• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lewat ketujuh unsur kebudayaan di atas, di dalam kesenian juga terdapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lewat ketujuh unsur kebudayaan di atas, di dalam kesenian juga terdapat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan sebagai salah-satu bentuk identitas bangsa sampai saat ini cenderung terlupakan, budaya adat ketimuran sekarang kalah pamor dengan budaya barat. Budaya timur yang memuat kesopanan dan nilai-nilai sikap yang agung kini terpinggirkan oleh budaya glamor dan individual, kebudayaan barat sudah sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat di Indonesia mulai dengan cara berpakaian sampai dengan selera bermusik para generasi muda, melihat kenyataan itu betapa hebatnya pengaruh globalisasi dalam kehidupan sekarang.

Kebudayaan mempunyai 7 unsur yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1985: 204). Kebudayaan merupakan warisan para leluhur hasil dari olah rasa yang kemudian diaplikasikan lewat ketujuh unsur kebudayaan di atas, di dalam kesenian juga terdapat bermacam-macam kesenian di antaranya: seni musik, seni rupa, seni tari, seni theater, seni berwawasan teknologi.

Di Banyumas sendiri banyak bermunculan kesenian yang diwariskan oleh para leluhur di antaranya wayang kulit, ebeg, begalan, kentongan, buncis, lengger. Kesenian tersebut menyebar sampai kepelosok desa-desa di wilayah

(2)

Banyumas. Lewat penelitian ini penulis akan mencoba mengkaji kesenian tarian lengger Banyumasan. Lengger merupakan keseniaan tradisional yang bernafaskan kerakyatan yang berkembang di daerah Banyumas, sebab lengger mempunyai ciri sederhana, baik itu dari segi penyajian maupun peralatan yang mendukungnya. Disamping sifat komunikatif lengger dengan penontonya begitu sangat memungkinkan kesenian lengger mendapatkan tempat di hati masyarakat.

Pada awalnya kesenian lengger difungsikan oleh para leluhur sebagai ritual bentuk raya syukur setelah panen raya tiba. Sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat soal tarian ledhek. Menurut Koentjaraningrat (1994: 211-212). masa sesudah panen merupakan masa untuk bersukaria bagi para penari. Pada saat itu para penari ledhek sibuk melayani pesanan untuk menari. Jadi, boleh dikatakan bahwa tarian lengger pada awalnya adalah sebuah tarian religious atau tarian keagamaan lokal. Sebagai tarian keagamaan pada saat itu lengger belum menjadi seni pertunjukan seperti sekarang ini dan oleh karenanya juga tidak memasang tarif.

Secara singkat kesenian lengger adalah suatu jenis kesenian rakyat yang mengunakan medium gerak didalam pengungkapanya dan diiringi oleh gamelan calung, sebagai sarana pendukung. Sedangkan ronggeng yakni penari dan penyanyi atau pesinden perempuan dalam suatu grup kesenian musik tradisional (Wawancara Warsan pada tanggal 24 mei 2012).

Kesenian lengger di Banyumas tidak bisa dilepaskan dari sebuah desa terpencil di sebelah barat daya Banyumas, desa tersebut bernama Gerduren, konon katanya lengger pertama di kabupaten Banyumas berasal dari sana. Desa

(3)

Gerduren dari dahulu hingga sekarang menjadi sumber informasi serta rujukan oleh para sebagian orang yang ingin mengetahui atau mempelajari tentang kesenian lengger Banyumasan, bahkan sekarang desa tersebut dijadikan desa adat oleh pemerintah daerah, sebab desa tersebut dianggap sebagai desa yang mampu mempertahankan kesenian di era sekarang, lewat kesenian lenggernya.

Sejarah kesenian lengger di wilayah Banyumas lebih banyak dari hasil cerita rakyat, antara sumber yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan, apa lagi berbicara masalah kesenian daerah, sumber-sumber yang menjelaskan tentang kesenian daerah masih sangat sedikit. Perkembangan keberadaan kesenian lengger di desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas walaupun sekarang masih ada, tetapi tampaknya keberadaanya sudah sangat terpinggirkan, kini lengger menampakkan kepublik bisanya hanya momen-momen tertentu seperti perayaan hari-hari besar nasional ataupun sebagai seni hiburan apabila ada seseorang yang sedang melakukan prosesi pernikahan ataupun sunatan dan hari-hari besar lainya. Bila tidak ada momen-momen tertentu seperti itu sekarang sulit untuk menjumpai kesenian tarian lengger di wilayah Banyumas.

Kesenian lengger yang sudah mulai ditinggalkan berdampak pada penerus generasi muda sekarang. Generasi muda cenderung lebih senang mempelajari kesenian yang bukan dari tempatnya berasal, krisis kecintaan kesenian daerah berakibat pada lunturnya ciri khas suatu daerah, kesenian juga bisa menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Kesenian lengger apabila dijaga dan dilestarikan bisa menjadikan suatu kebanggaan, di atas merebaknya pertarungan dunia global pada

(4)

masa sekarang, kesenian tarian lengger juga bisa digunakan sebagai identitas kebudayaan daerah, di atas segala fenomena dunia global yang begitu kompleks sehingga menyebabkan krisis jati diri suatu daerah.

Kesabaran untuk memberi cukup waktu untuk mengerti suatu fenomena pada akhrinya penting juga. Waktunya juga pasti datang dalam mengartikan identitas daerah itu tidak harus dengan simbol-simbol tradisional yang archaic, tetapi juga identitas daerah yang dinamik dan kesegaran mengolah simbol-simbol tradisional atau bukan. Identitas daerah yang berarti ketidakputusasaan untuk menjelajah kemungkinan-kemungkinan baru (Kayam, 2001: 37).

Sampai saat ini kondisi kesenian daerah masih sangat memprihatinkan jangankan untuk mengembangkan, bahkan untuk mempertahankan saja memerlukan usaha yang tidak gampang. Faktor regenerasi merupakan faktor yang tersulit di dalam melestarikan kebudayaan daerah. Generasi muda sekarang justru lebih tertarik mengenal budaya asing dari pada budaya sendiri. Hal ini merupakan masalah bersama, di samping para pelaku atau seniman sebagai pusat kehidupan kesenian. Pihak yang terkait dalam hal ini pemerintah juga harus melakukan perhatian dan pembinaan terhadap pelaku kesenian, serta memberikan perhatian dan dorongan agar kelangsungan hidup keseniaan tradisional tetap hidup.

Di sini peran pemerintah menjadi sangat urgen karena pemerintah bisa mengatur fungsinya sebagai pemegang kebijakan melalui peraturan daerahnya, untuk lebih memperhatikan lagi tentang segala permasalahan yang terkait dengan kesenian daerah. Kesenian daerah sebagai cikal bakal kesenian nasional sudah

(5)

seharusnya mendapat perhatian yang lebih, mengingat keberadaannya sekarang yang semakin terpinggirkan oleh kemajuan zaman yang tidak berpihak kepada kesenian.

Dari latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai keberadaan kesenian daerah dalam hal ini tarian lengger, selama ini sumber yang menjelaskan tentang keberadaan kesenian daerah belum banyak diteliti, sumber-sumber yang menceritakan kronologis keberadaan kesenian daerah khususnya tarian lengger masih sangat sedikit dan belum dikupas secara mendalam. Sebagi obyek penelitian peneliti memilih desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas alasan penulis mengadakan penelitian di desa tersebut karena desa tersebut hingga sampai saat ini digunakan sebagai rujukan dan sumber informasi kesenian lengger Banyumasan. Oleh karena itu, penulis akan mengadakan penelitian di desa tersebut dimulai dari sejarah desa, sejarah perkembangan keberadaan kesenian, sampai mengkaji kesenian lengger dapat digunakan sebagai identitas kebudayaan daerah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Sejarah Desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas?

2. Sejarah Keberadaan Kesenian Lengger di Desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas?

(6)

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang sudah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk memaparkan :

1. Sejarah Desa Gerduren Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas.

2. Sejarah Kesenian Lengger di Desa Gerduren Kecamatan Purwojari Kabupaten Banyumas.

3. Kesenian Lengger digunakan sebagai identitas kebudayaan daerah.

D. Manfaat Penelitian

Secara khusus yang dapat diungkapkan dari penelitian ini adalah terungkapnya sejarah kesenian tarian lengger Banyumasan khususnya di desa Gerduren serta kesenian lengger merupakan wujud dari identitas kesenian daerah Banyumas . Dengan demikian dapat dikaji nilai–nilai yang terkandung di dalam kesenian lengger sehingga tidak menimbulkan kontroversi karena bentuk ritualnya yang bertentangan dengan norma agama, yang terpenting adalah bagaimana nilai-nilai yang di ajarkan oleh para leluhur dalam penyampaiannya melalui media tarian ini sampai dan dimengerti oleh para penerus generasi di bawahnya sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, dan lewat penelitian ini penulis berusaha membuat sumbangan pemikiran yang membangun tentang khazanah kebudayaan dalam hal ini kesenian tarian lengger serta karya sejarah kesenian daerah Banyumasan yang sampai saat ini masih sangat sedikit yang mengangkatnya.

(7)

E. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai kesenian lengger sendiri sudah pernah dilakukan oleh Enny Muktinah Sugiharti (2001) dengan mengambil judul Perilaku Lengger Jariyah Dalam Konteks Nilai-nilai Moral Masyarakat Desa Pengadegan Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa Jariyah sebagai lengger dalam kehidupan sehari-hari seperti ibu rumah tangga pada umunya. Nilai agama selalu dipegangnya dalam menjalani kehidupan. Perilaku lengger Jariyah sesuai dengan nilai-nilai moral agama dan masyarakat.

Penelitian yang ditulis oleh Endah Puji Lestari (2005) yang berjudul Biografi Karsinah mantan Lengger di Desa Kalisabuk Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Yang mengupas biografi tokoh lengger dan stigmanisasi masyarakat terhadap para penari lengger serta kehidupan Karsinah sebelum dan sewaktu menjadi lengger. Karsinah menjadi lengger karena faktor ekonomi yang menuntut Karsinah untuk membantu orang tuanya mencari nafkah. Yang menarik di sini adalah nilai perjuangannya untuk menjadi lengger yang profesional. Meskipun hanya menjadi pemain lengger, namun ia mampu membuktikan sebagai lengger yang patut diteladani terutama saat dia berjuang menjadi seorang lengger yang profesional dengan tidak melanggar nilai-nilai moral dan agama.

Penelitian yang ditulis oleh R. Suraji (2005) yang berjudul Religiusitas Tarian Lengger Desa Gerduren Kecamatan Purwojati Banyumas. Yang isinya mengupas perkembangan kesenian lengger dikaji dari segi religiusitas pandangan

(8)

hidup atau gaya hidup masyarakat desa Gerduren, pandangan hidup erat kaitannya dengan sistem religi yang dianut oleh masyarakat setempat. Penelusuran sejarah tarian lengger menemukan bahwa paham mereka mengenai Allah. Konsep Allah ternyata tidak statis, melainkan mengalami perkembangan atau perubahan. Secara konsep komunitas tarian lengger desa Geduren yang pada umumnya beragama Islam, meyakini bahwa Allah adalah Sang Maha Kuasa dan Maha Tinggi. Allah adalah Allah yang jauh mengatasi manusia atau transenden. Di balik keyakinan adanya Allah yang transenden, ternyata mereka juga meyakini adanya kekuatan indang. Indang mereka percayai sebagai roh halus yang berasal dari Allah. Dari cerita dan keyakinan mereka pada indang disimpulkan bahwa mitos adanya indang adalah manifestasi kerinduan mereka akan Allah yang imanen.

Bertolak dari penelitian atau sumber-sumber di atas yang tetap akan di gunakan sebagai referensi pada penulisan ini, tidak dijumpai sumber yang menyebutkan mengenai sejarah desa Gerduren, sejarah perkembangan kesenian dan kesenian lengger dapat digunakan sebagai identitas kebudayaan daerah. Oleh karena itu penulis akan meneliti serta mengkaji secara mendalam mengenai kesenian lengger khusunya di desa Gerduren kecamatan Purwojati kabupaten Banyumas.

F. Landasan Teori dan Pendekataan Landasan Teori

Proses analisis permasalahan akan berjalan dengan baik apabila diketahui pengertian-pengertian dasar dari permasalahan yang diangkat. Selain itu, penggunaan kerangka pemikiran dari para ahli menambah nilai hasil akhir tulisan.

(9)

Terkait dengan hal tersebut, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai berbagai pengertian, agar lebih jelas secara runtut maka akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian kebudayaan, kesenian dan lengger.

Kata kebudayaan berasal dari kata sangsekerta buddhayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu dapat di artikan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Ada pendirian lain mengenai asal kata kebudayaan itu, ialah bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya artinya daya dari, budi kekuatan, dari akal (Koentjaraningrat, 1984: 9). Dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Di Indonesia sendiri kebudayaan tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 32 Bab XII yang berbunyi Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan penjelasnya sebagai berikut: kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan Indonesia berada dalam satu kondisi majemuk karena bermodalkan berbagai kebudayaan-kebudayaan daerah yang berkembang menurut tuntunan sejarahnya sendiri-sendiri.

Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koentjaraningrat, 1984: 9). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dirinci sebagai berikut:

(10)

1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia. Karena itu meliputi:

a. Kebudayaan material (besifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya: alat-alat perlengkapan hidup.

b. Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa, ilmu pengetahuan.

2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif(biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.

3. Kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarkat, dapat mempertahankan kehidupanya. 4. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua

tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar misalnya, tindakan atas dasar naluri (instink), gerak reflek (Widagdho, 2010: 21-22).

Secara umum kebudayaan terbagi menjadi 3 wujud yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagi kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari suatu manusia dalam masyarakat

3. Wujud dari kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1985 : 186-187).

Dalam 3 wujud kebudayaan tersebut telah memuat atau menggambarkan 7 unsur budaya, sehingga keterkaitan antara keduanya sangat erat karena saling mendukung dan mempengaruhi. Kebudayaan mempunyai 7 unsur yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat, 1985: 204).

Budaya adalah keseluruhan warisan sosial yang dapat dipandang sebagai hasil kerja yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri dari kebendaan, kemahiran teknik, pikiran, gagasan, kebiasaan, nilai-nilai tertentu, organisasi sosial tertentu, dan sebagainya. Adakalanya pembedaan budaya materi,

(11)

termasuk di dalamnya nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, organisasi sosial dan lembaga-lembaga adat (Pringgodigdo, 1973: 34).

Sebagai gejala manusia, kebudayaan adalah setua sejarah manusia sendiri, yakni manusia sebagai makhluk individual dan sosial sekaligus (Hasan, 1911 : 1). Karena sejarah adalah diciptakan oleh manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial.

Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adat budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat mengembangakan dan memperkaya kebudayaan bangsa itu sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia (Hasan, 1992 : 17).

Betapapun berubahnya zaman, kebudayaan dan identitas orang Jawa yang dasariah tidak banyak mengalami perubahan, bahkan orang Jawa sangat sadar dan bangga dengan komunitas kebudayaan mereka (Susantiana, 2001 : 47). Hal ini karena demi melestarikan kebudayaan yang sifatnya turun temurun sekaligus melestarikan kebudayaan warisan leluhur.

Kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil perkembangan manusia yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan yang lebih baik (Daeng, 2000: 45). Dalam konteks kebudayaan berbagai corak dan ragam keseniaan yang ada di Indonesia terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang bertumpuk dari zaman ke zaman dan adanya berbagai lingkungan kebudayaan yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang ini. Ditinjau dari

(12)

konteks kemasyarakatan jenis-jenis kesenian bisa mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda. Perubahan fungsi dan bentuk pada hasil-hasil seni dengan demikian dapat pula disebabkan oleh dinamika masyarakat (Sedyawati, 1981 : viii).

Kebudayaan menurut Sukatmi Susantiana dalam bukunya Inkulturasi Gamelan Jawa. Dijelaskan bahwa kebudayaan mempunyai arti yang luas dan kompleks. Secara umum, definisi kebudayaan memberikan pengertian bahwa kebudayaan itu meliputi hasil usaha manusia dalam mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Kebudayaan sebagai hasil usaha manusia sesuai dengan perkembangan cara berpikir manusia dalam situasi dan lingkungan yang berkembang dan berbeda-beda, kebudayaan itupun ikut pula berkembang dalam aneka ragam. Dengan mempelajari kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa secara kronologis, dapat mempelajari kehidupan dan perkembangan bangsa atau suku bangsa itu, dan bagaimana proses pewarisan kebudayaan itu dari satu generasi ke generasi. Oleh karena kebudayaan merupakan salah-satu kekayaan dan ciri suatu bangsa atau suku bangsa yang pada saat-saat tertentu merupakan suatu kebanggaan sendiri, maka pada hakikatnya semua bangsa di dunia ini berusaha menghindari musnahnya kebudayaan yang mereka miliki dari nenek moyang mereka, bahkan di lain pihak masyarakat dan pemerintah berusaha memajukan kebudayaan dengan tidak mengurangi nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Khususnya di Indonesia, batasan kebudayaan haruslah berdasarkan pada pandangan menyeluruh mengenai jiwa, mental, budi, psikis dan manusia. Ini berarti manusia adalah pribadi dan bagian masyarakat, sehingga hakekat manusia mampu mencerminkan kebudayaan (Susantiana, 2001: 15-18)

(13)

Seni adalah produk dari tingkah laku manusia yang spesifik, penggunaan kreatif dari imaginasi, untuk menolong manusia menginterpretasi, mengerti dan menikmati kehidupan (Asmito, 1992: 45). Seni lebih mengutamakan olah rasa di dalam pengungkapanya rasa itu juga yang menjadikan seni lebih indah dipandang.

Menurut Koentjaraningrat (1994: 234). Kesenian merupakan suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan yang kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda hasil manusia. Seni memang tidak bisa diukur dengan parameter karena seni sulit untuk dijelaskan dan sulit dinilai karena manusia memiliki penilaian tentang seni itu sendiri dan seni juga bisa dikatakan proses atau produk dari memilih medium dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium tersebut. Jadi definisi atau pengertian kesenian adalah bagian dari kebudayaan yang ada hubungannya dengan unsur keindahan dan keelokan. Unsur itu berada dalam batin dan pikiran manusia yang termasuk unsur keindahan itu, atau pengertian kesenian adalah proses penciptaan unsur-unsur yang membuat hati senang, atau kepuasaan yang melengkapi sisi batin kehidupan manusia. Fungsi dari kesenian adalah menghaluskan perasaan, pikiran, tingkah laku manusia. Macam-macam seni yaitu: seni musik, seni rupa, seni tari, seni theater, seni berwawasan teknologi.

Seni sebagai sesuatu yang dinikmati, bermanfaat sendiri, aspek dari aktifitas yang tidak dapat dihitung secara mudah untuk pemanfaatan atau fungsi dari tetap hidup dari aktifitas itu. Form (bentuk) dipolakan serangkaian yang

(14)

aturan-aturan dari seni. Dipolakan adanya suatu kecakapan manusia yang universal untuk jawaban yang emosional dari apresiasi dan kenikmatan, bila seni berhasil maka akan memunculkan aspek komunikatif dari seni. Seni selalu menyajikan sesuatu informasi yang komunikatif, tetapi sesuatu ini tidak pernah disajikan kembali dalam bentuk harfiahnya. Bunyi, gerak dan rasa. Seni tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Seni ada dimana-mana tiap-tiap bangsa mempunyai seni sendiri-sendiri yang khas sifatnya, tegasnya dapat ditemukan disetiap kebudayaan dari semua bangsa dimanapun berada. Seni-kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang bersifat umum (Alland dalam Asmito, 1992: 47-48).

Kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Kebudayaan juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya (Sedyawati, 1981 : viii). Kesenian adalah perwujudan dari kebudayaan maka kesenian tradisional lengger merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di daerah Banyumas, yang didalamnya menggunakan media gerak atau dialog dan mempunyai sifat-sifat sederhana, spontan dan komunikatif atau akrab dengan penonton. Kesenian ini berlangsung serta hidup secara tradisi dari generasi ke generasi, karena setiap generasi mempunyai tanggung jawab untuk ikut melestariakan keseniaan ini. Disamping itu juga banyak upacara tradisi dimana keseniaan lengger memegang perananya. Peranan disini bisa sebagai acara pokok atau sebagai penunjang demi meriahnya acara tersebut. Kesenian lengger merupakan keseniaan yang dapat dilihat secara visual maupun didengar atau audio, misalnya bila di dengar melalui pita suara maka menjadi hiburan bagi para

(15)

pendengarnya. Jika keseniaan di pandang sebagai ekspresi hasrat akan keindahan yang dapat dinikmati, maka ada dua bagian yaitu seni rupa atau kesenian yang dinikmati manusia melalui telinga (Koentjaraningrat, 1981 : 58-59).

Istilah lengger sampai saat ini masih dalam perdebatan. Ada yang mengatakan lengger adalah nama lokal Banyumas untuk tarian yang biasanya disebut ronggeng. Koentjaraningrat dalam buku Kebudayaan Jawa, menulis bahwa dalam budaya Bagelen para penari teledhek disebut ronggeng. Menurut Koentjaraningrat seorang penari ronggeng sudah mulai menari sejak ia berusia antara delapan sampai sepuluh tahun. Seorang penari anak-anak seperti itu biasanya adalah anak gadis ketua rombongan tersebut dan ia menarikan tarian teledhek serta menyanyikan nyanyian anak-anak (dolanan lare). Rakyat di daerah Bagelen menyebut penari ronggeng yang masih anak-anak itu lengger. Seorang lengger belum tentu menjadi seorang ronggeng bila ia dewasa, akan tetapi sebaliknya seorang ronggeng biasanya berasal dari lengger (Koentjaraningrat, 1994: 221).

Berbeda dengan pendapat Koentjaraningrat, pendapat lain mengatakan bahwa lengger merupakan akronim dari leng dan ngger. Dikiranya para penari itu adalah leng (lubang) artinya wanita, ternyata jengger (terjulur) artinya pria (Kodari, 1991: 60) dalam bukunya yang berjudul Banyumas Wisata dan Budaya Namun demikian, istilah ini tetap dipakai sampai sekarang, walaupun para penari kini adalah wanita. Dalam Bausastra (kamus) Djawa-Indonesia yang disusun oleh S.Prawiroatmojo yang diterbitkan tahun 1957, disebutkan bahwa lengger adalah penari pria. Menurut Ahmad Tohari ( 2012: 165) dalam kamus dialek

(16)

Banyumas-Indonesia yang disebut lengger adalah penari perempuan, sedangkan ronggeng itu tarian tradisional Banyumas, penari tari tradisional Banyumas.

Anggapan penari lengger dahulu adalah pria di tepis oleh Bambang Suharso, beliau mengatakan bahwa di daerahnya (Gerduren) para penari lengger itu pria dan perempuan, di dalam perkembangannya justru tarianya saling melengkapi dalam seni pertunjukan lengger, anggapan bahwa dahulu penari lengger itu pria karena dahulu pada seni pertunjukan lengger biasanya mengalami kesurupan (mendem) dan ketika dalam mendem itu ada bermacam-macam indang yang masuk, salah satunya indang gayuh (indang perempuan) dan biasanya justru memasuki tubuh pria, ketika indang gayuh itu sudah merasuki maka penari pria itupun geraknya menjadi gemulai menyerupai tabiat gerak perempuan (Wawancara pada tanggal 21 Mei 2012).

Tarian semacam lengger ini sebenarnya tersebar di mana-mana meskipun bentuknya bisa sangat berbeda. Misalnya, Ronggeng Melayu, Gandrung Banyuwangi, Dombret Karawang, Cokek Jakarta, Gambyong Keraton, Tayub atau Taledhek Wonosari, Sintren Pesisiran, dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1994: 211-228). Yang membedakan lengger Banyumasan dengan tari-tarian tersebut, selain struktur atau bentuk pertunjukannya adalah alat musik iringannya dan lagu yang dinyanyikan dalam pentas lengger tersebut. lengger Banyumasan biasanya diiringi oleh alat musik yang disebut calung. Calung adalah perangkat musik yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen

(17)

musikal yang disajikan berupa gending gendhing Banyumasan, gendhing gaya Banyumasan, Surakarta- Yogyakarta, dan sering lagu pop yang diaransir ulang. Calung –konon merupakan arkronim dari kata carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuara nyaring). Perangkat musik ini berlaras slendro dengan nada- nada 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), dan 6 (nem). Menurut asal usulnya tarian lengger adalah semacam ungkapan rasa terima kasih kepada dewa-dewi kesuburan. Menurut Bambang Wadoro pada zaman dahulu di daerah Banyumas tarian lengger banyak ditarikan pada masa sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para Dewa yang telah memberikan rejeki (Wawancara pada tanggal 24 Maret 2012).

Kesenian lengger merupakan kesenian tradisional yang merupakan suatu hasil ekspresi hasrat manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut. Dalam karya seni tradisional tersirat pesan dari masyarkat berupa pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma dan sebagainya. Melalui sang seniman dan karya seninya masyarakat berusaha memahami, menginterprestasikan atau menjawab masalah-masalah lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosialnya. Ekspresi tentang keindahan serta pesan budaya tersebut terwujud dalam seni lukis, seni tari, seni vocal, seni instrumen dan seni drama (Pringgodigdo, 1973).

Kesenian tradional adalah hasil kreativitas daya cipta manusia yang dijadikan kebiasaan oleh suatu masyarakat daerah tertentu. Salah satu kebudayaan tradisonal adalah lengger. Seorang seniman yang berkarya berada benar-benar dalam situasi penciptaan. Situasi ini dapat mempengaruhi serta menarik gairah

(18)

sekitarnya yang berarti bahwa karya itu memberikan pengalaman baru kepada mereka yang berada di sekitarnya (Sedyawati, 1981 : 60).

Dalam perjalanan sejarahnya tarian lengger tentu telah mengalami perubahan. Perubahan ini sangat tergantung pada banyak faktor dalam masyarakat. Keberadaan tarian lengger di daerah Banyumas tentu juga telah membentuk atau sekurang-kurangnya mempengaruhi pandangan hidup atau gaya hidup masyarakat Banyumas. Pandangan hidup sangat erat hubunganya dengan dengan sistem religi yang di anut oleh masyarakat setempat. Meskipun tarian lengger dikenal sebagai tarian yang sekuler tetapi budaya warisan masa lalu suatu masyarakat berupa tarian lengger memiliki religiusitas tertentu (Suraji, 2006: 58).

Secara singkat keseniaan lengger adalah suatu jenis keseniaan rakyat yang menggunakan medium gerak di dalam pengungkapanya dan di iringi oleh gamelan calung, sebagai sarana pendukung. Ronggeng yaitu penari dan penyanyi atau pesinden perempuan pada suatu grup kesenian musik tradisional calung, pengertian calung sendiri yaitu sekelompok keseniaan tradisional daerah yang menghibur dengan mengunakan alat-alat musik yang terbuat dari bambu dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi sebuah alat musik khas daerah Banyumas (Lestari, 2005 : 2).

1. Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Antropologis. Pendekatan Antropologis adalah untuk mengungkapkan arti dan simbol-simbol dalam tarian lengger dengan pendekatan ini penulis mencoba mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah. Penulis juga melakukan

(19)

pendekatan Sosiologis karena berkaitan langsung dengan masyarakat sehingga menuntut penulis untuk lebih dekat dengan masyarakat sebagai pelaku kesenian. Gejala historis yang serba kompleks setiap penggambaran atau deskriptif menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penunjangan data yang diperlukan. Suatu seleksi akan memudahkan dengan adanya konsep-konsep yang berfungsi sebagai kriteria. Penulis juga ingin mengkaji segi-segi sosial peristiwa yang dikaji umpanya golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain, ideologi dan lain-lain (Kartodirdjo, 1944: 4).

G. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian pasti akan menggunakan metode tertentu agar hasil yang akan didapatkan sesuai dengan tujuan awal penelitian. Di dalam penelitian ini digunakan metode sejarah, karena berkaitan dengan peristiwa masa lampau yang sudah terjadi. Pengertian metode sejarah di sini adalah suatu proses menguji, menganalis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

Menurut Kuntowijoyo (1995: 88-89), ada empat tahap dalam penelitain sejarah, yang meliputi penelitian sejarah heuristik, kritik sumber, interprestasi dan historiografi. Adapun penjelasan tahap-tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Heuristik

Heuristik yaitu penelitian sejarah untuk mencari sumber-sumber sejarah, jejak- jejak sejarah, dan data sejarah ketiga istilah tersebut harus sama atau data sejarah harus terdapat pada sumber atau jejak sejarah (Priyadi, 2011: 28). Dalam hal ini penulis melakukan terlebih dahulu observasi ke desa Gerduren. Desa ini

(20)

dipilih karena konon katanya dahulu desa ini sangat terkenal oleh kesenian lenggernya. Hingga sekarang desa Gerduren masih menjadi sumber rujukan yang utama berbicara masalah kesenian lengger Banyumas. Orang pertama yang penulis temui adalah tokoh Seniman Banyumas yang bernama Bambang Wadoro (Bador) beliau memberikan informasi yang sangat membantu bagi penulis untuk mengkaji kesenian lengger Banyumasan, di samping itu juga banyak memberikan informasi mengenai para pelaku kesenian lengger Banyumasan, dari hasil anjuran beliau penulis menemui tokoh kesenian lokal yang ada di desa Gerduren yang bernama Bambang Suharso (Harso), dari situlah penulis mendapatkan informasi terkait narasumber yang diperlukan penulis untuk mengungkap sejarah desa dan sejarah kesenian lengger desa Gerduren. Sehingga memudahkan penulis untuk melakuakan penelitian. Di dalam jalannya penelitian penulis tidak mengalami kesulitan dalam mencari sumber atau bukti dikarenakan pihak-pihak yang terkait sangat terbuka akan kedatangan penulis. Apa lagi setelah dijelaskan bahwa kedatangan penulis betul-betul untuk keperluan akademis maka pemerintahan desa dan kelompok kesenian lengger yang ada di desa tersebut memberikan pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan penulis. Narasumber yang penulis temui adalah benar-benar terlibat dalam dinamika kesenian ini sehingga informasi yang didapat oleh penulis dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya.

2. Kritik atau Verifikasi.

Verifikasi pada penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik ekstern yang mencari otentisitas atau keotentikan (keaslian) sumber dalam

(21)

jalannya penelitian penulis harus benar-benar memilih narasumber guna kredibilitas penelitian penulis, misalnya memilih informan pelaku kesenian dan pelaku sejarah yang mengalami. Dan kritik intern yang menilai apakah sumber tersebut memiliki kredibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak. Pada hal ini penulis melakukan pembanding antara sumber yang diperoleh oleh narasumber dari pelaku kesenian lengger di Banyumas, dengan keterangan yang diberikan oleh masyarakat dan tinjauan kepustakaan (Priyadi, 2011:75).

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran pada bab ini penulis menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh. Penulis melakukan penafsiran fakta-fakta sejarah yang terdiri dari 1. mentifact (kejiwaan), 2. sosifact (hubungan sosial), dan 3. artifact (benda) (Kartodirdjo, 1992: 176). Di sini ada dua hal yang harus dikerjakan peneliti, yaitu analisis dan sintesis. Fakta-fakta di atas harus ditafsirkan setelah berdasarkan kritik ekstern dan kritik intern. Tanpa interpretasi, fakta-fakta tersebut tidak bisa berbicara sendiri. Pada hal ini penulis melakukan interpretasi untuk menghindari unsur subjektivitas (Kuntowijoyo, 1995: 100-10).

4. Historiografi

Pada tahap penulisan, penulis menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Pada hikayatnya, penyajian laporan penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan. Pada hikayatnya, penyajian laporan penelitian meliputi (pengantar, hasil penelitian, simpulan) (Priyadi, 2011: 92).

(22)

H. Sistematika Penyajian

Untuk mempelajari penelitian ini maka penulis akan mencoba untuk menjelaskan sistematika yang tercantum didalamnya, sistematika yang dipakai adalah :

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini dimulai dengan penjelasan latar belakang masalah, perumusan masalah yang merupakan perumusan-perumusan masalah yang telah dibahas, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, landasan teori dan pendekatan, metode peneliti serta sistematika penyajian yang merupakan gambaran singkat mengenai urutan pembahasan dari penulisan penelitian.

Bab II : Sejarah Desa Gerduran Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas Bab III : Sejarah kesenian lengger di desa Gerduren Kecamatan Purwojati

Kabupaten Banyumas

Bab IV : Kesenian lengger digunakan sebagai identitas kebudayaan daerah. Bab V : Kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan di ungkapkan berbagai hal

yang berkaitan dengan hasil penelitian yang di pandang penting untuk memberi jawaban terhadap pokok permasalahan atau membuktikan hipotesis yang telah ditemukan. Saran memuat harapan yang di tunjukan pada para pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Wortel Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Mie Basah.. Skripsi Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian,

atas segala nikmat cahaya ilmu pengetahuan, kemudahan serta petunjuk yang telah diberikan sehingga dapat terselesaikan dengan baik penulisan tesis dengan Pengujian Keseragaman

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang masalah potensi wisata yang terdapat di Pasar Jumat Karanganyar, strategi pengembangan Pasar Jumat Karanganyar, dan

Melihat hal ini, media-media yang ada ini sesungguhnya adalah sebagai perantara informasi, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat

Kesadaran dosen dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter merupakan wujud tanggung jawab dosen terhadap perkembangan peserta didik (mahasiswa). Dalam ini karena memang

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberikan saran kepada, (1) Kepada Kepala Sekolah Dasar Laboratorium UM, hendaknya lebih perhatian dalam melakukan pengawasan

Kondisi iklim Indonesia yang tergolong tropis, perubahan perilaku Aedes aegypti, serta adanya potensi penularan DBD oleh nyamuk Aedes albopictus membuat lingkungan