110
HUBUNGAN ASUPAN MAKANAN DAN PEMBERIAN ASI DENGAN
STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SAUMLAKI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT
Sri Syatriani1, Endi Nelson Luturmas2 1
Dosen STIK Makassar 2
Peminatan Gizi STIK Makassar
Abstract
Background: Nutrition problems in Indonesia are more prevalent in children under five years. Malnutrition in children can cause some negative effects such as slow growth of the body, prone to disease, and reduced level of intelligence. Serious nutritional deficiencies can lead to the death of a child.World Health Organization (WHO) estimates that 54 % of the causes of child mortality based on the state of the poor nutritional status of children. Lack of nutrition or malnutrition expressed as the cause of 3.5 million children under five in the world died.
Objective: to gain knowledge about relation between mother’s education level, food intake (energy and protein), breastfeeding with toddlers nutrition status.
Methods: This is an observational analytic research with cross sectional studyapprocah. Population in this research is toddlers age one to five, as 70 and sample is 50 toddlers age 1-50. Sample was taken by Quota Sampling with chi-square.
Results : Results show that there was relation between mother’s education level
ρ (0,003), energy intake ρ (0,002), protein intake ρ (0,007), breast feeding ρ (0,002) with toddlers nutrition status.
Conclusions: The level of mother’s education level, energy intake, protein intake, breast feeding are associated with nutritional status of toddlers. It is recommended for mothers to get the information about nutrition, andit is expected that she practices the information to the environment surrounding the family and in order to get better toddlers nutritional status.
Keywords: nutritional status, mother’s education level, food intake (energy and protein), breast feeding
PENDAHULUAN
Masalah status gizi di Indonesia lebih banyak terjadi pada anak di bawah lima tahun, kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak, kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Suwiji, 2006).
World Health Organization (WHO) memperkirakan 54% penyebab kematian balita didasari oleh keadaan status gizi anak yang jelek.
Masalah gizi kurang atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab 3,5 juta anak balita didunia. Mayoritas kasus fatal gizi berada di 20 negara yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea Utara,dan Indonesia.
Indonesia berada di peringkat ke-5 negara dengan kekurangan gizi sedunia. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5% dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah yang kekurangan gizi terbesar di
111
seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagianTimur Indonesia (Depkes RI, 2011).
Riset Kesehatan Dasar menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran sebanyak 18,4 % (2007) menurun menjadi 17,9 % (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 % (tahun 2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya (<15%) terjadi di Bali, dan DKI Jakarta.
Prevalensi nasional pada balita Gizi Kurang 13 % dan Gizi Buruk 5,4 %, keduanya menunjukan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk mencapai program perbaikan gizi (20%) dan target Millenium Development Goals pada tahun 2015 (18,5%) telah mencapai pada tahun 2007. Namun demikian , sebanyak 7 provinsi mempunyai prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di atas prevalensi nasional yaitu : Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Maluku pada tahun 2011 terdapat 8,50% balita, pada tahun 2012 terdapat 5,70% balita, pada tahun 2013 terdapat 3,80% balita yang menderita gizi kurang (Dinas Kesehatan Propinsi Maluku, 2013).
Hasil Pemantauan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat pada tahun 2011 terdapat 208 (2,3%) balita, pada tahun 2012 terdapat 175 (1,9%) balita dan pada tahun 2013 terdapat 433 (4,10%) balita yang menderita gizi kurang (Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, 2013).
Data Puskesmas Saumlaki pada tahun 2011 jumlah balita 89 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 25, pada tahun 2012 jumlah balita 58 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 17 dan pada tahun 2013 jumlah balita 70 balita dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 30 balita.
Rendahnya kecukupan gizi pada balita sangat berpengaruh pada pertumbuhan fisik kecerdasan dan selanjutnya akan dapat menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini menyebabkan peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi pada Balita di
Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Analitik dengan pendekatan Cross
Sectional Study, yaitu variabel asupan protein,
asupan energi, dan pemberian ASI, dan status gizi pada balita diukur secara bersamaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berusia 1-5 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku tahun 2013 berjumlah 70 Balita. Sampel adalah sebagian balita usia 1-5 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saumlaki sebanyak 50 balita. Teknik Penarikan Sampel secara Quota
sampling yaitu dengan cara menetapkan jumlah
tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi. Responden adalah ibu balita.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Balita
Hasil menunjukkan bahwa umur balita paling banyak umur 25-36
bulan sebanyak 17 orang (34%), jenis kelamin sebagian besar laki-laki yaitu 35 orang (70 %), status gizi paling banyak gizi normal yaitu 38 orang (76%), asupan energi paling banyak cukup yaitu 36 orang (72%), asupan protein paling banyak cukup yaitu 40 orang (80%), lebih banyak diberikan ASI yaitu 39 orang (78%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 :
112
Tabel 1
Karakteristik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku
Tenggara Barat Karakteristik Balita n % Umur (bulan) a. 1-12 b. 13-24 c. 25-36 d. 37-48 e. 49-60 2 11 17 9 11 4 22 34 18 22 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 35 15 70 30 Status Gizi a. Gizi Normal b. Gizi Kurang 38 12 76 24 Asupan Energi a. Cukup b. Kurang 36 14 72 28 Asupan Protein a. Cukup b. Kurang 40 10 80 20 Pemberian ASI a. Ya b. Tidak 39 11 78 22 Total 50 100,0 Karakteristik Responden
Hasil menunjukkan bahwa umur responden paling banyak umur 25-29 tahun seba
nyak 20 responden (40%) sedangkan umur responden paling sedikit umur >34 tahun sebanyak 4 responden (8 %), pendidikan responden paling banyak perguruan tinggi yaitu 28 orang (56%), pekerjaan responden paling banyak PNS yaitu 27 orang (54%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 :
Tabel 2
Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku
Tenggara Barat Karakteristik Responden n % Umur (tahun) a. 20-24 b. 25-29 c. 30-34 d. > 34 10 20 16 5 20 40 32 8 Pendidikan a. SMP b. SMA c. PT 6 16 28 12 32 56 Pekerjaan a. PNS b. Wiraswasta c. IRT d. Petani 27 5 15 3 54 10 30 6 Total 50 100,0 Analisis Bivariat
Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi pada Balita Tabel 3
Hubungan Asupan energi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014
Asupan Energi
Status Gizi
Jumlah Nilai p Gizi Normal Gizi Kurang
n % n % n %
Baik 32 88,9 4 11,1 36 100
0.002
Kurang 6 42,9 8 57,1 14 100
Total 38 76 12 24 50 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 36 balita asupan energi, sebanyak 32 balita (88,9%) dengan asupan energi baik mempunyai balita gizi normal sedangkan dari 14 balita sebanyak 8 balita (57,1%) dengan asupan energi kurang mempunyai balita gizi kurang.
Hasil analisis statistik menggunakan uji
Fisher Exact untuk melihat hubungan antara
asupan energi dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (11,710) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,002) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada balita.
113
Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi pada BalitaTabel 4
Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014
Asupan Protein Status Gizi Jumlah Nilai Ρ Gizi
Normal Gizi Kurang
n % n % n % Baik 34 85 6 15 40 100 0.007 Kurang 4 40 6 60 10 100 Total 38 76 12 24 50 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 40 balita asupan protein, sebanyak 34 balita (85%) dengan asupan protein baik mempunyai balita gizi normal sedangkan dari 10 balita sebanyak 6 balita (60%) dengan asupan protein kurang mempunyai balita gizi kurang.
Hasil analisis statistik menggunakan uji
Fisher Exact untuk melihat hubungan antara
asupan protein dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (8,882) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,007) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada balita.
Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Balita Tabel 5
Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014
Pemberian ASI
Status Gizi
Jumlah Nilai ρ Gizi Normal Gizi Kurang
n % n % n % Ya 34 87,2 5 12,8 39 100 0.002 Tidak 4 36,4 7 63,6 11 100 Total 38 76 12 24 50 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 39 balita, sebanyak 34 balita (87,2%) yang mendapatkan ASI berstatus gizi normal sedangkan dari 11 balita sebanyak 7 balita (63,6%) yang tidak mendapatkan ASI berstatus gizi kurang.
Hasil analisis statistik menggunakan uji
Fisher Exact untuk melihat hubungan antara
pemberian ASI dengan status gizi pada balita diperoleh nilai X2 hitung (12,147) >X2 tabel (3,84) dan nilai ρ (0,002) < 0,05, ini berarti hipotesis diterima, artinya ada hubungan antara pemberian ASI dengan status gizi pada balita.
PEMBAHASAN Status Gizi Balita
Menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah
keadaan kesehatan individu atau kelompokyang di tentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat lain yang diperoleh dari
makanan yang dapat diukur dengan antropometri.
Gizi yang cukup di perlukan untuk setiap orang mencapai pertumbuhan yang optimal. Menurut Almatsier (2010), status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang di gunakan secara efisien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status Gizi di Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat Baik, di sebabkan asupan energi dan protein yang baik, tingkat pendidikan ibu yang tinggi, dan pemberian ASI yang baik.Selain itu hasil recall juga menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang disebabkan karena balita tidak mau makan atau nafsu makannya rendah.
Sesuai dengan pendapat Almatsier (2010), status gizi rendah disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung,
114
penyebab langsung salah satunya adalah konsumsi makanan yang kurang sedangkan penyebab tidak langsung yang dominan adalah tingkat ekonomi yang kurang, pendidikan dan pengetahuan yang kurang.
Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi pada Balita
Menurut Supariasa (2002), tingkat konsumsi energi itu berpengaruh secara langsung pada status gizi. Energi itu diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktifits. Kebutuhan energi disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak.Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar manusia selalu mencukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya (Kartaspoetra dan Marsetyo, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan energi balita di Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat di katakan baik karena anak balita lebih banyak mengkonsumsi energi akibat mereka sering banyak jajan/camilan di luar contohnya mie, roti, coklat dimana makanan tersebut lebih banyak mengandung karbohidrat sehingga asupan energi balita menjadi baik. Selain itu di sebabkan oleh pendapatan keluarga sangat baik sehingga apapun makanan yang diinginkan anaknya untuk dibeli pasti akan diberikan. sehingga asupan makanan tingkat energi terpenuhi menyebabkan status gizi anak menjadi baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2009) menemukan adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada balita di mana dengan memberikan energi antara 360 kkal-430 kkal dapat menaikan status gizi balita pada kelompok kasus.
Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi pada Balita
Penyediaan pangan yang mengandung protein sangat penting, meskipun pertumbuhan masa kanak-kanak berlangsung lebih lambat dari pada pertumbuhan bayi, tetapi kegiatannya meningkat (Moehji, 2003).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua protein mengandung unsur karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen. Sebagian makanan yang kita makan kaya akan protein, misalnya susu, telur, keju, dagiing, dan ikan. Protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh. Mengatur tekana air, untuk mengontrol pendarahan, sebagai transportasi dan penting untuk zat-zat gizi terutama sebagai antibodi dari berbagai penyakit dan mengatur aliran darah dalam membantu pekerjaan jantung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat asupan protein balita di Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat baik karena balita mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein seperti ikan, ayam dan makanan yang mengandung sumber protein lainnya, sehingga status gizi anak balita menjadi baik dan pengetahuan gizi ibu yang baik serta pendidikan ibu yang tinggi mempengaruhi kualitas dan kuantitas dalam pemberian makanan pada balita menjadi optimal.
Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Susilawati (2006) yang menemukan bahwa anak yang berstatus gizi baik sebagian besar mempunyai konsumsi protein yang cukup.
Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Balita
ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat.Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi.
Pemberian ASI secara eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa bahan makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, atau pun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif iniPemberian ASI tanpa tambahan cairan ataupun makanan lainnya selama 6 bulan (ASI eksklusisf) sangat dianjurkan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Balita diperbolehkan diberikan makanan tambahan akan tetapi ASI harus dianjurkan hingga balita berumur 2 tahun.ASI adalah makanan alamiah untuk bayi, ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen dengan jumlah yang sesuai untuk tercapainya pertumbuhan bayi yang sehat (Arisman, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku sangat baik karena ASI mengandung zat antibodi sehingga balita yang tidak di berikan ASI
115
akan rentan terhadap berbagai penyakit dan akanberperan langsung terhadap status gizi balitanya sehingga balita yang mendapatkan ASI yang kaya akan nutrisi tanpa bahan makanan atau minuman tambahan yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, atau pun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini agar menjadi balitayang sehat, komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan balita menjadikan ASI sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi dan balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurnia Widiastuti Giri (2010) menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI Eksklusif, lebih baik dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini terlihat bahwa pada ibu yang memberikan ASI eksklusif, sebanyak 74,4% memiliki balita dengan status gizi baik dan 15,4% memiliki balita dengan status gizi kurang.
KESIMPULAN
1. Tingkat Pendidikan Ibu berhubungan dengan Status Gizi pada Balita
2. Asupan Makanan :
a. Asupan Energi berhubungan dengan Status Gizi pada Balita
b. Asupan Protein berhubungan dengan Status Gizi pada Balita
3. Pemberian ASI berhubungan dengan Status Gizi pada Balita
SARAN
1. Jika ibu mendapat informasi tentang gizi diharapkan untuk mempraktekan informasi tersebut di lingkungan keluarga dan sekitarnya.
2. Dalam upaya untuk meningkatkan status gizi balita sangat diharapkan bagi ibu untuk mempertahankan pendidikannya agar lebih mudah menerima informasi yang didapatkannya terlebih dahulu.
3. Sangat diharapkan bagi para ibu supaya dapat memberikan asupan makanan anak balitanya yang sesuai dengan kebutuhan energi dan protein yang di konsumsi menurut umur balita agar status gizi balita menjadi lebih baik.
4. Bagi tenaga kesehatan diharapkan agar lebih meningkatkan promosi kesehatan gizi balita melalui pemberian pendidikan kesehatan dalam bentuk penyuluhan mengenai pentingnya ASI Eksklusf bagi balita, dan bagi ibu agar lebih memperhatikan pemberian ASI secara Eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, 2010, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arisman, 2010.”Gizi dalam Daur Kehidupan :
Buku Ajar Ilmu Gizi”, Edisi 2. Jakarta: EGC
Depkes RI, Analisis Antropometri Balita-Susenas 2005,” GIZI DEPKES, Berita 11 maret 2008, “Penulisan Data Gizi Buruk Harus
Akurat dan Tidak Dipolitisir”
http://www.depkes.co.id. Depkes RI, 2011, Data Gizi.
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2013 “Profil
Kesehatan Provinsi Maluku”.
Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, 2013 “Profil Kesehatan Kabupaten Maluku
Tenggara Barat”.
Irianto P, Joko. 2006, Panduan Gizi Lengkap
Keluarga Dan Olahragawan, Yogyakarta
Kartasapoetra, G dan Marsetyo, 2005 Ilmu Gizi
(Korelasi gizi, Kesehatan dan produksi kerja). Jakarta : Rineka Cipta
Kurnia Widiastuti Giri, 2010, Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita di Desa Kajanan, Kecamatan
Buleleng (Skripsi) Bali : Universitas
Pendidikan Ganesha
Moehji S, 2003 Ilmu Gizi II, Penganggulangan
Gizi Buruk, Jakarta : Papas Sinar Sinanti
Purnomo L, 2009 Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan dan Konseling Gizi Balita Terhadap status gizi BalitaDi kota kendari Kabupaten Kanowe Propinsi Sulawesi Tenggara.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian kesehatan RI.
Susilawati, 2006 ,Faktor yang berhubungan
dengan status gizi anak balita
di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulu Kumb (Skripsi) Manado: Universitas Sam
Ratulangi.
Supariasa dkk, 2002, Penelitian Status Gizi. Jakarta : EGC
Suwiji, 2007, Ilmu Gizi Dasar. Jakarta : EGC Suhardjo, 2003, Berbagai cara Pendidikan
Gizi.Bogor: Bumi Aksara. 1986. Pangan dan Gizi Pertanian. Jakarta : UI Press