• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN MODEL STATISTIK PERMUDAAN ALAMI DI HUTAN BEKAS TEBANGAN PT SUMALINDO LESTARI JAYA II SITE LONG BAGUN, KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN MODEL STATISTIK PERMUDAAN ALAMI DI HUTAN BEKAS TEBANGAN PT SUMALINDO LESTARI JAYA II SITE LONG BAGUN, KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN MODEL STATISTIK PERMUDAAN

ALAMI DI HUTAN BEKAS TEBANGAN

PT SUMALINDO LESTARI JAYA II SITE

LONG BAGUN, KUTAI BARAT,

KALIMANTAN TIMUR

Arrangement of Natural Regeneration Statistical Model in Logged

Over Forest of PT Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun,

West Kutai, East Kalimantan

F. Silvi Dwi Mentari1), Fadjar Pambudhi2)

dan Janes Siahaya

2)

Abstract. Models to be determined for natural regeneration in many Work

Annual Planning (WAP) in PT Sumalindo Lestari Jaya II area had been constructed. The data were obtained from measurement in Permanent Sample Plots (PSP) by PT Sumalindo Lestari Jaya II and the primary data by researcher in the research location. Natural regeneration function had been modelled by using a logistic distribution function. Six independent variables were investigated, namely: mother trees (present or not), trees density (N/plot), basal area/plot, slope, opened area exposed to sunlight and natural regeneration position from skidding road some periods after harvesting. The research plots were established in line, where in one line there were square plots sized 20 x 20 m for registering of trees, 10 x 10 m for poles, 5 x 5 m for saplings and 2 x 2 m for seedlings. All natural regeneration of Dipterocarpaceae and other commercial and non commercial species were registered and their diameter were measured. The presence of mother trees surroundings the regeneration area in 20 m distance from the middle point of plot (20 x 20 m) were also registered. The density and basal area were counted based on the tree numbers in plots of 20 x 20 m with diameter 10 cm and up. Results of the research revealed that the main variabel affecting the existing natural regeneration was stand density included the number of trees and basal area per plot. Another variable was natural regeneration position from skidding road which significantly effected on WAP of the year 2000. The same matter was applicable for density of stand per hectare in the larger area, where if the trees were dense with not so big diameter, hence they will give an opportunity for natural regeneration a better growth and development. On the contrary, larger basal area/ha dominated by many big trees could not give opportunity for natural regeneration to develop. P = 1/[1 + e-(-0.018 + 0.249X2)] was the model for natural regeneration in PT SLJ II area. Harvesting in dry season (1997) seemed to be a negative influence to crown recovery, this case was based on the large of opened plots compared with the other plots.

Kata kunci: permudaan alam, kerapatan tegakan, luas bidang dasar.

_________________________________________________________________________

1) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

2) Laboratorium Biometrika Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

(2)

Terbukanya sebagian hutan akibat penebangan akan tumbuh jenis permudaan yang membentuk komunitas vegetasi hutan sekunder yang komposisinya berbeda dengan hutan primer semula dan tidak stabil atau dalam jangka waktu tertentu mengalami perubahan komposisi vegetasi, yang mana bila akhirnya jenis-jenis primer menempati daerah tersebut maka hutan akan kembali menuju kondisi klimaks semula (Soemarna dan Suyana, 1980).

Pembinaan dan pemeliharaan permudaan alam pada hutan bekas tebangan sangat diper1ukan agar jangka waktu rotasi penebangan berikutnya dapat membentuk tegakan hutan yang memberikan massa kayu yang cukup besar dan bernilai. Kehadiran permudaan ini menjadi tantangan pada usaha memperlakukan permudaan tersebut hingga dapat dipertahankan sampai akhir daur. Informasi tentang pertumbuhan dan besarnya riap serta faktor yang mempengaruhinya sangat dibutuhkan agar dapat dilakukan peramalan untuk menentukan potensi tegakan di masa yang akan datang.

Soemarna dan Suyana (1980) menyatakan, bahwa keberhasilan permudaan alam sebagai modal dalam upaya untuk membentuk kembali tegakan hutan yang berpotensi memerlukan tindakan silvikultur yang tepat, tetapi untuk melakukan tindakan silvikultur terlebih dahulu diperlukan suatu keterangan yang lengkap tentang komposisi jenis, intensitas penyebaran permudaan alam pada setiap bagian bekas tebangan yang bersangkutan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari hubungan keberadaan permudaan alami tingkat semai, pancang dan tiang dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya yaitu: keberadaan pohon induk, kerapatan pohon (N/plot), bidang dasar/plot, kelerengan, keterbukaan dari cahaya dan letak permudaan alami dari jalan sarad beberapa waktu setelah penebangan. Faktor-faktor di atas digunakan sebagai peubah untuk menduga keberadaan permudaan alami tingkat semai, pancang dan tiang dari jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae dan jenis lainnya baik komersil maupun non komersil. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk model statistik yang menggunakan analisis regresi logistik.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai model statistik permudaan alami pada hutan bekas tebangan. Model tersebut memegang peranan yang penting dalam hal pemilihan teknik silvikultur yang bagaimana yang dapat digunakan untuk pemeliharaan permudaan alami pada hutan bekas tebangan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada areal bekas penebangan yang merupakan plot permanen berbentuk jalur yang telah dibuat oleh PT Sumalindo Lestari Jaya II (SLJ II) Site Long Bagun Kalimantan Timur. Lokasi pengambilan data pada Rencana Karya Tahunan (RKT) 1996/1997 terdiri dari 2 jalur, RKT 1997/1998 2 jalur, RKT 1999/2000 3 jalur, RKT 2000 2 jalur dan RKT 2001 2 ja1ur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2003 dan memakan waktu sekitar 1 bulan.

Objek penelitian adalah keberadaan permudaan tingkat semai, pancang dan tiang sebagai data utama, serta tingkat pohon sebagai data tambahan. Juga dicatat infonrmasi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan permudaan

(3)

Mentari dkk. (2006). Penyusunan Model Statistik Permudaan Alami 61

tersebut, yaitu: keberadaan pohon induk, kerapatan pohon (N/plot), bidang dasar (BA/plot), kelerengan, keterbukaan dari cahaya dan letak permudaan a1ami dari jalan sarad beberapa waktu setelah penebangan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku PSP dan tallysheet lapangan pengukuran PSP, parang, buku lapangan/tally sheet, pengenal jenis dari PT SLJ II Site Long Bagun, kompas dan kamera.

Plot penelitian adalah berbentuk jalur, di mana dalam satu jalur terdapat petak-petak pengamatan berukuran 20 x 20 m untuk pengamatan tingkat pohon, 10 x 10 m untuk pengamatan tingkat tiang, 5 x 5 m untuk pengamatan tingkat pancang dan 2 x 2 m untuk pengamatan tingkat semai. Dalam satu jalur diambil 25 petak sebagai sampel.

Model permudaan alami disusun dengan menggunakan kerapatan tegakan (jumlah pohon dan bidang dasar), keberadaan pohon induk, kelerengan, keterbukaan dari cahaya, jarak permudaan dari jalan sarad sebagai peubah-peubah penduga serta keberadaan permudaan alami sebagai peubah terikat. Ripati (1996) mengemukakan, bahwa dalam beberapa hal tertentu peubah respon yang ingin diduga berbentuk biner atau dichotomous dan bentuk semacam ini sebaiknya dikerjakan dengan memakai regresi logistik.

Karena peubah terikat yang ingin diduga (dalam hal ini keberadaan permudaan alami) berbentuk biner atau dichotomous hanya memi1iki dua ni1ai: ada (1) dan tidak ada (0), maka hubungan antara peubah terikat dengan peubah-peubah bebasnya dinyatakan dalam bentuk model statistik yang menggunakan analisis regresi logistik.

Bentuk umum persamaan regresi logistik yang digunakan adalah: P = 1 / {1 + e -f(x)}

Bila f(X) merupakan suatu bentuk linear, maka bentuk ini dinyatakan sebagai: Ln [P / 1 - P] = f(X)

Ln [P / 1 - P] = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + b6

yang mana:

P = peluang muncu1nya satu dari dua buah kejadian, dalam hal ini adalah permudaan alami (ada/tidak). Kriteria 0 = tidak ada permudaan dan 1 = ada permudaan berdasarkan ketentuan TPTI yaitu PU kosong permudaan bila tidak ada pohon inti, atau 2 tiang, atau 4 pancang, atau 8 semai. Nilai permudaan alami dalam penelitian ini difokuskan pada tingkat semai, pancang dan tiang pada tiap PU yang berukuran 20 x 20 m.

X1 = pohon induk (ada/tidak) dalam radius 20 m tiap petak pengamatan.

X2 = kerapatan pohon (N/plot).

X3 = bidang dasar (m2/plot).

X4 = kelerengan (0 = bawah lereng dan 1 = atas lereng).

X5 = keterbukaan dari cahaya (1 = mendapatkan cahaya dari atas dengan 024 %

plot ternaungi, 2 = 2590 % plot ternaungi, 3 = >90 % plot ternaungi).

X6 = letak permudaan alami dari jalan sarad (1 = jarak 04,9 m dari jalan sarad;

(4)

Nilai X5 (keterbukaan dari cahaya; koding I, 2, 3) dan X6 (letak permudaan

dari jalan sarad; koding 1, 2, 3), data yang diperoleh diklasifikasikan lagi menjadi variabel X1 dan X2 dengan nilai 0 dan 1, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Koding 1, 2, 3 untuk Variabel Bebas X5 dan X6 Menjadi Variabel Xl dan X2 dengan Nilai 0 dan 1

Koding X1 X2

1 1 1

2 1 0

3 0 1

Uji variabel dilakukan untuk melihat bahwa variabel penduga satu sama lain saling bebas (tidak ada ketergantungan) melalui matriks korelasi Pearson. Selanjutnya data yang telah tersusun diolah dengan menggunakan program statistik SPSS 10,0 dengan memilih program regresi logistik untuk mencari variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keberadaan permudaan alami.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Area1 PT SLJ II terletak di Propinsi Kalimantan Timur dan secara geografis terletak pada 0°45’00”1°50’00” LU dan 115°5’00”115°45’00” BT. Luas HPH PT SLJ II berdasarkan hasil pengukuran planimetris pada peta-peta yang dihasilkan dari potret udara serta memperhatikan hasil-hasil pelaksanaan tata batas yang telah dilakukan adalah 269.660 ha. Secara umum kondisi topografi areal HPH SLJ II dibentuk oleh morfologi perbukitan dan pegunungan dengan lembah sungai yang relatif berbentuk V serta beberapa daerah yang tampak berupa daratan. Ketinggian maksimum ±1.345 mdpl dan minimum ±100 mdpl. Kelas kemiringan lereng 1540 %. Tanahnya didominasi oleh tipe kambisol distrik (klasifikasi PPT).

Dari hasil kegiatan pembuatan dan pengukuran PSP di eks RKT 1996/1997, 1997/1998, 1999/2000, 2000, 2001 dan RKT 2002 (virgin forest) diketahui, bahwa kondisi tegakan tinggal masih dalam keadaan baik, bahkan mendekati kondisi virgin forest. Hal ini dapat diketahui dari nilai Indeks Kesamaan Komunitas tegakan tinggal sebesar 56,32 % sampai dengan 97,27 % (berlaku untuk tingkat pohon yang berdiameter 20 cm).

Asosiasi Jambu-Jambu dan Meranti yang mendominasi 50 % lebih dari NPJ keseluruhan yang ada, baik di virgin forest maupun log over area (eks RKT).

Kemudian diketahui juga bahwa secara rata-rata keterbukaan tanah dan tajuk di eks RKT 1996/1997, 1997/1998, 1999/2000, 2000 dan 2001 adalah 11,3 % sampai dengan 17,4 % dari jumlah seluruh areal yang dieksploitasi.

Berdasarkan data ikIim Tabang, kawasan HPH ini mempunyai suhu maksimum bulanan bervariasi antara 2632° C. Suhu minimum bulanan bervariasi antara 2426° C dan suhu rata-rata bulanan adalah 27° C (Anonim, 1983). Berdasarkan data curah hujan yang tercatat di stasiun cuaca Km 83, Km 93 dan

(5)

Mentari dkk. (2006). Penyusunan Model Statistik Permudaan Alami 63

Km 122 dari tahun 1996 sampai dengan 2002, maka lokasi penelitian adalah sesuai dengan klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951), yaitu termasuk ke dalam tipe iklim A.

Penyusunan Model Permudaan Alami

Persamaan yang terpilih untuk digunakan sebagai model penduga permudaan alami pada PT SLJ II Site Long Bagun dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 50 plot berukuran 20 x 20 m untuk RKT 1996/1997, 1997/l998, 2000, 2001 dan jumlah sampel penelitian sebanyak 75 plot berukuran 20 x 20 m untuk RKT 1999/2000, dicari dengan menggunakan peubah bebas: keberadaan pohon induk, kerapatan tegakan (jumlah pohon/plot dan bidang dasar/plot), kelerengan, keterbukaan terhadap cahaya dan letak permudaan dari jalan sarad. Hasil perhitungan akhir untuk kelima RKT dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai-nilai Statistik untuk Model Permudaan Alami pada Kelima RKT PT SLJ II RKT Peubah Koefisien Galat Uji Wald Signifikansi Baku

RKT Peubah Koefisien Galat baku Uji Wald Signifikansi

X2 0,360 0,148 5,937 0,015 1996/1997 Konstanta -1,302 1,041 1,564 0,211 X2 0,327 0,127 6,655 0,010 1997/1998 Konstanta 0,294 0,615 0,229 0,633 X2 0,525 0,181 8,403 0,004 1999/2000 Konstanta -0,470 0,769 0,374 0,541 X7 1,555 0,845 3,389 0,066 2000 Konstanta 0,747 0,405 3,410 0,065 X2 0,439 0,169 6,746 0,009 2001 X3 -1,820 0,857 4,508 0,034 Konstanta -0,381 1,039 0,134 0,714

Keterangan: X2 = kerapatan pohon (N/plot). X3 = bidang dasar (m2/plot). X7 = letak permudaan dari

jalan sarad (variabel X1)

Terlihat pada Tabel 2, bahwa pada RKT 1996/1997, 1997/1998, 1999/2000 dan 2001, bahwa variabel kerapatan pohon memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberadaan permudaan alami. Untuk RKT 2001, luas bidang dasar/plot juga memberikan pengaruh yang signifikan, namun berlaku kebalikan dari jumlah pohon/plot, yang mana pertambahan bidang dasar akan mengurangi peluang keberadaan permudaan alami pada RKT 2001. Selanjutnya untuk RKT 2000, peubah letak permudaan dari jalan sarad memberikan pengaruh signifikan, yang mana peluang untuk keberadaan permudaan alami akan lebih besar pada jarak 09,9 m dari jalan sarad.

Orientasi Data 1. Permudaan alami

Pada Tabel 3 ditampilkan jumlah plot dan persentase untuk data permudaan alami kriteria 0 dan 1 dari lima RKT di lokasi penelitian.

(6)

Tabel 3. Jumlah Plot dan Persentase untuk Data Permudaan Alami Kriteria 0 dan 1 dari Lima RKT yang Diteliti

RKT Kriteria 0 Kriteria 1

Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase

1996/1997 10 20 40 80 1997/1998 11 22 39 78 1999/2000 9 12 66 88 2000 11 22 39 78 2001 10 20 40 80 2. Pohon induk

Pada Tabel 4 ditampilkan jumlah plot dan persentase untuk data pohon induk kriteria 0 dan 1 dari lima RKT di lokasi penelitian.

Tabel 4. Jumlah Plot dan Persentase untuk Pohon Induk Kriteria 0 dan 1 dari Lima RKT yang Diteliti

RKT Kriteria 0 Kriteria 1

Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase

1996/1997 10 20 40 80

1997/1998 11 22 39 78

1999/2000 9 12 66 88

2000 11 22 39 78

2001 10 20 40 80

3. Nilai kerapatan/ha, bidang dasar/ha dan confidence interval tiap kelas vegetasi

Nilai kerapatan, bidang dasar serta nilai selang kepercayaan pada tiap kelas vegetasi, baik semai, pancang, tiang maupun pohon untuk lima RKT yang diteliti ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Kerapatan, Bidang Dasar dan Confidence Interva1 Tiap Kelas Vegetasi dari Lima RKT yang Diteliti

RKT Stadium permudaan N N/ha SN CIN BA BA/ha SBA CIBA 1996/97 Semai 172 86 3,0517 3,44±0,8673 - - - - Pancang 385 192,5 6,1087 7,70±1,7361 - - - - Tiang 94 47 1,8254 1,88±0,5188 10,3916 5,1958 0,1801 0,21±0,0512 Pohon 351 175,5 3,7115 7,02±1,0548 34,4101 17,2051 0,4664 0,69±0,1325 1997/98 Semai 346 173 7,2220 6,92±2,0525 - - - - Pancang 475 237,5 9,1076 9,50±2,5884 - - - - Tiang 64 32 1,4434 1,28±0,4102 5,5377 2,7689 0,0924 0,11±0,0263 Pohon 233 116,5 3,1403 4,66±0,8925 45,6348 22,8174 1,13524 0,91±0,3226

(7)

Mentari dkk. (2006). Penyusunan Model Statistik Permudaan Alami 65 Tabel 5 (lanjutan) RKT Stadium permudaan N N/ha SN CIN BA BA/ha SBA CIBA 1999/00 Semai 365 121,67 4,4519 4,87±1,0243 - - - - Pancang 711 237 6,4376 9,48±1,4811 - - - - Tiang 141 47 1,7161 1,88±0,3948 9,9839 3,3280 0,0859 0,13±0,0198 Pohon 326 108,67 2,4077 4,35±0,5540 41,5004 13,8335 0,5257 0,55±0,1210 2000 Semai 157 78,5 3,5914 3,14±1,0207 - - - - Pancang 362 181 6,6534 7,24±1,8909 - - - - Tiang 71 35,5 1,4995 1,42±0,4262 6,1323 3,0662 0,882 0,12±0,0251 Pohon 234 117 3,1457 4,68±0,8940 25,5461 12,7731 0,5330 0,51±0,1515 2001 Semai 211 105,5 7,1122 4,22±2,0213 - - - - Pancang 216 108 3,2541 4,32±0,9248 - - - - Tiang 95 47,5 2,0025 1,90±0,5691 28,1196 14,0598 0,7382 0,55±0,1233 Pohon 326 163 2,6360 6,52±0,7491 9,8333 4,9166 0,1084 0,19±0,0305

4. Letak permudaan alami terhadap kelerengan

Jumlah plot dan persentasenya berdasarkan kriteria kelerengan untuk masing-masing RKT ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Plot dan Persentase untuk Letak Permudaan Alami terhadap Kelerengan Kriteria 0 dan 1 dari Kelima RKT

RKT Kriteria 0 Kriteria 1

Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase

1996/1997 24 48 26 52

1997/1998 20 40 30 60

1999/2000 39 52 36 48

2000 25 50 25 50

2001 26 52 24 48

5. Keterbukaan terhadap cahaya

Jumlah plot dan persentasenya terhadap keterbukaan cahaya untuk kriteria 1, 2 dan 3 pada masing-masing RKT ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Plot terhadap Keterbukaan Cahaya untuk Kriteria 1, 2 dan 3 dari Lima RKT yang Diteliti

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 RKT Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase

1996/1997 1 2 7 14 42 84

1997/1998 14 28 24 48 12 24

1999/2000 5 6,67 8 10,67 62 82,67

2000 4 8 6 12 40 80

(8)

Penebangan yang terjadi pada saat kemarau (tahun 1997/1998) tampaknya berpengaruh negatif terhadap pemulihan penutupan tajuk, hal ini terlihat dari tingginya persentase plot yang terbuka dibandingkan dengan plot-plot yang dipanen pada tahun yang lain.

6. Permudaan alami pada plot pene1itian terhadap ja1an sarad

Jumlah plot dan persentasenya terhadap jarak dari jalan sarad untuk kriteria 1, 2 dan 3 pada masing-masing RKT ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Plot terhadap Jarak dari Jalan Sarad untuk Kriteria 1, 2 dan 3 dari Lima RKT yang Diteliti

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 RKT Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase Jumlah plot Persentase

1996/1997 5 10 2 4 43 86

1997/1998 23 46 17 34 10 20

1999/2000 8 10,67 11 14,67 56 74,67

2000 15 30 7 14 28 56

2001 7 14 5 10 38 76

Risalah Kegiatan Pemanenan

PT SLJ II melaksanakan pemanenan pada petak-petak dalam blok RKT yang telah ditetapkan dan disahkan. Penebangan pohon berpedoman kepada peta pohon dan tanda-tanda di pohon.

Kegiatan pemanenan mengikuti asas-asas penebangan pohon dalam sistem TPTI, yaitu:

a. Menebang pohon besar yang telah mencapai ukuran siap panen (SLJ II menebang pohon diameter 60 cm ke atas) untuk dijual agar perusahaan memperoleh keuntungan finansial dan memberikan ruang tumbuhnya kepada permudaan yang menghasilkan riap kayu lebih besar daripada pohon-pohon tua.

b. Pemanfaatan potensi hutan per satuan luas seoptimal mungkin dengan meminimalkan limbah pembalakan.

c. Penebangan pohon dalam tegakan menggunakan arah rebah menuju pangkal jalan sarad agar kerusakan tanah dan tegakan tinggal dapat diminimalkan. d. Penomoran kayu bulat secara konsisten berdasarkan nomor pohon berdiri yang

dibuat dan dipetakan dalam kegiatan ITSP. Pemanenan tidak dilakukan pada kawasan:

a. Radius 200 m dari tepi mata air, waduk atau danau. b. Selebar 100 m dari tepi sungai yang lebarnya >10 m. c. Jurang dan tebing curam (>40°).

d. Membuat areal tegakan benih dalam setiap wilayah RKL yang luasnya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

(9)

Mentari dkk. (2006). Penyusunan Model Statistik Permudaan Alami 67

Pemanenan dengan cara konvensional (menggunakan traktor) dilaksanakan pada seluruh RKT yang diambil untuk contoh penelitian, kecuali pada RKT 2001 yang masih menggunakan traktor, namun sudah mulai menerapkan sistem Reduced Impact Logging (RIL).

Model Terpilih untuk Penerapan di Lapangan

Secara umum berdasarkan hasil analisis regresi logistik untuk kelima RKT yang diteliti terlihat, bahwa peubah kerapatan tegakan, dalam hal ini jumlah pohon/plot lebih banyak memberikan pengaruh yang positif terhadap keberadaan permudaan alami.

Dalam membuat model yang dapat digunakan secara umum di lapangan, data dari keberadaan permudaan alami dan jumlah pohon/plot dari seluruh sampel (275 sampel) dalam lima RKT yang diteliti dianalisis kembali melalui regresi logistik. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9. Nilai-nilai Statistik untuk Model Permudaan Alami yang Terpilih

Peubah Koefisien Galat baku Uji Wald Signifikansi

X2 0,249 0,052 22,803 0,000

Konstanta -0,018 0,315 0,003 0,955

Pada areal PT SLJ II diperoleh model penduga permudaan alami sebagai berikut:

P = 1 / {1 + e-(-0,018+ 0,249 X2)}

yang mana:

p = peluang adanya pennudaan alami X2 = nilai kerapatan pohon/plot (N/plot)

Terlihat dari nilai di atas, bahwa peubah bebas X2 (jumlah pohon/plot) memberikan pengaruh yang signifikan pada taraf signifikansi 95 %. Nilai keeratan hubungan menurut Cox dan Snell adalah 0,098 dan keeratan hubungan menurut Nagelkerke adalah 0,158. Dengan menggunakan persamaan ini, jumlah kasus yang diprediksi dengan benar adalah 80,7 %.

Struktur tegakan menurut Davis dan Johnson (1986) merupakan susunan tegakan berdasarkan penyebaran diameter, tingkatan permudaan ( semai, pancang, tiang dan pohon) serta lapisan tajuk dalam penyebaran pada ruang tumbuh tegakannya (vertikal dan horizontal). Dalam penelitian mi, struktur tegakan digambarkan dalam bentuk kurva J terbalik, sehingga terlihat faktor yang menentukan bentuk kurva tersebut adalah jumlah pohon dan sebaran kelas diameter, maka kerapatan tegakan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi bagaimana struktur tegakan terbentuk. Manipulasi kerapatan tegakan dapat mempengaruhi kemantapan jenis selama periode pennudaan dan juga memodifikasi kualitas batang serta kecepatan pertumbuhan diameter babkan volume produksi selama perkembangan tegakan (Baker dkk., 1987).

(10)

Pada plot penelitian, kegiatan pemanenan yang dilakukan sebagian besar masih dengan cara konvensional namun tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi tegakan tinggal bila dilihat dari hasil pengukuran PSP oleh PT SLJ II yang menunjukkan nilai indeks kesamaan komunitas sebesar 56,32 % sampai 97,27 %. Persentase keberadaan permudaan alami juga dihitung pada lokasi yang dijadikan contoh (sample), yakni berada pada kisaran 78 % sampai 88 %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Susanty (2001), bahwa pemanenan dengan sistem konvensional mempunyai nilai riap yang cenderung lebih tinggi dengan asumsi semakin besar intensitas pemanenan akan semakin besar keterbukaan areal suatu tegakan.

Keterbukaan areal yang terbentuk akan menciptakan rumpang-rumpang sebagai ruang tumbuh dalam tegakan, sehingga lebih memungkinkan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tegakan muda akan lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan intensitas penebangan yang lebih tinggi, nilai riap diameter tahunan yang terbentuk akan lebih tinggi pula. Namun demikian, akan lebih baik bila perusahaan menerapkan sistem pemanenan ramah lingkungan dengan berusaha meminimalkan kerusakan tegakan tinggal.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Model penduga permudaan alami yang dihasilkan melalui analisis regresi logistik untuk masing-masing RKT yang diteliti adalah sebagai berikut:

RKT Permudaan alami B0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 1996/1997 P -1,302 - 0,360 - - - - 1997/1998 P -0,294 - 0,327 - - - - 1999/2000 P -0,470 - 0,525 - - - - 2000 P 0,747 - - - 1,555 - 2001 P -0,381 - 0,439 - - - -

Dari model penduga permudaan alami ternyata peubah utama yang mempengaruhi keberadaan permudaan a1ami adalah peubah kerapatan tegakan, dalam hal ini jumlah pohon/plot dan bidang dasar/plot. Peubah lain yang juga berpengaruh terhadap keberadaan permudaan alami adalah letak permudaan dari jalan sarad. Berlaku hal yang sama untuk luasan yang lebih besar, yaitu kerapatan tegakan/ha, bila tegakan rapat dengan diameter yang tidak besar, maka akan memberikan celah bagi permudaan untuk tumbuh dan berkembang. Sebaliknya dengan bidang dasar/ha yang besar, maka terdapat pohon-pohon besar yang lebih mendominasi tempat tumbuh sehingga kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya permudaan alami semakin kecil.

Model terpilih untuk menduga keberadaan pennudaan alami pada areal PT SLJ II adalah: P = 1 / 1 / {1 + e-(-0,018+ 0,249 X2)}

Persentase keberadaan permudaan alami beberapa tahun setelah penebangan pada lokasi penelitian berada pada kisaran 78 % sampai 88 % yang menunjukkan

(11)

Mentari dkk. (2006). Penyusunan Model Statistik Permudaan Alami 69 bahwa sebenamya kegiatan penebangan secara konvensional memberikan ruang tumbuh bagi peremajaan hutan secara alami.

Kegiatan pemanenan yang dilakukan pada musim kemarau (tahun 1997) berpengaruh negatif terhadap pemulihan penutupan tajuk, hal ini ditunjukkan oleh tingginya nilai persentase plot yang terbuka dibandingkan dengan plot-plot yang dipanen pada tahun yang lain.

Saran

Dalam menetapkan kegiatan silvikultur untuk pengelolaan hutan bekas tebangan, disarankan untuk dapat menggunakan model statistik yang telah dibuat sehingga dapat mengurangi biaya yang akan dikeluarkan untuk kegiatan tersebut.

Jumlah sampel untuk penelitian masih perlu ditambah untuk dapat melihat lebih jelas sejauh mana hubungan antara keberadaan permudaan alami dengan peubah-peubah bebas yang mempengaruhinya.

Model penduga permudaan alami untuk suatu daerah harus disusun berdasarkan data dari daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1983. Survai Kapabilitas Tanah. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. 52 h.

Baker, F.S.; T.W. Daniel dan J.A. Helms. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 651 h.

Davis, S. dan Johnson. 1986. Forest Management. McGraw-Hill Company Inc., California. Ripati, P. 1996. Factors Affecting Partitioning of Private Forest Holdings in Finland. A

Logit Analysis. Acta Forestalia Fennica: 252.

Schmidt, F.H. dan J.H.A. Fergusson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian Perhubungan, Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Soemarna, K dan A. Suyana. 1980. Inventarisasi Potensi Permudaan Alam dan Tegakan Pohon Sisa Tebangan di Kelompok Sungai Dareh, KPH Sumatera Barat. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor.

Susanty, F.H. 2001. Analisis Bentuk Struktur Tegakan dan Model-model Riap Tegakan dengan Sistem Pemanenan yang Berbeda di PT Inhutani I Berau, Kalimantan Timur. Tesis Magister PS Ilmu Kehutanan, Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. 132 h.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, instansi pe- merintah dan dinas terkait melakukan tugas se- suai tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) mas- ing-masing. Kompleksitas pada permasalahan anak

Untuk menguraikan tanggapan al-Razi atas teori Ibnu Sina di atas, di sini penulis ingin membaginya ke dalam beberapa bagian: 1) emanasi merupakan konsekuensi logis dari

Individu-individu tersebut didukung keunggulan agronomi karakter jumlah buah total per tanaman dan bobot buah total per tanaman lebih tinggi dari individu lain dalam

Respons perilaku orientasi diamati dengan menggunakan metode, seperti pada penelitian pengaruh insektisida deltametrin konsentrasi subletal terhadap perilaku orientasi parasitoid,

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diartikan bahwa politik luar negeri adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses

 Untuk mempelajari kata kerja (sekitar 100 kata untuk level pemula hingga dasar) dan kata sifat untuk minggu depan yang telah ada di daftar .ppt ini, tidak perlu khawatir,

Melalui berbagai event yang diadakan dan diadakan selama masa CO- OP, penulis mengerti usaha yang dilakukan oleh divisi COM dalam menjalankan fungsinya di TEPI

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)