• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA

BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU Andi Ishak dan Umi Pudji Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu – 38119

Email: erhr94@yahoo.co.id

ABSTRAK

Dalam upaya pemberdayaan petani di perdesaan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian melaksanakan berbagai program di bidang inovasi teknologi, pengembangan agribisnis, permodalan, dan sebagainya. Salah satu program yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian untuk pemberdayaan petani dalam melaksanakan agribisnis di perdesaan adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Salah satu hasil yang diharapkan dari kegiatan PUAP adalah terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) yang berkelanjutan dan dapat merespon kebutuhan petani dalam penyediaan modal usaha. Untuk mengevaluasi kinerja LKM-A pada gapoktan penerima dana BLM-PUAP dan persepsi petani terhadapnya maka telah dilaksanakan survei pada 5 gabungan kelompok tani (gapoktan) penerima dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP di Kota Bengkulu pada bulan September sampai Desember 2010. Tujuan penelitian adalah: (1) mengevaluasi kinerja gapoktan dalam pengelolaan dana BLM-PUAP dan (2) mengetahui persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A. Evaluasi kinerja gapoktan yang diamati meliputi 3 aspek yaitu aspek organisasi, aspek pengelolaan LKM-A, dan aspek kinerja pengelolaan LKM-A. Data karakteristik persepsi terdiri atas umur (X1), tingkat pendidikan (X2), penerimaan rumah tangga (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), lama

berkelompok (X5), kepemilikan lahan usahatani (X6), dan sumber permodalan usaha selain gapoktan (X7).

Variabel X6 dan X7 merupakan variabel dummy. Keragaan gapoktan dalam pengelolaan dana BLM-PUAP

dianalisis secara deskriptif, sedangkan persepsi petani terhadap LKM-A dianalisis dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengelolaan LKM-A, gapoktan telah mencapai kelas madya dan utama. Persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A umumnya baik (90,65%) dan dipengaruhi oleh jumlah tanggungan keluarga dan lama berkelompok. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, penerimaan rumah tangga, kepemilikan lahan usahatani, dan sumber dana petani selain gapoktan tidak mempengaruhi persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A. Untuk mendorong kemandirian LKM-A gapoktan maka diperlukan pembinaan lebih intensif menuju LKM-A mandiri.

Kata kunci: BLM-PUAP, LKM-A, kelas gapoktan.

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan klasik yang dihadapi sektor pertanian adalah masalah permodalan. Ashari (2009) mencatat bahwa selama empat dekade terakhir pemerintah telah mengucurkan anggaran program bantuan kredit atau modal untuk sektor pertanian yang bersumber dari APBN seperti Kredit Bimas, Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dana yang berasal dari kerjasama internasional antar lain Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K). Upaya pemerintah ini tidak lepas dari kenyataan bahwa

(2)

2

sebagian besar petani di Indonesia yang lemah dalam permodalan di satu sisi dan pentingnya peranan sektor ini di sisi lain.

Belajar dari pengalaman kredit program/bantuan modal dari pemerintah, ternyata bahwa sebagian besar program tidak dapat berkelanjutan pelaksanaannya di tingkat lapang. Setelah program selesai, petani tidak lantas menjadi mandiri dan sejahtera. Salah satu penyebabnya adalah karena dana bantuan program pemerintah tidak dapat dikelola dengan baik oleh petani. Ashari (2009) melaporkan beberapa informasi pengembalian kredit program pemerintah sebagai berikut: (i) Kredit Bimas yang disalurkan melalui BRI sejak tahun 1970-1985 sejumlah 636,7 milyar rupiah dengan nasabah 28.847 petani, hanya 80% nasabah yang membayar kembali (pada periode 1970-1975), sedangkan pada periode 1976-1985 nasabah yang melunasi kredit hanya 57%. Faktor yang mempengaruhi tingginya tunggakan adalah adanya pengampunan hutang, sehingga timbul persepsi petani bahwa hutang tersebut pada suatu hari tidak harus dibayar; (ii) KUT yang dimulai sejak tahun 1985 sampai 1999 melalui BRI ke KUD sebanyak 8 triliun rupiah, tingkat pengembaliannya hanya 25%. Kendalanya adalah banyak kredit yang tidak sampai kepada petani karena rendahnya pengembalian; (iii) KKP yang disalurkan pemerintah melalui bank BUMN sejak tahun 2000, pada tahun 2008 telah mencapai 6,3 triliun rupiah, kredit macet antara 0,02–14,00%. Kendala dalam penyaluran KKP adalah kehatian-hatian yang ekstra dari bank karena pengalaman KUT, keterbatasan agunan petani, serta terbatasnya avalis/penjamin.

Untuk mendekatkan sumber pelayanan di sektor pertanian kepada petani, maka sejak tahun 2008 diinisiasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri). PUAP dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dalam bentuk penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk usaha produktif dalam rangka pengembangan agribisnis di perdesaan.

PUAP dirancang secara partisipatif dengan petani, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai pelaku utama yang difasilitasi oleh pemerintah dari tingkat Kementerian Pertanian sampai ke desa/kelurahan.

(3)

3

Tujuan Program PUAP adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani. Gapoktan sebagai penerima BLM-PUAP menjadi unsur utama dalam mensukseskan program ini (Kementerian Pertanian, 2010a).

Di Kota Bengkulu, sampai dengan tahun 2010 terdapat 46 gapoktan pelaksana program PUAP dengan jumlah dana BLM yang telah disalurkan sejumlah 4,6 milyar rupiah. Potensi pemberdayaan ekonomi petani dan pengembangan agribisnis melalui penyaluran dana BLM-PUAP merupakan suatu tantangan bagi semua pihak yang terkait dari pusat sampai ke daerah, khususnya bagi gapoktan sebagai pelaksana utama Program PUAP di lapangan.

Keberhasilan program PUAP dalam bentuk penyaluran dana BLM kepada gapoktan sangat tergantung pada kesiapan gapoktan dalam mengelola dana tersebut. Untuk itu peranan lembaga keuanga mikro di tingkat gapoktan (LKM-A) memainkan peranan penting dan strategis dalam pengembangan dana BLM-PUAP.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2010. Lokasi penelitian pada 5 gapoktan penerima dana BLM-PUAP tahun 2008 di Kota Bengkulu. Gapoktan dipilih secara sengaja yang aktif melakukan kegiatan simpan pinjam setelah mendapatkan dana BLM-PUAP, yaitu Gapoktan Mesra Jaya (Kelurahan Sawah Lebar Lama), Wira Tani (Sumber Jaya), Sekar Wangi (Padang Serai), Karya (Pekan Sabtu), dan Flamboyan Raya (Bajak).

Untuk mengevaluasi kinerja gapoktan dalam pengelolaan LKM-A, dilakukan wawancara dengan petugas dari instansi terkait yaitu Sekretariat PUAP di BPTP Bengkulu, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3) Kota Bengkulu, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan, Penyelia Mitra Tani (PMT) PUAP Kota Bengkulu, penyuluh pendamping gapoktan PUAP, pengurus gapoktan, dan pengelola LKM-A atau unit simpan pinjam gapoktan. Kinerja gapoktan dalam pengelolaan LKM-A dievaluasi dengan

(4)

4

menggunakan blangko penilaian (skoring) rating gapoktan menuju LKM-A dengan mengikuti panduan program PUAP (Kementerian Pertanian, 2010b).

Untuk mengukur pesepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A digunakan kuesioner yang disusun dengan skala Likert (Riduwan, 2007). Variabel penyusun pesepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A meliputi prosedur pengajuan pinjaman, persyaratan pengajuan pinjaman, besarnya nilai pinjaman, kecepatan waktu pencairan pinjaman, tingkat bunga per bulan, kesesuaian waktu pembayaran pinjaman dengan panen, sikap pengelola LKM-A dalam melayani petani, dan jenis agunan. Variabel penyusun pesepsi ini mengikuti hasil penelitian Hendayana dan Bustaman (2007). Data dianalisis dengan regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (Y) yaitu variabel penyusun petani terhadap pengelolaan LKM-A dengan tujuh variabel bebas (Xi) yang merupakan data karakteristik

responden, terdiri atas umur (X1), tingkat pendidikan (X2), penerimaan rumah tangga (X3),

jumlah tanggungan keluarga (X4), lama berkelompok (X5), kepemilikan lahan usahatani (X6),

dan sumber permodalan usaha selain gapoktan (X7). Variabel X6 dan X7 merupakan variabel

dummy.

Model regresi logistik yang digunakan (Gujarati, 1999) adalah sebagai berikut: Yi = bo + biXi + ei ………...……….(1)

Variabel bebas sesuai model sebanyak 7 variabel sehingga persamaan (1) di atas dijabarkan sebagai berikut:

Yi = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + ei ………... (2) Dimana:

Yi = Persepsi petani (1 = baik; 0 = kurang baik)

X1 = Umur responden dalam tahun

X2 = Tingkat pendidikan dalam tahun

X3 = Penerimaan rumah tangga dalam rupiah per bulan

X4 = Jumlah tanggungan keluarga dalam jiwa

X5 = Lama berkelompok dalam tahun

X6 = Kepemilikan lahan usahatani (1 = ada; 0 = tidak)

X7 = Sumber permodalan usaha selain gapoktan (1 = ada; 0 = tidak)

ei = Error

bo = konstanta

(5)

5

Karena variabel terikat (Y) merupakan probabilitas atau peluang baik atau kurang baiknya pesepsi yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Xi), maka model tersebut bersifat non

linier dalam parameter dengan persamaan:

Yi = P(Xi) = 1 …………. (3) 1 + ei –(bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7)

Untuk menjadikan model tersebut linier, maka dilakukan transformasi dengan logaritma natural (ln), sehingga menjadi:

Yi = ln P(Xi) = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 ….. (4) 1 - P(Xi)

P(Xi) adalah peluang pesepsi baik terhadap pengelolaan LKM-A, sebagai kebalikan dari

1-P(Xi) sebagai peluang kurang baik. Oleh karenanya, ln [P(Xi)/1-P(Xi)] secara sederhana

merupakan logaritma natural dari perbandingan antara peluang pesepsi baik dengan peluang pesepsi kurang baik, sehingga, koefisien dalam persamaan (4) ini menunjukkan pengaruh dari variabel Xi terhadap peluang relatif pesepsi baik dibandingkan dengan pesepsi

kurang baik terhadap pengelolaan LKM-A.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Profil Gapoktan

Profil gapoktan menggambarkan keragaan gapoktan lokasi penelitian yang tersaji pada Tabel 1. Gapoktan PUAP umumnya terbentuk pada tahun 2007, setelah ada informasi tentang adanya Program PUAP. Jumlah kelompok tani anggota gapoktan antara 3-13 kelompok dengan jumlah anggota 34-229 orang. Dana BLM-PUAP dimanfaatkan untuk kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian, usahatani padi dan kelapa sawit.

Pertemuan anggota dilakukan setiap bulan untuk pembayaran angsuran pinjaman, pembayaran simpanan, dan pemberian pinjaman kepada anggota. Pertemuan secara rutin ini akan mempengaruhi pengelolaan gapoktan. Menurut Pranadji dan Hastuti (2010), sistem manajemen yang digunakan dalam organisasi petani harus menggunakan kaidah pertanggungjawaban (accountability), keterbukaan manajemen (transparency), keputusan

(6)

6

yang bersifat partisipatif dan demokratis. Sehingga pertemuan secara rutin untuk merencanakan dan mengevaluasi jalannya organisasi merupakan sesuatu yang harus ada.

Anggota gapoktan lokasi penelitian didominasi oleh wanita. Interaksi kelompok tani anggota gapoktan dengan program pemerintah sudah berlangsung lama, meskipun empat gapoktan baru dibentuk pada tahun 2007 karena informasi akan adanya bantuan dana BLM-PUAP. Anggota gapoktan umumnya merupakan anggota kelompok pengolah hasil pertanian atau kelompok wanita tani yang sudah dibentuk sejak adanya Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K) pada akhir tahun 1990-an.

Tabel 1. Profil gapoktan lokasi penelitian.

No Profil Gapoktan Mesra Jaya Wira Tani Wangi Sekar Karya Flamboyan Raya

1. Tanggal pembentukan 26-11-2003 10-10-2007 7-7-2007 9-3-2007 7-8-2007

2. Jumlah kelompok 3 4 13 6 7

3. Jumlah anggota (orang) 34 62 229 84 90

4. Kegiatan usaha pertanian

- Tanaman semusim √ √ √ √ - - Tanaman Perkebunan - √ √ √ - - Pengolahan/pemasaran hasil √ √ √ √ √ 5. Pertemuan bulanan √ √ √ √ √ 6. Kegiatan sosial - Arisan - - - - √ - Kunjungan sosial √ √ √ √ √ 7. Pembukuan √ √ √ √ √

8. Pemupukan modal gapoktan

- Simpanan pokok √ √ √ √ √

- Simpanan wajib √ √ √ √ √

- Simpanan wajib pinjaman √ - - - √

- Simpanan sukarela √ - √ - √

9. Kegiatan usaha Simpan

Pinjam Simpan Pinjam Simpan Pinjam, penyalur-an pupuk

Simpan

Pinjam Simpan Pinjam

10. Mekanisme penyaluran

pinjaman

- Langsung ke gapoktan - √ - √ √

- Melalui kelompok √ - √ - -

11. Rata-rata jumlah pinjaman (Rp.) 6.567.307 1.200.000 1.370.833 2.447.368 2.576.470

12. Pembayaran angsuran

- Waktu pembayaran Bulanan Bulanan Bulanan Bulanan Bulanan

- Bunga pinjaman 1% 1,5% 1,5% 1% 1,5%

13. Unit usaha simpan pinjam

- Telah dibentuk - - √ - √

- Belum dibentuk √ √ - √ -

Kegiatan usaha gapoktan terutama adalah simpan pinjam. Penyaluran pinjaman dilakukan dengan dua cara yaitu anggota gapoktan meminjam langsung ke gapoktan dan penyaluran pinjaman dari gapoktan kepada anggota melalui kelompok tani.

(7)

7

Kegiatan simpan pinjam dikelola oleh pengurus maupun unit usaha simpan pinjam gapoktan. Menurut Kementerian Pertanian (2010b), pengurus dan pengelola unit usaha simpan pinjam dalam gapoktan PUAP yang sehat sebaiknya terpisah. Pengurus mempunyai tugas dan fungsi merumuskan kebijakan organisasi, pengawasan, dan melaporkan perkembangan dan kemajuan organisasi. Pengelola merupakan pelaksana operasional bisnis keuangan gapoktan dalam bentuk LKM-A sesuai dengan AD/ART. Pengelola LKM-A idealnya terdiri dari manajer, bagian pembiayaan, administrasi pembukuan, kasir, dan penggalangan dana.

2. Evaluasi Kinerja Gapoktan dalam Pengelolaan LKM-A

Sebagai suatu program nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertanian, maka Kementerian Pertanian telah menyusun petunjuk pengklasifikasian gapoktan sebagai dasar pembinaan organisasi lebih lanjut dalam tiga kelas gapoktan yaitu kelas Pemula, Madya, dan Utama (Kementerian Pertanian, 2010b).

Gapoktan Pemula yaitu gapoktan yang baru dibentuk dan dipersiapkan untuk melaksanakan program PUAP. Gapoktan Madya merupakan gapoktan pemula yang telah didampingi secara baik oleh petugas pendamping sehingga dapat meningkatkan tingkat keswadayaan kepengurusan dan penggalangan modal. Gapoktan Utama adalah gapoktan yang sudah mengelola dan menjaga perguliran dana BLM-PUAP serta dana keswadayaan (simpanan anggota). Diharapkan setelah program PUAP selesai, maka gapoktan telah mencapai Kelas Utama yang dapat secara mandiri mampu mengelola organisasi dan pengelolaan kegiatan simpan pinjamnya (LKM-A).

Skoring gapoktan didasarkan pada keragaan LKM-A mengelola dana BLM-PUAP. Tiga aspek yang dilihat adalah aspek organisasi, aspek pengelolaan LKM-A, dan aspek kinerja pengelolaan LKM-A. Total skor membedakan klas gapoktan dalam pengelolaan LKM-A. Gapoktan Pemula memiliki skor nilai antara 0-100, Gapoktan Madya antara 101-200, sedangkan Gapoktan Utama antara 201-300.

Hasil pengamatan di 5 gapoktan lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Terlihat pada tabel tersebut bahwa tiga gapoktan yaitu Gapoktan Mesra Jaya (skor 211), Sekar Wangi (skor 216), dan Flamboyan Raya (skor 221) telah masuk ke dalam Kelas Utama, sedangkan

(8)

8

dua gapoktan lain yaitu Gapoktan Wira Tani (skor 179) dan Karya (skor 179) masih berada pada Kelas Madya.

Tabel 2. Skoring gapoktan terhadap pengelolaan LKM-A.

Skor

No Keragaan LKM-A gapoktan Mesra

Jaya Wira Tani Wangi Sekar Karya Flamboyan Raya

1. Aspek organisasi

a. Sudah mempunyai dan memiliki

AD/ART gapoktan 18 18 18 18 18

b. Ada pemisahan antara pengurus

gapoktan dan pengelola LKM-A 5 5 15 5 15

c. Rencana kerja gapoktan ada 10 10 10 10 10

d. Rapat anggota secara berkala 15 15 15 15 15

e. Penyelenggaraan RAT 5 5 15 5 15

f. Gapoktan sudah berbadan hokum 12 4 4 4 8

2. Aspek pengelolaan LKM-A a. Penyaluran untuk usaha

pertanian 6 9 9 9 3

b. Pembiayaan untuk petani miskin 6 9 9 9 3

c. Pengendalian penyaluran dana 3 3 3 3 3

d. Pencatatan dan pembukuan 15 10 15 10 15

e. Analisa kelayakan usaha anggota 2 2 2 2 2

f. Pelaporan 9 9 9 9 9

g. Pembinaan usaha anggota 4 4 4 4 4

h. Pengawasan pembiayaan

(penggunaan sesuai sasaran) 2 2 2 2 2

i. Mekanisme insentif dan sanksi 4 4 6 4 4

j. Sarana dan prasarana LKM-A 10 10 10 10 10

3. Aspek kinerja pengelolaan LKM-A

a. Modal keswadayaan gapoktan 10 10 10 10 10

b. Simpanan sukarela 10 5 5 5 10

c. Asset yang dikelola 20 20 20 20 20

d. Total pinjaman kepada anggota 30 20 20 20 30

e. Tingkat pembiayaan bermasalah 15 5 15 5 15

Jumlah 211 179 216 179 221

Kelas gapoktan:

- Pemula (skor 0 – 100) - Madya (skor 101 – 200) - Utama (skor 201 – 300)

Utama Madya Utama Madya Utama

3. Persepsi Petani terhadap Pengelolaan LKM-A

Persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan panca indera (Chaplin, 1989). Persepsi mempengaruhi orang, baik terhadap individu maupun terhadap organisasi. Keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari persepsi anggotanya terhadap organisasi tersebut.

Persepsi merupakan proses pengenalan atau identifikasi sesuatu melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Persepsi adalah proses aktif timbulnya kesadaran terhadap suatu obyek yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain kebutuhan individu, pengalaman, usia, motif, jenis kelamin,

(9)

9

pendidikan dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat (Ahmadi, 2009).

Untuk mengetahui persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A pada lima gapoktan lokasi penelitian dilakukan survei dengan jumlah responden sebanyak 107 orang atau 22,44% dari jumlah populasi yaitu 499 orang.

Deskripsi responden pada Tabel 3 menunjukkan bahwa 97 orang (90,65%) responden memiliki persepsi yang baik terhadap pengelolaan LKM-A, sedangkan yang memiliki persepsi kurang baik sebanyak 10 orang (9,35%). Hal ini dimaklumi karena lima gapoktan lokasi survei adalah gapoktan yang aktif secara reguler melayani simpan pinjam bagi anggota, sehingga persepsi anggota terhadap pengelolaan LKM-A juga umumnya baik.

Tabel 3. Deskripsi responden survei persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A.

No Uraian Keterangan

1. Jumlah responden 107 orang

2. Persepsi responden terhadap LKM-A

- Baik - 97 orang (90,65%)

- Kurang baik - 10 orang (9,35%)

3. Umur responden

- minimum - 20 tahun

- Maksimum - 64 tahun

- rata-rata - 41,68 tahun

4. Lama menempuh pendidikan

- minimum - 2 tahun

- Maksimum - 16 tahun

- rata-rata - 9 tahun

5. Penerimaan rumah tangga per bulan

- minimum - Rp. 500.000

- Maksimum - Rp. 7.000.000

- rata-rata - Rp. 2.229.598

6. Jumlah tanggungan keluarga

- minimum - 1 jiwa - Maksimum - 9 jiwa - rata-rata - 4 jiwa 7. Lama berkelompok - minimum - 1 tahun - Maksimum - 8 tahun - rata-rata - 4,5 tahun

8. Kepemilikan lahan usahatani

- Ada - 44 orang (41,1%)

- Tidak ada - 63 orang (58,9%)

9. Sumber permodalan selain gapoktan

- Ada - 16 orang (15%)

- Tidak ada - 91 orang (85%)

10. Pemanfaatan dana (jumlah peminjam) 91 orang

- Usaha pertanian - 62 orang (68,13%)

(10)

10

Terdapat 85% responden yang tidak memiliki akses terhadap permodalan selain gapoktan. Sebanyak 15% memiliki akses permodalan lain selain gapoktan yaitu bank, koperasi, lembaga kredit swasta, dan sumber permodalan lainnya.

Pada saat survei, 91 dari 107 orang responden atau 85% meminjam di gapoktan. Petani yang memanfaatkan dana tersebut untuk usaha pertanian sebanyak 68,13% untuk kegiatan

on-farm maupun off-farm. Sebanyak 31,87% responden memanfaatkan dana untuk kegiatan

di luar pertanian seperti untuk kebutuhan usaha produktif di luar pertanian (modal dagang), investasi (membeli tanah), dan kebutuhan konsumtif (membeli kendaraan, biaya anak sekolah, bayar utang, pasang listrik, dan perbaikan rumah). Kondisi ini disebabkan karena tidak adanya pengawasan terhadap pemanfaatan dana untuk usaha pertanian setelah perguliran dana, seperti pada saat awal pencairan dana BLM.

Kuesioner survei persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A gapoktan disusun dengan 28 butir pertanyaan yang diskor mengacu pada skala Likert. Uji validitas dengan menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat 20 butir pertanyaan yang valid dan 8 butir pertanyaan yang tidak valid. Uji reliabilitas menggunakan koofisien reliabilitas Cronbach’s Alpha menunjukkan nilai 0,830 sehingga dapat dipercaya untuk mengukur persepsi. Menurut Sekaran (2000) dalam Wibawa (2007), umumnya reliabilitas kuesioner kurang dari 0,6 tidak dapat diterima, antara 0,6-0,8 dapat diterima, dan di atas 0,8 adalah baik.

Hasil analisis persepsi dapat menilai kelayakan model regresi, pengaruh variabel bebas (Xi) terhadap variabel persepsi (Y), baik secara bersama-sama maupun parsial, dan rasio

peluang (odds ratio) perubahan variabel Y akibat perubahan variabel Xi. Hasil analisis logistik

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik survei persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A.

No Variabel Koefisien p-value Odds Ratio

1. X1 (Umur) -0,062 0,155 0,940

2. X2 (Tingkat Pendidikan) 0,115 0,350 1,122

3. X3 (Penerimaan Rumah Tangga) 0,000 0,423 1,000

4. X4 (Jumlah Tanggungan Keluarga) -0,533 0,044* 0,587

5. X5 (Lama Berkelompok) 0,483 0,077* 1,622

6. X6 (Kepemilikan Lahan) 1,089 0,197 2,971

7. X7 (Sumber Permodalan selain Gapoktan ) -0,086 0,931 0,918

Konstanta 4,456 0,079* -

Kelayakan model (Nagelkerke R2) 0,242 - -

(11)

11

Pada Tabel 4 terlihat bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan atau memprediksi persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A dengan melihat nilai p-value yaitu sebesar 0,079 jika menggunakan pengujian dengan α=10%. Untuk menguji variabel mana yang berpengaruh nyata terhadap persepsi digunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji Wald. Dari output SPSS diketahui bahwa hanya variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) dengan p-value 0,044 dan lama

berkelompok (X5) dengan p-value 0,077 yang berpengaruh nyata terhadap persepsi petani

terhadap pengelolaan LKM-A pada α=10%, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak nyata. Dengan melihat nilai Nagelkerke R2, ketujuh variabel bebas mampu menjelaskan

varians ketepatan persepsi sebesar 24,2% dan sisanya yaitu sebesar 75,8% dijelaskan oleh faktor lain.Persamaan model regresi logistik biner persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A dapat ditulis sebagai berikut:

Yi = ln P(Xi) = 4,456 – 0,062X1 + 0,115X2 – 0,533X4 + 0,484X5 + 1,089X6 – 0,086X7 1 - P(Xi)

Koefisien dalam model logistik menunjukkan perubahan dalam logistik sebagai akibat perubahan satu satuan variabel bebas. Dalam kasus variabel X4 (jumlah tanggungan

keluarga) dengan odds ratio sebesar 0,587 dapat diartikan bahwa peluang persepsi petani yang baik terhadap pengelolaan LKM-A adalah 0,587 kali jika jumlah tanggungan keluarga meningkat sebanyak 1 jiwa, jika variabel lainnya tetap. Artinya bahwa petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang lebih banyak memiliki peluang persepsi baik terhadap LKM-A lebih rendah. Odds ratio variabel X5 (lama berkelompok) sebesar 1,622 dapat

diartikan bahwa petani yang lama berkelompoknya lebih lama satu tahun peluang memiliki persepsi baik terhadap pengelolaan LKM-A adalah 1,622 kali dibandingkan petani yang lama berkelompoknya lebih muda satu tahun, jika variabel lainnya tetap. Artinya petani yang lebih lama berkelompok memiliki peluang persepsi baik terhadap pengelolaan LKM-A lebih tinggi.

Dari hasil analisis persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A dipengaruhi secara nyata oleh jumlah tanggungan keluarga dan lama berkelompok. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, penerimaan rumah tangga, kepemilikan

(12)

12

lahan usahatani, dan sumber dana petani selain gapoktan berpengaruh tidak nyata terhadap persepsi petani.

KESIMPULAN

1. Evaluasi kinerja gapoktan dalam pengelolaan dana BLM-PUAP yaitu Gapoktan Mesra Jaya (skor 211), Sekar Wangi (skor 216), dan Flamboyan Raya (skor 221) telah masuk ke dalam Kelas Utama, sedangkan Gapoktan Wira Tani (skor 179) dan Karya (skor 179) masih berada pada Kelas Madya.

2. Persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A umumnya baik (90,65%) dan dipengaruhi secara nyata oleh jumlah tanggungan keluarga dan lama berkelompok.

Untuk mendorong kemandirian LKM-A pada gapoktan penerima dana BLM-PUAP di Kota Bengkulu diperlukan pembinaan yang lebih intensif oleh tim teknis Kota Bengkulu dari sisi administrasi keuangan maupun kegiatan usaha agar LKM-A dapat berperan optimal dalam penyediaan modal usaha agribisnis.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Edisi Revisi 2009. Rineka Cipta. Jakarta. Chaplin, J.P. 1985. Dictionary of Psychology. Dell Publisher. New York.

Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.

Hendayana, R., dan S. Bustaman. 2007. Fenomena Lembaga Keuangan Mikro dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Perdesaan. http://kelembagaandas.wordpress. com. Kementerian Pertanian. 2010a. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2010b. Petunjuk Teknis Pemeringkatan (Rating) Gapoktan PUAP menuju LKM-A. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Pranadji, T. dan E.L. Hastuti. 2010. Transformasi Sosio Budaya dalam Pembangunan Pedesaan dalam Analisis Kebijakan Pertanian Volume 8 Nomor 1, Maret 2010. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV.

Alfabeta. Jakarta.

Wibawa, W. 2007. Efficacy, Cost Effectiveness, and Risk-Benefit Analysis of Three Herbicides in Immature Oil Palm Plantation. Disertasi. Universiti Putra Malaysia.

Gambar

Tabel 1. Profil gapoktan lokasi penelitian.
Tabel 2. Skoring gapoktan terhadap pengelolaan LKM-A.
Tabel 3. Deskripsi responden survei persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A.
Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik survei persepsi petani terhadap pengelolaan LKM-A

Referensi

Dokumen terkait

Perairan Bantayan, Kota Dumaguete dan perairan Tanjung Merah berbeda letak geografis, tetapi sama-sama memiliki padang lamun, sehingga perlu dilakukan penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru kimia dan siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Makassar Penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu pengembangan

Dilakukan identifikasi beberapa tantangan dalam penerapan knowledge management dan multi-step framework (kerangka kerja) yang dapat dipergunakan untuk identifikasi kendala

 Churchill, Complex variabels, new york, mc graw hill book company inc 1960  John D paliouras, complex variebles for scientist and engginers new york,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis pakan keong mas yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan laju

Kualitas layanan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pengguna hubungan tersebut berdasarkan indikator dalam kuesioner dengan topik pertanyaan dan

pengujian rangkaian electromagnetic harvesting yang dilakukan terhadap Access Point didapatkan kesimpulan, bahwa pada jarak tertentu tegangan keluaran dari

poin yang mengatur cara-cara hidup dalam pluralitas pada Piagam Madinah tersebut adalah sebagai berikut: (1) Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku,