BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka
1. Teori Sinyal
Teori sinyal merupakan sebuah teori yang berkaitan dengan hubungan manajemen dan pihak penerima informasi. Teori sinyal didasarkan pada asimetri informasi, yaitu ketidakseimbangan perolehan informasi. Informasi yang diterima tidak sama oleh karena satu pihak memiliki informasi yang lebih baik dibanding dengan pihak lain. Oleh sebab itu, pihak manajemen perlu memberikan informasi yang diperlukan pihak-pihak penerima informasi baik di dalam maupun di luar perusahaan. (Jelita, 2014).
Teori sinyal merupakan penjelasan dari asimetri informasi. Terjadinya asimetri informasi disebabkan karena pihak manajemen mempunyai informasi lebih banyak mengenai prospek perusahaan. Untuk menghindari asimetri informasi, pihak entitas harus memberikan informasi sebagai sinyal kepada pihak pemangku kepentingan. (Wihardjo, 2014). Informasi yang diberikan oleh pihak manajemen akan membantu pihak pemanku kepentingan dalam pengambilan keputusan dan juga untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi entitas yang sebenarnya. Salah satu bentuk sinyal yang diberikan manajemen yakni laporan keuangan. Laporan keuangan yang telah sesuai dengan standar yang telah ditentukan akan membantu para pemangku kepentingan untuk membandingkan dan mengetahui kondisi suatu entitas.
2. Pelaporan Keuangan
a. Pengertian Pelaporan Keuangan
Menurut Kieso, dkk (2014:7), pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan tentang entitas pelaporan keuangan yang berguna untuk menyajikan dan potensi equitas investor, kreditor, dan kreditor lainya dalam membuat keputusan tentang penyediaan sumber daya untuk entitas. Keputusan tersebut melibatkan pembelian, penjualan, atau memegang equitas dan instrument utang, dan menyediakan atau menetapkan pinjaman dan lainya dari kredit. Tujuan pelaporan keuangan yaitu untuk menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk menyajikan informasi dan potensi equitas untuk membantu investor, kreditur, dan pihak lainnya dalam pembuatan keputusan dalam kapasitas mereka sebagai penyedia modal. Informasi keuangan ini pun juga berguna untuk pihak lainnya selain investor.
b. Unsur-Unsur Pelaporan Keuangan
Menurut IAI (2015:9), laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya. Kelompok besar ini merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, liabilitas, dan equitas. Sedang unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan perubahan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai
unsur neraca, dengan demikian kerangka dasar ini tidak mengidentifikasikan unsur laporan perubahan posisi keuangan secara khusus.
Laporan keuangan adalah suatu penyajian tesrtruktur dari posisi keuangan dan kinerja suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
a. Aset b. Liabilitas c. Equitas
d. Penghasilan dan beban, termasuk keuntungan dan kerugian
e. Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan
f. Arus kas
3. Badan Layanan Umum
a. Pengertian Badan Layanan Umum
Menurut Sari dan Raharja (2012), Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Badan Layanan Umum bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Sedangkan menurut Jahra (2013), Badan Layanan Umum pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil, profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi Badan Layanan Umum, suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelenggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategi bisnis, standar pelayanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit atau pernyataan bersedia untuk diaudit.
b. Karakteristik Badan Layanan Umum
Karakteristik Badan Layanan Umum menurut Hendrawan (2011) adalah sebagai berikut:
1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara.
2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat. 3) Tidak mengutamakan pencarian laba.
4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi.
5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk.
6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung.
7) Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil.
8) Badan Layanan Umum bukan subyek pajak.
c. Rumah Sakit Berstatus Badan Layanan Umum
Istilah Badan Layanan Umum muncul setelah ditetapkannya Undang-Undang no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara yang ditetapkan sesuai dengan semangat reformasi dan otonomi daerah. Misi refomasi keuangan ditujukan pada akuntabilitas dan transparansi keuangan yang professional. Dengan penetapan rumah sakit pemerintah menjadi Badan layanan Umum diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi (Hendrawan, 2011).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1981/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit BLU rumah sakit memiliki karakteristik, antara lain, sebagai berikut :
1. BLU rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang etis dan sehat, serta tidak semata-mata mencari keuntungan.
2. BLU rumah sakit merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan serta usaha lain dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
3. Untuk mendukung pembiayaan kegiatan sesuai dengan tugas dan wewenangnya, BLU rumah sakit:
a. Dapat menerima bantuan dan atau subsidi yang berasal dari APBN/APBD berupa uang ataupun barang;
b. Berhak menerima pembayaran hasil jasa pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang kesehatan serta hasil usaha-usaha lain yang sah;
c. Dapat menerima hasil kerja sama dengan pihak lain yang terkait. d. Penerimaan yang diperoleh sebagai imbalan jasa yang diberikan
BLU rumah sakit merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
a. Menerima hibah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
b. Menerima pinjaman dari bank, lembaga keuangan lain dan atau pinjaman dari luar negeri berdasarkan usulan BLU atas persetujuan Menteri Keuangan; dan
c. Bekerja sama dengan lembaga lain yang mempunyai keterkaitan fungsi.
5. Kekayaan BLU rumah sakit merupakan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan, yang dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan operasional BLU rumah sakit.
6. Modal BLU rumah sakit tidak terbagi atas saham-saham.
4. Organisasi Nirlaba
a. Pengertian Organisasi Nirlaba
Menurut Pontoh (2013), organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institute riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Menurut IAI (2015: 45.1) dalam PSAK No.45 sumber daya organisasi nirlaba berasal dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran
kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah yang diberikan. Sebagai akibat dari karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis lainya, misalnya penerimaan sumbangan.
Menurut Mardiasmo (2009:167), tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba dalam SFAC 4 adalah sebagai berikut:
1) Laporan keuangan organisasi nonbisnis hendaknya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam pembuatan keputusan yang rasional mengenai alokasi sumber daya organisasi.
2) Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis serta kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan tersebut.
3) Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai kinerja manajer organisasi nonbisnis atas pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja lainnya.
4) Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, data kekayaan neto organisasi, serta pengaruh dari transaksi, peristiwa dari kejadian ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut.
5) Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu periode. Pengukuran secara periodik atas perubahan jumlah dan keadaan/kondisi sumber kekayaan neto organisasi nonbisnis serta informasi mengenai usaha dan hasil pelayanan organisasi secara bersama-sama yang dapat menunjukkan informasi yang berguna untuk menilai kinerja.
6) Memberikan informasi mengenai bagaimana organisasi memperoleh dan membelanjakan kas atau sumber daya kas, mengenai utang dan pembayaran kembali utang, dan mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi.
7) Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pemakai dalam memahami informasikeuangan yang diberikan.
b. Unsur-Unsur Organisasi Nirlaba
IAI (2015: 45.1-45.2) menyatakan bahwa unsur-unsur dari perusahaan nirlaba adalah sebagai berikut:
1) Sumber daya organisasi berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2) Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu organisasi menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik organisasi tersebut.
3) Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan
proporsi pembagian sumber daya organisasi pada saat likuiditas atau pembubaran organisasi.
5. Penerapan PSAK No. 45
a. Pengertian Penerapan PSAK No. 45
Menurut IAI (2015: 45.1), PSAK No 45 bertujuan untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba dengan adanya pedoman pelaporan, diharapkan laporan keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang tinggi. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomik yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. Sebagai akibat dari karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba muncul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis. Maka diperlukan PSAK No. 45 ini sebagai pedoman dalam mengatur tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba.
b. Unsur-Unsur PSAK No. 45
Laporan keuangan organisasi nirlaba menurut PSAK No. 45 meliputi :
1) Laporan Posisi Keuangan
Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai asset, liabilitas, dan asset neto serta informasi mengenai hubungan diantara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama pengungkapan, dan informasi dalam laporan keuangan lain dapat membantu pemberi sumber daya yang
tidak mengharapkan pembayaran kembali, anggota, kreditur, dan pihak lain untuk menilai :
a) Kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan
b) Likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, dan kebutuhan pendanaan eksternal.
Klasifikasi dalam laporan posisi keuangan dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
a) Aset dan Liabilitas
Laporan posisi keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, menyediakan informasi yang relevan mengenai likuiditas, fleksibilitas keuangan, dan hubungan antara aset dan liabilitas yang memiliki karakteristik serupa dalam satu kelompok yang relatif sama. Sebagai contoh, organisasi nirlaba biasanya melaporkan masing-masing unsur aset dalam kelompok yang sama, seperti :
(1) Kas setara kas
(2) Piutang pasien, pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain (3) Persediaan
(4) Sewa, asuransi, dan jasa lain yang dibayar di muka (5) Instrumen keuangan dan investasi jangka panjang
(6) Tanah, gedung, peralatan, serta aset tetap lain yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa.
Kas atau aset yang dibatasi penggunaanya oleh pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali disajikan terpisah dari kas atau aset lain yang tidak terikat penggunaanya.
Informasi Likuiditas diberikan dengan cara sebagai berikut :
(1) Menyajikan aset berdasarkan urutan likuiditas, dan liabilitas berdasarkan tanggal jatuh tempo.
(2) Mengelompokan aset ke dalam aset lancar atau tidak lancar, dan liabilitas ke dalam jangka pendek atau jangka panjang.
(3) Mengungkapkan informasi mengenai likuiditas aset atau saat jatuh tempo liabilitas, termasuk pembatasan penggunaan aset dalam catatan atas laporan keuangan.
b) Klasifikasi Aset Neto atau Tidak Terikat :
Laporan posisi keuangan menyajikan jumlah masing-masing kelompok aset neto berdasarkan ada tidaknya pembatasan oleh penyumbang, yaitu terikat secara permanen, terikat secara temporer, dan tidak terikat. Pengertian istilah yang digunakan adalah sebagai berikut:
(1) Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya tersebut dipertahankan secara permanen, tetapi organisasi diizinkan untuk menggunakan semuanya atau sebagian atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut.
(2) Pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan, agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu.
(3) Sumbangan terikat adalah sumber daya yang penggunaannya dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Pembatasan tersebut dapat bersifat permanen atau temporer.
(4) Sumbangan tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang.
Aset neto tidak terikat umumnya meliputi pendapatan jasa, penjualan barang, sumbangan dan deviden atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset neto tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasional, dan tujuan organisasi yang tercantum dalam akta pendirian dan dari perjanjian kontrak dengan organisasi lain. Informasi mengenai batasan-batasan tersebut umumnya disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.
2) Laporan Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai: a) Pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aset
neto.
b) Hubungan antar transaksi dan peristiwa lain.
c) Bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa.
Klasifikasi dalam laporan aktivitas adalah sebagai berikut:
a) Pendapatan, Beban, Keuntungan, dan Kerugian:
Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai penambah aset neto tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang dan menyajikan beban sebagai pengurang aset neto tidak terikat. Sumbangan disajikan sebagai penambah aset neto tidak terikat, tidak permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasanya. Dalam hal sumbangan terikat yang pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, dapat sajikan sebagai sumbangan tidak terikat sebatas disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan akuntansi.
Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aset lain atau kewajiban sebagai penambah atau pengurang aset neto tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi. Klasifikasi pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian dalam kelompok aset neto tidak menutup peluang adanya klasifikasi tambahan dalam laporan aktivitas.
Laporan aktivitas menyajikan jumlah neto keuntungan dan kerugian yang berasal dari transaksi isidental atau peristiwa lain yang berada di luar pengendalian organisasi nirlaba dan manajemen. Misalnya keuntungan atau kerugian penjualan tanah gedung yang tidak digunakan lain.
Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung.
Klasifikasi fungsional bermanfaat untuk membantu para penyumbang, kreditur dan pihak lain dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Di samping penyajian klasifikasi penyajian beban secara fungsional, organisasi nirlaba dianjurkan untuk menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya.
Program pemberian jasa merupakan aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada penerima manfaat, pelanggan atau anggota dalam rangka mencapai tujuan dan hasil utama yang dilaksanakan melalui berbagai program utama. Aktivitas pendukung meliputi semua aktivitas selain program pemberian jasa. Umumnya aktivitas pendukung meliputi manajemen dan umum, pencarian dana, dan pengembangan anggota. Aktivitas manajemen dan umum meliputi pengawasan, manajemen bisnis, pembukuan, penganggaran, pendanaan, dan aktivitas administratif lainnya, dan semua aktivitas manajemen dan administrasi, kecuali program pemberian jasa atau pencarian dana, pengadaan daftar alamat penyumbang, pelaksanaan acara khusus pencarian dana, pembuatan penyebaran manual, petunjuk dan bahan lainnya, dan pelaksanaan aktivitas lain dalam rangka pencarian dana dari individu, yayasan, pemerintah, dan lain-lain. Aktivitas pengembangan anggota meliputi pencarian anggotan baru, pengumpulan iuran anggota, hubungan dan aktivitas sejenis.
3) Laporan Arus Kas
Menurut Kieso, dkk (2014:196) tujuan utama dari laporan arus kas adalah untuk memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan kas dan pengeluaran kas suatu perusahaan selama satu periode. Untuk mencapai tujuan ini, pernyataan dari laporan arus kas melaporkan tentang:
a) Efek dari kegiatan operasional terhadap kas selama satu periode. b) Transaksi investasi.
c) Transaksi pembiayaan.
d) Peningkatan kas atau penurunan kas neto selama satu periode.
Melaporkan sumber, penggunaan, dan peningkatan kas atau penurunan kas neto untuk membantu investor, kreditur, dan pihak lainnya agar dapat mengetahui apa yang terjadi pada sumber daya perusahaan yang paling likuid yaitu kas.
Perusahaan mengklasifikasikan laporan arus kas menjadi tiga aktivitas yaitu:
a) Aktivitas operasional (Operating Activities)
Mencakup penjualan dan pembelian atau produksi barang dan jasa, termasuk penagihan pelanggan, pembayaran kepada pemasok atau karyawan dan pembayaran item-item seperti sewa, pajak, dan bunga (Hendrawan, 2011).
b) Aktivitas Investasi (Investing Activities)
Menurut Nainggolan (2012:32), yang termasuk kedalam kelompok investasi adalah semua transaksi yang terkait dengan investasi lembaga
berupa pembelian aset tetap atau aset lainnya. Dengan demikian perkiraan yang terlibat adalah perkiraan aset tetap dan aset lain.
c) Aktivitas Pendanaan (Financing Activities)
Menurut Nainggolan (2012:33), yang termasuk kedalam kelompok ini yaitu perkiraan hutang jangka panjang lembaga dan aset neto. Penambahan hutang jangka panjang pada perkiraan hutang jangka panjang diartikan sebagai kas masuk. Sebaliknya pembayaran hutang yang dilakukan selama periode tersebut akan memerlukan kas keluar dan menurunkan saldo di laporan posisi keuangan. Tambahan yang ada di laporan arus kas lembaga nirlaba pada aktivitas pendanaan yaitu:
(1) Penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaanya dibatasi untuk jangka panjang.
(2) Penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaanya dibatasi oleh pemerolehan, pembangunan,dan pemeliharaan aset tetap atau peningkatan dana abadi.
4) Catatan Atas Laporan Keuangan
Menurut Nainggolan (2012:33), catatan atas laporan keuangan merupakan bagian yang tidak terpisah dari laporan-laporan diatas yang bertujuan memberikan informasi tambahan tentang perkiraan-perkiraan yang dinyatakan dalam laporan keuangan. Catatan laporan keuangan ini dapat berupa perincian dari suatu perkiraan yang disajikan seperti misalnya aset
tetap. Perincian ini dapat dalam bentuk penggolongan aset tetap berdasarkan nilai, atau berdasarkan jenis jenis aset tetap.
Catatan atas laporan keuangan juga digunakan untuk memberikan informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dilakukan seperti misalnya metode penyusutan apa yang digunakan dalam menghitung biaya depresiasi aset tetap, berapa estimasi usia pakai aset tadi dan lain sebagainya.
6. Penelitian Terdahulu
Ronny Hendrawan (2011) melakukan penelitian di RSUD Kota Semarang dan mendapatkan hasil bahwa RSUD Kota Semarang telah menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK No. 45 dan ketentuan yang berlaku bagi Badan Layanan umum yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1164/MENKES/SK/X/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Rumah Sakit Badan Layanan Umum. PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba dapat diterapkan penuh pada Badan Layanan Umum khususnya rumah sakit.
Chenly Ribka S. Pontoh (2013) melakukan penelitian di Gereja Bukit Zaitun Luwuk dan hasil dari penelitianya bahwa Gereja Bukit Zaitun Luwuk belum menerapkan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan format laporan keuangan organisasi nirlaba yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi No. 45 karena untuk penyusunan laporan keuangan telah diatur tersendiri dalam Tata Dasar dan Peraturan Gereja. Walaupun tidak mengikuti
secara umum tujuan penyusunan laporan keuangan pada Gereja Bukit Zaitun telah tercapai, walaupun masih ada informasi-informasi tertentu yang belum jelas.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Melisa Mamesah (2013) di GMIM Efrata Sentrum Sonder hasilnya adalah GMIM Efrata Sentrum Sonder belum menerapkan PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba pada penyajian laporan keuangannya dari segi format laporan keuangan maupun penyusunannya. Gereja hanya menyajikan laporan keuangan dalam bentuk laporan realisasi anggaran sesuai dengan pedoman yang disusun Badan Pekerja Majelis Sinode dalam Tata Gereja yang dalam PSAK No. 45 disebut sebagai laporan aktivitas. GMIM Efrata Sentrum Sonder belum menerapkan PSAK No. 45 pada laporan keuangannya sehingga GMIM Efrata Sentrum Sonder belum memiliki kualitas informasi yang memenuhi syarat dalam memberikan penjelasan bagi para pemakai laporan keuangannya seperti dapat dipahami, relevan, keandalan dan dapat dibandingkan.
Angelia Novrina Meilani Tinungki dan Rudy J. Pusung (2014) melakukan penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Hana yang mendapatkan hasil adalah Panti Sosial Tresna Werdha Hana sudah menyajkan laporan keuangannya namun belum menerapkan penyusunan laporan keuangan organisasi nirlaba sesuai dengan format PSAK No.45. Panti Sosial Tresna Werdha Hana hanya menyajikan format laporan keuangan sesuai dengan pemahaman mereka. Walaupun belum menerapkan laporan keuangan yang ditetapkan oleh IAI, namun secara umum tujuan penyusunan laporan keuangan pada Panti Sosial Tresna Werdha Hana dapat berjalan dengan baik.
Erva Adar Pradita (2015) melakukan penelitian di RSUD Saras Husada Purworejo dan hasil penelitianya adalah Pelaporan keuangan RSUD Saras Husada Purworejo mengacu pada PSAP. Namun RSUD Saras Husada Purworejo tidak membuat laporan perubahan equitas dikarenakan berdasarkan hasil data dan wawancara dengan staff bagian akuntansi RSUD Saras Husada Purworejo hanya memiliki equitas tidak terikat yang merupakan hasil neto dari aset dikurangi kewajiban.
Wahyu Repi, Grace B. Mogi-Nangoi dan HeinceWokas (2015) melakukan penelitian di STIKES Muhammadiyah Manado dengan hasil penelitian yang didapatkan yaitu STIKES Muhammadiyah Manado belum menerapkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan format laporan keuangan nirlaba yang terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.45, karena untuk penyusunannya STIKES Muhammadiyah hanya mengacu sesuai arahan dan kebutuhan dari yayasan yang bentuknya masih berupa neraca saldo. STIKES Muhammadyah belum menilai penyusutan aset, namun baru mencatatnya dalam bentuk inventaris.Walaupun tidak mengikuti format laporan keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, namun secara umum tujuan penyusunan laporan keuangan pada STIKES Muhammadiyah telah tercapai, walaupun masih ada informasi-infomasi tertentu belum jelas.
Penelitian yang dilakukan Saunah Zainon, Marshita Hashim, Nadzira Yahaya, Ruhaya Atan (2013) di Malaysia, menganalisis laporan tahunan 100 organisasi nirlaba yang terdaftar Registry of Society (ROS) di bawah amal dan
menggunakan standar keuangan akuntansi dalam pelaporan keuangannya. Penelitian ini menemukan bahwa ada variasi dalam pelaporan praktek di antara organisasi berkategori amal dan keagamaan yang berstatus nirlaba. Rata-rata, hasil menunjukkan bahwa organisasi nirlaba belum fokus pada pengungkapkan yang diperlukan oleh Registry of Society (ROS), badan yang menaungi organisasi nirlaba.
Cole J. Engel (2016) melakukan penelitian pada organisasi nirlaba di Amerika. Di negara Amerika, GASB saat ini memiliki yurisdiksi atas rumah sakit pemerintah dan penyedia layanan kesehatan yang berkaitan dengan pemerintah tujuan khusus, untuk mengikuti pernyataan GASB. Entitas tesebut dapat berupa unit komponen pemerintah lain atau badan pemerintah yang berdiri sendiri. Untuk entitas milik swasta (yaitu yang dimiliki investor) dan lainnya organisasi nirlaba non-pemerintah dalam bidang penyedia layanan kesehatan, pelaporan keuangannya berada di bawah yurisdiksi FASB.
Lydia Kilcullen, Phil Hancock And H.Y. Izan (2007) mengkaji pelaporan keuangan eksternal organisasi nirlaba lingkungan peraturan AS, Inggris, Kanada dan New Selandia dan membandingkan mereka dengan organisasi nirlaba dari Australia. Organisasi nirlaba Australia melaporkan laporan keuangannya sesuai dengan standar keuangan yang berlaku untuk semua pelaporan entitas terlepas dari ukuran atau sektornya, yaitu peraturan yang mengacu pada International Accounting Standards Board (IASB). Penelitian ini menemukan kurangnya kejelasan dalam definisi entitas organisasi nirlaba di bawah standar keuangan Australia. Penelitian ini juga mengidentifikasi berbagai jenis informasi dari
penelitian sebelumnya dan perbandingan di negara-negara lain agar berguna untuk pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba.
William A. Bottiglieri, Steven L. Kroleski, JD, Kerri Conway (2011) meneliti tentang regulasi untuk organisasi nirlaba di Amerika. Dan mendapatkan hasil bahwa organisasi nirlaba di Amerika menggunakan standar keuangan yang di terbitkan oleh FASB, peraturan yang berlaku untuk organisasi nirlaba yaitu nomor 116 dan 117. Namun dinilai masih kurang memadai untuk kepentingan organisasi nirlaba sendiri. Tidak adanya pengawasan pemerintah dan peraturan khusus untuk organisasi nirlaba mengakibatkan entitas melakukan tujuan mereka kurang maksimal dan tidak efisien dan memilik celah kecerobohan dalam keuangan yang dapat mencoreng reputasi mereka.
Philip D. Palmer (2011) meneliti dan menemukan bahwa peraturan yang diterapkan pada organisasi nirlaba di Australia untuk pelaporan keuangannya masih kurang memadai. Masih perlunya badan hukum dan juga peraturan yang lebih spesifik mengatur tentang organisasi nirlaba.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian Media Publikasi Hasil
Penelitian
1 Ronny Hendrawa n (2011)
Analisis Penerapan PSAK No. 45 Tentang Pelaporan Analisis Penerapan PSAK No. 45 Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Pada Rumah Sakit Berstatus Badan Layanan Umum Skripsi Universitas Diponegoro RSUD Kota Semarang telah menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK No. 45. 2 Chenly Ribka S. Pontoh (2013) Penerapan Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Berdasarkan PSAK No 45 Pada Gereja BZL
Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan, Vol.1 No.3 Juni 2013, Hal. 129-139 Gereja Bukit Zaitun belum menerapkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK No. 45. 3 Melisa Mamesah (2013)
Penerapan PSAK No.45 Pada Gmim Efrata Sentrum Sonder Kaitannya Dengan Kualitas Informasi Laporan Keuangan Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol.1 No.4 Desember 2013, Hal. 1717-1728 GMIM Efrata Sentrum Sonder belum menerapkan PSAK No. 45 pada laporan keuangannya. 4 Angelia Novrina Meilani Tinungki dan Rudy J. Pusung (2014) Penerapan Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Berdasarkan Psak No.45 Pada Panti Sosial Tresna Werdha Hana
Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan, Vol.2 No.2 Juni 2014, Hal. 809-819 Panti Sosial Tresna Werdha HANA belum menerapkan penyusunan laporan keuangan organisasi nirlaba sesuai dengan format PSAK No.45. 5 Erva Adar Pradita (2015)
Analisis Penerapan Psak No. 45 Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Pada Rumah Sakit
Kertas Kerja Universitas Satya Wacana Salatiga. Pelaporan keuangan RSUD Saras Husada
Berstatus Badan Layanan
Umum Purworejo belum
mengacu kepada PSAK No 45 tetapi mengacu kepada PSAP. 6 Wahyu Repi, Grace B. Mogi-Nangoi dan HeinceWo kas (2015)
Analisis Penerapan Psak No. 45 (Revisi 2011) Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Pada Stikes Muhammadiyah Manado Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Volume 15 No. 03 Tahun 2015 STIKES Muhammadiya h Manado belum menerapkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan format laporan keuangan nirlaba yang terdapat dalam PSAK No.45. 7 Saunah Zainon, Marshita Hashim, Nadzira Yahaya, Ruhaya Atan (2013)
Annual Reports of
Non-profit Organizations (NPOs): An Analysis Journal of Modern Accounting and Auditing, ISSN 1548-6583 February 2013, Vol. 9, No. 2, 183-192 Untuk entitas milik swasta (yaitu yang dimiliki investor) dan lainnya organisasi nirlaba non-pemerintah dalam bidang penyedia layanan kesehatan, pelaporan keuangannya berada di bawah yurisdiksi FASB.
8 Cole J. Engel (2016)
A Primer on the
Accounting and Reporting Requirements for Not-for-Profit Organizations Journal of Public Management Research ISSN 2377-3294 2016, Vol. 2, No. 1 Di negara Amerika, GASB saat ini memiliki yurisdiksi atas rumah sakit pemerintah dan penyedia layanan kesehatan yang berkaitan dengan pemerintah tujuan khusus, untuk mengikuti pernyataan GASB. 9 Lydia Kilcullen, Phil Hancock And H.Y. Izan (2007)
User Requiremen For Not-For-Profit
Entity Financial
Reporting:
International Com Parison
Australian Accounting Review Vol. 17 No. 1 2007 Organisasi nirlaba di Australia melaporkan laporan keuangannya sesuai dengan standar keuangan yang berlaku untuk semua pelaporan entitas terlepas dari ukuran atau sektornya, yaitu yang mengacu pada peraturan terbitan dari International Accounting Standards Board (IASB).
10 William A. Bottiglieri, Steven L. Kroleski, JD, Kerri Conway (2011)
The Regulation Of Non-Profit Organizations Journal of Business & Economics Research – September 2011 Organisasi nirlaba di Amerika menggunakan standar keuangan yang di terbitkan oleh FASB, peraturan yang berlaku untuk organisasi nirlaba yaitu nomor 116 dan 117. Namun dinilai masih kurang memadai untuk kepentingan organisasi nirlaba sendiri. 11 Philip D. Palmer (2011) Exploring attitudes to financial reporting in the Australian not-for-profit sector Accounting and Finance, 2011 AFAANZ Penelitian ini menemukan bahwa peraturan yang diterapkan pada organisasi nirlaba di Australia untuk pelaporan keuangannya masih kurang memadai. Masih perlunya badan hokum dan juga peraturan yang lebih spesifik mengatur tentang organisasi nirlaba.
B. Rerangka Pemikiran
Organisasi nirlaba didirikan bukan hanya untuk mencari laba melainkan bertujuan untuk misi sosial. Pendapatan yang didapat oleh organisasi nirlaba dapat berupa sumbangan, hibah, maupun donasi dari pihak-pihak terkait. Rumah sakit berstatus BLU merupakan salah satu organisasi yang memiliki karakteristik seperti organisasi nirlaba, rumah sakit berstatus BLU memiliki ketentuan yang berbeda dalam penyusunan laporan keuangan dibandingkan dengan sektor pemerintah ataupun sektor bisnis lainnya.
Rumah sakit berstatus BLU juga membuat laporan keuangan untuk pertanggungjawaban terhadap pihak-pihak terkait. Laporan keuangan rumah sakit berstatus BLU harus disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 pasal 26 ayat 2 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum pada pasal 2 ayat 1, yaitu PSAK No. 45 dengan tujuan agar diperoleh transparansi, mudah dipahami, memiliki relevansi dan memiliki daya banding yang tinggi. Penelitian ini menganalisis penyajian laporan keuangan yang dilakukan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi dengan mengacu pada PSAK No. 45.
Gambar 2. 1 Rerangka Pemikiran
PSAK No. 45
Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Berstatus
Badan Layanan Umum
Laporan Keuangan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Tahun 2015