• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Umum Pulau Sepanjang

Secara administrasi Pulau Sepanjang berada dalam koordinasi Pembantu Bupati yang berada di Arjasa dengan wilayah kerja Kecamatan Sapeken dan bisa ditempuh dengan sarana transportasi laut (Retraubun dan Atmini 2004; Bappeda 2009). Pulau Sepanjang terbagi atas dua desa yaitu Desa Sepanjang (di sebelah barat) dan Desa Tanjung Kiaok (di sebelah timur).

Desa Sepanjang dengan luas 73.4370 km2 terdiri 2 dusun, 7 Rukun Warga (RW) dan 25 Rukun Tetangga (RT). Untuk Desa Tanjung Kiaok, memiliki luas 26.9640 km2 dan terdiri dari 2 dusun 3 RW dan 12 RT (Kecamatan Sapeken dalam Angka 2010).

Berdasarkan Peraturan Bupati Sumenep nomor 8 tahun 2010, Pulau Sepanjang telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah seluas 24 072.3 ha (7 262.4 ha kawasan pemanfaatan intensif, 823.3 ha kawasan penyangga dan 15 986.6 ha kawasan konservasi). Penetapan Perbub ini didasarkan pada hasil kajian DKP Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006. Beberapa hal yang sangat disayangkan didalam penetapannya, tidak mencakup wilayah darat, padahal diketahui bahwa pemanfaatan di darat yang tidak ramah lingkungan akan berdampak pada wilayah laut sehingga mengganggu KKLD, apalagi saat ini pengelola KKLD belum dibentuk.

Saat ini, untuk menuju Pulau Sepanjang masih harus menggunakan alat transportasi laut. Dari Pelabuhan Kalianget Sumenep, membutuhkan waktu 8-11 jam menuju Kangean dengan menggunakan kapal Sumekar, jika menggunakan kapal cepat (ekspress bahari) waktu tempuh hanya 3-4 jam. Dari kangean, harus menuju Sapeken dengan menggunakan perahu ojek dengan waktu tempuh 1-2 jam dan dari Sapeken baru menuju Pulau Sepanjang dengan perahu ojek selama 1-2 jam.

Perahu ojek ini ada setiap hari, tetapi untuk kapal menuju Kangean tidak setiap hari disetiap jenis kapalnya. Selain dari Sumenep, menuju Sapeken bisa melalui Banyuwangi dengan menggunakan kapal perintis.

(2)

Tabel 21 Sarana transportasi laut yang bisa digunakan menuju Pulau Sepanjang

No. Kapal Ke Kangean Ke Sumenep

1. Ekspress Bahari 1. Senin 2. Kamis

3. Sabtu (diteruskan ke Sapeken)

1. Selasa 2. Jum’at

3. Minggu (bisa langsung dari Sapeken)

2. Sumekar Line 1. Minggu 2. Selasa 3. Jum’at

1. Senin 2. Rabu 3. Sabtu

3. Perintis Jadwal kapal perintis sabuk nusantara tidak menentu karena banyak rute yang dilalui. Salah satu rute tujuan dan

keberangkatannya adalah Banyuwangi

Sumber: Wawancara terhadap pengelola Pelabuhan Kalianget – Sumenep (2011)

4.2. Kondisi Geofisik Pulau Sepanjang

Pulau Sepanjang merupakan pulau kontinental yang masuk dalam gugusan Kepulauan Kangean. Pulau yang terletak di 07° 10’ 00” LS dan 115° 49’ 00” BT memiliki luas ± 100.4010 km2 (BPS Kabupaten Sumenep 2010; Perbup Sumenep nomor 11 tahun. 2006) dengan topografi yang cukup rata (ketinggian maksimum hanya 9 m dpl) mempunyai ekosistem yang khas (Suhardjono dan Rugayah 2007). Berdasarkan tinjauan genesis pembentukan pulau, Pulau Sepanjang termasuk pulau karang dengan batuan gamping. Dimana proses pembentukannya berasal dari karang yang terangkat ke permukaan dengan bahan pembentuk tersusun atas bahan endapan piroklastik dan ignimbrit berumur kuarter. Ciri yang mempertegas adalah Pulau Sepanjang dikelilingi oleh terumbu karang.

Geomorfologi pulau bagian selatan terdiri dari pegunungan lipatan berupa artikanal. Material dasar berkapur dan didominasi oleh gromusol yang memiliki unsur kalsium (Ca) yang tinggi. Sedangkan bagian utara terdiri dari kelompok alluvial yang dicirikan dengan adanya pola teluk (DKP Jatim 2006).

Kondisi yang demikian membuat produktivitas oligotrofik dan daya tampung keanekaragaman Pulau Sepanjang tinggi. Selain itu hal ini yang membuat tidak adanya sungai, sumber air tawar berasal dari air tanah di lensa-lensa yang terbatas ukurannya dan rawan penyusutan air laut. Masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air tawar dengan menggali sumur.

(3)

4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Sepanjang

Pulau Sepanjang yang terbagi atas dua desa yaitu Desa Sepanjang dan Desa Tanjung Kiaok memiliki jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 7 883 jiwa dengan tingkat kepadatan 78.52 jiwa/km2 (Kecamatan Sapeken dalam Angka 2010) (Tabel 22). Masyarakat di Pulau Sepanjang terdiri dari 3 suku, yaitu suku Bajo, Mandar dan Madura dan 100% beragama Islam. Walaupun masuk dalam kepulauan di Madura, tetapi mayoritas masyarakatnya bersuku Bajo.

Tabel 22 Jumlah penduduk

Desa Rumah

Tangga

Laki-laki Perempuan Jumlah

Sex

Ratio Kepadatan Sepanjang 1 458 2 408 2 513 4 921 95.82 67.01 Tanjung Kiaok 863 1 487 1 475 2 962 100.81 109.85 Pulau Sepanjang 2 321 3 895 3 988 7 883 97.66 78.52 Sumber: Kecamatan Sapeken dalam angka (BPS Kab. Sumenep 2010)

Tingkat pendidikan masyarakat Pulau Sepanjang tergolong cukup rendah, hanya terdapat 10 orang sarjana dan 41 orang lulusan SMU (Tabel 23). Hal ini merupakan salah satu faktor kurang berkembangnya pembangunan wilayah di Pulau Sepanjang. Meskipun demikian masyarakat Pulau Sepanjang memiliki tingkat keterbukaan yang besar terhadap teknologi dan budaya baru, ini karena tingginya mobilitas masyarakat untuk berinteraksi dengan daerah luar.

Tabel 23 Tingkat pendidikan masyarakat Pulau Sepanjang

Desa Jenjang Pendidikan Jumlah SD SMP SMU Perguruan Tinggi Sepanjang 2 313 48 28 7 2 396 Tanjung Kiaok 1 143 31 13 3 1 190 Jumlah 3 456 79 41 10 3 586

Sumber: Kecamatan Sapeken dalam Angka (BPS Kab. Sumenep 2010)

Kedua desa yang ada di Pulau Sepanjang cukup berbeda kondisi sosial masyarakatnya. Desa Sepanjang mayoritas masyarakatnya banyak bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan Desa Tanjung Kiaok mayoritas bergantung pada sektor perikanan. Jenis pemanfaatan lahan pulau terbagi dua kriteria, yaitu lahan sawah dan lahan kering. Pemanfaatan sawah hanya ada di

(4)

Desa Sepanjang, sedangkan untuk di Desa Tanjung Kiaok tidak ada yang mengusahakan sawah, semuanya masuk dalam pemanfaatan lahan kering seperti tegalan, kebun, dan lain-lain. Luas dari setiap jenis penggunaan lahan di Pulau Sepanjang berdasarkan data desa dapat dilihat pada Tabel 24.

Disektor pertanian, produk yang dihasilkan berupa buah kelapa, kayu kelapa, jambu mente, jagung dan pisang. Produk pertanian tersebut peredarannya hanya di sekitar pulau, kecuali pisang yang dijual ke Bali dan Banyuwangi. Ini karena produk dari pertanian yang dihasilkan masih sedikit, bahkan masih dirasa kurang, dengan kata lain pemanfaatan sumberdaya yang ada masih belum maksimal dan optimal. Untuk mengatasi kekurangan bahan pangan yang dibutuhkan, masyarakat membeli dari luar pulau.

Tabel 24 Jenis dan luas penggunaan lahan

Desa

Lahan

Basah (ha) Jenis Penggunaan Lahan Kering (ha)

Total Sawah Bangunan, halaman sekitar Tegal Kebun Ladang Tanaman Kayu-kayuan Lainnya Jumlah Sepanjang 26 25 1 855 900 4 537.7020 7 317.7020 7 343.7020 Tanjung Kiaok 11.60 241 2 443.8080 2 696.4080 2 696.4080 Jumlah 26 36.60 2 096 900 6 981.51 10 014.11 10 040.11 Sumber: Kecamatan Sapeken dalam Angka (BPS Kab. Sumenep 2010)

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 14 Suasana Desa Sepanjang dan Desa Tanjung Kiaok

Selain produk pertanian, masyarakat juga memanfaatkan kayu mangrove. Kayu mangrove dijual dengan harga Rp500,-/batang dengan ukuran diameter 10 cm dan panjang 50 cm. Umumnya kayu mangrove dengan ukuran ini digunakan untuk kayu bakar karena dianggap lebih panas dan tahan lama.

(5)

Disektor perikanan, masyarakat tidak banyak bergantung pada penangkapan. Penangkapan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan alat tangkap pancing. Rata-rata setiap nelayan mendapatkan 70 ekor ikan setiap harinya. Ikan dijual ke masyarakat sekitar dengan harga Rp20.000,-/7 ekor ikan. Ikan yang banyak dijadikan target tangkapan adalah ikan karang, utamanya kerapu sunu.

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 15 Jenis, teknik dan kawasan budidaya rumput laut Pulau Sepanjang Sektor perikanan yang intensif diusahakan oleh masyarakat adalah rumput laut dari jenis Eucheuma cottoni. Metode budidaya yang digunakan oleh masyarakat menggunakan metode long line. Usaha budidaya rumput laut ini terpusat di Desa Tanjung Kiaok yang langsung dikoordinir oleh kepala desanya. Harga rumput laut kering dijual dengan harga sekitar Rp8.000,-/kg dengan rata-rata hasil tiap panen mencapai 50 kg/musim tanam. Mengingat harga jual di Kabupaten Sumenep terbilang rendah oleh masyarakat, maka masyarakat dengan kepala desa sebagai pengepulnya dijual langsung ke Semarang dengan harga Rp12.000,-/kg berat kering.

Masyarakat umumnya membeli bahan-bahan kebutuhan dari Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Banyuwangi dan Bali, tetapi masyarakat lebih banyak membeli dari Banyuwangi. Tingginya interaksi dengan Kabupaten Banyuwangi dikarenakan harganya lebih murah, banyak biaya yang harus dikeluarkan jika berbelanja di Kabupaten Sumenep. Selain itu, masyarakat menyebutkan jarak dari pelabuhan Banyuwangi menuju pasar lebih dekat dibandingkan di Sumenep. Interaksi ini terjadi hampir untuk semua barang yang

(6)

dibutuhkan kecuali Bahan Bakar Minyak (BBM), ini karena adanya aturan mengikat tentang perdagangan BBM yang diharuskan dalam satu wilayah regional kabupaten.

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 16 Lahan pertanian dan sarana nelayan untuk menangkap ikan dengan memancing dan menanam rumput laut

Tabel 25 Jenis dan jumlah kendaraan yang digunakan di Pulau Sepanjang

Jenis Kendaraan Desa Sepanjang Desa Tanjung Kiaok Jumlah

Truk 1 - 1 Pick up 10 1 11 Sepeda motor 163 38 201 Sepeda 79 50 129 Perahu 2 1 3 Perahu motor 9 3 12 Perahu tangkap 61 116 177

Perahu tangkap motor 94 162 256

Sumber: Kecamatan Sapeken dalam angka (BPS Kab. Sumenep 2010)

Peningkatan ekonomi masyarakat tidak bisa lepas dari adanya sarana prasarana pendukung. Sarana prasarana pendukung yang paling berperan terutama untuk distribusi barang adalah sarana jalan dan prasarana kendaraan. Keberadaan prasarana di Pulau Sepanjang sangat terbatas, walaupun sudah terdapat jalan dengan lebar > 4 m, tetapi masih belum banyak keberadaan tipe kendaraan besar (roda 4). Sehingga distribusi barang memakan waktu yang lama dan kapasitas angkutnya terbatas. Hal ini yang menyebabkan harga dari barang dan jasa di pulau menjadi mahal.

(7)

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 17 Sarana dan prasarana distribusi barang di Pulau Sepanjang Permasalahan lain yang membuat ekonomi masyarakat pulau kurang berkembang adalah belum adanya listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), baik dari tenaga diesel maupun jenis pembangkit lainnya. Masyarakat memenuhi kebutuhan listrik dengan menggunakan diesel kecil pribadi, tetapi ini masih sangat terbatas. Selain hanya digunakan pada malam hari, diesel-diesel yang dimiliki hanya mampu mengaliri beberapa rumah saja.

4.4. Kondisi dan Pemanfaatan Sumber Daya Pulau Sepanjang

Pulau Sepanjang memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar baik di perairan maupun terestrial. Sumberdaya yang dimiliki di perairan meliputi pantai, ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Sedangkan untuk terestrial, Pulau Sepanjang memiliki sumberdaya hutan (khususnya jati), perkebunan kelapa, pertanian, hewan langka, dan lain-lain.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir di Pulau Sepanjang masih tergolong sedikit dan ramah lingkungan. Masyarakat hanya melakukan penangkapan ikan, budidaya rumput laut dan kayu mangrove untuk kayu bakar sebagai kebutuhan mereka sehari-hari.

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan hanya menggunakan pancing dan jaring yang dipasang di pinggir pantai. Jaring yang digunakan tidak pasif, melainkan aktif dengan ditarik beberapa orang yang bertujuan menggiring ikan menuju pantai atau yang lebih dangkal agar ikan lebih mudah ditangkap. Sedangkan untuk budidaya rumput laut, petani menggunakan metode long line. Adapun kawasan penangkapan dan budidaya dapat dilihat pada Gambar 18.

(8)

Bentuk pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat Pulau Sepanjang mengindikasikan masih baiknya kondisi sumberdaya Pulau Sepanjang dengan tingkat pemanfaatan yang rendah. Adrianto (2005) menyatakan bahwa kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan (bom dan racun) dan penambangan karang untuk bahan bangunan merupakan indikasi umum terjadinya penurunan kualitas sumberdaya perikanan dan lingkungan laut di pulau kecil.

Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan akses masyarakat terhadap sumberdaya. Masyarakat Pulau Sepanjang memanfaatkan sumberdaya hanya di sekitar area pemukiman saja, baik sumberdaya darat dan laut (di sekitar perairan dangkal). Ini menandakan sumberdaya yang ada di Pulau Sepanjang masih dalam kondisi baik dan terjaga. Sumberdaya yang ada masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, karena jika sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, kecenderungan masyarakat akan mencari daerah pemanfaatan yang lebih jauh bahkan jika perlu merantau ke daerah lain maupun ke negara lain.

Kondisi sumberdaya yang masih baik tersebut tidak lepas dari ancaman kerusakan. Beberapa ancaman yang bisa terjadi adalah oil spill, karena Pulau Sepanjang merupakan salah satu pulau daerah eksplorasi Kangean Energi Indonesia (KEI) Ltd., dan ini pernah terjadi pada tanggal 28 Agustus 2010. Kerusakan yang ditimbulkan telah merusak kondisi pantai dan ekosistem di sekitarnya. Bukan hanya itu, ledakan yang ditimbulkan telah merusak rumah penduduk (Republika 2010).

Kedua adalah penambangan karang, walaupun tidak dilakukan oleh masyarakat Pulau Sepanjang, penambangan karang sudah mulai terjadi di sekitar Pulau Sapeken dan Paliat. Ini erat kaitannya dengan kebutuhan material untuk bahan bangunan yang terus meningkat.

Selain penambangan, juga ada ancaman pengeboman. Menurut beberapa stakeholders, kejadian ini sudah mulai berkurang karena masyarakat mulai merasa ikan mulai berkurang, adanya beberapa kecelakaan dan penangkapan oleh petugas polisi air. Daerah yang menjadi tempat daerah pengeboman di sekitar perairan Pulau Saredeng Kecil dan Saredeng Besar, tepat di atas Pulau Sepanjang dan Zona Inti KKLD.

(9)
(10)

Ancaman ketiga adalah penebangan mangrove. Saat ini penebangan mangrove memang sudah ada, tetapi skalanya masih kecil karena hanya untuk kayu bakar, sehingga masih dianggap belum mengancam. Meskipun demikian, hal ini memungkinkan untuk menjadi besar dan mengancam mangrove jika dibiarkan terus menerus dan melebihi daya dukung lingkungan mangrove untuk melakukan peremajaan.

Salah satu bentuk perlindungan yang dilakukan saat ini adalah memasukkan beberapa kawasan mangrove sebagai kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Sehingga masyarakat yang melakukan penebangan mangrove secara liar dapat ditindak karena adanya aturan yang mengikat dan aparatur yang bertanggung jawab.

Sumber: Penambangan Karang – Survei Lapang (2011); Kebakaran Kapal Tanker – Republika (2010)

Gambar 19 Kebakaran kapal tanker di perairan Pulau Sepanjang dan penambangan karang oleh masyarakat di sekitar kepulauan

Ancaman yang terakhir adalah sampah. Selama survei yang dilakukan, tidak ditemukannya tempat pembuangan akhir dari sampah. Masyarakat membuang sampah ke laut begitu saja tanpa melakukan pengolahan sampah terlebih dahulu agar mudah diurai oleh lingkungan. Selain mencemari ekosistem yang ada, sampah dapat mengurangi keindahan lingkungan.

(11)

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 20 Kayu mangrove yang dimanfaatkan dan pembuangan sampah ke laut

4.4.1. Pantai

Pulau Sepanjang tidak semua dikelilingi pantai berpasir. Pantai berpasir hanya ada di sisi barat, selatan dan timur pulau dengan lebar pantai yang bervariasi. Di daerah sebelah barat pulau lebar pantai rata-rata mencapai 16 m, sebelah selatan rata-rata 13 m dan di sebelah timur hanya berkisar 2 m saja.

Tipe pantai dengan pasir putih, memiliki material dasar pasir halus dan kecerahan perairan yang mencapai 100% (terlihat sampai dasar perairan). Dengan kemiringan pantai yang antara 10-300, penutupan lahan rata-rata kelapa dan semak belukar, tetapi masih banyak yang kondisinya terbuka. Derajat kemiringan pantai yang landai membuat kedalaman di pantai yang digenangi air sangat dangkal, kurang dari 2 m dan dengan kecepatan arus sekitar 1 cm/detik. Dangkalnya perairan ini membuat sulitnya perahu untuk berlabuh walaupun di daerah pelabuhan, sehingga aktivitas keluar masuknya perahu harus menunggu air pasang. Kelandaian ini juga membuat pantai menjadi terlindung dari hantaman gelombang secara langsung, sehingga tidak ada abrasi pantai.

Selama pengamatan, tidak ditemukan biota berbahaya seperti bulu babi, ular, ikan lepuh, dan biota berbahaya lainnya. Sedangkan sumber air tawar berada di sekitar pantai karena hampir di semua pemukiman (perkampungan/kelompok rumah) memiliki sumber air dari sumur.

Tipologi pantai Pulau Sepanjang yang seperti ini sangat sesuai untuk dimanfaatkan sebagai wisata rekreasi pantai. Ini terbukti dengan adanya pantai yang sudah dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat wisata, walaupun hanya dimanfaatkan saat hari-hari besar islam saja seperti hari raya Idul Fitri, hara raya

(12)

ketupat dan Idul Adha. Kawasan yang telah dimanfaatkan untuk wisata pantai tersebut adalah Pantai Tembing yang dianggap memiliki pemandangan yang bagus oleh masyarakat sekitar kepulauan.

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 21 Pantai Tembing yang telah dimanfaatkan sebagai wisata di Pulau Sepanjang

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 22 Tipologi pantai Pulau Sepanjang

4.4.2. Mangrove

Mangrove merupakan potensi yang sangat besar di Pulau Sepanjang. Untuk ukuran pulau kecil, mangrove Pulau Sepanjang memiliki ukuran yang sangat lebar (± 3 800 m) dan keanekaragaman jenis yang besar. Lebarnya mangrove ini karena topografi yang landai walaupun hanya memiliki tipe pasang surut mencapai 116.52 cm. Keunikan mangrove yang ada ditunjukkan dengan banyaknya jenis dan status kelangkaannya. Suhardjono dan Rugayah (2007) mencatat 36 jenis mangrove dan 23 jenis diantaranya langka berdasarkan IUCN (Tabel 28),

(13)

keanekaragaman ini melebihi keanekaragaman yang dimiliki oleh PPK di Indonesia bagian timur yang biasanya lebih tinggi daripada hutan mangrove di Indonesia bagian barat.

Pada penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 10 jenis mangrove di 5 stasiun yang terdistribusi di setiap sisi Pulau Sepanjang. Secara berurutan, jumlah dan jenis mangrove yang ditemukan dalam pengamatan lapang adalah Rhizophora apiculata 80, Ceriops tagal 64, Avicennia officinalis 46, Ceriops decandra 28, Rhizophora mucronata 11, Aegiceras floridum 10, Pandanus tectonis 8, Sonneratia alba 5, Rhizophora stylosa 4 dan Bruguiera gymnorrhiza 2.

Jenis-jenis mangrove yang ada disetiap transek yang dilakukan tersebut dapat digolongkan kedalam 5 famili. Jumlah famili terbanyak adalah Rhyzophoraceae dengan 5 jenis dan 189 pohon, kemudian Avicenniaceae 1 jenis 46 pohon, Myrsinaceae 1 jenis 10 pohon, Pandanaceae 1 jenis 8 pohon dan Sonnerateacea 1 jenis 5 pohon.

Tabel 26 Distribusi jenis dan jumlah vegetasi mangrove

No. Famili Spesies

Stasiun

Tembing Panamparan Pj. Barat Tj. Kiaok Pj. Barat II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 Myrsinaceae Aegiceras floridum - - 10 - - - -

2 Avicenniaceae Avicennia officinalis 11 13 - - - - 11 - 2 - - - 9

3 Rhizophoraceae Bruguiera gymnorrhiza - 2 - - - -

4 Rhizophoraceae Ceriops decandra 9 9 - - - 7 - 3 - - -

5 Rhizophoraceae Ceriops tagal 2 1 17 - - - 7 13 18 - - - 6

6 Pandanaceae Pandanus tectorius - - - 3 2 3 - - - -

7 Rhizophoraceae Rhizophora apiculata - - - 12 18 14 19 17 -

8 Rhizophoraceae Rhizophora mucronata - - - 2 - - 2 - 3 4

9 Rhizophoraceae Rhizophora stylosa - - - 4 - - - - -

10 Sonneratiaceae Sonneratia alba - - - 2 1 2 -

Sumber: Data Lapang (2011) Keterangan:

Angka : jumlah yang ditemukan - : tidak ditemukan

Tabel 26 menunjukkan bahwa distribusi mangrove di sisi utara memiliki jumlah dan jenis paling banyak (Pajan Barat), disusul sebelah barat (Tembing), sebelah timur (Tanjung Kiaok) dan Selatan (Panamparan). Di sisi selatan, dalam penelitian ini hanya ditemukan satu spesies (Pandanus tectorius) dari famili Pandanaceae, berbeda dengan di sisi utara yang memiliki jumlah dan jenis yang beragam. Hal ini banyak dipengaruhi oleh topografi pulau dan distribusi nutrien.

(14)

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 23 Kondisi ekosistem mangrove dan biota yang bisa ditemui di Pulau Sepanjang

Pantai selatan yang langsung berhadapan dengan laut, membuat lahan tidak bisa menampung nutrien yang disuplai dari darat dan laut karena tergerus oleh arus. Substrat yang berpasir dan sedikit berkarang juga membuat mangrove sulit tumbuh subur, ditambah lagi dengan terfokusnya pemukiman di sisi selatan. Sedangkan di sisi utara pantainya membentuk teluk, landai dan substratnya pasir sedikit berlumpur, serta masih sedikitnya pemukiman masyarakat sehingga tidak ada tekanan lingkungan terhadap mangrove.

Tabel 27 Distribusi jenis vegetasi mangrove indeks H’, E dan D

Stasiun Keanekaragaman (H') Keseragaman (E) Dominansi (D)

1 0.930 2.875 0.426 2 1.039 3.343 0.408 3 0.659 2.172 0.534 4 0 0 1 5 0 0 1 6 0 0 1 7 0.927 2.776 0.435 8 1.297 4.646 0.292 9 0.863 3.139 0.452 10 0.996 3.033 0.483 11 0.199 0.595 0.905 12 0.689 2.129 0.624 13 1.046 3.080 0.368

Sumber: Analisis Data Lapang (2011)

Kerapatan mangrove (100 m2) rata-rata 4 individu, dengan jumlah antara 2 sampai 9 individu. Distribusi mangrove tersebut dapat dilihat pada Tabel 27. Dimana dominansi Pandanaceae di pantai selatan (stasiun 4, 5 dan 6) memiliki

(15)

nilai 1 dengan keanekaragaman 0. Sedangkan pantai utara tingkat dominansinya hanya mencapai 0.45 dengan nilai keanekaragaman 0.95.

Tabel 28 Jenis-jenis mangrove di Pulau Sepanjang

Suku Jenis Status Kelangkaan IUCN Kriteria

Achantacheae 1. Acanthus ilicifolius EN (B1, 2c) Aizoaceae 2. Sesuvium portulacastrum EN (B1, 2c) Apocynaceae 3. Cerbera mangas EN (B1, 2c) Asteraceae 4. Wedelia biflora

Clusiaceae 5. Calophyllum inophyllum

Combretaceae 6. Lumnitzera littorea CR (B1, 2c) 7. L. racemosa EN (B1, 2c) Cycadaceae 8. Cycas rumphii

Euphorbiaceae 9. Excoecaria agallocha VU (B1, 2c) Fabaceae 10. Caesalpinia bonduc

11. Pongamia pinnata Flagellariaceae 12. Flagellaria indica Gooeniaceae 13. Scaevola serecia Pancanaceae 14. Pandanus tectorius

Pteridaceae 15. Acrostichum aureum LRIc Lythraceae 16. Phempis acidula

Malvaceae 17. Hibiscus tiliaceus 18. Thespesia populnea

Meliaceae 19. Xylocarpus granatum EN (A1acd, 2bcd; B1, 2ac) 20. X. moluccensis EN (B1, 2c)

Myrsinaceae 21. Aegiceras floridum

Rhizophoraceae 22. Bruguiera cylindrica EN (A1cd, 2d; B1, 2c) 23. B. gymnorrhiza CR (A1cd)

24. B. parviflora CR (A1cd) 25. B. sexangula VU (B1, 2cd)

26. Ceriops decandra EN (A1cd, 2d; B1, 2c) 27. C. tagal EN (B1, 2ac)

28. Rhizophora apiculata EN (A2bd)

29. R. mucronata VU (A2cd; B1, 2c) 30. R. stylosa CR (B1, 2c) Rubiaceae 31. Scyphiphora hydrophylacea EN (B1 2c) Sonneratiaceae 32. Sonneratia alba EN (A2cd) Sterculiaceae 33. Heritiera globosa

34. H. littoralis EN (A2bcd; B1, 2cd) Verbenaceae 35. Avicennia officinalis EN (B1, 2b)

36. Clerodendrum inerme EN (B1, 2c) Sumber: Suhardjono dan Rugayah (2007); Rugayah et al. (2010)

Hasil analisis lapang ini tentunya belum bisa mendata semua distribusi jenis mangrove yang ada. Perlu pendataan yang lebih detail lagi dengan metode eksplorasi. Tetapi dari data tersebut sudah dapat disimpulkan mangrove Pulau Sepanjang memiliki kondisi yang masih sangat baik. Secara umum zonasi

(16)

mangrove yang ada seragam, yaitu tersusun dari zona terluar adalah Rhizophora stylosa, kemudian campuran antara Rhizophora mucronata dan Bruguiera gymnorriza dimana Bruguiera lebih dominan.

Pada Tabel 28 dapat dilihat jenis-jenis mangrove dan status kelangkaannya berdasarkan ketetapan IUCN, dengan status kelangkaan terkikis (LR) sampai kritis (CR). Beberapa jenis yang terancam kepunahan seperti Bruguiera gymnorrhiza (CR), di pulau ini ditemukan hampir di semua lokasi. Ceriops tagal (EN) masih dominan dan tumbuh sangat rapat. Demikian pula dengan Xylocarpus moluccensis (EN), masih cukup banyak dan masih ada yang dijumpai berdiameter mencapai lebih dari 1 m. Namun demikian kedua jenis terakhir ini mulai mendapat tekanan dari masyarakat setempat, karena kayunya dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarna dan bahan bangunan. Lumnitzera littorea dan Bruguiera parviflora yang dikategorikan kritis (CR) memang ditemukan hanya di lokasi yang terbatas, demikian pula Heritiera littoralis (EN) dan Sesuvium portulacastrum (EN) (Suhardjono dan Rugayah 2007).

Selain untuk bahan baku pewarna dan bahan bangunan, mangrove oleh masyarakat Pulau Sepanjang dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Pemanfaatan yang ada, dianggap masih belum merusak keberadaan ekosistem mangrove karena kepadatan mangrove masih tinggi dan proses regenerasi mangrove berjalan dengan baik.

Beberapa informasi yang didapatkan dari hasil wawancara menyebutkan, buah mangrove juga dimanfaatkan untuk bahan makanan. Buah mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari jenis Bruguiera gymnorriza.

Biota yang bersimbiosis

Pengamatan yang dilakukan di ekosistem mangrove dalam penelitian ini, juga mengamati biota yang yang ada di dalam ekosistem mangrove. Pengamatan biota ini dilakukan secara visual pada saat melakukan penelusuran dan pengamatan mangrove, tetapi dalam pengamatan ini tidak dilakukan inventarisasi jenis.

Mangrove Pulau Sepanjang, ditemukan adanya hewan-hewan liar seperti kera ekor panjang, burung, ikan dan gastropoda. Keberadaan biota-biota yang

(17)

bersimbiosis ini merupakan objek yang menarik untuk arahan pengembangan wisata mangrove.

Ekosistem mangrove yang lebat membuat mangrove banyak ditempati oleh hewan-hewan liar terutama burung. Kehadiran burung di mangrove baik sebagai tempat mencari makan maupun berkembang biak merupakan suatu indikator penting dalam kajian mutu dan produktivitas suatu lingkungan lahan basah.

Terdapat 111 jenis burung yang berada di Pulau Sepanjang dan beberapa jenis diantaranya berstatus langka dan dilindungi baik oleh UU nomor 5 tahun 1990 dan PP nomor 7 tahun 1999. Sedangkan untuk burung-burung yang berada di ekosistem mangrove saja terdapat 20 jenis (Irham dan Marakarmah 2009; DKP Prop. Jatim 2006). Jenis dan status burung di Pulau Sepanjang dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.

4.4.3. Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang tumbuh bergerombol membentuk rumpun dan sering merupakan komponen utama yang dominan di lingkungan perairan pesisir (Setyobudiandi et al. 2009). Lamun merupakan ekosistem penting di pesisir karena memiliki fungsi ekologi yang besar. Hilangnya lamun akan mengurangi perlindungan garis pantai yang tidak baik (erosi dan akresi), peningkatan terhadap ukuran area gundukan, fragmentasi dan degradasi habitat, hilangnya keanekaragaman infauna dasar laut, perubahan terhadap sedimen dan tersuspensinya kembali sedimen halus yang menyebabkan kekeruhan pada kolom air (Daby 2003).

Hasil pengamatan yang diperoleh, ekosistem lamun di Pulau Sepanjang rata-rata dalam kondisi sangat baik di sisi utara dan barat, serta buruk di sisi selatan dan timur (Tabel 29). Kualitas kondisi ini tidak lepas dengan adanya ekosistem mangrove di daerah daratannya. Daerah yang pantainya ditumbuhi mangrove, dapat dipastikan kondisi ekosistem lamunnya baik.

Nilai persentase penutupan lamun, terbaik berada di stasiun 2 yaitu 95% (sangat baik), disusul kemudian stasiun 1 yaitu 90% (sangat baik) dan stasiun 3 yaitu 17% (buruk). Perbedaan keadaan ini dikarenakan letak geografis, substrat dan ekosistem pendukung seperti mangrove. Keadaan ini terlihat jelas jika dibandingkan dengan pesisir selatan Pulau Sepanjang yang tidak memiliki

(18)

mangrove dan bersubstrat pasir sedikit berkarang. Di selatan pulau keberadaan lamun sangat jarang, jika ada hanya beberapa gerombol-gerombol yang berjauhan dari jenis Thalassia hemprichii, sehingga juga tidak memungkinkan untuk dilakukan transek.

Tabel 29 Sebaran jenis lamun

Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 2 3 1 2 3 1 2 3 Enhalus acoroides + + + + - - + + + Thalasia hemprichii + + + - - - + Cymodocea rotundata - + + + - - - - - Halophila minor - - + - - - - Thalassodendron ciliatum - - - + - - - Halophila decipiens - - - + - - - Halodule pinifolia - - - - + - - - -

Sumber: Data Lapang (2011) Keterangan:

+ : keberadaan jenis - : tidak ditemukan

Sebenarnya dari hasil wawancara terhadap nelayan setempat dengan panduan gambar, jenis lamun yang berada di Pulau Sepanjang lebih banyak lagi. Jenis-jenis yang ada meliputi Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Thalasia hemprichii, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Halophila minor, Syringodium isoetifolium, Halophila decipiens dan Thalassodendrum ciliatum. Umumnya mereka menemui jenis-jenis tersebut di utara pulau.

Pada hamparan lamun hidup beranekaragam biota laut seperti ikan, kerang bulu dan kerang kampak yang dapat dikonsumsi. Di perairan dangkalnya hidup hewan langka duyung (Dugong) (Suhardjono dan Rugayah 2007). Sedangkan dari hasil pengamatan yang dilakukan, biota yang ditemui adalah ikan-ikan kecil, kepiting kecil dan ular laut. Ikan besar yang terlihat hanya ikan cucut dan barakuda.

Lamun di Pulau Sepanjang sangat mudah ditemui, dari permukaan sangat terlihat jelas keberadaannya karena memiliki kecerahan 50-100% dengan kedalaman sampai 3 m. Dangkalnya perairan yang ditumbuhi lamun membuat

(19)

selalu mendapat gangguan dari lalu lintas kapal. Lamun sering tersangkut dengan baling-baling kapal, jangkar, badan kapal dan tongkat pendorong kapal.

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 24 Kondisi lamun Pulau Sepanjang

4.4.4. Terumbu Karang

Pulau Sepanjang di sepanjang perairan dangkalnya hampir seluruhnya dikelilingi oleh karang. Dari arah pantai sampai tubir didominasi oleh ekosistem lamun. Padang lamun umumnya tumbuh dari pantai hingga tubir sampai pada kedalaman 3 m dengan substrat pasir.

Persen penutupan karang sangat beragam di setiap sisi pulau, mulai dari 5.00-91.02% (buruk-baik sekali). Kedalaman karang berada antara 2-7 m, kecerahan > 75% dan kecepatan arus kurang dari 0.3 m/detik. Data persen penutupan karang dapat dilihat pada Tabel 30.

Bentuk pertumbuhan karang di Pulau Sepanjang cukup beragam, tetapi mayoritas adalah Acropora tabulate. Selain Acropora tabulate terdapat coral massive, Acropora branching dan Coral branching.

Untuk ikan karang, Pulau Sepanjang memiliki keanekaragaman yang cukup beragam. Jenis ikan yang ada terdiri 278 jenis dari 24 famili dan terdapat 2 366 individu dengan 22 jenis ikan (Tabel 30 dan 31).

(20)

Tabel 30 Persentase penutupan karang, Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) ikan karang

Stasiun

% penutupan Ikan Karang (2008)

2005 2008 H' E C Jumlah Jenis Jumlah Famili Jumlah Individu 1 23.00 23.00 2.21 0.86 0.14 13 7 86 2 31.61 29.24 2.61 0.80 0.11 26 9 106 3 13.85 13.85 1.94 0.78 0.19 12 8 73 4 27.35 27.35 1.70 0.87 0.21 7 5 55 5 7.00 7.00 1.58 0.98 0.21 5 2 19 6 12.00 12.00 2.74 0.86 0.08 22 6 249 7 32.28 33.28 2.29 0.85 0.13 15 6 73 8 30.00 30.00 2.61 0.79 0.11 25 8 253 9 15.00 15.00 2.53 0.83 0.11 21 6 285 10 21.00 21.00 2.66 0.81 0.11 27 11 230 11 27.00 27.00 2.54 0.80 0.11 24 12 282 12 53.42 59.16 1.69 0.62 0.33 15 5 232 13 41.25 41.25 2.53 0.82 0.11 22 8 425 14 53.33 53.33 2.45 0.83 0.11 19 8 202 15 77.32 65.56 2.53 0.84 0.11 20 10 106 16 32.51 32.51 2.80 0.86 0.08 26 8 245 17 46.83 46.83 3.20 0.92 0.05 32 12 202 18 5.00 5.00 1.45 0.90 0.27 5 1 39 19 60.67 63.12 2.54 0.90 0.09 17 8 112 20 0.00 0.00 - - - - 21 26.67 26.67 2.08 0.87 0.15 11 4 58 22 27.14 27.14 1.84 0.89 0.20 8 4 45 23 18.00 18.00 1.89 0.86 0.18 9 3 54 24 20.00 20.00 2.94 0.87 0.07 28 10 203 25 66.77 91.02 2.59 0.79 0.11 26 10 422 26 45.09 45.09 1.97 0.63 0.29 23 8 261 27 15.00 15.00 1.38 0.86 0.30 5 3 13 28 10.00 10.00 1.50 0.84 0.27 6 2 40

(21)

Gambar 25 Histogram perubahan persentase karang tahun 2005 dan 2008

Sumber: KEI Ltd. (2008)

Gambar 26 Kondisi terumbu karang Pulau Sepanjang

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728 % P enutupa n Stasiun Pengamatan 2005 2008

(22)

Tabel 31 Jumlah jenis dan individu ikan karang

No. Jenis Ikan Jumlah Individu Keterangan

1 Abudefduf vaigiensis 366 Non ornamental

2 Acanthurus auranticavus 46 Ornamental

3 Acanthurus lineatus 287 Ornamental

4 Acanthurus mata 44 Ornamental

5 Acanthurus nigrofuscus 122 Ornamental

6 Amblyglyphidodon curacau 124 Ornamental

7 Centropyge nox 51 Ornamental

8 Chromis atripectoralis 178 Non ornamental

9 Chromis caudalis 78 Ornamental

10 Chromis scotochilopterus 104 Ornamental

11 Chromis springeri 52 Ornamental

12 Chromis xanthura 130 Ornamental

13 Chrysiptera parasema 46 Ornamental

14 Chrysiptera springeri 75 Ornamental

15 Ctenochaetus striatus 51 Ornamental

16 Dascyllus aruanus 23 Ornamental

17 Dascyllus melanurus 25 Ornamental

18 Dischistodus prosopotaenia 51 Non ornamental

19 Neopomacentrus violascens 50 Ornamental

20 Pomacentrus coelestis 199 Ornamental

21 Pomacentrus mollucensis 210 Ornamental

22 Stegastes fasciolatus 54 Non ornamental

Jumlah 2 366

Sumber: KEI Ltd. (2008)

4.4.5. Terestrial

Pulau Sepanjang sebagai pulau kecil memiliki vegetasi daratan yang cukup tinggi keanekaragamannya. Diperkirakan terdapat 250 jenis tumbuhan baik yang alami dan dibudidaya. Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Rugayah et al. (2011), terdapat 11 spesies merupakan rekaman baru untuk flora of java. Keanekaragaman jenis Pulau Sepanjang banyak kesamaannya dengan pulau-pulau kecil lain di sekitar Pulau Jawa, 32 jenis dijumpai di Kepulauan Karimun Jawa, 46 jenis di Pulau Nusa Kambangan dan 34 jenis di Pulau Nusa Barung (Tabel 32) (Rugayah et al. (2011).

Tanaman yang dimanfaatkan di Pulau Sepanjang tumbuhan utama adalah jati (sebagai hutan produksi), kesambi, cantigi (tongkat dan asesoris), cemara udang (bonsai), kayu purnama (ukir-ukiran), sawo kecik, kelapa, pinang jambe

(23)

(menyirih), bukol, pandan pantai (anyaman), pandan harum (pengharum makanan) dan cabe jawa (jamu). Selain itu banyak juga tanaman palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan (pisang sebagai produk unggulan) yang dibudidayakan oleh masyarakat.

Sementara di hutan daratan hidup rusa (Cervus timorensis), beberapa jenis elang dan burung langka Maleo (burung gosong) dapat ditemukan disini. Daerah ini merupakan daerah penting untuk jenis-jenis burung air sehingga masuk ke dalam “A Directory Asian Wetlands” dengan luas area 25.2520 ha termasuk didalamnya ekosistem mangrove seluas 12.91 ha. Wilayah ini termasuk yang jarang (rare type) dalam kaitannya dengan biogeographical region (Suhardjono dan Rugayah 2007).

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 27 Beberapa fauna yang bisa menjadi daya tarik wisata Tabel 32 Jenis-jenis vegetasi daratan Pulau Sepanjang

No. Jenis Famili

Lokasi Pulau Sepanjang Kepulauan Karimun Jawa Pulau Nusakamban gan Puau Nusa Burung

1 Buchanania arborescens (Blume) Anacardiacea + + -

-2 Elephantopus scaber L. Asteraceae + - + -

3 Tridax procumbers L. Asteraceae + - +

4 Cordia subcordata Lank. Boraginaceae + + - +

5 Capparis microcantha DC. Capparidaceae + + - -

6 Calophyllum inophyllum L. Clusiaceae + + - -

7 Lumnitziera racemosa Willd. Combretaceae + + - +

8 Casuarina equisetifolia L. Casuarinaceae + - - +

9 Calophyllum inophyllum L. Clusiaceae + + + +

10 Lumnitziera racemosa Willd. Combretaceae + + - -

11 Cycas rumphii Miq. Cycadaceae + - + +

12 Erythroxylum cuneatum (Miq.) Kurz. Erythroxylaceae + + - -

13 Breynia Cernua Muell. Arg. Euphorbia + + + +

14 Bridelia stiu;aris Blume Euphorbia + + - -

15 Excoecaria agallocha L Euphorbia + + + +

16 Macaranga tanarius Muell. Arg. Euphorbia + - + +

17 Phyllanthus embelica L Euphorbia + + - -

(24)

No. Jenis Famili Lokasi Pulau Sepanjang Kepulauan Karimun Jawa Pulau Nusakamban gan Puau Nusa Burung

19 Calopogonium mucunoides Desv. Fabaceae + - + -

20 Canavalia ensiformis DC. Fabaceae + + - -

21 Derris trifolia Lour. Fabaceae + + + -

22 Desmodium gangeticum (L.) DC. Fabaceae + + + +

23 Pongamia pinnata (L.) Pierre. Fabaceae + + + +

24 Sohora tomentosa L. Fabaceae + + + -

25 Tamarindus indica L. Fabaceae + + - -

26 Cassearia grewiaefolio Vent. Fabaceae + - + +

27 Flagellaria indica L. Flagellariaceae + + + -

28 Scaevola tacada (Gaertn.) Roxb. Goodeniaceae + + + -

29 Ocimum tenuiflorum L. Lamiaceae + + + -

30 Pemphis acidula Forst. Lythraceae + + - -

31 Sda acuta Burm. Malvaceae + + + -

32 Thespesia lampas (Cav.) Daiz. & Gibs. Malvaceae + - + +

33 Aglaia argentea Blume Meliaceae + - + -

34 Aglaia odoratissime Blume Meliaceae + - + -

35 Aglaia lawil (Wight.) Suldanha ex Ramamoorthy

Meliaceae + + - +

36 Meia azedarach L. Meliaceae + - + -

37 Xylocarpus granatum Koenig. Meliaceae + + + +

38 Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. Meliaceae + - + +

39 Tinispora crispa Miers ex Hook. F. Thoms

Menispermaceae + - - +

40 Ficus microcarpa L. f. Moraceae + + + +

41 Ficus septica Bursm. F. Moraceae + + + +

42 Ficus virens W. Ait. Moraceae + - + +

43 Streblus osper Lour. Moraceae + - + +

44 Pandanus odoratossimus Pandanaceae + + + +

45 Colubrina asiatica Broggn. Rhamnaceae + - - +

46 Zizipus oenophila Mill. Rhamnaceae + + - -

47 Brugeria parviflora (Roxb.) W. & A. ex Griff.

Rhizophoraceae + - + -

48 Brugeria sexangula (Lour.) Poir. Rhizophoraceae + - + -

49 Cereop tagal (Perr.) C. B. Roxb. Rhizophoraceae + - + -

50 Rhizophora apiculata Blume Rhizophoraceae + - + +

51 Rhizophora mucronata Lamk. Rhizophoraceae + - + -

52 Guettarda speciosa L. Rubiaceae + - + +

53 Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn. Rubiaceae + - + +

54 Micromelum mintatum (Frst. F.) W. & A.

Rutaceae + - + -

55 Allophyllus cobbe (L.) Racusch. Sapindaceae + - + +

56 Brucea javanica (L.) Merr. Simaroubaceae + + + +

57 Datura metel L. Solanaceae + - + +

58 Physalis minima L. Solanaceae + - - +

59 Sonneratia alba Smith Sonneratiaceae + - + -

60 Heritiera littoralis Dyand ex W. Ait. Sterculiaceae + - + +

61 Phaleria octandra (L.) Baill. Thymelaeaceae + - - +

62 Schoutenia ovata Korth. Tiliaceae + - + -

63 Trema orientalis (L.) Blume Ulmaceae + - + -

64 Vitex pinnata L. Verbnaceae + + - +

65 Vitex trifolia var bicolor (Wild.) Moldenk.

Verbnaceae + + - -

66 Cissus adnata Roxb. Vitaceae + - + +

67 Tetrastigma lanceolorum (Roxb.) Planch.

Vitaceae + - + +

Total 67 32 47 35

Sumber: Rugayah et al. (2010) Keterangan:

+ : ditemukan - : tidak ditemukan Tabel 32 Lanjutan

(25)

4.5. Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Pesisir

Kegiatan wisata pulau-pulau kecil terkait dengan potensi sumberdaya alam dikenal dengan istilah 3S (sea, sun dan sand). Sea terkait dengan terumbu karang, mangrove dan biota lainnya, sun terkait dengan berjemur, sedangkan sand terkait dengan rekreasi (Dodds 2007). Tetapi untuk mengarahkan kawasan mana yang dimanfaatkan untuk wisata perlu dilakukan kajian kesesuaian agar dapat memberikan kepuasan bagi pemanfaat wisata sesuai yang diharapkan.

Kajian kesesuaian kawasan untuk wisata perlu dilakukan untuk menganalisis tingkat kesesuaian sumberdaya yang akan diperuntukkan dan dikelola sebagai wisata. Analisis ini dilakukan sesuai jenis wisata yang memungkinkan untuk dilakukan di setiap kawasan Pulau Sepanjang yang memiliki potensi wisata.

Analisis kesesuaian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan indeks kesesuaian yang diberi bobot dan skor dengan pertimbangan objek yang diamati. Hasil dari pembobotan selanjutnya dilakukan pengkelasan sesuai nilai indeks yang sudah dibuat melalui softwere ArcView 3.3.

Hasil dari analisis kesesuaian selanjutnya akan dihitung daya dukungnya. Daya dukung wisata dalam prakteknya merupakan sebuah konsep yang lebih luas yang dapat mencakup tiga bagian, yaitu daya dukung ekologi, ekonomi dan psikologi (sosial) (Zhiyong dan Sheng 2009), tetapi dalam penelitian ini daya dukung hanya diukur daya dukung dari ekologi yaitu kawasan dan pemanfaatan untuk wisata.

Tabel 33 Daya dukung kawasan (DDK) dan pemanfaatan (DDP) wisata untuk setiap jenis kegiatan wisata

No. Jenis Wisata

Luas/Panjang Area yang Dimanfaatkan/ Potensi Ekologis (Lp) Daya Dukung Kawasan – (DDK) (orang/hari) Daya Dukung Pemanfaatan - DDP (orang/hari) 1 Pantai 26 354.16 m 1 054 105 2 Mangrove 30 925.83 m 2 474 247 3 Lamun 850 640 m2 3 403 340 4 Snorkeling 1 349 460 m2 5 398 540 5 Selam 1 073 640 m2 4 295 429 Jumlah 16 624 1 661

(26)
(27)

Pada Tabel 33 dapat terlihat bahwa luasan/panjang potensi ekologi sangat mempengaruhi daya dukung yang bisa diberikan, ini juga erat kaitannya dengan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan aktivitas disetiap jenis wisata. Luas atau panjang ekologis untuk mengukur daya dukung didapatkan dari luas atau panjang kawasan yang sesuai dan sangat sesuai. Untuk kategori sesuai bersyarat tidak dimasukkan karena masih memiliki faktor pembatas untuk dijadikan kawasan wisata, jadi besar kemungkinan kawasan dengan kelas kategori sesuai bersyarat tidak dijadikan sebagai kawasan wisata.

Jovicic dan Dragin (2008) mengemukakan bahwa daya dukung bervariasi secara nyata antara satu tempat dengan tempat lainnya, tergantung ciri kealamian yang dimiliki suatu kawasan, pemanfaatan dan tujuan yang ingin dicapai. Secara terperinci, kajian kesesuaian wisata dan daya dukung setiap jenis kegiatan wisata dapat dilihat pada sub bab berikut.

4.5.1. Kesesuaian Wisata Pantai

Pulau Sepanjang mempunyai panjang garis pantai 106 481.53 m. Dari seluruh panjang garis pantai ini tidak semuanya memiliki potensi untuk wisata rekreasi pantai, salah satu penyebabnya adalah tutupan lahan yang ada di sekitar pantai.

Kawasan pantai Pulau Sepanjang yang berpasir dan tidak bervegetasi berdasarkan hasil pengamatan berada pada wilayah barat, selatan dan timur. Untuk bagian utara didominasi dengan ekosistem mangrove, sehingga dalam penelitian ini dominansi pantai yang sesuai untuk wisata pantai terdapat di sisi selatan Pulau Sepanjang.

Hasil analisis kesesuaian menunjukkan tiga kelas kesesuaian, yaitu Sangat Sesuai (SS) – warna merah dengan panjang pantai 20 305.02 m dan Sesuai (S) – warna biru dengan panjang pantai 6 049.14 m, sehingga total potensi pantainya untuk wisata sekitar 26 354.16 m. Kelas ketiga adalah kelas Tidak Sesuai (TS) – warna hijau dengan panjang pantai 80 127.37 m. Ketidak sesuaian wilayah yang ada dikarenakan adanya penutupan lahan pantai oleh vegetasi belukar dan mangrove serta lebar pantai yang kecil. Peta kesesuaian wisata pantai dapat dilihat pada Gambar 29.

(28)
(29)

Sumber: Survei Lapang (2011)

Gambar 30 Kondisi pantai Pulau Sepanjang kategori sesuai

Aktivitas yang dapat dilakukan pada kawasan wisata pantai mulai dari darat sampai tubir adalah aktivitas berjemur, bersantai, melihat pemandangan, olah raga pantai dan berperahu. Salah satu daerah yang sesuai dan telah dijadikan untuk wisata pantai adalah di Pantai Tembing karena dianggap memiliki panorama yang indah oleh masyarakat di kepulauan, tetapi sayangnya hanya wisatawan sekitar pulau dan dinikmati hanya pada hari besar islam saja seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, hari raya ketupat dan lain-lain.

Pasir putih, panorama yang indah, tidak adanya abrasi pantai dan belum tercemarnya perairan pantai merupakan peluang untuk dikembangkannya wisata pantai kepulauan di Pulau Sepanjang. Bukan hanya untuk masyarakat Pulau Sepanjang tetapi wisatawan dari luar pulau. Potensi ini juga dapat dijadikan sebagai pilihan pengalaman bagi wisatawan, sehingga tidak terfokus pada satu jenis wisata saja.

Hasil panjang pantai yang tergolong sesuai, dapat dihitung daya dukung pantai untuk dapat menampung wisatawan. Daya dukung pemanfaatan (DDP) wisata rekreasi pantai Pulau Sepanjang sebanyak 105 orang per hari. DDP pantai ini sangat sulit untuk ditingkatkan karena faktor pembatasnya adalah fisik pantai itu sendiri. Bahkan dari hasil analisis yang menunjukkan tidak adanya kategori kelas Sesuai Bersyarat (SB) menandakan sulitnya toleransi fisik terhadap pemanfaatan wisata pantai di pulau kecil.

Jika harus ditingkatkan dengan melakukan reklamasi dan penebangan mangrove atau vegetasi pantai lain seperti belukar akan berdampak buruk terhadap ekosistem-ekosistem lain yang ada di pulau kecil, dimana kondisinya

(30)

sangat rentan. Hal ini akan mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya yang tidak berkelanjutan.

DDP ini hanya bisa ditingkatkan jika waktu kunjungan yang rata-rata 3 jam dikurangi menjadi 2 atau 1 jam saja. Tetapi hal ini akan sulit dilakukan karena selain faktor sulitnya melakukan kontrol, ini juga akan mengurangi kepuasan dari wisatawan, mengingat jauhnya akses menuju Pulau Sepanjang.

Sebaiknya daya dukung wisata pantai ini tidak perlu ditingkatkan agar dampak yang ditimbulkan tidak merusak, terutama adanya limbah (padat dan cair). Beberapa kecenderungan bahwa wisata pantai terkadang memiliki konsep mass tourism. Elyazar et al. (2007) menyatakan kawasan wisata pantai dengan konsep mass tourism seperti Pantai Kuta-Bali kecenderungan peningkatan indeks pencemaran lingkungan sangat besar.

Limbah hotel, rumah tangga dan limbah cair lainnya dapat memasuki perairan laut melalui aliran air tanah (langsung di lokasi atau melalui akuifer) dan memberikan dampak terhadap ekologi perairan pesisir dan laut (Burnett et al. 2003). Selain itu juga dapat mengkontaminasi sumber air melalui resapan (Trisnawulan et al. 2007).

4.5.2. Kesesuaian Wisata Mangrove

Luas mangrove di Pulau Sepanjang yang mencapai ± 3 374.26 ha, menunjukkan tumbuh suburnya wilayah dan masih terjaga dari tekanan eksploitasi. Ini juga terlihat dengan diameter pohon mangrove yang mencapai 1 m. Nilai tambah keistimewaan ekosistem mangrove yang ada di Pulau Sepanjang adalah banyaknya hewan yang bersimbiosis didalamnya seperti ikan, burung dan kera. Faktor-faktor ini yang membuat besarnya kawasan mangrove yang sesuai untuk wisata.

Hasil analisis kesesuaian yang dilakukan, terdapat tiga kelas kesesuaian, yaitu kelas Sesuai (S) – warna biru, Sesuai Bersyarat (SB) – warna kuning dan Tidak Sesuai (TS) – warna hijau. Untuk kelas SB, yang menjadi syarat adalah lebar mangrove, sedangkan untuk kawasan yang tidak sesuai, faktor pembatasnya selain lebar mangrove, yang paling utama/tertinggi adalah kerapatan mangrove dalam 100 m2. Adapun luas kawasan yang sesuai untuk wisata mangrove adalah 3

(31)

359.94 ha, dengan rincian S seluar 3 319.75 ha dan SB seluas 40.19 ha, sedangkan untuk kelas TS mencapai luas 14.31 ha.

Pada kawasan mangrove yang sesuai, dihitung juga panjang potensi ekologis untuk pemanfaatan wisata dari lebar dan panjang potensial yang ada (daerah terlebar dan terpanjang). Panjang potensial ini didapatkan dari analisis SIG. Adapun nilai yang didapatkan yaitu lebar 5 580.24 m dan panjang 25 345.59 m, sehingga jumlah panjang potensi ekologisnya adalah 30 925.83 m. Dari potensi ekologis pemanfaatan wisata tersebut dapat dihitung nilai DDP untuk wisata yaitu 247 orang per hari.

Pengembangan wisata mangrove ini cukup berpotensi, selain dari biofisiknya, terdapat juga rencana wana wisata yang akan dikembangkan oleh PT. Perum Perhutani sebagai pihak pengelola kawasan hutan di Pulau Sepanjang. Peluang ini bukan hanya untuk wisatawan penikmat alam saja, tetapi juga untuk akademisi/peneliti karena kawasan mangrovenya masih belum banyak terjamah dan ditengarai ada hal-hal yang belum ditemui keberadaannya.

Aktivitas wisata yang bisa dilakukan dalam wisata mangrove adalah menjelajah, melihat pemandangan, melihat hewan, rekreasi dan berperahu menyusuri mangrove. Pengalaman yang berbeda bisa ditawarkan dari suasana ekosistem mangrove di Pulau Sepanjang adalah adanya daerah yang masih tergolong remote.

Sumber: Survei Lapang (2011)

(32)
(33)

Salah satu contoh pemanfaatan wisata mangrove adalah di Bali, tepatnya di sepanjang jalan by pass Ngurah Rai, Denpasar Selatan. Salah satu fasilitas yang ada adalah jembatan kayu yang melintas di kawasan mangrove dengan panjang 1 850 m dan dilengkapi dengan floating deck dan menara. Selain aktivitas menjelajah untuk menikmati pemandangan, aktivitas yang dinikmati wisatawan adalah melihat burung, berfoto/pemotretan dan penelitian dengan biaya tiket masuk Rp5.000,-.

Meskipun karakteristik mangrove Bali cukup berbeda dengan di Pulau Sepanjang yang merupakan mangrove pulau kecil, tetapi mangrove di Pulau Sepanjang lebih menarik dan berpotensi karena keanekaragaman yang tinggi dan masih sangat alami, tidak seperti di Bali yang jenisnya cenderung homogen karena banyak yang merupakan hasil penanaman. Untuk itu, ini bisa menjadi peluang wisata mangrove pulau kecil, hanya saja harus ada fasilitas yang mendukung untuk wisata seperti yang telah ada di Bali, lebih-lebih aksesibilitas menuju ke Pulau Sepanjang.

4.5.3. Kesesuaian Wisata Lamun

Lamun merupakan ekosistem yang masih belum banyak dikembangkan untuk pemanfaatan wisata karena dianggap kurang diminati oleh wisatawan. Tetapi ekosistem lamun mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki keindahan dan keunikan tersendiri, sehingga mampu memberikan pengalaman yang berbeda bagi wisatawan.

Lamun di Pulau Sepanjang mayoritas menyebar di wilayah utara pulau dengan luas sekitar 4 002.37 ha (analisis citra), tetapi dalam penelitian ini, luas wilayah studi yang diamati hanya 97.96 ha, diambil berdasarkan kemudahan akses. Ini erat kaitannya dengan daya dukung ekologi lamun seperti pasokan nutrien, kedalaman dan kondisi oseanografi seperti arus dan gelombang. Setelah ekosistem lamun biasanya terdapat hamparan terumbu karang.

Beberapa aktivitas wisata yang bisa dilakukan di ekosistem lamun adalah snorkeling, pemandangan air dengan berperahu, melihat ikan dan bersantai di perairan lamun yang bisa dilakukan di atas air dengan perahu atau rumah panggung. Hal ini sangat memungkinkan dilakukan walaupun bentuk aktivitasnya terbatas.

(34)
(35)

Hasil analisis yang dilakukan pada ekosistem lamun Pulau Sepanjang dapat dilihat pada Gambar 33. Kelas kesesuaian yang dihasilkan terbagi kedalam tiga kelas, yaitu Sangat Sesuai (SS) – warna merah, Sesuai (S) – warna biru dan Tidak Sesuai (TS) – warna hijau. Luas yang dihasilkan dari setiap kelas kesesuaian adalah 97.96 ha, dengan rincian SS seluas 76.02 ha, S seluas 9.05 ha dan untuk kelas TS seluas 12.89 ha. Faktor pembatas ketidak sesuaian wisata lamun ini adalah tutupan lamun (%), jenis ikan dan jenis substrat.

Jumlah luas area dari kawasan yang SS dan S adalah 85.07 ha (850 640 m2). Dari luas potensi tersebut DDP yang dimiliki mencapai 247 orang per hari. Besarnya DDP tersebut merupakan salah satu peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wisata dengan menyediakan atraksi yang berbeda dari biasanya. Selain itu, ini bisa menjadi alternatif pemanfaatan lamun yang selama ini belum termanfaatkan jasa ekologinya.

Tetapi dalam upayanya perlu diperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas wisata, baik dari darat dan laut serta dari wisatawan secara langsung. Daby (2003) mengemukakan bahwa stress dan shocks meningkat terhadap lamun karena aktivitas pengembangan wisata (berbasis laut).

Sumber: Survei Lapang (2011) dan KEI Ltd. (2008)

Gambar 34 Ekosistem lamun Pulau Sepanjang kategori sesuai

Wisata lamun saat ini masih belum menjadi produk wisata yang digemari, karena belum banyak terekspose potensi dan nilai eksotismenya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat lamun juga sangat rentan terhadap ancaman aktivitas manusia. Adanya pemanfaatan wisata lamun diharapkan bisa

(36)

memberikan nilai tambah terhadap jasa ekologi lamun dan dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat.

4.5.4. Kesesuaian Wisata Snorkeling

Wisata snorkeling merupakan aktivitas wisata yang memanfaatkan terumbu karang sebagai objek yang dinikmati. Untuk snorkeling, faktor pembatas peruntukan kawasan adalah kedalaman. Kedalaman yang sesuai untuk snorkeling antara 3-10 m, tetapi rata-rata yang bisa direkomendasikan adalah pada kedalaman 5 m.

Snorkeling bisa menjadi pilihan wisata tersendiri. Hal ini karena tidak semua wisatawan bisa melakukan wisata selam untuk menikmati keindahan terumbu karang. Bagi wisatawan yang hanya memiliki kemampuan berenang dan tidak memiliki alat selam, maka wisatawan masih bisa berwisata terumbu karang dengan snorkeling.

Hasil analisis kesesuaian wisata snorkeling, dari luas terumbu karang ± 390.44 ha didapatkan luas kawasan yang sesuai sebesar 236.42 ha, dengan dua kategori kelas yaitu kategori Sesuai (S) – warna biru dengan luas 134.95 ha dan Sesuai Bersyarat (SB) – warna kuning dengan luas 101.52 ha. Untuk kelas Tidak Sesuai (TS) – warna hijau mencapai luas 236.98 ha.

Dilihat dari peta keberadaan sumberdaya, terumbu karang Pulau Sepanjang banyak terdapat di sisi utara pulau, tetapi dari hasil pengamatan kondisinya buruk. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada stakeholders, kerusakan terumbu karang tersebut diakibatkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom, selain itu di sisi utara merupakan zona inti Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) sehingga tidak dilakukan kajian. Walaupun saat ini sudah tidak ada lagi aktivitas pengerusakan terumbu karang, hal ini juga terbukti dari adanya indikasi recovery terumbu karang (KEI Ltd. 2008).

(37)
(38)

Luas dari kelas S juga tergolong kecil dibanding dengan luas terumbu karang yang ada. Sedangkan untuk kelas SB rata-rata banyak tersebar pada tubir sisi selatan dan timur pulau. Untuk itu, jika kawasan dengan kelas SB digunakan untuk wisata snorkeling, hendaknya diutamakan untuk wisatawan yang memiliki keterampilan yang mumpuni dan atau ada pengawasan dari pengelola wisata yang ketat, agar tidak terjadi kecelakaan dalam aktivitas snorkeling. Yang menjadi pembatas ketidak sesuaian wisata snorkeling adalah persentase penutupan karang dan keberadaan jenis ikan karang, sehingga jika ingin ditingkatkan status kelasnya, maka perlu dilakukan upaya peningkatan persentase penutupan karang yang nantinya diharapkan juga menambah keanekaragaman jenis dan jumlah ikan karangnya.

Hasil pengukuran DDP, dengan luas kawasan sesuai (S) 134.95 ha (1 349 460 m2) didapatkan nilai sebesar 540 orang per hari. DDP ini bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan kawasan kategori SB. Salah satu caranya adalah mengkategorikan wisatawan berdasarkan keterampilan yang dimiliki (Davis dan Tisdell 1996), atau membuka kawasan SB pada waktu-waktu tertentu/musim yang kondisi oseanografinya bagus untuk snorkeling.

Sumber: KEI Ltd. (2008)

Gambar 36 Kondisi terumbu karang di perairan dangkal Pulau Sepanjang

4.5.5. Kesesuaian Wisata Selam

Aktivitas wisata dengan objek terumbu karang lainnya adalah selam. Selam dapat memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan dengan snorkeling. Bagi pecinta terumbu karang dan wisatawan yang menyukai tantangan, wisata

(39)

selam akan menjadi pilihan utama untuk berwisata. Hal ini yang membuat wisata selam menjadi wisata bahari yang sangat populer di dunia.

Sama seperti wisata snorkeling, pembatas yang membedakan peruntukan wisata dengan objek terumbu karang adalah kedalaman. Kedalaman terumbu karang yang bisa dinikmati dengan menyelam antara kedalaman 5-20 m. Pada kedalaman 20-30 m sebenarnya masih berpotensi untuk wisata selam, tetapi untuk itu perlu diberikan syarat hanya untuk wisatawan selam yang memiliki keterampilan yang baik, berpengalaman dan berlisensi. Ini dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.

Kawasan terumbu karang Pulau Sepanjang dengan luas ± 390.44 ha, yang sesuai untuk wisata selam seluas 207.36 ha. Untuk kategori kelas kesesuaian, didapatkan dua kelas yaitu Sesuai (S) – warna biru dengan luas 107.36 ha dan Sesuai Bersyarat (SB) – warna kuning dengan luas 100.00 ha, sedangkan untuk kelas Tidak Sesuai (TS) – warna hijau mencapai luas 183.08 ha.

Faktor yang menjadi pembatas dalam kesesuaian wisata selam di Pulau Sepanjang sama seperti wisata snorkeling, yaitu jenis ikan karang yang sedikit dan kecilnya nilai persentase tutupan karang (kondisi). Kelas kesesuaian ini bisa ditingkat bila ada upaya peningkatan persentase terumbu karang yang diharapkan juga dapat meningkatkan jenis dan jumlah ikan karang yang ada. Faktor lain yang dianggap membuat banyaknya kawasan yang tidak sesuai karena kawasan terumbu karang yang ada memiliki jenis lifeform yang sedikit dan berada kedalaman yang dangkal, yaitu berada diantara 3-7 m.

Nilai DDP dari jumlah luas area kawasan yang sesuai sebesar 107.36 ha (1 073.640 m2) adalah 429 orang per hari. Daya dukung ini termasuk kecil, tetapi jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang memiliki kemampuan menyelam maka DDP ini terbilang cukup untuk pemanfaatan wisata selam di pulau kecil.

DDP ini masih bisa ditingkatkan. Davis dan Tisdell (1996) menyatakan bahwa daya dukung wisata selam dapat ditingkatkan tergantung dari pengetahuan dan pengalaman berinteraksi dengan terumbu karang. Ini berkaitan dengan resiko dan kenyaman aktivitas kegiatan selam.

(40)
(41)

Wisata selam dalam beberapa hal dianggap merusak kondisi terumbu karang. Untuk meminimalisir kerusakan terumbu karang, dalam upaya pengelolaan perlu ada pembatasan jumlah penyelam per lokasi per tahun, diperlukan pemandu untuk seluruh penyelaman, transfer keterampilan bagi penyelam pemula mulai dari kawasan yang rentan kerusakan sampai kawasan berpasir, mengalihkan tekanan penyelam dari kawasan terumbu karang alami ke terumbu karang buatan, dan pengembangan pendidikan lingkungan bagi penyelam melalui kursus keterampilan mengenai tatacara dan perintah yang dilakukan bersama selama melakukan kegiatan di bawah air (Zakai dan Chadwick-Furman 2002).

Sumber: KEI Ltd. (2008)

Gambar 38 Kondisi terumbu karang Pulau Sepanjang di kedalaman lebih dari 3 m

4.6. Recreation Opportunity Spectrum (ROS)

Klasifikasi ROS di Pulau Sepanjang menunjukkan bahwa Pulau Sepanjang masih tergolong remote. Hal ini dapat terlihat dari persentase terbesar yaitu 44.41%, kemudian backcountry 42.80%, frontcountry 6.75%, rural 5.08%, urban 0.92% dan wilderness 0.06% (Tabel 34). Sebaran klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 39 dan 40.

Tabel 34 Luas dan persentase wilayah kategori ROS

Wilayah ROS Kategori ROS

Urban Rural Frontcountry Backcountry Remote Wilderness

Laut (ha) 4.8960 782.3310 3 701.6940 20 966.8550 24 837.8560 33.7920

Darat (ha) 552.2300 2 304.2930 402.3450 5 051.8560 2 160.1400 0.0000

ROS Total (ha) 557.1260 3 086.6240 4 104.0390 26 018.7110 26 997.9960 33.7920

(42)

Gambar 39 Spektrum ROS 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Laut Darat ROS Total

P er sent a se RO S P ula u Sepa nja ng Kawasan

Persentase Wilayah ROS Pulau Sepanjang

1% 5% 7% 43% 44% 0% ROS Total

(43)
(44)

Kelas urban dan rural di Pulau Sepanjang sangat sedikit persentasenya. Ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan oleh masyarakat masih sangat sedikit. Disisi lain ini memberikan keuntungan karena ini artinya pencemaran yang dihasilkan dari masyarakat juga sedikit, selain itu masih ada peluang untuk pengembangan fasilitas-fasilitas pendukung wisata yang bisa dibangun. Tetapi ini bisa menjadi kelemahan karena untuk awal pengembangan wisata, jumlah wisatawan yang bisa datang dan tinggal di Pulau Sepanjang untuk berwisata menjadi terbatas karena terbatasnya pemukiman masyarakat yang bisa dijadikan tempat penginapan.

Pertumbuhan pembangunan fisik sebenarnya secara alami akan terjadi pada kawasan yang berkembang dan menawarkan peningkatan ekonomi. Tetapi jika tidak ada akselerasi yang dilakukan, maka pertumbuhan ini akan berjalan sangat lambat karena tidak adanya pemicu peningkatan pertumbuhannya.

Pada kelas frontcountry, juga masih sangat sedikit persentasenya. Sedikitnya persen kelas frontcountry disebabkan sedikitnya jalan yang bisa dilalui oleh mobil 2 wd dan 4 wd, umumnya jalan yang ada hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua saja, sedangkan untuk mobil keberadaannya hanya dalam jarak yang pendek. Luasan dan keberadaan kelas ini juga berbanding lurus dengan keberadaan kelas urban dan rural, karena keberadaan jalan dipengaruhi adanya bangunan dan penggunaan lahan.

Kelas yang didukung dengan akses yang mudah ini, memberikan pilihan bagi wisatawan untuk melakukan aktivitas dalam waktu yang pendek, bahkan dalam hitungan jam. Kawasan ini juga dapat menawarkan pengalaman wisatawan yang menyukai wisata dengan berbagai fasilitas dan berjumpa dengan penduduk lokal untuk bermasyarakat.

Kawasan dengan kelas frontcoutry juga bisa dijadikan batas untuk pembangunan fisik yang dilakukan kedepannya untuk mendukung volume pengunjung. Adanya penataan pembangunan fisik dengan memberikan ruang untuk kawasan preservasi merupakan bentuk pembangunan wisata berkelanjutan yang tertata dan terarah.

(45)

Berbeda dengan kelas backcountry. Kawasan ini lebih memberikan kedekatan dengan alam karena jauh dari pemukiman dan penggunaan lahan lainnya, selain itu perjumpaan dengan masyarakat dan wisatawan lain rendah. Dalam kawasan ini mulai diperlukan adanya pengaturan wisatawan dengan membatasi jumlah wisatawan dan jenis kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan.

Kawasan ini bisa dijadikan daerah penyangga sumberdaya yang ada sehingga bisa lestari, utamanya kawasan yang mengelilingi kawasan remote. Fungsi ini bisa didapatkan karena kelas backcountry berada diantara kawasan frontcountry dan remote, dimana kawasan ini terbentuk setelah area urban, rural dan frontcountry.

Kelas berikutnya adalah remote. Kawasan ini di Pulau Sepanjang keberadaannya paling luas. Ini menunjukkan bahwa Pulau Sepanjang masih alami dan belum banyak termanfaatkan terutama pembangunan fisik.

Jauhnya akses dan sedikitnya pemanfaatan, umumnya kawasan remote memiliki sumberdaya yang masih sedikit mendapatkan tekanan dari manusia, sehingga membuat sumberdaya yang ada tersebut kondisinya baik dan indah. Karakteristik seperti ini yang dapat memberikan kepuasan bagi wisatawan untuk menikmati keindahan alam, ketenangan dan kenyaman. Untuk itu, kawasan yang seperti ini perlu mendapatkan perlindungan agar kondisinya tidak rusak dan tetap lestari.

Kelas terakhir yang didapatkan di Pulau Sepanjang adalah kawasan wilderness. Kelas ini sulit didapatkan di pulau kecil, mengingat buffer yang dibutuhkan sangat jauh (> 10 km dari area penggunaan lahan). Kawasan ini bisa didapatkan di area darat jika basis pemetaannya kepulauan, dan entry pointnya dari pusat administrasi atau pulau dengan kriteria urban.

Kawasan ini sangat sedikit keberadaannya di laut Pulau Sepanjang, dan lebih sesuai untuk kegiatan wisata bahari (berlayar, melihat ikan, menjelajah, dan lain-lain). Meskipun ini memberikan peluang untuk penyediaan jenis wisata yang berbeda, tetapi pelaksanaannya membutuhkan fasilitas yang benar-benar bagus dan wisatawan yang memiliki keterampilan sangat baik, sehingga dalam pengelolaannya membutuhkan biaya yang sangat besar.

Gambar

Tabel 21 Sarana transportasi laut yang bisa digunakan menuju Pulau Sepanjang
Gambar  16  Lahan  pertanian  dan  sarana  nelayan  untuk  menangkap  ikan  dengan  memancing dan menanam rumput laut
Gambar 17 Sarana dan prasarana distribusi barang di Pulau Sepanjang  Permasalahan  lain  yang  membuat  ekonomi  masyarakat  pulau  kurang  berkembang  adalah  belum  adanya  listrik  dari  Perusahaan  Listrik  Negara  (PLN),  baik dari tenaga diesel  maup
Gambar 18 Kawasan pemanfaatan sumberdaya pesisir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan pembagian warisan dimana laki-laki mendapat bagian lebih besar dibanding perempuan, mengenai jumlah bagian tersebut Muhammad Husain Fadhullah mengatakan

Desa Singkuang pasar I merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Muara Batang Kabupaten Mandailing Natal yang mayoritas masyarakatnya beragam Islam dan bersuku

Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan negara agraris yang masih banyak masyarakatnya berprofesi sebagai petani sehingga sektor pertanian merupakan sektor yang

Ketujuh mahasiswa jurusan fashion design yang disurvei sepakat mengakui bahwa diperlukan pengaturan waktu pada setiap proses pengerjaan tugas akhir dengan mengerahkan daya

Berfungsi untuk menyimpan data Nama sales yang terdaftar dalam sistem, tabel ini terdiri dari 3 field yang memiliki 1 tipe data int, dan 2 tipe varchar, (lihat Tabel 5 di

Dengan memasukkan model kavitasi dalam perhitungan didapatkan peningkatan distribusi tekanan dan daya dukung pelumasan yang lebih besar dan hasil riil dengan meniadakan harga

Bagi Penyedia Jasa atau Pemilik Kapal yang sedang menjalani pemeriksaan oleh instansi yang terkait, antara lain pihak kepolisian, TNI, Bea Cukai, Perpajakan, atas dugaan

Dari data- data diatas kita dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu pertama, untuk data prevelensi masalah kesehatan gigi dan mulut yang diketahui di peroleh dari hasil wawancara