• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN SILASE PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN BASAL KAMBING KACANG FASE PERTUMBUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN SILASE PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN BASAL KAMBING KACANG FASE PERTUMBUHAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SILASE PELEPAH KELAPA SAWIT

SEBAGAI PAKAN BASAL KAMBING KACANG

FASE PERTUMBUHAN

(Utilization of Oil Palm Frond Silages as Basal Diet for

Kacang Goats in Growth Phase)

KISTON SIMANIHURUK,JUNJUNGAN dan S.P.GINTING Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sungei Putih, Galang 20585

ABSTRACT

Oil palm frond is one of oil palm by-products from palm plantation. It is potential to be used as goat basal diet. Silages technology is a microbial fermentation process to produce feed with a higher protein and energy content, also increase feed palatability. Twenty male kacang goats (average initial body weight 12.42 ± 2.06 kg) were used in this experiment to study the effect of utilization of oil palm fronds silages as basal feed as substitution of grass on their growth. The experiment was arranged in completely randomized design consisting of 4 diets and 5 replications. Animal were randomly allocated into 4 diets (ratio of concentrates, grass and oil palm fronds silages are 40 : 60 : 0%, 40 : 20 : 20%, 40 : 10 : 50%, and 40 : 0 : 60% as feed treatments of R0, R1, R2, and R3 respectively). Concentrates contains 17.1% crude protein and digestyble energy 2.8 Kcal/kg. The feeding level was set at 3.8% of body weight based on dry matter. The result of the experiment shows that dry matter intakes, dry matter, organic matter, ADF digestibility and average daily gain were affected by feed treatments (P < 0.05). Feed eficiency was not affected by feed treatments (P > 0.05). The highest dry matter intakes, dry matter, organic matter, ADF digestibility, average daily gain and feed eficiency were found in R0 treatment. It is concluded that oil palm fronds silages can be used till 60% as basal feed for kacang goats. Oil palm frond silages is one of alternative basal feed to substitute grass.

Key Words: Oil palm frond, Silages, Basal feed, Kacang goats

ABSTRAK

Pelepah kelapa sawit merupakan limbah padat yang berasal dari perkebunan kelapa sawit memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan basal ternak kambing. Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatip manis. 20 ekor kambing kacang jantan fase pertumbuhan (rataan bobot hidup awal 12,42kg ± 2,06) digunakan dalam suatu penelitian untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai pakan basal pengganti rumput terhadap pertumbuhannya. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 perlakuan pakan dan 5 ulangan. Ternak secara acak dialokasikan kedalam perlakuan pakan yaitu perbandingan komposisi konsentrat, rumput lapang dan silase pelepah kelapa sawit adalah: 40 : 60 : 0%, 40 : 20 : 40%, 40 : 10 : 50% dan 40 : 0 : 60% berturut-turut sebagai perlakuan pakan R0, R1, R2 dan R3. Susunan konsentrat memiliki kandungan protein kasar 17,1% dan DE 2,8 Kkal/kg. Pemberian pakan sebanyak 3,8% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering, bahan organik, ADF dan pertambahan bobot hidup dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,05). Efisiensi penggunaan pakan tidak pengaruhi oleh substitusi rumput dengan pelepah kelapa sawit (P>0,05). Konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering, bahan organik, ADF, pertambahan bobot hidup harian dan efisiensi penggunaan pakan tertinggi diperoleh pada perlakuan R0. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa silase pelepah kelapa sawit dapat digunakan sampai 60% sebagai pakan basal ternak kambing, dan merupakan pakan basal alternatif untuk menggantikan rumput.

(2)

PENDAHULUAN

Sistem produksi ternak kambing di Indonesia pada umumnya secara tradisional, dimana pemberian pakan bergantung kepada hijauan/tanaman pakan ternak yang tersedia, dengan sedikit atau tanpa pakan tambahan (TOMASZEWSKA et al., 1993). Secara fisiologis ternak ruminansia (kambing, domba, sapi dan kerbau) harus mengkonsumsi hijauan sebagai sumber serat untuk kepentingan fermentasi di dalam rumen.

Di sisi lain, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir usaha ternak ruminansia menghadapi tantangan akibat penyusutan lahan. Lahan pertanian dan peternakan sebagai sumber pakan basal/dasar sering terpaksa menyerah kalah terhadap ekspansi kota, jalan raya pemukiman (perumahan), industri dan sarana olah raga. Seiring dengan menyusutnya lahan maka produksi hijauan akan berkurang. Sementara itu usaha ternak ruminansia termasuk kambing dituntut untuk memacu produksi guna memperkecil kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pemanfaatan sumber bahan pakan basal baru yang lebih murah, cukup tersedia berkesinambungan dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Perkebunan kelapa sawit sampai saat ini terus berkembang hampir di semua propinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia 6.700.000 ha (BPS, 2008). Propinsi Sumatera Utara memiliki perkebunan kelapa sawit yang paling luas dibanding dengan propinsi lain yang ada di Indonesia, yaitu 1.675.000 ha (25%). Salah satu produk limbah padat perkebunan kelapa sawit yang belum banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah pelepah kelapa sawit. Produksi kelapa sawit ini terkonsentrasi pada satu kawasan dalam jumlah yang berlimpah dan tersedia sepanjang tahun (SUTARDI, 1996) sehingga memiliki peluang yang besar sebagai pemasok bahan baku pakan. Pada saat panen tandan buah segar, 1 – 2 helai pelepah kelapa sawit dipotong dengan tujuan memperlancar penyerbukan dan mempermudah panen berikutnya. Jumlah pelepah kelapa sawit yang telah berproduksi dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan bobot pelepah sebesar 4,5 kg berat kering per pelepah. Dalam satu hektar kelapa sawit diperkirakan dapat

menghasilkan 6400 – 7500 pelepah per tahun, sehingga di Sumatera Utara dengan luasan perkebunan kelapa sawit 2.400.000 ha akan dapat menghasilkan sekitar 48.900.000 – 55.000.000 ton berat kering pelepah per tahun.

Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada pelepah kelapa sawit seperti; bahan organik sebesar 16,6%, serat deterjen netral sebesar 78,7% dan serat deterjen asam sebesar 55,6% (ALIMON dan HAIR-BEJO, 1996) relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput, meskipun kandungan protein kasar pelepah kelapa sawit (3,44%) lebih rendah dibandingkan dengan protein kasar rumput (7 – 14%) (SIMANIHURUK

et al., 2007; POND et al., 1994), tetapi nilai kecernaan bahan kering pelepah kelapa sawit adalah 51%, relatif sama dengan rumput alam yang mencapai 50 – 54% (ISHIDA dan HASSAN, 1992; PURBA et al., 1997). Dengan kandungan zat nutrisi dan nilai kecernaan pelepah kelapa sawit tersebut, maka energi pelepah kelapa sawit diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi.

Pelepah kelapa sawit termasuk kategori limbah basah (wet by-products) karena masih mengandung kadar air sekitar 75%, sehingga dapat rusak dengan cepat apabila tidak segera diproses. PURBA et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah kelapa sawit (dalam bentuk segar) sebanyak 40% dalam komponen pakan memberikan pertambahan bobot hidup domba sebesar 54 g/ekor/hari. SIMANIHURUK

et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian

pelepah kelapa sawit (dalam bentuk segar) sebanyak 40% dalam komponen pakan memberikan pertambahan bobot hidup kambing sebesar 50,22 g/ekor/hari. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya yang relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan melalui teknologi alternatif lain agar produk tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.

Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30 – 35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau

(3)

dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsipnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermenfasi (SAPIENZA dan BOLSEN, 1993). Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandungan gula bahan juga merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (KHAN et al., 2004). Pada fase awal proses ensilase, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula yang siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet bahan yang disilase tersebut. Mengingat pelepah kelapa sawit mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan pakan basal menggantikan rumput untuk ternak ruminansia, maka perlu dicoba pemanfaatannya dalam bentuk silase, sehingga optimalisasi pemanfaatannya akan lebih jelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi rumput dengan silase pelepah sawit sebagai pakan basal kambing kacang jantan fase pertumbuhan.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan dan laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Dua puluh ekor kambing kacang jantan sedang tumbuh (umur 8 – 9 bulan) dengan bobot hidup 12,42 ± 2,06 kg, ditempatkan dalam kandang individu, dilengkapi dengan palaka yang terbuat dari papan. Air minum disediakan secara bebas dalam ember plastik hitam berkapasitas 5 liter. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam 4 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan).

Pelepah kelapa sawit diperoleh dari sekitar kecamatan Galang, dengan kisaran umur 7 – 10

tahun. Pelepah sawit yang digunakan hasil dari pemotongan pelepah saat pemanenan tandan buah kelapa sawit. Perlakuan secara fisik dilakukan terhadap pelepah kelapa sawit, dengan menggunakan mesin pencacah sehingga diperoleh ukuran pelepah kelapa sawit yang lebih kecil. Tahap awal pembuatan silase adalah melakukan pengurangan kadar air pelepah kelapa sawit (menggunakan panas matahari) selama ± 2 – 3 jam tergantung intensitas sinar matahari sehingga diperoleh kadar air pelepah kelapa sawit 60 – 65%, kemudian diproses menjadi silase melalui cara dicampur dengan bahan aditif molases (gula tetes) 5% dan urea 3% untuk merangsang aktivitas mikroba dalam proses fermentasi pembuatan silase, selain itu juga untuk meningkatkan kandungan energi dan protein silase yang dihasilkan nantinya. Setelah dicampur merata dimasukkan ke dalam kantong (dua lapis) dengan ukuran 50 kg, dipadatkan untuk meminimumkan udara (proses fermentasi anaerob). Kemudian disimpan ditempat teduh (bebas sinar matahari) selama ± 3 minggu tergantung cepat lambatnya proses silase.

Perlakuan pakan yaitu perbandingan komposisi konsentrat, rumput lapang dan silase pelepah kelapa sawit adalah: 40 : 60 : 0%, 40 : 20 : 40%, 40 : 10 : 50% dan 40 : 0 : 60% berturut-turut sebagai perlakuan pakan R0, R1, R2 dan R3. Konsentrat disusun dengan menggunakan beberapa bahan pakan (Tabel 1) memiliki kandungan energi (DE 2,8 Kkal/kg) dan protein kasar (17,1%). Pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering pakan untuk setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhan adalah sebesar 3,8% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering (NRC, 1981). Konsentrat dan silase pelepah kelapa sawit diberikan kepada ternak pada pagi hari (jam 9.00 WIB), rumput diberikan pada sore hari (jam 16.00 WIB). Ternak dibiarkan beradaptasi dengan perlakuan pakan selama 1 bulan sebelum pengumpulan data dilakukan.

Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering, bahan organik, ADF, pertambahan bobot hidup harian (PBBH) dan efisiensi penggunaan pakan. Pengamatan jumlah konsumsi dilakukan setiap hari dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan dan sisa pada

(4)

keesokan harinya. Pertambahan bobot hidup harian dihitung berdasarkan data bobot hidup yang diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 3 bulan masa pengamatan. Efisiensi penggunaan pakan dihitung berdasarkan data pertambahan bobot hidup per unit bahan kering pakan yang dikonsumsi.

Tabel 1. Susunan konsentrat penelitian (% bahan

kering)

Bahan pakan % (bahan kering)

Dedak halus 37 Jagung 20 Bungkil kelapa 37,5 Tepung ikan 1 Urea 1,5 Ultra mineral 1 Garam 1 Tepung tulang 1 Jumlah 100 Protein kasar (%) 17,1 DE (K.kal/kg) 2,8

Untuk mengetahui tingkat kemampuan ternak mencerna nutrien yang dikonsumsi dilakukan pada minggu terakhir masa pengamatan, dengan cara menimbang jumlah pemberian dan sisa pakan serta jumlah produksi feses dan urin yang dihasilkan setiap hari. Contoh bahan (pakan, sisa pakan dan feses) ditimbang dan selanjutnya untuk kepentingan analisis, ditetapkan subcontoh sebanyak 10% dari jumlah koleksi setiap harinya. Subcontoh selama periode pengamatan disatukan dalam satu kantong plastik dan secara komposit ditetapkan 10% untuk kepentingan analisis. Contoh yang telah kering dihaluskan dengan alat penghalus dan melewati saringan yang berukuran 0,8 mm.

Analisis kimia sampel silase pelepah kelapa sawit, rumput dan konsentrat dilakukan sesuai dengan metode analisis proksimat. Analisis bahan kering dilakukan dengan metode pemanasan di dalam oven 60°C selama 48 jam dan 140°C selama 2 jam. Analisis protein kasar dilakukan dengan cara mengukur kandungan total nitrogen contoh dengan menggunakan

macro-Kjedahl (AOAC, 1990). Analisis kandungan serat (serat detergen netral/NDF dan serat detergen asam/ADF) ditentukan menurut metode GOERING dan VAN SOEST (1970), kandungan energi ditentukan dengan menggunakan alat bomb kalorimeter, sedangkan kandungan abu dilakukan dengan membakar contoh dalam tanur dengan suhu pembakaran 6000C selama 6 jam.

Data yang diperoleh diolah dengan analisis keragaman (ANOVA), mengikuti pola rancangan acak lengkap menurut petunjuk SAS (1987). Bila hasil analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P < 0,05) dari perlakuan terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimiawi pakan penelitian

Kompisisi kimiawi silase pelepah kelapa sawit, rumput dan konsentrat penelitian disajikan pada Tabel 2. Kandungan protein kasar, NDF dan ADF silase pelepah kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini adalah berturut-turut 4,57; 24,73 dan 21,36%. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan silase dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan energi kasar (relatif kecil) dan menurunkan kandungan NDF dan ADF pelepah kelapa sawit yang relatif besar dibandingkan dengan yang didapatkan oleh SIMANIHURUK et al., (2007) yaitu berturut-turut 3,44%; 2.834 Kkal/kg; 71,90 dan 43,36%. Kandungan bahan kering, bahan organik dan abu silase pelepah kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan dengan pelepah kelapa sawit, hal ini terjadi diduga karena dilakukannya pengurangan kadar air pelepah kelapa sawit sebelum dilakukan perlakuan silase. Kandungan energi kasar silase pelepah kelapa sawit relatif sebanding dengan energi kasar rumput (3.031 vs 3.195 Kkal/kg). Kandungan protein kasar rumput yang digunakan pada penelitian ini adalah 9,32%, hasil ini relatif sama dengan yang dilaporkan POND et al. (1994) yaitu 7 – 14%.

(5)

Tabel 2. Komposisi kimiawi pakan penelitian Uraian GE Kkal/kg BK (%) BO (%) Abu (%) PK (%) LK (%) NDF (%) ADF (%) SK (%) PKS* 2.834 25,32 15,59 9,73 3,44 3,23 71,90 43,36 - Silase PKS 3.031 30,90 19,17 11,73 4,57 - 58,73 37,36 - Rumput 3.195 18,06 12,02 6,04 9,32 6,32 57,38 31,29 - Konsentrat 3.943 90,57 84,66 5,91 21,05 12,75 - - 9,99 PKS = Pelepah kelapa sawit

* = SIMANIHURUK et al., (2007)

Konsumsi bahan kering pakan

Konsumsi pakan tergantung pada beberapa hal yaitu jenis ternak, jenis pakan dan palatabilitas. Banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak.

Rataan konsumsi bahan kering pakan selama penelitian adalah 533,31; 324,27; 290,43 dan 282,68 g/ekor/hari berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti disajikan dalam Tabel 3. Konsumsi bahan kering tertinggi diperoleh pada perlakuan R0 yaitu 533,31 g/ekor/hari, sedangkan yang terendah pada perlakuan R3 yaitu 282,68 g/ekor/hari. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pakan pada R0 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Hal ini berlaku diduga karena silase pelepah kelapa

sawit bersifat bulky dan padat sehingga akan mengakibatkan laju aliran makanan di dalam rumen menjadi relatif lambat dan membuat terjadinya proses pengosongan perut lebih lama dan ternak akan merasa cepat kenyang. Makanan yang bersifat bulky dan padat dapat menurunkan konsumsi pakan, karena laju aliran makanan ke dalam usus relatif lebih lambat. Disamping itu juga terkait dengan kandungan NDF yang tinggi pada silase pelepah kelapa sawit. MC DONALD et al. (2002) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pakan pada ternak ruminansia adalah kandungan NDF bahan pakan yang digunakan.

PURBA et al., (1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah kelapa sawit sebanyak 40% (bentuk segar) dalam komponen pakan domba, konsumsi bahan keringnya sebesar 459 g/ekor/hari, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan R1

Tabel 3. Konsumsi bahan kering pakan

Perlakuan Konsentrat Silase PKS Rumput Total

--- (g/ekor/hari) ---

R0 241,63 - 291,68 533,31a

R1 126,59 85,53 112,15 324,27b

R2 136,18 97,59 56,66 290,43b

R3 137,10 145,58 - 282,68b

Huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P < 0,05) PKS = Pelepah kelapa sawit

R0 = Konsentrat 40% + Rumput 60% + Silase pelepah kelapa sawit 0% R1 = Konsentrat 40% + Rumput 20% + Silase pelepah kelapa sawit 40% R2 = Konsentrat 40% + Rumput 10% + Silase pelepah kelapa sawit 50% R3 = Konsentrat 40% + Rumput 0% + Silase pelepah kelapa sawit 60%

(6)

(konsentrat 40% + Rumput 20% + pelepah kelapa sawit 40%) pada penelitian ini. yaitu 324,27 g/ekor/hari. SIMANIHURUK et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan pelepah kelapa sawit (bentuk segar) 40% dan konsentrat 60% dalam komponen pakan kambing, konsumsi bahan keringnya sebesar 431,73 g/ek/hr. Rendahnya konsumsi bahan kering pakan pada perlakuan pakan R1, R2 da R3 salah satu penyebabnya adalah karena komponen konsentrat yang relatif kecil (40%), hal ini mengakibatkan rendahnya manfaat perlakuan silase pada pelepah kelapa sawit terhadap konsumsi bahan kering pakan.

Kecernaan bahan kering, bahan organik dan ADF

Kualitas suatu jenis pakan ditentukan oleh kecernaan zat-zat makanan dari pakan tersebut, karena akan diperoleh berapa persen yang dapat dicerna dan berapa dikeluarkan melalui feses. Zat makanan yang terkandung di dalam bahan makanan tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan dipengaruhi bentuk fisik pakan, jumlah bahan makanan yang diberikan dan komposisi bahan makanan itu sendiri.

Pengukuran jumlah zat makanan yang dapat dicerna tubuh ternak ruminansia termasuk kambing dapat dilakukan dengan mengetahui koefisien cerna bahan kering dan bahan organik. Nilai koefisien bahan kering dan bahan organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan dan berapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak, selain itu juga menunjukkan kemampuan ternak untuk memanfaatkan suatu jenis pakan tertentu.

Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kecernaan

Perlakuan

Bahan kering Bahan organik

---% ---

R0 56,88a 52,85a

R1 43,02b 37,19b

R2 38,60b 32,78b

R3 36,61b 31,36b

Huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P < 0,05)

Rataan kecernaan bahan kering adalah 56,88; 43,02; 38,60 dan 36,61% masing-masing untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering pada R0 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Hal ini terjadi diduga karena pelepah kelapa sawit memiliki kandungan lignin yang tinggi. Lignin adalah komponen dinding sel tanaman yang diketahui sebagai faktor pembatas untuk mencerna polisakkarida di dalam rumen. Lignin seringkali terikat dengan karbohidrat (ikatan ester) dan terdapat bersama-sama dengan silika untuk memperkokoh dinding sel tanaman. Kombinasi ini menyulitkan aktivitas enzim-enzim pencernaan ternak ruminansia dalam merombak unsur-unsur karbohidrat tanaman dan menurunkan kecernaan bahan kering pakan (JUNG dan DEETZ, 1993).

Rataan kecernaan bahan organik adalah 52,85; 37,19; 32,78 dan 31,36% berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang dicantumkan pada Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik pada R0 juga lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Keadaan ini berlaku karena sebahagian besar bahan kering terdiri atas bahan organik (SUTARDI, 1980). Selain itu juga diduga karena campuran pakan R1, R2 dan R3 lebih banyak mengandung bahan organik yang lebih kompleks yaitu berupa serat kasar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang bersumber dari silase pelepah kelapa sawit sehingga lebih sulit dicerna oleh mikroba rumen.

Bahan kering terdiri atas bahan organik dan abu (mineral), kecernaan bahan organik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan bahan kering, hal ini terjadi kemungkinan karena kecernaan mineral pada penelitian ini relatif tinggi.

Rataan kecernaan ADF adalah 51,41; 30,05; 29,15 dan 27,74% berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti yang disajikankan pada Gambar 1. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan ADF pada R0 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Hal ini terjadi terkait dengan lebih tingginya kandungan ADF pada silase pelepah kelapa sawit dibandingkan dengan rumput yang

(7)

Gambar 1. Pengaruh perlakuan pakan terhadap kecernaan ADF

digunakan pada penelitian ini. Semakin tinggi komponen silase pelepah kelapa sawit dalam campuran pakan maka kandungan seratnya lebih tinggi, sehingga kecernaan ADF juga lebih rendah. Kandungan serat kasar pada analisis proksimat atau ADF pada analisis Van Soest yang tinggi di dalam pakan dapat menurunkan kecernaan ADF. Kecernaan ADF lebih menggambarkan kecernaan serat suatu jenis pakan.

Pertambahan bobot hidup

Pertambahan bobot hidup merupakan suatu refleksi dari akumulasi konsumsi, fermentasi, metabolisme dan penyerapan zat-zat makanan di dalam tubuh. Pada pemeliharaan ternak muda pertumbuhan merupakan salah satu

tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup ternak merupakan cerminan kualitas dan nilai biologis pakan yang diberikan kepada ternak.

Rataan pertambahan bobot hidup harian selama penelitian adalah 48,57; 24,40; 22,20 dan 18,90 g/ekor/hari berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti dicantumkan dalam Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian pada R0 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Adanya perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot hidup harian terkait dengan konsumsi bahan kering yang juga lebih tinggi pada R0 dibandingkan dengan R1, R2 dan R3.

Tabel 5. Rataan pertambahan bobot hidup harian kambing penelitian

Perlakuan pakan Uraian

R0 R1 R2 R3

Rataan bobot hidup awal (kg) 12,44 12,44 12,40 12,42 Rataan bobot hidup setelah 13 minggu penelitian (kg) 16,86 14,66 14,44 14,12 Pertambahan bobot hidup harian (g/ekor/hari) 48,57a 29,44b 26,20b 24,95b Huruf sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P < 0,05)

51.41a 30.05b 29,15b 27.74b 0 10 20 30 40 50 60 Kecerna an ADF (%) R0 R1 R2 R3 Perlakuan pakan

(8)

PURBA et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah kelapa sawit sebanyak 30% dalam komponen pakan domba, pertambahan bobot hidup hariannya sebesar 50 g/ekor/hari, angka ini relatif sama dengan perlakuan pakan R0 (konsentrat 40% + Rumput 60% + silase pelepah kelapa sawit 0%) pada penelitian ini yaitu 48,57 g/ekor/hari. SIMANIHURUK et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan pelepah kelapa sawit 40% dan konsentrat 60% dalam komponen pakan kambing, pertambahan bobot hidup hariannya sebesar 50,22 g/ekor/hari. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pakan R1 (Konsentrat 40% + Rumput 20% + Silase pelepah kelapa sawit 40%) pada penelitian ini yaitu 29,44 g/ekor/hari. Hal ini berlaku diduga terkait dengan penggunaan konsentrat pada penelitian ini hanya 40%, selain itu juga karena rendahnya kandungan protein kasar silase pelepah kelapa sawit, sehingga asupan nutrien yang dapat dicerna seperti bahan organik dan protein untuk mendukung pertumbuhan relatif rendah.

Efisiensi penggunaan pakan

Efisiensi penggunaan pakan berkaitan dengan konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot hidup yang dihasilkan

ternak, karena efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara pertambahan bobot hidup dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Khususnya pada ternak ruminansia termasuk kambing, efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh kualitas dan nilai biologis pakan, besarnya pertambahan bobot hidup dan nilai kecernaan pakan tersebut.

Rataan efisiensi penggunaan pakan selama penelitian adalah 0,09; 0,08; 0,08 dan 0,07 berturut-turut untuk perlakuan R0, R1, R2 dan R3 seperti disajikan dalam Gambar 2. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan tidak dipengaruhi oleh substitusi rumput dengan pelepah kelapa sawit (P > 0,05), walaupun secara numerik efisiensi penggunaan pakan pada R0 lebih tinggi dibandingkan dengan R1, R2 dan R3. Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap efisiensi penggunaan pakan terkait dengan konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot hidup. Pertambahan bobot hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan pakan R0 dan konsumsi bahan kering pakan tertinggi juga diperoleh pada perlakuan ini. Pertambahan bobot hidup harian perlakuan pakan R1, R2 dan R3 nyata lebih rendah dibandingkan dengan R0, demikian juga konsumsi bahan kering pakannya, hal ini mengakibatkan efisiensi penggunaan pakan pada keempat perlakuan relatif sebanding.

Gambar 2. Pengaruh perlakuan pakan terhadap efisiensi penggunaan pakan

0,07 0,08 0,08 0,09 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 R0 R1 R2 R3 Perlakuan pakan Efisiensi penggu naan p akan

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Penggunaan silase pelepah kelapa sawit sebagai pakan basal untuk menggantikan rumput menurunkan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, bahan organik, ADF, pertambahan bobot hidup dan efisiensi penggunaan pakan. Meskipun demikian silase pelepah kelapa sawit dapat digunakan sebanyak 60% sebagai pakan basal ternak kambing (karena masih dapat memberikan pertumbuhan sebesar 24,95 g/ekor/hari) dan merupakan pakan basal alternatif untuk menggantikan rumput terutama pada saat musim kemarau (ketersediaan hijauan pakan ternak terbatas).

Perlu dilakukan penelitian berikutnya dengan taraf penggunaan konsentrat yang lebih tinggi dan taraf penggunaan silase pelepah kelapa sawit lebih rendah, sehingga manfaat perlakuan silase lebih nyata didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

ALIMON, A.R. and M. HAIR-BEJO. 1996. Feeding system based on oil palm by-product in Malaysia. In: Proc. of the First International Symposium on the Integration of Livestock to Oil Palm Production. HO, Y.W., M.K. VIDYADARAN and M.D.SANCHEZ (Eds.). 25 – 27 May 1995, Kuala Lumpur, Malaysia. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th

Ed. HELRICH,K. (Ed.). Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA.

BADAN PUSAT STATISTIK. 2008. Statistik Indonesia. BPS Jakarta – Indonesia 2008.

GOERING, H.K. and P.J.VAN SOEST. 1970. Forage Fiber Analyses (apparatus, reagents, procedures and some application). Agric. Handbook 379. Washington DC: ARS. USDA. ISHIDA,M. and O.B.HASSAN. 1992. Utilization of

Oil Palm Fround as Cattle Feed. JARQ 31 (1): 41 – 47.

JUNG, H.G. and D.A. DEETZ. 1993. Cell Wall Lignification and Degrability. In: Forage Cell Wall Structure and Digestibility. JUNG,H.G., D.R.BUXTON,R.D. HATFIELD and J.RALPH. Editor. Madison, WI: ASA-CSSA-SSSA. hlm.315.

KHAN,M.A.,M.SARWAR and M.M.S.KHAN. 2004. Feeding value of urea treated corncobs ensiled with or without Enzose (corn Dextrose) for lactating crossbred cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 8: 1093 – 1097.

MC DONALD,P.,R.A.EDWARDS,J.F.D.GREENHALD

and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Pr. Gosfort.

NRC (National Research Council). 1981. Nutrient Requirement of Goats: Angora, Dairy, and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries. Washington DC: National Academy Pr.

POND, K.R., M.D. SANCHEZ, P.M. HORNE, R.C. MERKEL, L.P. BATUBARA, T. IBRAHIM, S.P. GINTING,J.C.BURNS and D.S.FISHER. 1994. Improving Feeding Strategies for Small Ruminants in the Asian Region. Proceedings of the Small Ruminant Workshoop Held at the 7th Australian Asian Animal Production Congress. Bali. Indonesia.

PURBA, A., S.P. GINTING, Z. POELOENGAN, K. SIMANIHURUK dan JUNJUNGAN. 1997. Nilai Nutrisi dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit. 5(3): 161 – 170.

SAPIENZA,D.A. and K.K.BOLSEN. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak). Penerjemah: MARTOYONDO RINI B.S.

SIMANIHURUK,K.,J.SIANIPAR,L.P.BATUBARA,A. TARIGAN, R. HUTASOIT, M. HUTAURUK, SUPRIYATNA,M.SITUMORANG dan TARYONO. 2007. Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih.

SAS (STATISTICS ANALYTICAL SYSTEM). 1987. SAS User’s Guide: Statistic. 6th Ed., SAS Institute Inc.,Cary,NC,USA.

STEEL,R.G.D. and J.H.TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(10)

SUTARDI, T.,ERIKA B. LAKONI,IDAT G.PERMANA

dan DESPAL A.B. TANJUNG. 1996. Potensi Limbah Perkebunan sebagai Bahan Baku Pakan Ternak. Paper disampaikan pada Pertemuan Tingkat Nasional: Penggalian Sumberdaya Perkebunan untuk Usaha Peternakan, Medan, 11 – 13 Nopember 1996.

TOMASZEWSKA, M.W., I.M. MASTIKA, A. DJAYANEGARA, S. GARDINER dan T.R. WIRADARYA. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh perlakuan pakan terhadap kecernaan ADF
Gambar 2. Pengaruh perlakuan pakan terhadap efisiensi penggunaan pakan  0,070,080,080,0900,010,020,030,040,050,060,070,080,090,1R0 R1R2 R3 Perlakuan pakan

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum transmisi sebagai salah satu komponen sistem pemindah tenaga (power train)mempunyai fungsi meneruskan tenaga / putaran mesin dari kopling ke poros propeller,

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan narasumber, penulis dapat mengetahui bahwa narasumber sudah dapat menilai bahwa gaya kepemimpinan nya sudah efektif dilihat dari

Tanpa melihat besarnya nilai curah hujan tetapi dengan melihat pola streamline tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret 2014 pola yang terbentuk cenderung

Berdasarkan strategi – strategi dari analisis SWOT diatas maka strategi yang terpilih adalah “(S1,O1) dan (W2,T2) yaitu “Mempromosikan Kue Cubit Wawak yang merupakan outlet kue

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit setelah pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/hari/oral dan ekstrak

Dikhawatirkan band dari genom DNA daun maja (Aegle marmelos) tidak muncul-muncul dengan berbagai optimasi yang dilakukan adalah penyebab dari sampel yang diisolasi dalam

Kabupaten Tanggamus yang memiliki topografi dari dataran rendah sampai dengan tinggi, sehingga tanaman pisang dapat tumbuh dengan optimal dan jenis tanaman pisang

Madrasah diniyah yang selama ini menjadi lembaga formal pesantren sangat membantu dalam memberikan pemahaman keagamaan dan pembentukan ahklak yang karimah dengan kurikulum yang