BAB 5
BAB 5
UNIT SEDIMENTASI
UNIT SEDIMENTASI
5.1.
5.1. Tujuan SedimentasiTujuan Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedimentasi pada pengolahan air minum ditujukan gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedimentasi pada pengolahan air minum ditujukan untuk:
untuk: 1.
1. pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskretpengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret 2.
2. pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasirpengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat
cepat 3.
3. pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahanpenurunan kesadahan 4.
4. pengendapan presipitat pada penyisihan besi dan mangan dengan pengendapan presipitat pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasioksidasi
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter (Reynold & Richards, 1996). Namun, angka-angka tersebut bukanlah angka lebih dari 1,8 meter (Reynold & Richards, 1996). Namun, angka-angka tersebut bukanlah angka mutlak yang harus diikuti, harus disesuaikan dengan kondisi setempat dan debit air yang diolah. mutlak yang harus diikuti, harus disesuaikan dengan kondisi setempat dan debit air yang diolah.
Bentuk bak sedimentasi: Bentuk bak sedimentasi:
••
segi empat (segi empat (rectangular rectangular ). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.1).outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.1).
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 5.1 Bak sedimentasi berbentuk segi
Gambar 5.1 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjangempat: (a) denah, (b) potongan memanjang
••
lingkaran (lingkaran (circular circular ) -) - center feed center feed . Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir hobak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir ho risontal dari inlet menuju outlet dirisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.2). Secara tipikal sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.2). Secara tipikal bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1
bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.– 3 : 1.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 5.2 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran –
Gambar 5.2 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed center feed : (a) denah, (b) potongan: (a) denah, (b) potongan melintang
••
lingkaran (lingkaran (circular circular ) ) -- periferal periferal feed feed . Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju kelingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran,outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah (G
sementara partikel mengendap ke bawah (G ambar 5.3). Hasil penelitian menunjukkanambar 5.3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe
bahwa tipe periferal periferal feed feed menghasilkan menghasilkan short circuitshort circuit yang lebih kecil dibandingkan yang lebih kecil dibandingkan tipe
tipe center feed center feed , walaupun, walaupun center feedcenter feed lebih sering digunakan. Secara umum polalebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih
penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.sederhana.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 5.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran –
Gambar 5.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed periferal feed : (a) denah, (b) potongan: (a) denah, (b) potongan melintang
melintang Bagian-bagian dari bak sedimentasi (Gambar Bagian-bagian dari bak sedimentasi (Gambar 5.4):5.4):
a.
a. Inlet: tempat air masuk ke dalam bak.Inlet: tempat air masuk ke dalam bak. b.
b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.pengendapan. c.
c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. KadangRuang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang dilengkapi dengan
dilengkapi dengan sludge collector sludge collector //scrapper scrapper .. d.
d. Outlet: tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpahOutlet: tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpah ((weir weir ).). Zona lumpur Zona lumpur Zona pengendapan Zona pengendapan Z Z o o n n a a i i n n l l e e t t Z Z o o n n a a o o u u t t l l e e t t V Vhh Vt Vt V Vhh V Vhh V Vii V Vii Permukaan air Permukaan air Panjang Panjang L L e e b b a a r r Vi<Vt Vi<Vt H H e ef f e ek k t t i i f f K K e e d d a al l a amm a ann a ai i
r r , ,HH H H e e f f e ek k t t i i f f
Gambar 5.4 Bagian-bagian bak sedimentasi Gambar 5.4 Bagian-bagian bak sedimentasi
Zona Inlet atau struktur influen. Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena k emampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
Zona pengendapan. Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
Zona lumpur. Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana
Zona outlet atau struktur efluen. Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.
Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler . Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar 5.5) dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
Gambar 5.5 Settler pada bak sedimentasi
5.2. Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar 5.6), yaitu:
•
Settling tipe I: pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel•
Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah•
Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap•
Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikelGambar 5.6 Empat tipe sedimentasi
Tipe sedimentasi yang sering ditemui pada proses pengolahan air minum adalah sedimentasi tipe I dan tipe II. Sedimentasi tipe I dapat ditemui pada bangunan grit chamber dan prasedimentasi (sedimentasi I). Sedimentasi tipe II dapat ditemui pada bangunan sedimentasi II.
5.3. Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
Sesuai dengan pengertian di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling adalah resultan dari gaya yang disebabkan oleh gaya berat partikel atau gaya gravitasi (ke arah bawah) dan gaya apung (bouyant, ke arah atas), lihat Gambar 5.7. Arah gaya impelling adalah ke bawah dan dinyatakan dengan persamaan:
F I = F g – F b= ( ρ S - ρ ) g V (5.1)
di mana: F I = gaya impelling, N
ρ s = densitas massa partikel, kg/m3 ρ = densitas massa air, kg/m3
V = volume partikel, m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
Partikel flokulen Waktu Kompresi Pertikel tertahan Partikel diskret Air jernih Kedalaman
partikel
F
gF
DF
bGambar 5.7 Gaya-gaya yang bekerja pada partikel di air
Gaya drag adalah gaya yang melawan gaya impelling sehingga partikel dalam kondisi setimbang. Arah gaya ini adalah ke atas (Gambar 5.7) dan dinyatakan dengan persamaan:
F D = CD Ac ρ (V s2/2) (5.2)
di mana: F D = gaya drag, N
CD = koefisien drag, tanpa satuan
Ac = luas potongan melintang partikel, m2
V s = kecepatan pengendapan, m/detik
Dalam kondisi yang seimbang, maka F D = F I, maka diperoleh persamaan:
( ρ S - ρ ) g V = CD Ac ρ (V s2/2) (5.3) atau c s D s A V C 2g V
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
=
ρ ρ ρ (5.4)Bila V / Ac = (2/3) d , maka diperoleh:
d 3C 4g V s D s
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
=
ρ ρ ρ (5.5) atau(
S
)
d
3C
4g
V
g D s=
−
1 (5.6)di mana S g adalah specific gravity
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
ρ ρ s . Besarnya nilai C- bila NRe< 1 (laminer), Re 24
N
C
D=
- bila NRe= 1 - 104 (transisi), 24 3 0,34 5 , 0 Re Re+
+
=
N
N
C
D atau 6 , 0 Re 5 , 18N
C
D=
- bila NRe> 104 (turbulen), CD= 0,34 sampai 0,4
Bilangan Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan:
μ
ρ s
Re
.d.V
N
=
(5.7)Pada kondisi aliran laminer, persamaan (5.6) dapat disederhanakan menjadi:
2 g s (S 1)d 18 g V
=
−
ν (5.8a) atau 2 s s ( ρ ρ)d 18 μ g V=
−
(5.8b)di mana: μ = viskositas absolut dinamis, N.detik/m2 ν = viskositas kinematis, m2/detik
Persamaan (5.8a) atau (5.8b) disebut persamaan Stoke's.
Pada kondisi aliran turbulen, persamaan (5.6) dapat disederhanakan menjadi:
d
1)
(S
g
3,3
V
s=
g−
(5.9)Pada kondisi aliran transisi, persamaan (3.6) tidak dapat disederhanakan, sehingga perhitungan kecepatan pengendapannya harus dicari dengan cara coba-coba atau metoda iterasi.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity , dan temperatur air:
•
Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.•
Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan pola aliran pengendapannya.•
Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk transisi.Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan pendekatan grafis (Gambar 5.8). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameter partikel.
Gambar 5.8 Grafik pengendapan tipe I
Contoh Soal 5.1:
Hitung kecepatan pengendapan partikel berdiameter 0,05 cm dan specific gravity 2,65 pada air dengan temperatur 20oC.
Penyelesaian:
1. Asumsikan pola aliran laminer, gunakan persamaan (5.8a) atau (5.8b) dengan ρ = 998,2 kg/m3
danμ = 1,002 10-3 N.detik/m2 pada temperatur air 20oC.
m/detik 0,22 0,0005 * 998,2) (2650 1,002x10 * 18 9,81 V 2 3 -s
=
−
=
2. Cek bilangan Reynold:
112 10 002 1 22 .0,0005.0, 2 998 NRe
=
−3=
x , , transisi 3. Hitung nilai CD:84
0
34
0
112
3
112
24
C
D=
+
0,5+
,=
,4. Hitung kecepatan pengendapan
m/detik 0,11 0,0005 998,2 998,2 2650 0,84 * 3 9,81 * 4 Vs
⎟
=
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
−
=
5. Ulangi langkah 2, 3, dan 4 hingga diperoleh kecepatan pengendapan yang relatif sama dengan perhitungan sebelumnya (metoda iterasi).
Hasil akhirnya adalah N Re = 55, CD = 1,18, dan V s = 0,10 m/detik.
Perhitungan kecepatan pengendapan di atas adalah perhitungan dengan kondisi diameter partikel hanya ada satu macam ukuran. Pada kenyataannya, variasi ukuran partikel yang tersuspensi dalam air itu banyak sekali. Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel sebagai acuan, sebut saja d o, yang mempunyai kecepatan pengandapan sebesar V o(lihat Gambar 5.9). V o
disebut juga overflow rate. Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai ukuran lebih besar dari d o atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih besar dari V o, maka 100% akan mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai ukuran lebih kecil dari d o atau mempunyai kecepatan pengendapan
lebih kecil dari V o, maka tidak semua akan mengendap dalam waktu yang sama.
(a) (b)
Gambar 5.9 Lintasan pengendapan partikel: a. Bentuk bak segi empat (rectangular ) b. Bentuk bak lingkaran (circular )
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total ( total removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan column settling test (Gambar 5.10). Over flow rate dihitung dengan persamaan:
V o = h/t (5.10)
Vo
Gambar 5.10 Sketsa column settling test tipe I Besarnya fraksi pengendapan partikel dihitung dengan:
∫
+
−
=
o F o oVdF
V
F
R
01
1
) ( (5.11)di mana: R = besarnya fraksi pengendapan partikel total F o = fraksi partikel tersisa pada kecepatan V o
V = kecepatan pengendapan (m/detik) dF = selisih fraksi partikel tersisa
Berdasarkan persamaan (3.11), besarnya R tersusun oleh dua komponen, yaitu:
1.
(1-F o) = fraksi partikel dengan kecepatan > V o2.
F∫
oo VdF V 0
1 = fraksi partikel dengan kecepatan < V
o
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadap konsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan.
Plot ke dalam grafik hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan pengendapan. Ambil nilai kecepatan pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu klarifikasi atau overflow rate = V ). Dari nilai V tersebut dapat diperoleh nilai F , yaitu
yang mengendap sebagian saja. Besarnya fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo (Gambar 5.11). Fraksi partikel adalah perbandingan antara konsentrasi partikel (misal TSS = total suspended solid ) pada saat sampling pada waktu ke-t dengan konsentrasi partikel mula-mula.
Gambar 5.11 Grafik pengendapan partikel diskret
Contoh soal 5.2:
Suatu kolom pengendapan setinggi 150 c m dipakai untuk mengendapkan partikel diskret. Pada kedalaman 120 cm terdapat titik sampling untuk mengambil sampel pada waktu tertentu. Data tes yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Waktu (menit) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0
Fraksi konsentrasi partikel tersisa 0,56 0,48 0,37 0,19 0,05 0,02 Berapakah % total removal / pemisahan partikel diskret pada over flow rate 0.025 m3/detik-m2 ? Penyelesaian:
1. Hitung kecepatan pengendapan tiap pengambilan sampel dengan rumus:
t
h
V
s=
h = kedalaman titik sampling (120 cm)
t = waktu pengendapan (waktu pengambilan sampel)
Waktu (menit) 0,5 1,0 2,0 4,0 6,0 8,0
Kecepatan pengendapan
(m/detik) 0,04 0,02 0,01 0,005 0,003 0,002
Fraksi konsentrasi partikel
tersisa 0,56 0,48 0,37 0,19 0,05 0,02
3. Hitung total removal pada kecepatan pengendapan 0,025 m/detik dengan persamaan (5.11):
∫
+
−
=
o F o o VdF V F R 0 1 1 ) ( V o = 0,025 m/detikF o = fraksi partikel pada Vo
∫
oF VdF 0
= luasan di atas kurva antara 0 hingga Fo
a. Cari Fo dari Vo yang diketahui
b. Cari luas daerah di atas kurva. Kurva dibagi menjadi beberapa segmen dan dibuat dalam bentuk segi empat.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
F r a k s i t e r s i s aKecepatan pengendapan (m/detik)
0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 0, 6 0, 7 0, 8 0, 9 1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 K e c e p a ta n p e n g e n d a p a n (m / d e t i k) F r a k s i t e r s i s a Vo = 0,025 Fo = 0,51
c. Hitung luas daerah di atas kurva sebagai berikut:
∫
V dF =Σ
V dF = 0,00401 d. Jadi penyisihan total adalah:00401 0 025 0 1 51 0 1 , , ) , ( x R
=
−
+
R = 0,6504 ~ 65% dF V V dF 0,04 0,002 0,00008 0,04 0,0025 0,0001 0,08 0,003 0,00024 0,08 0,005 0,0004 0,08 0,0075 0,0006 0,08 0,01 0,0008 0,06 0,014 0,00084 0,05 0,019 0,00095Σ
V dF = 0,00401Tujuan percobaan laboratorium sebagaimana pada Contoh soal 5.2 di atas adalah untuk mendapatkan persen pengendapan total bila telah ditentukan over flow rate-nya. Pada dasarnya, percobaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan nilai parameter tertentu yang akan digunakan sebagai dasar disain bangunan sedimentasi. Parameter yang akan dicari adalah over flow rate (V o), dan waktu detensi (td ) bila dikehendaki persen pengendapan dengan nilai tertentu.
Untuk mendapatkan nilai dari parameter-parameter ini, maka langkah yang harus ditempuh adalah mengulangi langkah 3a, 3b, 3c, dan 3d pada penyelesaian contoh soal 5.2 dengan nilai V o
yang berbeda, misalnya 0,02 m/detik atau 0,03 m/detik, sehingga diperoleh R yang berbeda pula. Selanjutnya dicari hubungan antara V o dan R (dalam bentuk grafik) pada berbagai nilai
yang berbeda tersebut. Grafik ini dapat dipakai untuk mencari nilai V o pada R tertentu. Waktu
0 0, 1 0, 2 0, 3 0, 4 0, 5 0, 6 0, 7 0, 8 0, 9 1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 K e c e p a t a n p e n g e n d a p a n ( m / d e t i k) F r a k s i t e r s i s a Vo = 0,025 Fo = 0,51
5.4. Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 5.12). Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada interval waktu tertentu, dan dataREMOVAL partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 5.13.
Titik sampling Titik sampling Titik sampling Titik sampling
Waktu
H
Gambar 5.13 Grafik isoremoval
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan. Tentukan kedalaman H1, H2, H3 dan
seterusnya (lihat Gambar 5.14).
Gambar 5.14 Penentuan kedalaman H1, H2, dan H3
Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: ) ( ) ( ) ( 2 3 1 D E C D B C B T R R H H R R H H R R H H R R
=
+
−
+
−
+
−
(5.12)Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan tertentu. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga Waktu
H
H3 H2 H1 RA RB RC RD RE Keterangan gambar:H1 : kedalaman di antara RB dan RC
H2 : kedalaman di antara RC dan RD
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan (sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate (sebagai sumbu x)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu detensi (td ) dan overflow rate (V o) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil yang
diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu) setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).
Contoh Soal 5.3:
Direncanakan sebuah bak pengendap untuk mengendapkan air limbah dengan SS 350 mg/l dan debit 7500 m3/hari. Uji laboratorium dilakukan terhadap air limbah tersebut dengan kolom pengendapan berdiameter 20 cm dan tinggi 300 cm. Pada setiap 60 cm terdapat port (sampling point). Hasil tes kolom adalah sebagai berikut:
Keterangan: Hasil tes yang tercatat pada tabel tersebut adalah kadar SS dalam mg/l Tentukan :
1. Waktu detensi dan surface loading agar diperoleh 65 % pengendapan 2. Diameter dan kedalaman bak
Penyelesaian:
1. Ubah data laboratorium menjadi % removal:
Keterangan: ~ pada kedalaman 300 cm, terjadi akumulasi lumpur. 2. Plot tabel di atas sehingga membentuk grafik isoremoval:
Kedalaman (cm) Waktu (menit) 10 20 30 45 60 90 60 120 180 240 300 240 270 275 285 >350 170 195 250 240 >350 125 165 215 225 >350 100 150 160 190 >350 50 110 135 155 >350 40 60 90 125 >350 Kedalaman (cm) Waktu (menit) 10 20 30 45 60 90 60 31 51 64 71 86 89 120 23 44 53 57 69 83 180 21 29 39 54 61 74 240 19 31 36 46 56 64 300 ~ ~ ~ ~ ~ ~
31 51 46 36 31 19 74 61 54 39 29 23 21 44 53 57 69 83 89 86 71 64 64 56
3. Ambil waktu tertentu dan hitung penyisihan total pada waktu tersebut. Misal t = 16 menit
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 70 60 300 20 50 60 300 40 40 50 300 50 30 40 300 85 20 30 300 205 20+ − + − + − + − + − = T R = 33,3 %
4. Dengan cara yang sama (no. 3), tentukan removal total pada t (waktu) yang lain, misal: 25, 40, 55, dan 80 menit. Hasilnya adalah: Plot hubungan % RT VS t Waktu (menit) % RT 16 33,3 25 43,3 40 51,2 55 61,0 80 67,7
Untuk mendapatkan 65% pengendapan, diperlukan waktu 64 menit (lihat gambar di atas). 5. Hitung surface loading (overflow rate) pada waktu-waktu di atas dengan rumus SL = H /t, di
mana SL adalah surface loading, H adalah tinggi kolom, dan t adalah waktu yang dipilih.
Plot hubungan % RT VS surface loading
Waktu (menit) Surface loading
(m3/hari-m2) % RT 16 270 33,3 25 172,8 43,3 40 108 51,2 55 78,5 61,0 80 54 67,7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 20 40 60 80 100
Waktu (men it) % R T 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 50 100 150 200 250 300 S u r f a c e l o a d i n g (m3/hari-m2) % R T
Surface loading yang diperlukan untuk menghasilkan pengendapan 65% adalah 62 m3/hari-m2. 6. Berdasarkan pengolahan data dari hasil percobaan diperoleh:
- td = 64 menit - Vo = 62 m3/hari-m2
Untuk disain, nilai dari hasil percobaan dikalikan dengan faktor scale up. Jadi: td = 64 menit x 1,75 = 112 menit
Vo = 62 m3/hari-m2x 0,65 = 40,3 m3/hari-m2 7. Luas permukaan bak
AS = Q /V o = (7500 m3/hari)/ 40,3 m3/hari-m2 = 186 m2
Bila bak berbentuk lingkaran, maka diameternya adalah 15,4 m Kedalaman bak = Volume bak / luas permukaan
= td . Q / A
= (112 menit x 7500 m3/hari) / 186 m2 x 1hari/1440 menit = 3,14 meter
3.1. Soal-soal
1. Hitunglah kecepatan pengendapan partikel berikut : - diameter partikel : 0,09 cm
- densitas partikel : 2400 kg/m3 - densitas air : 996 kg/m3
- viskositas air absolut (
μ
) : 0,8004. 10-2 gr/cm. det. - viskositas air kinematik (ν
) : 0,8039 10-2 cm2/det. -percepatan gravitasi : 980 cm/det23. Hitung kecepatan pengendapan partikel di air berikut:
a. diameter partikel 0,045 cm, specific gravity 2,6, temperatur air 25oC. b. diameter partikel 0,045 cm, specific gravity 0,9, temperatur air 25oC. c. diameter partikel 0,09 cm, specific gravity 2,6, temperatur air 25oC. d. Berikan kesimpulan atas hasil perhitungan pada soal a, b, dan c.
5. Pengendapan tipe I yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kolom pengendapan berdiameter 10 cm diperoleh data sebagai berikut:
Kecepatan pengendapan (m/menit) Fraksi partikel terendapkan 3,30 1,65 0,60 0.30 0,22 0,15 0,45 0,54 0,65 0,79 0,89 0,97
Hitunglah overflow rate bila diinginkan penyisihan / removal sebesar 65%
6. Analisis pengendapan partikel diskret dalam kolom pengendapan dengan pengambilan sampel dari kedalaman 2 meter menghasilkan data kandungan partikel sebagai berikut:
Waktu sampling (menit) Kandungan partikel (mg/l) 0 5 10 15 20 25 30 800 525 425 325 250 175 125 (T= 29OC, Sg= 2,65)
a. Tentukan % penyisihan total partikel pada overflow rate sama dengan kecepatan pengendapan partikel berdiameter 0,005 cm
b. Tentukan % removal partikel yang berdiameter > 0,005 cm c. Tentukan % removal partikel yang berdiameter < 0,005 cm
7. Pada analisis tes kolom pengendapan, digunakan sampel dengan kadar SS = 1200 mg/l. Kedalaman titik sampling masing-masing 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; dan 2,0 meter. Kadar SS (mg/l) dari tiap titik sampling pada interval waktu tertentu adalah sebagai berikut :
Kedalaman (meter) Waktu (menit) 10 20 30 45 60 90 0,5 1,0 1,5 2,0 790 920 1020 1800 700 810 860 1900 485 675 750 2010 360 590 640 2070 295 430 610 2110 220 330 550 2150
Berapa % total removal pada over flow rate 0,67 l/det.m2. Hitung pula waktu pengendapannya !
5.5. Bahan Bacaan
1. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., Environmental Engineering, McGraw-Hill Publishing Company, 1985
2. Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996.
3. Sincero, Arcadio P. dan Gregorio A. Sincero, Environmental Engineering, Prentice Hall, 1996
4. Tchobanoglous, George, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse, 3rd edition, Metcalf & Eddy, Inc. Mc Graw-Hill, Inc. New York, 1991.