Penerapan metode Wahdah dan Metode

(36)

dengan kaidah-kaidah tajwid yang lebih diorientasikan pada penguasaan materi yang diberikan. Sedangkan materi metode Takrir PP. Miftahul Ulum kurang efektif berdasarkan hasil penelitian dengan nilai 55%. Faktor yang paling dominan dari santri itu sendiri yaitu malas.

Berdasarkan temuan penelitian di atas, penulis ingin mengemukakan bahwa penelitian yang akan dilaksanakan ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya dan belum ada yang mengulasnya, yang membedakan adalah fokus kajian serta tempat dari penelitian ini, yakni pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal

Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan

Grabag Kabupaten Magelang, sejauhmana efektivitasnya, serta faktor penunjang dan penghambat dari metode tersebut. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa penelitian ini layak diangkat.

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi. Oleh sebab itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

(37)

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi: Pondok pesantren dan karakteristiknya yang terdiri dari: pengertian pondok pesantren, materi pelajaran dan metode pembelajaran pondok pesantren, jenjang pendidikan pondok pesantren, macam-macam pondok pesantren, pondok pesantren dan Tahfizhul Qur‟an, pengertian menghafal Al-Qur‟an, dasar dan kaidah penting

menghafal Al-Qur‟an, tradisi menghafal Al-Qur‟an, metode tahfizh

Al-Qur‟an, metode muraja‟ah, Efektifitas yang terdiri dari: pengertian

efektivitas, pengukuran efektifitas. faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Tahfizhul Qur‟an.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang: Pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, uji keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV: PAPARAN DATA DAN ANALISIS

Bab ini berisi tentang: Gambaran umum Pondok Pesantren

Al-I‟tishom Kliwonan Grabag Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang yang

(38)

Al-Qur‟an dengan metode muraja‟ah, efektifitas metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an, faktor pendukug dan penghambat pelaksanaan metode muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an, dan temuan penelitian, serta analisis hasil temuan penelitian yang terdiri dari: pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an dengan metode muraja‟ah, efektifitas metode

muraja‟ah dalam menghafal Al-Qur‟an, faktor pendukung dan

penghambat pelaksanaan metode muraja‟ahdalam menghafal Al-Qur‟an. BAB V : PENUTUP

(39)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Pondok Pesantren dan Karakteristiknya 1. Pengertian Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata

“santri” yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya

tempat para santri. Menurut Nasir (2005: 80-81) pondok pesantren mempunyai beberapa pengertian, diantaranya:

a. Pondok pesantren adalah gabungan dari kata pondok dan pesantren. Istilah pondok berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi, di Indonesia khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kyai di pondok pesantren.

(40)

lahiriah, pesantren pada umumnya adalah komplek bangunan yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri, dan ruangan belajar. Pada tempat inilah para santri tinggal selama beberapa tahun untuk belajar langsung dengan kyai dalam bidang ilmu agama.

c. Pondok pesantren juga berarti suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Di mana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

(41)

beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan para santri tinggal di asrama.

2. Materi Pelajaran dan Metode Pembelajaran Pondok Pesantren

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama. Sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-Qur‟an dengan tajwid, aqa‟id, ilmu kalam, fikih, ushul fikih, tarikh, tasawuf, dan lain sebagainya (Depag, 2003: 73).

Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang bersifat modern. Pesantren pada mulanya sebenarnya telah mengenal sistem klasikal, tetapi tidak dengan batas-batas fisik yang lebih tegas seperti pada sistem klasikal yang diterapkan di sekolah atau madrasah modern (Depag, 2003: 75). Adapun metode pembelajaran pesantren yang tradisional antara lain:

a. Sorogan

(42)

kyai. Pengajian sistem sorogan ini biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu di mana di situ tersedia tempat duduk seorang kyai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat bangku pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz kepada temannya sekaligus mempersiapkan diri menunggu gilirannya dipanggil (Depag, 2003: 77).

b. Bandongan

(43)

berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya (Depag, 2003: 80).

c. Musyawarah

Musyawarah merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk lingkaran yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, dan mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatnya. Dengan demikian, metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan dalam menganalisis atau memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu (Depag, 2003: 82).

d. Pengajian Pasaran

Metode pengajian pasaran adalah kegiatan para santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus-menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada banyaknya kitab yang dikaji. Pada kenyataannya metode ini lebih mirip dengan metode bandongan. Akan tetapi, pada metode ini target utamanya adalah

(44)

e. Hafalan (Muhafadhah)

Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz atau kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan di depan ustadz atau kyainya secara periodik atau insidental tergantung pada petunjuk gurunya tersebut. Materi pembelajaran di pondok pesantren yang disajikan dengan metode hafalan pada umumnya berkenaan dengan Al-Qur‟an,

nadzam-nadzam untuk disiplin nahwu, sharaf, tajwid atau teks-teks nahwu sharaf dan fikih (Depag, 2003: 100).

f. Mudzakarah

Metode mudzakarah atau dalam istilah lain disebut dengan

batstul masa‟il merupakan pertemuan ilmiah yang membahas

masalah diniyah seperti ibadah, aqidah, dan masalah agama pada umumnya. Metode ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan metode musyawarah. Perbedaannya hanya pada metode ini, pesertanya adalah para kyai atau para santri senior atau tingkat tinggi (Depag, 2003: 73-105).

3. Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren

(45)

pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari.

4. Macam-Macam Pondok Pesantren

Secara umum, pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni: pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Pesantren salaf adalah sebuah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren dan masih mampu menjaga eksistensi pesantrennya, melalui kegiatan pendidikannya berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional. Sedangkan pesantren khalaf

adalah pesantren yang tetap melestarikan unsur-unsur pesantren, tetapi juga memasukkan di dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya (Depag RI, 3003: 7-8).

Nasir (2005: 87) menyebutkan lima klasifikasi pesantren, yakni: a. Pondok pesantren klasik (salaf) yaitu pondok pesantren yang di

dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton, sorogan), dan sistem klasikal (madrasah).

(46)

c. Pondok pesantren berkembang, yaitu hampir sama dengan semi berkembang. Hanya berbeda dalam bidang kurikulumnya 70% agama dan 30% umum, serta telah diselenggarakan madrasah SKB Tiga Mentri.

d. Pondok pesantren modern (khalaf), yaitu pondok pesantren ini lebih lengkap dari pondok pesantren berkembang.

5. Pondok Pesantren dan Tahfizhul Qur’an

Berdasarkan fokus pembelajaran, pondok pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yakni: pondok pesantren umum dan pondok pesantren khusus. Adapun Tahfizhul Qur‟an merupakan sebagian dari kegiatan yang ada di pondok pesantren. Dari pengamat penulis, terdapat beberapa kriteria pondok pesantren. Yakni:

a. Pondok pesantren modern, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya berupa kitab, pelajaran umum, dan sekolah atau madrasah. Seperti: Pondok Modern Assalam Temanggung, Pondok Modern Darussalam Gontor, dan lain sebagainya.

(47)

c. Pondok pesantren khusus Tahfizhul Qur‟an, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya hanya pada menghafal Al-Qur‟an (Tahfidzul Qur‟an). Seperti: Pondok Pesantren Daarul Qur‟an

Tangerang, Pondok Pesantren Daarul Qur‟an Karanganyar, Pondok

Pesantren Bustanul „Usyaaqil Qur‟an Demak, Pondok Pesantren

Yanabi‟ul Qur‟an Kudus, dan lain sebagainya.

d. Pondok pesantren kitab dan Tahfizhul Qur‟an, yaitu pondok pesantren yang fokus pembelajarannya berupa kitab dan menghafal

Al-Qur‟an (Tahfizhul Qur‟an) atau bahkan perpaduan dari keduanya,

seperti Pondok Pesantren Miftahul Jannah Bedono, Pondok Pesantren Al-Hidayat Magelang, Pondok Pesantren An-Nur Maron Purworejo, dan lain sebagainya.

Dari beberapa kriteria di atas, Pondok Pesantren Al-I‟tishom termasuk kategori pondok pesantren modern karena di dalamnya pondok pesantren Al-I‟tishom fokus pembelajarannya pada kitab dan pelajaran umum tingkat sekolah menengah keatas (SMA), namun di dalamnya juga mengadakan pembelajaran Tahfizhul Qur‟an.

B.Tahfizhul Qur’an (Menghafal Al-Qur’an)

1. Pengertian Tahfizhul Qur’an (Menghafal Al-Quran)

Tahfizhul Qur‟an merupakan gabungan dari kata tahfizh dan

Al-Qur‟an. Kata tahfizh merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi

(48)

73). Sedangkan menghafal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu diingat.

Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara istilah, Al

-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang tiada tandingannya (mukjizat),

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan ibadah (Ash-Shabuuny, 1991: 15).

Jadi dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur‟an atau

Tahfizhul Qur‟an adalah proses memasukkan ayat-ayat Al-Qur‟an

kedalam ingatan kemudian melafadzkan kembali tanpa melihat tulisan dan berusaha meresapkannya kedalam fikiran agar selalu diingat atau dapat pula dikatakan proses menghafal, mengingat dan memelihara ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW agar dapat meresap ke dalam otak seseorang, sehingga tidak terjadi perubahan dan pemalsuan Al-Qur‟an dengan maksud untuk tetap menjaga kemurnian daripada Al-Qur‟an itu sendiri.

2. Dasar Hukum dan Kaidah Penting Tahfizhul Qur’an

a. Dasar Hukum Tahfizhul Qur‟an

Al-Qur‟an memperkenalkan diri dengan berbagai ciri dan

(49)

kepada Nabi Muhammad SAW hingga sekarang bahkan sampai hari kemudian.

Umat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara riil dan konsekuen berusaha memeliharanya, karena pemeliharaan batas sesuai dengan sunnatullah yang telah ditetapkannya tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat Al-Qur‟an akan diusik dan diputarbalikkan oleh musuh-musuh Islam, apabila umat Islam sendiri tidak mempunyai kepedulian terhadap pemeliharaan kemurnian Al-Qur‟an. Salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian Al-Qur‟an itu ialah dengan menghafalkannya (Ahsin, 2000: 21-22).

Dengan demikian, ada beberapa hal yang menjadi dasar untuk menghafalkan Al-Qur‟an, diantaranya:

1) Jaminan kemurnian Al-Qur‟an dari pemalsuan. Para penghafal

Al-Qur‟an merupakan orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk

menjaga kemurniannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Hijr ayat 9 yang berbunyi:

إ

ظ ف ۥ

ل نوَإِ

ن

ز ن

نَ ن ฀

٩

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (Q.S. Al-Hijr 9).

2) Al-Qur‟an diturunkan, diterima, dan diajarkan oleh Nabi

(50)

dituliskan ke dalam tulisan-tulisan namun dibawa di dalam hati

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran

untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran” (QS. Al-Qamar: 17).

3) Hukum menghafal Al-Qur‟an adalah fardlu kifayah, berarti bahwa orang yang menghafal Al-Qur‟an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci

Al-Qur‟an.

b. Kaidah Penting Tahfizhul Qur‟an

Para penghafal Al-Qur‟an terikat oleh beberapa kaidah penting dalam menghafal Al-Qur‟an (Afwa: 2016, 37-38) diantaranya:

1) Ikhlas, bermakna bahwa seseorang akan meluruskan niat dan tujuan menghafal Al-Qur‟annya semata-mata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

(51)

3) Menentukan presentasi hafalan setiap hari. Kadar hafalan ini sangat penting untuk ditentukan agar penghafal menemukan ritme yang sesuai dengan kemampuannya.

4) Konsisten dengan satu mushaf. Alasan kuat penggunaan satu mushaf ini adalah bahwa manusia mengingat dengan melihat dan mendengar sehingga gambaran ayat dan juga posisinya dalam mushaf dapat melekat kuat dalam pikiran.

5) Pemahaman adalah cara menghafal. Memahami apa yang dibaca merupakan bantuan yang sangat berharga dalam menguasai suatu materi. Oleh karena itu, penghafal Al-Qur‟an selain harus melakukan pengulangan secara rutin, juga diwajibkan untuk membaca tafsiran ayat yang dihafalkan.

6) Memperdengarkan bacaan secara rutin. Tujuannya adalah untuk membenarkan hafalan dan juga berfungsi sebagai kontrol terus menerus terhadap pikiran dan hafalannya.

7) Mengulangi secara rutin. Penghafalan Al-Qur‟an berbeda dengan penghafalan yang lain karena cepat hilang dari pikiran. Oleh karena itu, mengulangi hafalan melalui wirid rutin menjadi suatu keharusan bagi penghafal Al-Qur‟an.

(52)

C.Tradisi Menghafal Al-Qur’an

Al-Qur‟an merupakan kalam Allah yang tiada tandingannya

(mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membacanya merupakan ibadah (Ash-Shabuuny, 1991: 15). Seperti perintah Allah yang terkandung dalam ayat pertama yang diwahyukan pada Nabi Muhammad adalah dalam surat Al-Alaq ayat pertama yang berbunyi:

ك

ق

م ب ٱ

١

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (

Al-Alaq: 1).

Tidak ada bukti bahwa Nabi Muhammad SAW pernah belajar seni menulis dan umumnya orang sepakat bahwa ia buta huruf sepanjang hayat. Nabi mencurahkan segala upaya yang mungkin dapat dilakukan dalam pengembangan pendidikan, manfaat serta imbalan para pelajar dan juga sanksi hukum bagi pengekang ilmu pengetahuan. Nabi meminta para ilmuwan dan yang masih berbudaya agar kerjasama menasehati mereka yang tidak pernah belajar, dan kaum cendikiawan agar mau mengembangkan ilmunya pada para jiran. Penekanan diberikan pada setiap yang memiliki keahlian karya tulis di mana dalam sebuah hadis ditegaskan agar mengambil peran laksana seorang ayah pada anaknya.

(53)

-Samit menerima hadiah dari seorang pelajar (dengan niatan untuk kepentingan Islam).

a. Non-Muslim diberi tugas mengajar membaca di masa Rasul

Uang tebusan tahanan Perang Badar juga berlainan. Beberapa diantara mereka mendapat tugas mengajar menulis pada anak-anak. b. Hadiah, belajar, mengajar, dan membaca Al-Qur‟an

Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyia-nyiakan upaya dan keinginan masyarakat dalam mempelajari kalumullah:

1) „Ustman bin Affan melaporkan bahwa Nabi Muhammad bersabda:

“Yang terbaik diantara kamu sekalian adalah yang mempelajari Al

-Qur‟an kemudian mengajarkan pada orang lain.” Kata-kata yang

sama juga dilaporkan oleh „Ali bin „Abi Tholib.

2) Menurut Ibn Mas‟Ud Nabi Muhammad memberi komentar, “Siapa

yang membaca satu huruf kitab Allah akan diberi imbalan amal saleh, dan satu amal saleh akan mendapat pahala sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf melainkan

alif satu huruf, lam satu huruf, dan mimsatu huruf.”

3) Dalam menjelaskan tentang kebaikan orang-orang yang menghafal

„Abdullah bin „Amr memberi tahu bahwa Nabi Muhammad berkata:

“Seseorang yang mencurahkan hidupnya untuk Al-Qur‟an akan

diminta di hari kiamat naik ke atas untuk membaca dengan hati-hati seperti yang ia lakukan selama di dunia di mana ia akan masuk surga

(54)

c. Zaman periode Makkah

1) Nabi Muhammad sebagai guru Al-Qur‟an

Sebagian kitab suci Al-Qur‟an diturunkan di Makkah, Imam as-suyuthi mendaftar urutan terperinci tentang surah-surah yang diturunkan. Al-Qur‟an bertindak sebagai alat petunjuk bagi jiwa yang kalut dimana terbukti kehidupan seorang penyembah patung berhala akan selalu merasa tidak puas, pengembangannya yang awalnya akan melakukan penindasan terhadap masyarakat muslim menyebabkan mereka mengadakan kontak dengan Nabi Muhammad SAW.

2) Para sahabat sebagai guru

Ibn Mas‟ud adalah orang pertama dari sahabat yang

mengajarkan Al-Qur‟an di Makkah. Khabbab mengajar Al-Qur‟an

pada Fatima (saudara perempuan „Umar bin Khattab) dan suaminya,

Sa‟id bin Zaid. Mus‟ab bin „Umar dikirim oleh Nabi Muhammad ke

Madinah sebagai guru mengaji Al-Qur‟an.

3) Hasil kebijaksanaan pendidikan pada periode Makkah

(55)

yang dapat memperkuat tumbuhnya keislaman sebelum berhijrah ke Madinah. Berikut beberapa contoh yang mereka lakukan:

1. Saat Nabi Muhammad sampai ke Madinah, beliau diperkenalkan dengan Zaid bin Tsabit, anak lelaki berusia sebelas tahun yang telah menghafal sebanyak enam belas Sarah Al-Qur‟an.

2. Barra menjelaskan bahwa ia sudah mengenal seluruh Sarah al-Mufassal (al-al-Mufassal terdiri dari Sarah al-Qaf hingga akhir seluruh Al-Qur‟an) sebelum Nabi Muhammad sampai ke Madinah.

Akar utama ajaran Al-Qur‟an berkembang ke berbagai masjid di mana melalui dinding temboknya bergema suara Al-Qur‟an yang dibacakan sebelum Nabi Muhammad menetap di Madinah. Menurut Al-Waqidi, masjid pertama yang diberkahi bacaan Al-Qur‟an adalah masjid bani Zuraiq.

d. Periode Madinah

1) Nabi Muhammad sebagai maha guru Al-Qur‟an

Begitu sampai di Madinah, Nabi Muhammad membuat Suffa di dalam masjid yang berfungsi sebagai tempat belajar pemberantasan buta huruf, dengan menyediakan makanan dan tempat tinggal. Kurang lebih sembilan ratus sahabat menerima tawaran tersebut saat Nabi Muhammad mengajarkan Al-Qur‟an, yang lainnya seperti

Abdullah bin Sa‟id bin al-„As. Ubay bin Ka‟ab mengajarkan dasar

(56)

Muhammad cepat-cepat membacakan ayat ynag baru beliau terima kepada sahabat dan kemudian membacakan.

2) Dialek Nabi Muhammad dalam mengajarkan Al-Qur‟an di Madinah Pengajaran Al-Qur‟an pada suku yang berbeda perlu meninggalkan dialek asli secara keseluruhan dan meninggalkan dialek Arab Quraish di mana Al-Qur‟an diwahyukan, rasanya suatu masalah yang dirasa sulit untuk dilakukan. Guna memfasilitasi masalah tersebut, Nabi Muhammad mengajarkan mereka Al-Qur‟an dengan dialek mereka. Dalam satu kesempatan dua orang atau lebih dari suku yang berbeda boleh juga belajar Al-Qur‟an dalam dialek mereka, jiak dirasa perlu.

3) Para sahabat sebagai pengajar Al-Qur‟an

„Abdullah bin Mughaffal al-Muzani mengatakan bahwa saat

seorang Arab hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad menugaskan seseorang dari kaum Ansar pada individu untuk mengajarkan

Al-Qur‟an.

e. Hasil kegiatan pendidikan

Samudra kesempatan mempelajari kitab suci yang berjalan bersama gelombang manusia yang terlibat dalam penyebarannya, ternyata membuahkan banyak para sahabat yang secara cermat menghafal Al-Qur‟an (Azami, 2005: 59-69 ).

(57)

wahyu pertama kali, belum ada tradisi menulis. Jadi, Nabi Muhammad SAW menghafalkan wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kemudian dibacakan di depan para sahabat dengan jelas agar mereka mudah menghafalkannya. Mereka mudah memahami Al-Qur‟an karena bahasa Al-Qur‟an adalah menggunakan bahasa Arab atau bahasa mereka, sehingga mereka mengetahui sebab-sebab turunnya Al-Qur‟an.

Ayat Al-Qur‟an tidak dikumpulkan atau dibukukan seperti sekarang. Karena beberapa faktor, maka ayat Al-Qur‟an mulai dikumpulkan atau dibubukan, yaitu dikumpulkan dalam satu mushaf. Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Nabi hanya dilakukan pada dua cara yaitu dituliskan pada benda-benda seperti yang terbuat dari kulit binatang, batu yang tipis, pelepah kurma, tulang binatang, dan lain-lain.

(58)

dan memahaminya. Seperti yang dijanjikan Allah dalam Q.S. Al-Qiyamah

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (17). Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu (18).

Proses turunnya Al-qur‟an terkadang turun hanya satu ayat dan kadang sampai sepuluh ayat. Setiap kali turun kemudian dihafal di dalam dada dan ditempatkan dalam hati. (Syadali: 1997, 72).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi menghafal

Al-Qur‟an sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Karena untuk menjaga

keauntentikan Al-Qur‟an. Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi maka menghafal Al-Qur‟an pada era sekarang dapat dilakukan dengan berbagai alat bantu yang sangat canggih, seperti Al-Qur‟an digital,

handphone, memutar kaset, dan lain sebagainya.

D.Metode Tahfizh

(59)

a. Menghafal sendiri

Berikut ini beberapa tahapan yang harus dilalui dalam metode menghafal sendiri, yakni:

1) Memilih mushaf Al-Qur‟an yang ukurannya sudah disesuaikan dengan kesukaan. Meski demikian, sangat dianjurkan menggunakan mushaf Huffazh, yaitu mushaf yang diawali dengan awal ayat dan diakhiri pula dengan ayat. Dianjurkan pula agar tidak menggunakan mushaf yang terlalu kecil karena akan sulit direkam oleh akal. Selain itu diupayakan untuk tidak berganti-ganti mushaf saat menghafal agar memudahkan calon Huffazh dalam mengingat posisi ayat yang sudah dihafalkan.

2) Melakukan persiapan menghafal, meliputi persiapan diri (menata niat dan menyiapkan semangat bahwa pahala amal yang akan dilakukannya sangat besar), berwudhu dan bersuci dengan sempurna, serta memilih tempat yang nyaman untuk berkonsentrasi, seperti di masjid dengan menghadap kiblat.

(60)

4) Memulai langkah awal dalam hafalan, yaitu mengamati secara jeli dan teliti ayat-ayat yang akan dihafalakan sehingga ayat-ayat tersebut terekam dalam hati.

5) Memulai langkah kedua dalam hafalan, yaitu mulai membaca secara

binnazhar (melihat) ayat-ayat yang akan dihafalkan dengan bacaan tartil dan pelan. Bacaan ini diulang sebanyak lima sampai tujuh kali atau lebih banyak, bahkan sebagian Huffazh ada yang mengulang samapi 50 kali.

6) Memulai langkah ketiga dalam hafalan, yaitu memejamkan mata sambil melafalkan ayat yang sedang dihafalkan. Langkah ini juga diulang berkali-kali sampai benar-benar yakin sudah hafal dengan sempurna.

7) Langkah terakhir adalah tarabbuth atau menyambung, yaitu menyambung secara langsung ayat-ayat yang telah dihafalkan sambil memejamkan mata.

b. Menghafal berpasangan

Menghafal berpasangan dilakukan oleh dua orang Huffazh secara bersama-sama. Hafalan dimulai setelah mereka menyepakati ayat-ayat yang akan dihafalkan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah sebagai berikut:

(61)

2) Saling membuka mushaf Al-Qur‟an pada bagian ayat yang akan dihafalkan, lalu salah satu dari keduanya membaca ayat tersebut, sedangkan yang lain mendengarkan dengan serius dan berusaha merekam bacaan dan merekamnya dalam otaknya. Setelah selesai, teman yang tadinya mendengarkan ganti membaca mushaf yang dipegangnya, sementara yang lain mendengar dengan sungguh-sungguh. Setelah itu, yang jadi pendengar mengulang ayat tersebut tanpa melihat. Kemudian teman yang satunya juga melakukan hal yang sama. Proses ini diulang beberapa kali sampai keduanya yakin telah berhasil menghafal ayat tersebut.

3) Dilanjutkan dengan praktik tarabbuth, yaitu menyambung ayat-ayat yang telah berhasil dihafalakan.

4) Terakhir, saling menguji hafalan diantaranya keduanya. c. Menghafal dengan bantuan Al-Qur‟an digital

Menghafal Al-Qur‟an dapat kita lakukan dengan menggunakan

pocket Al-Qur‟an atau Al-Qur‟an digital yang telah dirancang secara khusus. Kita bisa memilih ayat yang kita kehendaki dan mendengarkannya secara berulang-ulang. Lalu, berusaha mengikutinya sampai benar-benar hafal kemudian baru berpindah pada ayat seterusnya. Setelah benar-benar yakin hafal, kita mencoba mengulangnya sendiri tanpa bantuan Al-Qur‟an digital.

(62)

Metode ini diawali dengan merekam suara kita sendiri yang sedang membaca beberapa ayat yang kita kehendaki. Selanjutnya kita aktifkan alat tersebut dan berusaha mengikuti bacaan-bacaan dalam rekaman tersebut sampai benar-benar hafal. Setelah itu, kita mencoba mengulang hafalan tanpa bantuan alat perekam.

e. Metode menghafal dengan menulis

Metode ini dilakukan di pondok pesantren yang mendidik calon-calon Huffazh yang masih kecil, tetapi sudah bisa membaca dan menulis dengan benar. Metode ini sebagian diterapkan oleh sekolah yang mengadakan program pembelajaran tahfizh. Tahapan-tahapan metode ini adalah sebagai berikut:

1) Guru Huffazh menuliskan beberapa ayat di papan tulis, lalu menyuruh anak didiknya menulis dengan benar ayat tersebut.

2) Setelah itu, guru mengoreksi satu per satu tulisan anak didiknya. 3) Kemudian, guru membacakan dengan tartil dengan tulisan di papan

tulis dan menyuruh anak didiknya mengikuti dan mengulanginya secara bersama-sama.

4) Dilanjutkan dengan langkah menghafal. Guru menghapus tulisan di papan tulis dan menyuruh masing-masing anak didik mencoba menghafal dengan melihat tulisan yang ada di buku mereka.

(63)

6) Langkah terakhir, masing-masing anak didik disuruh menulis lagi ayat yang telah mereka hafalkan dalam buku mereka tanpa melihat tulisan mereka yang pertama, kemudian guru mengecek hasil tulisan tersebut. Jika tidak ditemukan kesalahan, baru anak didik dianggap lulus dalam hafalannya.

Sedangkan menurut Ahsin W. (2000: 63) menjelaskan bahwa ada lima metode dalam menghafal Al-Qur‟an, antara lain:

a. Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak 10 kali, atau 20 kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.

b. Kitabah, artinya menulis. Pada model ini penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-kali menuliskannya sehingga dengan begitu ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalkannya dalam hati. Model ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.

(64)

penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.

d. Gabungan. Model ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan

kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebihan model ini adalah adanya fungsi ganda, yakni untuk menghafal dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.

(65)

seterusnya. Sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Cara ini termasuk model yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan di samping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.

Selanjutnya, menurut Sugianto (2004: 77-80) model yang dapat digunakan bagi para penghafal, yakni: model menghafal dengan pengulangan penuh, model menghafal dengan tulisan, model menghafal dengan memahami makna, dan menghafal dengan bimbingan guru.

Pada prinsipnya semua model di atas baik sekali untuk dijadikan pedoman menghafal Al-Qur‟an, baik salah satu di antaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang berkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur‟an (Ahsin, 2000: 66).

E. Metode Muraja’ah Al-Qur’an

1. Pengertian Metode Muraja‟ah

Muraja‟ah yaitu mengulang hafalan yang sudah diperdengarkan

(66)

Kegiatan muraja‟ah merupakan salah satu metode untuk tetap memelihara hafalan supaya tetap terjaga. Allah berfirman dalam

Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 238 yang berbunyi:

ت ق م ك ى ط ة ص ت و ص عَل ظ ف ح

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu´.

Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu cara di dalam melancarkan hafalan Al-Qur‟an adalah dengan cara mengulang hafalannya di dalam shalat, dengan cara tersebut shalat kita akan terjaga dengan baik karena dipastikan seseorang yang sudah hafal Al-Qur‟an yang sudah disetorkan kepada seorang guru maka akan dijamin kebenarannya baik dari segi tajwid maupun makhrajnya.

(67)

langsung kepada malaikat Jibril As, dan Beliau mengulanginya pada waktu bulan Ramadhan sampai du kali khatam 30 juz (Zawawie: 80).

Jadi, metode muraja‟ah merupakan salah satu solusi untuk selalu mengingat hafalan atau melestarikan dan menjaga kelancaran hafalan Al-Qur‟an, tanpa adanya muraja‟ah maka rusaklah hafalan tersebut.

2. Konsep Metode Muraja‟ah Al-Qur‟an

Manusia tidak dapat dipisahkan dengan sifat lupa, karena lupa merupakan identitas yang selalu melekat dalam dirinya. Dengan pertimbangan inilah, agar hafalan Al-Qur‟an yang telah dicapai dengan susah payah tidak hilang, mengulang hafalan dengan teratur merupakan cara terbaik untuk mengatasinya. Terdapat dua macam metode pengulangan, yakni:

Pertama, mengulang dalam hati, cara ini dilakukan dengan membaca Al-Qur‟an di dalam hati tanpa mengucapkannya lewat mulut. Metode ini merupakan salah satu kebiasaan para ulama di masa lampau untuk menguatkan hafal mereka. Dengan metode ini pula, seorang

Huffazh akan terbantu mengingat hafalan-hafalan yang telah dicapai sebelumnya.

(68)

Ia pun akan bertambah semangat dan terus berupaya melakukan pembenaran-pembenaran ketika terjadi salah pengucapan.

Di dalam buku lain menurut Abdul Aziz Abdul Rouf (2009: 125-127), jika dilihat dari segi strateginya, metode muraja‟ah terdapat dua macam, yakni:

Pertama, Muraja‟ah dengan melihat mushaf (bin nazhar). Cara ini tidak memerlukan konsentrasi yang menguras kerja otak. Oleh karena itu, kompensasinya adalah harus siap membaca sebanyak-banyaknya. Keuntungan muraja‟ah seperti ini dapat membuat otak kita merekam letak-letak setiap ayat yang kita baca.

Kedua, Muraja‟ah dengan tanpa melihat mushaf (bil ghaib). Cara ini cukup menguras kerja otak, sehingga cepat lelah. Oleh karena itu, wajar jika hanya dilakukan seminggu sekali atau setiap hari dengan jumlah juz yang sedikit. Dapat dilakukan dengan membaca sendiri di

dalam dan di luar shalat, atau bersama dengan teman (Ra‟uf, 2009: 125

-127).

Jadi, keuntungan atau kelebihan muraja‟ah bil ghoib bagi calon

hafizh/hafizhah adalah melatih kebiasaan pandangan dalam arti melihat

Al-Qur‟an. Jika terus menerus melihat atau melirik tulisan Al-Qur‟an,

(69)

fungsi dari mengulang-ngulang hafalan yang sudah disetorkan kepada guru atau kyai adalah untuk menguatkan hafalan itu sendiri dalam hati penghafal, karena semakin sering dan banyak penghafal mengulang hafalan, maka semakin kuat hafalan-hafalan para penghafal. Mengulang atau membaca hafalan di depan orang lain ataupun guru, akan meninggalkan bekas hafalan dalam hati yang jauh lebih baik melebihi membaca atau mengulang hafalan sendirian lima kali lipat bahkan lebih (Al Hafidz, 2006: 146).

Mengulang-ulang hafalan mempunyai fungsi sebagai proses pembiasaan bagi indera yang lain yaitu lisan/ bibir dan telinga, dan apabila lisan/bibir sudah biasa membaca sebutan lafadz dan pada suatu saat membaca lafadz yang tidak bisa diingat atau lupa maka bisa menggunakan sistem reflek (langsung) yaitu dengan mengikuti gerak bibir dan lisan sebagaimana kebiasaannya tanpa mengingat-ingat hafalan.

Fungsi yang paling besar dari mengulang-ulang hafalan adalah untuk menguatkan hafalan itu sendiri dalam hati, karena semakin sering mengulang hafalan maka semakin kuat hafalan tersebut.

Dalam buku pedoman membaca dan mendengar dan menghafal karangan Mukhlishos Zawawi (2011: 117) dijelaskan bahwa

“Hafal Al-Qur‟an merupakan anugerah agung yang harus

(70)

Beberapa metode mengulang hafalan Al-Qur‟an yang dapat dilakukan oleh para huffazh, diantaranya:

1) Mengulang sendiri 2) Mengulang dalam shalat 3) Mengulang dengan alat bantu 4) Mengulang dengan rekan huffazh

F. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Tahfizhul Qur’an Dalam proses pembelajaran Tahfizhul Qur‟an atau menghafal

Al-Qur‟an, pasti ada faktor-faktor yang dapat mendukung agar hafalannya

lancar dan sesuai dengan yang diharapkan. Demikian juga sebaliknya, terdapat faktor-faktor yang menghambat pembelajaran Tahfizhul Qur‟an atau menghafal Al-Qur‟an yang berdampak pada hafalan, sehingga hafalan Al-Qur‟an tidak lancar atau bahkan lupa.

a. Faktor-Faktor Pendukung Pembelajaran Tahfizhul Qur‟an

Menurut Wahid (2015: 139-142), ada beberapa hal yang dianggap penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menhafal Al-Qur‟an. Faktor-faktor pendukung tersebut ialah:

1) Faktor Kesehatan

Gambar

Tabel 3.1 Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Putr Al-
Tabel 3.3 Data Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Putri Al-
Tabel 3.4 Data Santri  Pondok Pesantren Al-I’tishom Kliwonan
Tabel 3.5 Daftar Nama Informan

Referensi

Dokumen terkait

Pada prinsipnya, perbedaan tekanan pada sisi upstream dan downstream dari core plug akan menyebabkan fluida dapat mengalir, namun hal yang patut diperhatikan adalah dalam

Perolehan tertinggi terdapat pada indikator komunikasi dengan peserta didik dengan rata-rata persentase 86,11% dengan kriteria sangat baik Hal ini disebabkan karena

Similarly to γ-tocopherol, the content of plastochro- manol-8 was the highest in 2013 (Table 1), when it strong- ly increased with average temperature and total sunshine during

Pertanyaannya adalah bagaimanakah proses pembelajaran dalam perkuliahan geometri untuk mahasiswa calon guru matematika yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir

 biaya, dilatarbelakangi lemahnya akuntabilitas untuk mengelola sistem akuntansi, kurang sistem akuntansi, kurang adanya peran anggaran, dan ketidaktepatan dalam mencatat

Arah rotasi venus searah jarum jam (dari timur ke barat). Hal ini berbeda dengan planet-planet lain yang rotasinya berlawanan jarum jam. Sekali mengelilingi matahari, venus

“Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan.” Program Pasca Sarjana.. Universitas

Perbandingan Pengaruh Penggunaan Simulator Cisco Packet Tracer Dan Graphical Network Simulator 3 (GNS3) Sebagai Media Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa