• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lepasnya Timor-Timor dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lepasnya Timor-Timor dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Sejarah

Lepasnya Timor-Timor dari Wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia

Kelompok:

Andy M.

Clarence E.

G. Gary

Kevin Wijaya

Ricky Tan

Stefanus M.H.

(2)

Daftar Isi

1. Latar Belakang 2

2. Isi 6

2.1. Kronologis 6

2.2. Kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi 13 2.3. Argumentasi kelompok 14

(3)

BAB I

LATAR BELAKANG

Posisi Timor Timur yang terselip di sela kebulatan wilayah Indonesia memang menjadikannya seperti kerikil dalam sepatu. Membuatnya serba canggung. Dalam masa perang dingin, Amerika Serikat sering menggembosi kekuatan komunisme di seluruh penjuru dunia. Mereka khawatir Timor Portugis (nama Timor Timur pada masa lampau) menjadi salah satu basis komunisme di Asia Tenggara sebagai perpanjangan poros Pyongyang - Ho Chi Minh City yang gagal dieliminasi melalui perang Korea dan perang Vietnam. Sangat wajar jika Indonesia dibuat sedikit paranoid sehingga mau dijadikan bumper oleh Amerika Serikat. Apalagi Indonesia senantiasa dibayang-bayangi kisah G-30-S yang menempatkan komunisme sebagai bahaya laten. Dengan dukungan terselubung Amerika Serikat, Indonesia akhirnya berhasil menjadikan Timor Timur sebagai propinsi ke-27. Australia bahkan termasuk negara yang mendukung lobby Indonesia di PBB.

Australia tidak menentang Indonesia karena Australia pun berkepentingan atas keberadaan Timor Timur yang berada di pintu Utaranya. Kisah Timor Timur ternyata tidak berjalan semulus dugaan dan rencana. Setidak-tidaknya ada 3 macam keinginan yang mulanya menjadi sebab perang saudara di Timor Timur setelah Portugal angkat kaki dari bumi Loro Sae, yakni:

1.

Setuju bergabung dengan Indonesia (yang bukannya tanpa reserve,

melainkan ada kesepakatan-kesepakatan khusus).

2.

Tetap menjadi bagian Portugal sebagai koloni seperti halnya Macao.

3.

Merdeka sebagai negara baru yang berdiri sendiri.

Masing-masing keinginan tersebut terkristalisasi dalam kekuatan partai-partai politik seperti Apodeti, UDT, KOTA, Trabalhista, dan Fretilin berikut fraksi-fraksi bersenjatanya. Setelah Timor Timur bergabung dengan Indonesia, kekuatan yang tidak menginginkan bergabung dengan Indonesia terus melakukan aksi yang memperlihatkan bahwa mereka masih eksis. Dalam pandangan mereka, yang terjadi bukanlah integrasi melainkan INTERVENSI (seperti Uni

(4)

Sovyet terhadap Afghanistan pada masa itu). Upaya mereka didukung oleh lobby politik di tingkat dunia.

Berbeda dengan penanganan kasus front separatis Moro (MNLF) di Philipina dimana Indonesia sukses dalam perannya sebagai penengah dan pendamai sehingga Moro mendapat otonomi khusus, Indonesia justru menerapkan tangan besi terhadap gerakan separatis di Timor Timur. Prinsip Kaisar Nero yang berusaha meredakan keresahan rakyat Romawi dengan "memberi roti dan hiburan gladiator" hendak diterapkan di Timor Timur. Pembangunan fisik digalakkan dimana-mana termasuk berusaha merebut hati umat Katholik dengan membangun patung Yesus terbesar ke-2 di dunia setelah Brasil. Dilain pihak, kekerasan terus berlangsung secara terselubung.

Jika pada awalnya lebih banyak rakyat Timor Timur yang setuju berintegrasi dengan Indonesia dengan harapan berakhirnya kekerasan berdarah perang saudara, pada perkembangan selanjutnya justru kekuatan anti-integrasi kian bertambah. Hal ini dapat dilihat dari usia generasi muda Falintil yang lebih muda usianya dibanding masa integrasi itu sendiri. Kecewa dan dendam. Itulah jawabannya. Bisa jadi, mereka bahkan pendukung integrasi. Mereka berbalik akibat kebiadaban militer yang paranoid terhadap ulah gerilyawan Fretilin sehingga tidak pandang bulu membabat warga sipil Timor Timur yang tidak bersalah.

Banyak anak yang mendendam pada pihak militer karena anggota keluarga mereka dianiaya, diperkosa, diculik, dibunuh. Akibatnya, banyak anak muda yang bergabung dengan pihak anti-integrasi bukan karena kesamaan ideologi, melainkan dendam pada militer. Bukanya mengurangi jumlah pembangkang, justru semakin bertambah deretan orang yang antipati. Upaya memberi keleluasaan unjuk rasa dalam koridor demokrasi yang dicoba diterapkan oleh Sintong Panjaitan (Pangdam Wirabhuana saat itu) sebenarnya sudah membuka peluang angin segar. Menurutnya, lebih baik membiarkan riak-riak kecil yang terpantau daripada memendam magma yang bisa meletus tanpa kendali. Namun upaya harmonisasi ini ditekuk habis oleh aksi di luar jalur komando yang meledakkan tragedi Santa Cruz.

(5)

Berikut adalah beberapa faktor pendorong yang menyebabkan munculnya ide disintegrasi Timor Timur dari wilayah NKRI yang penulis tinjau dari beberapa aspek, yaitu:

• Keadaan politik

Pada tahun 1976 merupakan tahap penyesuaian system pemerintahan yang berlaku dengan Indonesia, setelah berintegrasi disahkan oleh pemerintahan pusat di Jakarta. Kemudian di Timor-Timur di bentuk pemerintahan sementara dan sebagai pelaksana pemerintahan sementara diangkatlah putra Timor-Timur yaitu Arnaldo Dos Res Aranjo, secara yuridis formal Timor-Timur sudah sah menjadi bagian negara kesatuan Republik Indonesia dengan dikeluarkan UU VII/1976 dan peraturan no 19 tahun 1976 tentang Pemda Timor Timur yang kemudian menjadi propinsi Indonesia ke-27.

Timor Timur baru saja bergabung maka pemulihan keamanan merupakan hal yang pokok terutama sisa FRETILIN yang masih menguasai 75% dari seluruh penduduk Timor-Timur. Dalam perkembangan sisa FRETILIN dapat ditumpas oleh TNI (batalyon 744 dan 745) walau tidak habis. Dikarenakan mereka berada di gunung, kemudian rakyat Timor Timur dituduh oleh TNI sebagai GPK. Maka akibatnya rakyat Timor Timur merindukan kedamaian yang menjadi korban kdua belah pihak. Setelah terjadinya insiden Santa Cruzdan diberikan nobel perdamaian kepada pemimpin FRETILIN yaitu “Xanana Gusmao” dan Uskup Belo. Dukungan rakyat untuk merdeka semakin besar, oleh Presiden Habibi dianggap sbagai beban politik dan mahal secara ekonomi kemudian Timor Timur diberikan kebebasan untuk merdeka.

• Keadaan sosial

Antara tahun 1976-1978 keadaan sosial masyarakat Timor Timur belum menentu dan banyak diantara mereka yang hidup di kamp-kamp pengungsian. Kehidupan sehari-hari belum stabil masih terus diawasi oleh militer. Bangunan fisik peninggalan Portugis tidak banyak berarti bagi rakyat Timor Timur, masyarakatnya hidup miskin, buta huruf, maka dari itu pemerintah Indonesia membangun segala sarana hidup untuk rakyat Timor Timur. Hambatan adalah tidak memahami bahasa Tetum (TimTim) sebagai tenaga guru atau medis enggan kesana. Dikarenakan adanya konflik yang berbau ras dan agama muncul, mereka juga mengambil tanah rakyat. Akibatnya terjadi kerenggangan ekonomi

(6)

dan puncaknya pada insiden Santa Cruz 12 November 1991 yang mirip tragedi kemanusian dan mengundang reaksi Internasional (Kuntari, 2008: 110).

• Agama

Mayoritas penduduk Timor Timur beragama katolik. Para imigran datang ke wilayah Timor Timur dan mulai masuk dan bekerja pada instansi disana dikarenakan para imigran beragama Islam, Protestan, Hindu dan Buddha, kenyaman rakyat Timor timur terganggu. Perkembangan hingga tahun 1994 jumlah penganut agama lain terutama Islam menyamai penganut agama katolik. Selain itu umat Islam menutup hubungan mreka dengan sangat fanatik dan hidup mengelompok, hal itu menambah kemarahan masyarakat Timor Timur, yang kemudian berakibat kerusuhan SARA dan agama itu diangkat oleh Komnas Ham PBB.

(7)

BAB II

ISI

2.1 Kronologis lepasnya Timor-Timur 1998

21 Mei

Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Ia menyerahkan jabatan presiden kepada Wakil Presiden B.J. Habibie.

19 Desember

Perdana Menteri Australia John Howard mengirim surat kepada Presiden Habibie, mengusulkan untuk meninjau ulang pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri atau right to self-determination bagi rakyat Timor-Timur.

1999 25 Januari

Rapat Polkam membahas disposisi Presiden BJ Habibie tentang surat Howard. Dalam disposisinya, Habibie mengatakan, “Tolong dipelajar, apakah setelah 22 tahun bergabung dengan Indonesia, masyarakat Timtim masih merasa belum cukup bersatu dengan kita. Bagaimana kalau kita pisah baik-baik saja melalui Sidang Umum MPR?”

27 Januari

Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengumumkan keputusan Sidang Kabinet di Bina Graha yang memakan waktu lebih dari lima jam, yaitu Indonesia akan hands-off dari Timtim jika Timtim menolak opsi I, yaitu tawaran otonomi khusus yang sangat diperluas. Sebelumnya, sidang berjalan alot. Dua menteri, Menteri Luar Negeri Ali Alatas dan Menteri Sekretaris Negata Akbar Tandjung menolak keputusan tersebut. Sebaliknya, Menteri Pertahanan dan Keamanan / Panglima TNI Jendral Wiranto menerima keputusan tersebut.

(8)

10 Februari

Kay Rala Xanana Gusmao dipindahkan dari LP Cipinang ke tahanan rumah di Salemba.

8-10 Maret

Terjadi eksodus besar-besaran warga pendatang Timtim, bersama ribuan ton barang.

6 April

Kekerasan di Gereja Liquica yang menyebabkan ratusan orang mengungsi.

17 April

Terjadi kerusuhan massal di Dili yang antara lain menewaskan putra aktivis pro-kemerdekaan Manuel Viegas Carrascalao dan perusahaan kantor Harian Suara

Timor Timur.

21 April

Kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan menandatangani kesepakatan damai di kediaman Uskup Dili Mgr Carlos Filipe Ximenes Belo SDB, antara lain disaksikan Menhankam/Pangan TNI Jenderal Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto, dan Uskup Baucau Mgr Basillo do Nascimento.

27 April

Presiden Habibie membahas lebih dalam tentang Timtim dengan PM Australia John Howard. Habibie mengungkapkan akan melaksanakan penentuan pendapat untuk mengetahui kemauan sebenarnya rakyat Timtim; tetap berintegrasi atau memisahkan diri dari Indonesia. Awalnya, penentuan pendapat direncanakan akan dilaksanakan 8 Agustus 1999.

5 Mei

Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama, bersama Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakatan pelaksanaan penentuan pendapat pada tanggal 8 Agustus 1999 di Timor Timur, di Markas PBB New York. Indonesia tetap bertanggung jawab pada keamanan pelaksanaan tersebut. Hal tersebut tertuang dalam dua kesepakatan:

a. Kesepakatan tentang modalitas pelaksaan penentuan pendapat via jajak pendapat.

(9)

7 Mei

Sidang Umum PBB menerima dengan bulat kesepakatan 5 Mei 1999.

17 Mei

Presiden Habibie mengeluarkan Kepres no.43/1999 tentang Tim Pengamanan Persetujuan RI-Portugal tentang Timtim. Kepres itu dimantapkan dengan Inpres No.5/1999 tentang Langkah Pemantapan Persetujuan RI-Portugal.

21 Mei

Melalui Mensesneg/Menkeh Muladi, pemerintah Indonesia meminta PBB memajukan pelaksanaan penentuan pendapat, dari rencana awal tanggal 8 Agustus menjadi tanggal 7 Agustus 1999. ”Tanggal 8 Agustus itu hari libur, hari Minggu, kita menghormati umat Katolik, jadi jajak pendapat 7 Agustus,” kata Muladi. Namun keputusan itu mengherankan Ali Alatas. ”Pemerintah belum membahas, apalagi menentukan tanggal,” katanya.

1 Juni

Bendera biru PBB mulai berkibar di Timor Timur.

2 Juni

Pemerintah membentuk Satgas P3TT yang didasarkan pada Inpres No.5/1999 tentang Langkah Pemantapan Persetujuan RI-Portugal. Satgas diketuai oleh Dubes Aus Tarmidzi dengan Sekretaris/Koordinator Sudjadnan Parnohadiningrat, dan Penasihat Keamanan Mayjen Zacky Anwar Makarim.

3 Juni

Peresmian Misi PBB di Timor Timur (UNAMET) dengan Ketua Ian Martin, di Dili yang diwarnai kerusuhan. Tiga hari kemudian, Wakil Panglima Pejuang Intergrasi (PPI) Eurico Gutteres memprotes UNAMET.

11 Juni

UNAMET resmi membuka kantor di Dili.

16-18 Juni

Pertemuan kedua kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan di Jakarta. Dalam pertemuan ini, mereka sepakat menyerahkan senjata yang dimiliki kelompok senjata kedua pihak, kepada UNAMET atau pemerintah RI.

(10)

23 Juni

Indonesia mengirimkan 4.452 anggota Polri untuk mengamankan pelaksanaan jajak pendapat di Timtim.

26 Juni

Sekjen PBB Kofi Annan memutuskan menunda pelaksaan jajak pendapat di Timtim, dari tanggal 8 Agustus menjadi 21 Agustus 1999.

25-30 Juni

Dialog Dare II antara kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan diselenggarakan di Hotel Sheraton, Cengkareng, Jakarta. Kedua kelompok sepakat mengembangkan dan memperdalam asas saling pengertian. Dialog antara lain dihadiri tokoh PPI Joao Tavares, Eurico Gutteres, Xanana Gusmao, Ramos Horta, Uskup Baucau Mgr.Basilio do Nascimento.

29 Juni

Kantor UNAMET di Maliana diserang.

16 Juli – 8 Agustus

Masa pendaftaran penentuan pendapat. Secara umum, hari pertama pendaftaran berlangsung aman, kecuali di Kecamatan Zumalai, Kovalima, terjadi kerusuhan dengan satu korban tewas dan lima luka-luka.

26 Juli

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman Wahid berkunjung ke Timtim. Selain itu, dimulai kantonisasi untuk kelompok Falintil dilakukan di Uai Mori, Viqueque.

28 Juli

PBB memberi keputusan akhir pelaksaan jajak pendapat, yaitu tanggal 30 Agustus 1999.

3 Agustus

Sekjen PBB memutuskan memperpanjang mandat UNAMET sampai tanggal 30 September 1999.

(11)

14-26 Agustus

Masa kampanye dibuka dengan kampanye bersama kelompok pro-otonomi dan pro-kemerdekaan di auditorium UNAMET, Sabtu 14 Agustus 1999. Kedua pihak sepakat menciptakan kampanye damai hingga putaran terakhir.

18 Agustus

Ramos Horta mengancam akan melumpuhkan sistem komputer dan memboikot pariwisata Indonesia.

25-26 Agustus

Putaran terakhir kampanye untuk kedua pihak. Diwarnai dengan kerusuhan massal yang memuncak di Bekora dna Kuluhun. Mantan anggota DPRD Virgellio Martin Pinto, Tk II Viqueque, Apolinario Pio, Bernadino Gutteres, dan Marcus Nunes tewas. Dua wartawan tertembak.

27 Agustus

Sekjen PBB kembali memperpanjang masa tugas UNAMET hingga 30 November 1999.

27-28 Agustus

Pertemuan kedua pihak, pro-otonomi, dan pro-kemerdekaan di kantor UNAMET Dili dan di Baucau.

30 Agustus

Masa pelaksanaan jajak pendapat yang berlangsung dengan relatif aman dan diikuti hampir seluruh warga Timtim.

31 Agustus

Suasana Timtim kembali tak menentu, terjadi kerusuhan dimana-mana. Kelompok milisi menghadang dan mengepun sekitar 150 staf UNAMET untuk wilayah Ermera yang akan menuju Dili. Seiring dengan itu, Wakil Panglima PPI Eurico Gutteres mulai memblokade seluruh akses keluar dari Timtim, baik darat, laut, maupun udara.

1 September

Terjadi eksodus besar-besaran warga Timtim. Meski berniat memblokade, Eurico Gutteres dan seluruh pasukan PPI tidak menghalang-halangi warga Timtim yang

(12)

akan eksodus. Koto Dili semakin mencekam. Milisi menyerang markas UNAMET di Balide.

2 September

Rapat dengar pendapat antara Komisi Pemilu dengan pihak pro-otonomi tentang berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan jajak pendapat. Terjadi sweeping, wartawan mulai eksodus. Tim Kompas sempat mendapat ancaman mati, tetapi seluruhnya selamat. Kantor UNAMET Maliana terbakar, seluruh staf diungsikan ke Dili.

3 September

Sekjen PBB menyampaikan hasil jajak pendapat kepada Dewan Keamanan PBB, 344.580 suara menolak otonomi (78.5%), 94.388 menerima otonomi (21%), dan 7.985 suara dinyatakan invalid. terjadi eksodus lagi di kalangan wartawan asing, nasional, maupun lokal. Muncul daftar dan rencana pembunuhan terhadap 14 tokoh elit politik Timtim.

4 September

Hasil jajak pendapat secara resmi diumumkan di Dili. Sesaat kemudian, terjadi kerusuhan yang bersifat massal di Dili. Salah satu pihak tidak bisa menerima kekalahan dan langsung menghamburkan tembakan. UNIF protes keras dan menolak hasil jajak pendapat. Mereka mengutuk keras gaya dan cara kerja UNAMET yang tidak netral, memihak, bahkan manipulatif. Presiden Habibie menyatakan menerima hasil jajak pendapat.

11 September

Anggota milisi Besi Merah Putih menembak mati Romo Karl Albrecht Karim Arbie SJ di Pastoran Loyola, Taibesi, Dili Timur. Menlu Ali Alatas ke New York menyampaikan pesetujuan Indonesia pada pengiriman pasukan multinasional PBB.

14 September

Presiden BJ Habibie menyampaikan pidato pertanggungjwaban di depan Sidang Umum MPR, yang dilakukan pada malam hari.

(13)

Selaras dengan Piagam PBB pasal VII, Sekjen PBB mengadopsi resolusi pembentukan dan pengiriman pasukan multinasional ke Timtim yang kemudian disebut INTERFRET atau International Force for East Timor.

19 September

Rombongan INTERFRET Mayjen Peter Cosgrove tiba di Bandara Komor, Dili.

4 Oktober

”salah lirik” antara INTERFRET dan TNI mulai terjadi. Malam itu, pasukan INTERFRET memaksa masuk kompleks ITFET menggunakan kendaraan lapis baja APC. Mereka menabrak barikade pos. Dengan alasan mengejar milisi, mereka terus bergerak hingga menerobos kawasan yang dijaga Brimob. Keesokan harinya, Mayjen Peter Cosgrove mengembalikan satuan teledor ini ke Australia.

14 Oktober

Satgas P4TT kembali ke Dili.

21 Oktober

Angin perdamaian mulai ditiupkan oleh Falur Rate Laec, Komandan Region III Falintil.

22 Oktober

Xanana tiba di Dili. Ia tidak pernah berhenti berkampanye menyadarkan semua pihak untuk tidak memusuhi rakyat Indonesia.

23 Oktober

Pertemuan pertama RI-Timor Leste di Markas INTERFRET, Dili. Dari Indonesia diwakili Komandan ITFET Brigjen JD Sitorus, Komandan Satgas Pengamana ITFET Kol Sahala Silalahi dan Perwira Penghubung militer Kapten A. Suryo. Sementara, pihak Timor Leste diwakili Kay Rala Xanana Gusmao, Taur Matan Ruak, dan Leandro Isaac. Setelah ITFET, disusul pertemuan dengan Tim Pasca Penentuan Pendapat di Timor Timur yang antara lain diwakili Ketua P4TT Dubes Taufik R. Soedarba.

24 Oktober

Xanana mengeluarkan surat edaran yang berisi jaminan keselamatan bagi 200an warga negara Indonesia penghuni Masjid An-Nur.

(14)

25 Oktober

Dewan Keamanan PBB mensahkan Misi PBB untuk pemerintahan transisi Timor Timur, United Nations Transitional Administration in East Timor, atau UNTAET. Sekjen PBB Kofi Annan menunjuk diplomat senior dari Brazil, Sergio Viera de Mello sebagai ketua UNTAET. UNTAET akan menggantikan INTERFET.

26 Oktober

Presiden RI Abdurrahman Wahid menandatangani surat keputusan pembentukan UNTAET.

30 Oktober

Pukul 09.00 waktu setempat, Bendera Merah Putih diturunkan dari bumi Timor Loro Sa’e dalam upacara yang sangat sederhana tanpa liputan. INTERFET melarang wartawan meliput acara tersebut, kecuali RTP Portugal. Upacara senada juga diadakan di Bandara Komoro, dipimpin Komandan Lanud Letkol PnB John Dalas SE. Pukul 13.00 waktu setempat, tim Satgas P4TT memutuskan berangkat ke Jakarta.

2.2 Usaha Pemerintah dalam Rangka Mengatasi

Usaha yang sudah dilakukan pemerintah pada kasus Timor Timur di antaranya:

1. Menawarkan opsi kepada Timor Timur untuk menerima paket otonom, atau merdeka. Jika paket otonomi diterima, maka Timor Timur akan tetap menjadi wilayah Republik Indonesia.

2. Bersama PBB melaksanakan jajak pendapat untuk melakukan referendum. 3. Mengirimkan anggota polisi untuk mengamankan proses kampanye,

(15)

2.3 Argumentasi Kelompok

Menurut kami, pemerintah tidak seharusnya mengambil jalur voting untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Timor Timur karena pada saat itu Timor Timur sedang dipengaruhi oleh negara lain. Indonesia pada saat itu belum menyadari bahwa di sana terdapat bahan dasar pembuat nuklir, sementara negara lain sudah lebih dulu menyadarinya. Indonesia juga terlalu percaya bahwa Timor Timur akan memilih masuk NKRI, namun Indonesia tidak mengetahui bahwa negara lain telah menawarkan sejumlah keuntungan jika keluar dari NKRI

juga telah melakukan tindakan konkrit dalam membangun Timor Timur, semisal membangun patung Yesus terbesar di dunia setelah di Rio, Brasil.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Kuntari, Cordula Maria Rien, dkk. 2008. Timor Timur 1 Menit Terakhir. Jakarta: PT Mizan Publika.

Adityana, Rina, dkk.. 2011. Sejarah untuk SMA Kelas XII Program IPA. Bekasi: Penerbit Media Maxima.

http://mu-jalin.blogspot.com/2010/04/lepasnya-timor-timur.html http://missions.itu.int/~indonesi/news/cp01122menlu.htm

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat Di RSUD Cianjur Tahun 2006.. Thesis Program Studi Magister

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah pada jenis mesin khususnya pada Divisi Forming karena Mesin pada Divisi Forming yang paling banyak

Dari latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem informasi simpan pinjam yang berbasis komputer yang dapat membantu

Artikel hasil penelitian adalah : Judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 200 kata dalam bahasa Indonesia (jika tulisan dalam bahasa inggris) Bahasa Inggiris

Lampiran 4.Data Pengamatan Parameter Rataan N total tanah pada perlakuan TKKS dan jumlah lubang biopori.. Perlakuan Blok Total

atau untuk melanjutkan pengisian data pasien TB.01 dengan periode pelaporan yang beda, anda klik tombol KEMBALI untuk kembali ke halaman DAFTAR PENDERITA TB - FORM TB.01..

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola penggunaan antipsikotik dan berbagai kejadiaan efek samping yang terjadi selama terapi pengobatan antipsikotik pada pasien

melalui website pada Internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki