88
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA
PENDIDIKAN REMAJA-PEMUDA GKJTU
Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian dan menganalisis
tentang Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU. Analisis yang dilakukan akan
disesuaikan dengan pertanyaan yang telah dirumuskan dalam bab I dan akan
menggunakan kajian teori yang telah dikemukakan di bab II serta meninjau
hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab III.
IV.1. Masalah Pendidikan Remaja – Pemuda Secara Umum.
Seperti sudah dijelaskan pada bab II, menurut Nuhamara; bahwa masa
remaja adalah masa yang amat meresahkan karena pada masa ini seseorang
mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam masa ini
banyak dari remaja yang mengalami kesulitan dan terkadang mereka menderita
karena ketidakmampuan dalam mengatasi tekanan-tekanan dan
tuntutan-tuntutan masa remajanya.
Para pemuda pun mengalami masalah dalam periode
perkembangannya, seperti yang diungkapkan oleh Gunarsa pada bab II, bahwa
pemuda juga mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan fase
89
hubungan dengan orang tua, masalah percintaan dan pelajaran-pelajaran di
sekolah yang kurang mereka minati.
Dijelaskan juga oleh Herner; bahwa pemuda harus menemukan enam
hal penting dalam hidup mereka, yakni Tuhan, diri sendiri, pekerjaan, teman
hidup, masyarakat dan komunitas Kristen atau gereja untuk seumur hidup
mereka .
Memahami paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja-pemuda
menghadapi banyak pergumulan yang tidak mudah. Oleh karena itu, Pazmino
mengemukakan tujuh fondasi Pendidikan Kristen untuk menjawab semua
pergumulan tersebut. Dalam teorinya, Pazmino memang tidak mengkhususkan
fondasi ini untuk remaja-pemuda, tetapi penulis berpendapat bahwa fondasi
pendidikan Kristen yang dikemukakan oleh Pazmino sangat cocok dipakai
untuk melaksanakan pendidikan remaja-pemuda. Ketujuh fondasi yang
dikemukakan Pazmino adalah fondasi Alkitabiah, fondasi teologis, fondasi
filosofis, fondasi historis, fondasi sosiologis, fondasi psikologis dan fondasi
kurikulum. Fondasi ketujuh merupakan pengikat enam fondasi lain untuk
membuat pendidikan Kristen semakin sempurna.
Banyak gereja yang menggabungkan pendidikan remaja dan pemuda.
GKJTU adalah salah satu gereja yang menggabungkan pendidikan bagi kedua
90
pemuda, bahkan mereka disatukan dalam berbagai kegiatan gerejawi. Oleh
karena itu, penulis melakukan penyatuan penelitian antara dua kategori yang
sebenarnya berbeda namun berkaitan erat tersebut untuk memperoleh
gambaran tentang pelayanan konkrit yang dilakukan.
IV.2. Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU
Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan beberapa hal yang harus
mendapatkan perhatian secara serius dalam kaitannya dengan pendidikan remaja –
pemuda di GKJTU.
1. Program Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU dilakukan dalam bentuk
Pemahaman Alkitab dan Perayaan Hari Besar.
2. Jadwal Pemahaman Alkitab sudah ada, tetapi materinya ditentukan oleh
pemimpin Pemahaman Alkitab sendiri.
3. Remaja-Pemuda memimpin dirinya sendiri.
4. Tidak ada pendampingan intensif atau pembinaan khusus kepada
Remaja-Pemuda oleh para pemimpin gereja di tingkat Jemaat, Klasis maupun Sinode.
5. Tidak ada buku tuntunan atau panduan untuk melakukan Pendidikan Remaja –
Pemuda.
91 IV.3. Pembahasan dan Analisa hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang sudah dirumuskan dalam enam masalah
pendidikan remaja-pemuda GKJTU, maka akan dilakukan pembahasan satu per
satu.
1. Program Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU hanya dalam bentuk
Pemahaman Alkitab dan Perayaan Hari Besar.
Dalam penelitian yang penulis lakukan, secara umum dapat dipaparkan
bahwa program pelayanan remaja-pemuda GKJTU di tingkat jemaat, hanya
meliputi dua bentuk kegiatan, yakni Pemahaman Alkitab dan Perayaan Hari
Besar. Kedua program tersebut kadang tidak semua terlaksana dengan baik.
Memperhatikan penjelasan pada bab II, yang menyatakan pemuda harus
mendapatkan pendidikan Kristen yang memadai, supaya menjadi generasi
penerus yang sehat dan kuat, maka pendidikan remaja – pemuda GKJTU pada
saat ini belum bisa dikategorikan memadai. Karena pada bab sebelumnya juga
dijelaskan bahwa Pemahaman Alkitab dilaksanakan dua minggu satu kali dan
Perayaan hari besar Kristen hanya dilakukan dua kali dalam satu tahun, yakni
Paskah dan Natal.
Menurut penulis, kedua program tersebut belum mampu menjawab
92
memiliki pergumulan yang sangat banyak sebagaimana yang telah di paparkan
pada bab sebelumnya.
2. Jadwal Pemahaman Alkitab sudah ada, tetapi materinya ditentukan oleh
pemimpin Pemahaman Alkitab itu sendiri.
Dari penelitian yang penulis lakukan, remaja-pemuda mempunyai
jadwal kegiatan Pemahaman Alkitab, namun tidak tercantum materi yang akan
dibahas. Mereka hanya memiliki jadwal tentang waktu dan tempat kegiatan di
lakukan.
Jika dikaitkan dengan fondasi pendidikan Kristen, sebagaimana telah
dijelaskan pada bab II, salah satu fondasi pendidikan Kristen adalah fondasi
kurikulum. Sehubungan dengan fondasi kurikulum, Groome menyatakan
bahwa kurikulum di dalamnya memuat enam pertanyaan, yakni tentang topik
yang akan dibahas, alasan diajarkannya topik tersebut, tempat pelaksanaan,
cara untuk mengajarkan, waktu pelaksanaan dan siapa yang akan diajar dan
mengajarkannya, maka pendidikan remaja-pemuda GKJTU belum memenuhi
persyaratan. Karena dalam jadwal kegiatan hanya memuat waktu pelaksanaan,
tempat dan pengajarnya saja.
Tiga unsur dari enam sebenarnya sudah terpenuhi 50%, namun
93
diajarkan, alasan penyampaian topik dan cara mengajarkannya belum
mendapat perhatian.
3. Remaja-Pemuda memimpin dirinya sendiri
Pazmino menyatakan bahwa dalam fondasi Alkitabiah Alkitab
merupakan sumber esensial untuk mengerti keunikan dalam pendidikan
Kristen. Sedangkan dalam fondasi teologis dinyatakan ada empat elemen
penting yang harus diperhatikan, yakni otoritas alkitab, pentingnya pertobatan,
karya penebusan Yesus Kristus dan kekudusan pribadi. Untuk melakukan
pendidikan Kristen yang ideal yang dapat memberikan dasar Alkitabiah dan
teologis, remaja-pemuda tidak dapat melakukannya sendiri. Mereka
membutuhkan bimbingan atau tuntunan dari pihak lain atau pendidik.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa mereka memiliki masalah
yang cukup banyak dan perlu pendampingan untuk menghadapi masalahnya.
Jadi remaja-pemuda tidak mungkin mencapai perkembangan secara holistik
secara maksimal jika mereka mendidik diri mereka sendiri. Dengan demikian,
penulis berpendapat bahwa remaja-pemuda tidak secara penuh menjadi
generasi yang sehat dan kuat.
Remaja-pemuda yang memimpin dirinya sendiri juga akan
menghambat pencapaian visi GKJTU yang dijabarkan pada misi kedua:”
94
Calvinis, Pietis dan Kontekstual” Bagaimana remaja-pemuda akan mendukung
pencapaian misi ini, jika mereka mendidik diri mereka sendiri.
4. Tidak ada pendampingan intensif atau pembinaan khusus kepada
Remaja-Pemuda oleh Pendeta, Majelis Jemaat, Klasis maupun Sinode.
Remaja-Pemuda memegang peranan penting dalam pertumbuhan
gereja. Pada bab II sudah dijelaskan bahwa ada banyak gereja yang tidak
berkembang karena Gereja kurang memberi perhatian pada pengajaran kaum
mudanya. Penulis setuju dengan pendapat tersebut. Jika tidak ada
pendampingan atau pembinaan yang dilakukan oleh para Pendeta, Majelis di
tingkat jemaat dan di tingkat Klasis maupun Sinode, maka akan banyak peran
yang terabaikan. Jiwa militan pada remaja-pemuda terhadap kekristenan
maupun terhadap gerejanya, tidak akan terbentuk dengan baik.
Dalam pendampingan akan menghasilkan pemahaman tentang
persoalan yang dihadapi oleh pemuda dan melalui pemahaman tersebut, gereja
akan mengadakan pembinaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dampak dari
pendampingan dan pembinaan bukan hanya baik untuk remaja-pemuda, tetapi
juga sangat baik untuk perkembangan gereja di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, penulis berpendapat bahwa remaja-pemuda GKJTU membutuhkan
pendampingan dan pembinaan yang sesuai kebutuhan untuk mendukung
95
Tidak adanya pendampingan dan pembinaan khusus ini akan
menghambat pencapaian visi GKJTU yang dijabarkan dalam misi ke 3 :
“Memperkuat ikatan persekutuan GKJTU pada aras Jemaat, Klasis dan
Sinode.” Kekuatan akan terbangun ketika banyak orang berkumpul dan
membahas kepentingan yang sama. Jika tidak ada pertemuan, bahkan
pendampinganpun sangat minim, maka kekuatan persekutuan juga tidak akan
terbangun secara maksimal.
5. Tidak ada buku tuntunan atau panduan untuk melakukan Pendidikan
Remaja –Pemuda.
Dari penelitian di tiga jemaat, tiga klasis dan sinode, ditemukan satu
masalah yang sama, yakni tidak adanya panduan yang menuntun
remaja-pemuda melakukan kegiatannya. Panduan atau buku penuntun merupakan
penunjuk arah perjalanan gereja. Jika panduan tersebut tidak ada, maka warga
gereja, termasuk remaja-pemuda akan berjalan sendiri-sendiri tanpa arah yang
jelas. Mereka juga akan berjalan menuju pada tujuan yang relatif tidak sama.
Dalam Fondasi Pendidikan Kristen yang telah dipaparkan pada bab II,
Pazmino menjelaskan bahwa kurikulum adalah konten yang disediakan untuk
peserta didik, memberikan kesempatan untuk berproses mendapatkan
96
pengajar dengan tujuan mengubah sikap hidup. Ada tujuan yang jelas dan
sangat penting dalam kurikulum ini, yakni mengubah sikap hidup.
Penulis sangat setuju dengan pendapat tersebut, kurikulum sangat
penting dalam pendidikan remaja-pemuda gereja, karena kurikulum akan
menjadi pedoman atau penentu arah bagi remaja-pemuda untuk menentukan
langkahnya. Kurikulum juga akan membantu gereja menuangkan visi dan
misinya, supaya visi dan misi itu dapat dijiwai oleh seluruh warganya, terutama
remaja-pemuda dan dapat dicapai bersama-sama.
6. Minimnya anggaran untuk pendidikan remaja-pemuda.
Minimnya dana yang tersedia untuk melakukan berbagai kegiatan,
kadang menjadi hambatan dalam sebuah pelayanan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pelayanan Remaja-Pemuda GKJTU, pada umumnya tidak
mendapatkan dukungan dana yang memadai dari anggaran jemaat. Mereka
mencari dana sendiri untuk membiayai kegiatan mereka.
Dana atau uang menjadi alat untuk terlaksananya sebuah pelayanan,
bukan merupakan tujuan akhir.1 Penulis setuju dengan pernyataan ini, karena
suatu kegiatan pelaksanaannya tidak dapat terlepas dari dana. Namun dana
1http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/1/T1_712008038_BAB%20I.pdf: 11 Oktober
97
bukan satu-satunya alat. Oleh karena itu, gereja juga harus memperhatikan
ketersediaan dana untuk melaksanakan berbagai kegiatan.
Remaja-Pemuda tidak harus membiayai kegiatannya secara penuh atau
harus berjuang sendiri untuk mendapatkan dana. Di satu sisi, cara ini baik untuk
mendidik kemandirian bagi remaja- pemuda, tetapi di sisi lain bisa menjadi
hambatan terlaksananya kegiatan. Jika remaja-pemuda sudah memiliki
semangat pelayanan tinggi, kemudian mereka juga harus membiayai dirinya
sendiri, maka dapat dikatakan bahwa tanggung jawab gereja terhadap
perkembangan remaja-pemuda rendah. Jika tanggungjawab jemaat melalui
majelis atau Pendeta rendah, bagaimana mereka akan menuntut remaja-pemuda
untuk berkembang sesuai yang diharapkan.
Setelah memahami gambaran pendidikan remaja-pemuda GKJTU dan
membandingkannya dengan fondasi pendidikan Kristen yang dikemukakan
oleh Pazmino, maka penulis berpendapat bahwa pendidikan remaja-pemuda
GKJTU belum sesuai dengan Fondasi Pendidikan Kristen.
Kesimpulan tersebut penulis sampaikan dengan melihat model
pendidikan yang disampaikan oleh Pazmino yang sangat runtun, menggunakan
tujuh fondasi yang sangat penting dan memperhatikan berbagai aspek
perkembangan manusia. Jika kita perhatikan, Pendidikan Remaja-Pemuda
98
fondasi yang seharusnya dipakai, tetapi juga belum menggunakan alur yang
membantu pertumbuhan remaja-pemuda di gerejanya.
Kurangnya pendampingan dan pembinaan dari pemimpin gereja di aras
Jemaat, Klasis maupun Sinode juga merupakan salah satu indikasi bahwa
pendidikan remaja-pemuda belum terorganisir dengan baik. Fondasi
Pendidikan Kristen yang dikemukakan oleh Pazmino, menekankan pentingnya
pengajar atau pendidik dalam proses pendidikan. Karena pendidik menjadi