• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelanggan

Dalam dokumen 4. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 52-58)

Kabupaten Sumenep sebenarnya telah memiliki pelanggan (wisatawan) yang cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya (Gambar 41). Tetapi sayangnya wisatawan yang berkunjung ke Sumenep hanya terpusat pada wilayah

daratan, belum ke wilayah kepulauan. Jika ada promosi yang inten, maka sangat memungkinkan wisatawan akan berwisata ke wilayah kepulauan.

Sumber: Disbudparpora Kabupaten Sumenep (2011)

Gambar 41 Data kunjungan wisata tahun 2000-2010 Kabupaten Sumenep Kategori pelanggan bukan hanya pelanggan individu saja (tourist – wisatawan dan talent – peneliti), tetapi juga pelanggan bisnis (investor, trader, organizer dan developer) yang disingkat TTI-TDO. Sehingga target pasar harus dikembangkan lagi untuk menunjang pengelolaan yang dilakukan.

Syarat agar TTI-TDO mau datang ke kepulauan adalah kepuasan pelanggan (Kotler 1999). Untuk itu masyarakat kepulauan harus memperlakukan pelanggan dengan cara menjadi tuan rumah yang baik dengan memberikan pelayanan yang baik dan iklim yang kondusif, cepat dan tidak menyulitkan, memperlakukan pelanggan secara baik dengan bersikap ramah, tidak curang, menolong dan sebagainya, dan membangun rumah yang nyaman bagi pelanggan dengan membangun akses yang cepat, infrastruktur yang mendukung dan atraksi-atraksi yang menarik.

Teh dan Cabanban (2007) menambahkan bahwa pentingnya dukungan kelembagaan tidak bisa diabaikan. Pemerintah harus memainkan perannya dalam menyediakan infrastruktur yang memadai, kepemimpinan, legislatif dan dukungan

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Wisatawan Nusantara 392350 266874 260431 178461 221115 151977 229170 205497 207853 503500 234134 Wisatawan Mancanegara 389 588 504 804 360 367 689 301 367 845 301 Jumlah 392739 267462 260935 179265 221475 152344 229859 205798 208220 504345 234435 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 J um la h Wisa ta w a n

Data Kunjungan Wisatawan Tahun 2000 - 2010 Di Kabupaten Sumenep

keuangan yang akan membangun dasar untuk keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Keterlibatan lembaga yang berkaitan, akan memelihara dan mempertinggi kondisi biofisik dan sosial ekonomi, yang mana akan memberikan kontribusi untuk pembangunan wisata berkelanjutan. Sehingga dalam perencanaan wisata berkelanjutan, perlu:

1. Menjamin infrastruktur memadai untuk pelayanan kebutuhan air, kesehatan dan sanitasi dari masyarakat lokal dengan mendahulukan tempat target pengembangan wisata untuk mencukupi kebutuhan pendatang.

2. Menghindari eksploitasi berlebih sumberdaya, jika ini terjadi pada ekologi atau sosial ekonomi maka akan menyulitkan penduduk lokal.

3. Melindungi keanekaragaman laut yang menjadi daya tarik yang terbaik untuk wisatawan.

4. Melancarkan aktivitas rekreasi dengan menginformasikan karakteristik cuaca dan oseanografi.

5. Melakukan kerjasama dan dukungan dari pengguna sumberdaya dalam mengelola sumberdaya lokal.

Semua kekuatan dan kelemahan yang ada, jika dibuat dalam matrik TOWS, maka dapat terlihat pada Tabel 37. Analisis TOWS sebenarnya analisis SWOT tetapi TOWS menggunakan penekatan outside-in bukan inside-out, artinya dalam melihat posisi daerah terhadap pesaingnya terlebih dahulu melihat berbagai perkembangan eksternal. Hal ini karena perkembangan eksternal berkembang sangat cepat dan tidak menentu (Kartajaya 2005).

Hasil analisis TOWS yang dibuat dapat dilihat bahwa besarnya peluang pengembangan wisata di Pulau Sepanjang, terutama dari faktor internal. Besarnya wisatawan yang datang ke Kabupaten Sumenep diharapkan bisa diarahkan untuk berwisata ke kepulauan. Sarana dan prasarana bukan menjadi faktor pembatas jika pemerintah mengambil perannya dengan memenuhi kelemahan yang ada, sehingga insularity dapat teratasi.

Tabel 37 Analisis TOWS wisata Pulau Sepanjang Faktor Eksternal Faktor Internal Kelemahan (W) 1. Transportasi terbatas 2. Jarak tempuh cukup

jauh 3. SDM masih rendah 4. Belum tersedianya akomodasi Kelebihan (S) 1. SDA melimpah 2. Aset wisata yang

potensial 3. Kebijakan mendukung 4. Sosial budaya masyarakat terbuka 5. Keamanan terjamin Ancaman (T) 1. Adanya pesaing 2. Rusaknya aset wisata 3. Pengaruh sosial budaya

Strategi WT 1. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi dan akomodasi sebagai bentuk pelayanan terhadap TTI-TDO 2. Melakukan

pengelolaan aset wisata utamanya dalam hal pengawasan

3. Meningkatkan kualitas SDM baik dengan pendidikan formal dan pendidikan non formal

Strategi ST

1. Mengupayakan pasar dengan melakukan promosi tentang kelimpahan SDA dan potensi wisata yang dimiliki

2. Pengelolaan SDA sesuai dengan payung hukum yang berlaku 3. Menumbuhkan atmosfer wirausaha di lingkungan masyarakat Peluang (O) 1. Terbukanya peluang investasi 2. Potensi peningkatan PAD Strategi WO 1. Menambah frekuensi jadwal dan jumlah armada kapal cepat 2. Membangun sarana

prasarana sosial dan wisata

Strategi SO

1. Menetapkan kawasan kedalam rencana pembangunan daerah sebagai daerah wisata 2. Membuka ruang

investasi secara terbuka dan mengupayakan keamanan dan

kenyamanan investasi agar dapat menarik TTI-TDO dengan promosi

Dukungan masyarakat akan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pelanggan yang datang ke Pulau Sepanjang. Dukungan ini juga dengan sendirinya akan berpengaruh positif terhadap masyarakat sehingga kelemahan internal seperti SDM dengan sendirinya bisa diatasi, karena akan menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat di Pulau Sepanjang. Keuntungan yang nantinya akan diterima oleh masyarakat dengan adanya wisata juga akan mengurangi ketergantungan masyarakat akan sumberdaya pesisir dan laut dalam bentuk barang, sedangkan

jasa lingkungan yang diterima akan membuat masyarakat lebih memelihara sumberdaya dengan baik.

4.8.2. Pengelolaan Wisata Pulau Sepanjang

Sub bab ini sebenarnya ingin merangkum pengelolaan yang dihasilkan dari setiap alat-alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Dahuri (2001) menyebutkan bahwa terdapat beberapa metode/teknik untuk pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, diantaranya 1) Menetapkan batas-batas (boundaries) baik vertikal maupun horizontal terhadap garis pantai (coastal line), wilayah pesisir sebagai suatu unit pengelolaan (a management unit), 2) Menghitung luasan, 3) Mengalokasi atau melakukan pemintakatan (zonation) wilayah pesisir tersebut menjadi 3 zona utama, yaitu : a) preservasi, b) konservasi, c) pemanfaatan. Selain itu, diperlukan juga pengaturan lahan secara komprehensif dan tepat sesuai dengan peruntukan serta tidak melebihi daya dukung (Adrianto 2005).

Pada setiap hasil analisis, dapat diambil langkah pengelolaan yang bisa dilakukan di Pulau Sepanjang. Pengelolaan Wisata Pulau Sepanjang untuk pemanfaatan wisata sebaiknya dilakukan di kawasan yang sesuai, baik itu dari indeks kesesuaian dan ROS. Ini dilakukan agar pemanfaatan yang dilakukan bisa memberikan kepuasan bagi wisatawan, tidak mengganggu aktivitas pemanfaatan lain dan tidak merusak kondisi ekologi lain yang terkait di sekitarnya.

Langkah kedua adalah membatasi pemanfaatan sesuai dengan daya dukung pemanfaatan yang sudah diukur dari luas kawasan sesuai dan Touristic Ecological Footprint (TEF). Selain agar wisatawan mendapatkan kepuasan, kenyamanan dan ketenangan dalam berwisata, hal ini dilakukan agar keberadaan sumberdaya yang dimanfaatkan tetap lestari dan bisa berkelanjutan.

Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun, baik diakibatkan oleh kegiatan manusia maupun gaya-gaya alamiah (natural forces), seperti bencana alam. Namun dapat dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat (proper), masukan teknologi dan impor (perdagangan) (Dahuri 2001).

Pengukuran daya dukung dilakukan dengan dua pendekatan karena persoalan lingkungan PPK dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan lingkungan secara umum (common environmental problems) seperti limbah lokal, persoalan perikanan, kehutanan, penggunaan lahan dan persoalan hak ulayat pulau, dan persoalan lingkungan lokal (local environmental problems) seperti kekurangan air tawar, hilangnya tanah baik secara fisik maupun kualitas, limbah padat dan bahan kimia beracun dan problem spesies langka (Adrianto 2005).

Rusaknya sumberdaya untuk pemanfaatan akan berdampak pada buruknya kondisi lingkungan dan kelangkaan sumberdaya. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan adanya pemanfaatan yang merusak dan konflik antar masyarakat bisa terjadi dan tujuan pensejahteraan ekonomi masyarakat otomatis tidak akan tercapai. Dengan demikian, Yulianda (2007) mengungkapkan suatu konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar yang meliputi: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam

dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi.

3. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.

5. Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapatkan keuntungan ekonomi sehingga mendorong untuk menjaga kelestarian kawasan.

6. Menjaga keharmonisan dengan alam; kegiatan dan pengembangan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga keserasian dan keaslian alam.

7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

8. Kontribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat).

Langkah yang terakhir adalah melakukan pengaturan pajak untuk mengurangi permasalahan ekonomi di Pulau Sepanjang. Hal ini dilakukan agar

pengelolaan dapat berjalan dengan baik dan bisa mengatasi permasalahan-permasalahan PPK seperti yang dikemukakan oleh Adrianto (2005) yaitu keterbatasan ekonomi wilayah PPK terkait dengan ukuran fisik (smallness) antara lain keterbatasan sumberdaya alam, ketergantungan terhadap komponen impor, terbatasnya substitusi impor bagi ekonomi pulau, kecilnya pasar domestik, ketergantungan terhadap ekspor dengan tingkat spesialisasi tinggi, terbatasnya kemampuan untuk menentukan skala ekonomi, keterbatasan kompetisi lokal dan persoalan yang terkait dengan administrasi publik.

Dalam dokumen 4. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 52-58)

Dokumen terkait