• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN MAKANAN DAN PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAUMLAKI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ASUPAN MAKANAN DAN PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAUMLAKI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

110

HUBUNGAN ASUPAN MAKANAN DAN PEMBERIAN ASI DENGAN

STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SAUMLAKI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Sri Syatriani1, Endi Nelson Luturmas2 1

Dosen STIK Makassar 2

Peminatan Gizi STIK Makassar

Abstract

Background: Nutrition problems in Indonesia are more prevalent in children under five years. Malnutrition in children can cause some negative effects such as slow growth of the body, prone to disease, and reduced level of intelligence. Serious nutritional deficiencies can lead to the death of a child.World Health Organization (WHO) estimates that 54 % of the causes of child mortality based on the state of the poor nutritional status of children. Lack of nutrition or malnutrition expressed as the cause of 3.5 million children under five in the world died.

Objective: to gain knowledge about relation between mother’s education level, food intake (energy and protein), breastfeeding with toddlers nutrition status.

Methods: This is an observational analytic research with cross sectional studyapprocah. Population in this research is toddlers age one to five, as 70 and sample is 50 toddlers age 1-50. Sample was taken by Quota Sampling with chi-square.

Results : Results show that there was relation between mother’s education level

ρ (0,003), energy intake ρ (0,002), protein intake ρ (0,007), breast feeding ρ (0,002) with toddlers nutrition status.

Conclusions: The level of mother’s education level, energy intake, protein intake, breast feeding are associated with nutritional status of toddlers. It is recommended for mothers to get the information about nutrition, andit is expected that she practices the information to the environment surrounding the family and in order to get better toddlers nutritional status.

Keywords: nutritional status, mother’s education level, food intake (energy and protein), breast feeding

PENDAHULUAN

Masalah status gizi di Indonesia lebih banyak terjadi pada anak di bawah lima tahun, kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak, kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Suwiji, 2006).

World Health Organization (WHO) memperkirakan 54% penyebab kematian balita didasari oleh keadaan status gizi anak yang jelek.

Masalah gizi kurang atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab 3,5 juta anak balita didunia. Mayoritas kasus fatal gizi berada di 20 negara yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara,dan Indonesia.

Indonesia berada di peringkat ke-5 negara dengan kekurangan gizi sedunia. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5% dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah yang kekurangan gizi terbesar di

(2)

111

seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagian

Timur Indonesia (Depkes RI, 2011).

Riset Kesehatan Dasar menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran sebanyak 18,4 % (2007) menurun menjadi 17,9 % (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 % (tahun 2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya (<15%) terjadi di Bali, dan DKI Jakarta.

Prevalensi nasional pada balita Gizi Kurang 13 % dan Gizi Buruk 5,4 %, keduanya menunjukan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk mencapai program perbaikan gizi (20%) dan target Millenium Development Goals pada tahun 2015 (18,5%) telah mencapai pada tahun 2007. Namun demikian , sebanyak 7 provinsi mempunyai prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di atas prevalensi nasional yaitu : Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Maluku pada tahun 2011 terdapat 8,50% balita, pada tahun 2012 terdapat 5,70% balita, pada tahun 2013 terdapat 3,80% balita yang menderita gizi kurang (Dinas Kesehatan Propinsi Maluku, 2013).

Hasil Pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tahun 2011 terdapat 208 (2,3%) balita, pada tahun 2012 terdapat 175 (1,9%) balita dan pada tahun 2013 terdapat 433 (4,10%) balita yang menderita gizi kurang (Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, 2013).

Data Puskesmas Saumlaki pada tahun 2011 jumlah balita 89 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 25, pada tahun 2012 jumlah balita 58 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 17 dan pada tahun 2013 jumlah balita 70 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 30 balita.

Rendahnya kecukupan gizi pada balita sangat berpengaruh pada pertumbuhan fisik kecerdasan dan selanjutnya akan dapat menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini menyebabkan peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi pada Balita di

Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Analitik dengan pendekatan Cross

Sectional Study, yaitu variabel asupan protein,

asupan energi, dan pemberian ASI, dan status gizi pada balita diukur secara bersamaan.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berusia 1-5 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku tahun 2013 berjumlah 70 Balita. Sampel adalah sebagian balita usia 1-5 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saumlaki sebanyak 50 balita. Teknik Penarikan Sampel secara Quota

sampling yaitu dengan cara menetapkan jumlah

tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi. Responden adalah ibu balita.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Balita

Hasil menunjukkan bahwa umur balita paling banyak umur 25-36

bulan sebanyak 17 orang (34%), jenis kelamin sebagian besar laki-laki yaitu 35 orang (70 %), status gizi paling banyak gizi normal yaitu 38 orang (76%), asupan energi paling banyak cukup yaitu 36 orang (72%), asupan protein paling banyak cukup yaitu 40 orang (80%), lebih banyak diberikan ASI yaitu 39 orang (78%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 :

(3)

112

Tabel 1

Karakteristik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku

Tenggara Barat Karakteristik Balita n % Umur (bulan) a. 1-12 b. 13-24 c. 25-36 d. 37-48 e. 49-60 2 11 17 9 11 4 22 34 18 22 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 35 15 70 30 Status Gizi a. Gizi Normal b. Gizi Kurang 38 12 76 24 Asupan Energi a. Cukup b. Kurang 36 14 72 28 Asupan Protein a. Cukup b. Kurang 40 10 80 20 Pemberian ASI a. Ya b. Tidak 39 11 78 22 Total 50 100,0 Karakteristik Responden

Hasil menunjukkan bahwa umur responden paling banyak umur 25-29 tahun seba

nyak 20 responden (40%) sedangkan umur responden paling sedikit umur >34 tahun sebanyak 4 responden (8 %), pendidikan responden paling banyak perguruan tinggi yaitu 28 orang (56%), pekerjaan responden paling banyak PNS yaitu 27 orang (54%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 :

Tabel 2

Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku

Tenggara Barat Karakteristik Responden n % Umur (tahun) a. 20-24 b. 25-29 c. 30-34 d. > 34 10 20 16 5 20 40 32 8 Pendidikan a. SMP b. SMA c. PT 6 16 28 12 32 56 Pekerjaan a. PNS b. Wiraswasta c. IRT d. Petani 27 5 15 3 54 10 30 6 Total 50 100,0 Analisis Bivariat

Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi pada Balita Tabel 3

Hubungan Asupan energi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014

Asupan Energi

Status Gizi

Jumlah Nilai p Gizi Normal Gizi Kurang

n % n % n %

Baik 32 88,9 4 11,1 36 100

0.002

Kurang 6 42,9 8 57,1 14 100

Total 38 76 12 24 50 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 36 balita asupan energi, sebanyak 32 balita (88,9%) dengan asupan energi baik mempunyai balita gizi normal sedangkan dari 14 balita sebanyak 8 balita (57,1%) dengan asupan energi kurang mempunyai balita gizi kurang.

Hasil analisis statistik menggunakan uji

Fisher Exact untuk melihat hubungan antara

asupan energi dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (11,710) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,002) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada balita.

(4)

113

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi pada Balita

Tabel 4

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014

Asupan Protein Status Gizi Jumlah Nilai Ρ Gizi

Normal Gizi Kurang

n % n % n % Baik 34 85 6 15 40 100 0.007 Kurang 4 40 6 60 10 100 Total 38 76 12 24 50 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 40 balita asupan protein, sebanyak 34 balita (85%) dengan asupan protein baik mempunyai balita gizi normal sedangkan dari 10 balita sebanyak 6 balita (60%) dengan asupan protein kurang mempunyai balita gizi kurang.

Hasil analisis statistik menggunakan uji

Fisher Exact untuk melihat hubungan antara

asupan protein dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (8,882) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,007) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada balita.

Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Balita Tabel 5

Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014

Pemberian ASI

Status Gizi

Jumlah Nilai ρ Gizi Normal Gizi Kurang

n % n % n % Ya 34 87,2 5 12,8 39 100 0.002 Tidak 4 36,4 7 63,6 11 100 Total 38 76 12 24 50 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 39 balita, sebanyak 34 balita (87,2%) yang mendapatkan ASI berstatus gizi normal sedangkan dari 11 balita sebanyak 7 balita (63,6%) yang tidak mendapatkan ASI berstatus gizi kurang.

Hasil analisis statistik menggunakan uji

Fisher Exact untuk melihat hubungan antara

pemberian ASI dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (12,147) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,002) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian ASI dengan status gizi pada balita.

PEMBAHASAN Status Gizi Balita

Menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah

keadaan kesehatan individu atau kelompokyang di tentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat lain yang diperoleh dari

makanan yang dapat diukur dengan antropometri.

Gizi yang cukup di perlukan untuk setiap orang mencapai pertumbuhan yang optimal. Menurut Almatsier (2010), status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang di gunakan secara efisien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status Gizi di Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat Baik, di sebabkan asupan energi dan protein yang baik, tingkat pendidikan ibu yang tinggi, dan pemberian ASI yang baik.Selain itu hasil recall juga menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang disebabkan karena balita tidak mau makan atau nafsu makannya rendah.

Sesuai dengan pendapat Almatsier (2010), status gizi rendah disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung,

(5)

114

penyebab langsung salah satunya adalah konsumsi makanan yang kurang sedangkan penyebab tidak langsung yang dominan adalah tingkat ekonomi yang kurang, pendidikan dan pengetahuan yang kurang.

Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi pada Balita

Menurut Supariasa (2002), tingkat konsumsi energi itu berpengaruh secara langsung pada status gizi. Energi itu diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktifits. Kebutuhan energi disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak.Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar manusia selalu mencukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya (Kartaspoetra dan Marsetyo, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan energi balita di Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat di katakan baik karena anak balita lebih banyak mengkonsumsi energi akibat mereka sering banyak jajan/camilan di luar contohnya mie, roti, coklat dimana makanan tersebut lebih banyak mengandung karbohidrat sehingga asupan energi balita menjadi baik. Selain itu di sebabkan oleh pendapatan keluarga sangat baik sehingga apapun makanan yang diinginkan anaknya untuk dibeli pasti akan diberikan. sehingga asupan makanan tingkat energi terpenuhi menyebabkan status gizi anak menjadi baik.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2009) menemukan adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada balita di mana dengan memberikan energi antara 360 kkal-430 kkal dapat menaikan status gizi balita pada kelompok kasus.

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi pada Balita

Penyediaan pangan yang mengandung protein sangat penting, meskipun pertumbuhan masa kanak-kanak berlangsung lebih lambat dari pada pertumbuhan bayi, tetapi kegiatannya meningkat (Moehji, 2003).

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua protein mengandung unsur karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen. Sebagian makanan yang kita makan kaya akan protein, misalnya susu, telur, keju, dagiing, dan ikan. Protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan

pemeliharaan tubuh. Mengatur tekana air, untuk mengontrol pendarahan, sebagai transportasi dan penting untuk zat-zat gizi terutama sebagai antibodi dari berbagai penyakit dan mengatur aliran darah dalam membantu pekerjaan jantung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan protein balita di Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat baik karena balita mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein seperti ikan, ayam dan makanan yang mengandung sumber protein lainnya, sehingga status gizi anak balita menjadi baik dan pengetahuan gizi ibu yang baik serta pendidikan ibu yang tinggi mempengaruhi kualitas dan kuantitas dalam pemberian makanan pada balita menjadi optimal.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Susilawati (2006) yang menemukan bahwa anak yang berstatus gizi baik sebagian besar mempunyai konsumsi protein yang cukup.

Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Balita

ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat.Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi.

Pemberian ASI secara eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa bahan makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, atau pun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif iniPemberian ASI tanpa tambahan cairan ataupun makanan lainnya selama 6 bulan (ASI eksklusisf) sangat dianjurkan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Balita diperbolehkan diberikan makanan tambahan akan tetapi ASI harus dianjurkan hingga balita berumur 2 tahun.ASI adalah makanan alamiah untuk bayi, ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen dengan jumlah yang sesuai untuk tercapainya pertumbuhan bayi yang sehat (Arisman, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat baik karena ASI mengandung zat antibodi sehingga balita yang tidak di berikan ASI

(6)

115

akan rentan terhadap berbagai penyakit dan akan

berperan langsung terhadap status gizi balitanya sehingga balita yang mendapatkan ASI yang kaya akan nutrisi tanpa bahan makanan atau minuman tambahan yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, atau pun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini agar menjadi balitayang sehat, komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan balita menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi dan balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurnia Widiastuti Giri (2010) menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI Eksklusif, lebih baik dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini terlihat bahwa pada ibu yang memberikan ASI eksklusif, sebanyak 74,4% memiliki balita dengan status gizi baik dan 15,4% memiliki balita dengan status gizi kurang.

KESIMPULAN

1. Tingkat Pendidikan Ibu berhubungan dengan Status Gizi pada Balita

2. Asupan Makanan :

a. Asupan Energi berhubungan dengan Status Gizi pada Balita

b. Asupan Protein berhubungan dengan Status Gizi pada Balita

3. Pemberian ASI berhubungan dengan Status Gizi pada Balita

SARAN

1. Jika ibu mendapat informasi tentang gizi diharapkan untuk mempraktekan informasi tersebut di lingkungan keluarga dan sekitarnya.

2. Dalam upaya untuk meningkatkan status gizi balita sangat diharapkan bagi ibu untuk mempertahankan pendidikannya agar lebih mudah menerima informasi yang didapatkannya terlebih dahulu.

3. Sangat diharapkan bagi para ibu supaya dapat memberikan asupan makanan anak balitanya yang sesuai dengan kebutuhan energi dan protein yang di konsumsi menurut umur balita agar status gizi balita menjadi lebih baik.

4. Bagi tenaga kesehatan diharapkan agar lebih meningkatkan promosi kesehatan gizi balita melalui pemberian pendidikan kesehatan dalam bentuk penyuluhan mengenai pentingnya ASI Eksklusf bagi balita, dan bagi ibu agar lebih memperhatikan pemberian ASI secara Eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, 2010, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2010.”Gizi dalam Daur Kehidupan :

Buku Ajar Ilmu Gizi”, Edisi 2. Jakarta: EGC

Depkes RI, Analisis Antropometri Balita-Susenas 2005,” GIZI DEPKES, Berita 11 maret 2008, “Penulisan Data Gizi Buruk Harus

Akurat dan Tidak Dipolitisir

http://www.depkes.co.id. Depkes RI, 2011, Data Gizi.

Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2013 “Profil

Kesehatan Provinsi Maluku”.

Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 “Profil Kesehatan Kabupaten Maluku

Tenggara Barat”.

Irianto P, Joko. 2006, Panduan Gizi Lengkap

Keluarga Dan Olahragawan, Yogyakarta

Kartasapoetra, G dan Marsetyo, 2005 Ilmu Gizi

(Korelasi gizi, Kesehatan dan produksi kerja). Jakarta : Rineka Cipta

Kurnia Widiastuti Giri, 2010, Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita di Desa Kajanan, Kecamatan

Buleleng (Skripsi) Bali : Universitas

Pendidikan Ganesha

Moehji S, 2003 Ilmu Gizi II, Penganggulangan

Gizi Buruk, Jakarta : Papas Sinar Sinanti

Purnomo L, 2009 Pengaruh Pemberian Makanan

Tambahan dan Konseling Gizi Balita Terhadap status gizi BalitaDi kota kendari Kabupaten Kanowe Propinsi Sulawesi Tenggara.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian kesehatan RI.

Susilawati, 2006 ,Faktor yang berhubungan

dengan status gizi anak balita

di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulu Kumb (Skripsi) Manado: Universitas Sam

Ratulangi.

Supariasa dkk, 2002, Penelitian Status Gizi. Jakarta : EGC

Suwiji, 2007, Ilmu Gizi Dasar. Jakarta : EGC Suhardjo, 2003, Berbagai cara Pendidikan

Gizi.Bogor: Bumi Aksara. 1986. Pangan dan Gizi Pertanian. Jakarta : UI Press

Gambar

Tabel  4  menunjukkan  bahwa  dari  40  balita  asupan protein, sebanyak 34 balita (85%) dengan  asupan protein baik mempunyai balita gizi normal  sedangkan dari 10 balita sebanyak 6 balita (60%)  dengan asupan protein kurang  mempunyai balita  gizi kurang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi balita usia 7-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas

(MP-ASI) dengan status gizi pada balita usia 7-24 bulan. Bagi ibu-ibu balita di Wilayah Kerja

Data distribusi balita berdasarkan status gizi TB/U menunjukkan persentase balita dengan status gizi pendek sebesar 29.0%.. Data distribusi balita berdasarkan asupan protein

HUBUNGAN SIKAP DAN PRAKTIK IBU SELAMA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA.. PUSKESMAS SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN

Jenis makanan yang sama, yang dibeli pada waktu yang bersamaan, di pedagang yang sama akan memberikan asupan yang sama pada nilai energi dan protein dari

“ PENGARUH PERSEPSI SANKSI PAJAK DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PENYULUHAN DAN KONSULTASI PAJAK SAUMLAKI, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Ayu charlifa suciana 2021 Gambaran Tingkat Pendapatan, Asupan Energi, dan Protein, Pada Anak Balita Stunting di Wilayah Puskesmas Rahia Kecamatan Gu Hasil penelitian ini menunjukkan

Hasil kajian pustaka menunjukkan dari keempat jurnal yang mengamati tentang gambaran antara asupan dan tingkat pengetahuan ibu, mendapatkan dua pernyataan dimana terdapat hasil yang