• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUTU BUAH TOMAT DUA GALUR HARAPAN KETURUNAN GM3 DENGAN GONDOL PUTIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUTU BUAH TOMAT DUA GALUR HARAPAN KETURUNAN GM3 DENGAN GONDOL PUTIH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MUTU BUAH TOMAT DUA GALUR HARAPAN KETURUNAN ’GM3’ DENGAN ’GONDOL PUTIH’

Erlina Ambarwati *1, G.A. Putu Maya K. 2, Sri Trisnowati 1, dan Rudi Hari Murti 1 1Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

2Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

Jl. Flora No. 1, Kompleks Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. 0274-551228 *Korespondensi: erlinaugm@yahoo.com

ABSTRAK

Kultivar tomat ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’ telah disilangkan untuk memperoleh varietas baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi tinggi. Evaluasi keturunan telah dilaksanakan sampai di generasi ke-9 (F9) yang menitikberatkan pada keragaan tanaman dan kemampuan produksi, sedangkan evaluasi mutu buah belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakter mutu buah tomat galur harapan keturunan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’. Bahan yang digunakan adalah benih 2 galur F9 (B52 dan B78) hasil persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’), benih tetua, dan 2 varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1). Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Hortikultura, Dinas Pertanian DIY, Ngipiksari, Yogyakarta mulai Agustus sampai Desember 2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan empat ulangan. Pengamatan meliputi karakteristik mutu fisik dan kimia buah tomat. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis varian α=5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah tomat galur B52 berwarna merah jingga, berbentuk seperti apel, jumlah rongga sedikit, daging buah tebal melebihi ‘GM3’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah keras, ukuran sedang tetapi lebih besar daripada ‘Gondol Putih’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah lebih cepat matang dibandingkan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’, dan memiliki daya simpan lebih dari 1 bulan tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’; kandungan vitamin C dan asam tertitrasi rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; pH cairan buah tinggi dan total padatan terlarut tinggi tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Buah galur B52 cocok sebagai tomat olahan. Buah galur B78 berwarna merah gelap, berbentuk seperti apel bersegi, rongga buahnya sedikit, daging buah tebal melebihi ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buahnya keras dan tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’; memiliki ukuran buah sedang tetapi lebih besar dari ‘Gondol Putih’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; lama buah matang tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dengan daya simpan buah sekitar 1 bulan; kandungan vitamin C rendah, asam tertitrasi rendah, pH cairan buah dan padatan terlarut total rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Buah tomat galur B78 sesuai sebagai tomat buah.

Kata kunci: galur harapan, ‘GM3’, ‘Gondol Putih’, mutu buah tomat, tomat. PENDAHULUAN

Buah tomat merupakan komoditas penting dalam menunjang ketersediaan pangan dan kecukupan gizi masyarakat. Buah tomat merupakan komoditas multiguna, yaitu sebagai tomat buah (fruit), minuman, penambah nafsu makan, tomat masakan (cooking tomato), dan hasil pengolahan (processing. Selain memiliki rasa yang enak, juga mengandung protein, karbohidrat, Ca, Fe, Mg g, dan vitamin C (± 21 mg), serta vitamin A, fosfat, kalium dan lycopene (Siagian, 2005). Kadar vitamin A dan C meningkat seiring dengan peningkatan kemasakan buah (Opena & Van der Vossen, 1997; Wener, 2000; Sunarmani, 2008).

Tujuan utama program pemuliaan tanaman tomat adalah mendapatkan kultivar tomat berdaya hasil tinggi dan beradaptasi luas. Mutu buah juga perlu diperhatikan, karena berkaitan dengan selera konsumen dan menentukan varietas bisa diterima atau tidak. Mutu buah tomat mencakup semua sifat dan karakter yang melekat pada buah tersebut. Kenampakan bagian luar, seperti kekerasan, lama waktu masak dan daya simpan buah

(2)

tomat, merupakan faktor penting yang menentukan buah tomat tersebut untuk dapat diterima dan memiliki pangsa pasar yang bagus. Selain itu, mutu buah tomat ditentukan pula oleh rasa dan kandungan gizi yang bagus (Grierson & Kader, 1986).

Buah tomat sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, kekerasan, rasa dan kandungan bahan padat. Karakter fisik buah tomat sangat mempengaruhi harga jual komoditas. Mutu buah tomat meliputi mutu bagian luar yang berpengaruh terhadap keragaan buah tomat, seperti warna, ukuran, bentuk, kekerasan, kesegaran, keseragaman dan ada tidaknya cacat pada buah; mutu bagian dalam buah, seperti jumlah biji, ketebalan daging buah dan kandungan saribuah; dan mutu kimiawi buah, seperti asam tertitrasi (titratable acidity), pH, bahan padat dapat larut (soluble solid), gula reduksi dan asam askorbat (Grierson & Kader, 1986; Panjaitan, 1990; Purwati, 2007; Hariyadi, 2011).Mutu tomat yang dikehendaki konsumen adalah tomat yang berwarna merah, berdaging tebal dan air buahnya (juice) banyak. Bentuk buah tomat lonjong dan buah yang lebih keras sangat disukai konsumen sehingga mudah dalam pemasarannya (Jaya, 1996; Ameriana, 1997). Khusus untuk konsumsi sebagai substitusi buah-buahan, konsumen lebih mengutamakan tomat dengan rasa manis, sedikit asam, renyah dan kandungan air buah sedang (Purwati, 2007).

Murti et al. (2004) mengatakan bahwa kultivar ‘Gondol’ mempunyai warna buah merah cerah dan bentuk lonjong dengan ukuran buahnya kecil, pangkal buah datar (tidak berlekuk). ‘GM3’ mempunyai bentuk buah apel, warna merah muda saat buah masak, daging buah tebal, ukuran buah besar, kulit kuat, rasa buah manis dan hasilnya tinggi (Murti & Trisnowati, 2001). Persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ diharapkan menghasilkan varietas baru yang mempunyai ukuran buah besar, bentuk buah lonjong dan berproduksi tinggi dengan mutu buah baik. Evaluasi sampai pada generasi ke-9 (F9) dititikberatkan pada keragaan tanaman dan kemampuan berproduksi. Makalah ini menguraikan karakteristik mutu buah dua nomor harapan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ dibandingkan dengan tetua dan kultivar pembanding (galur murni dan hibrida F1).

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih tomat F9: 2 galur harapan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ (‘GP’) (terdiri dari B52 dan B78), benih tetua, dan 2 varietas pembanding, yaitu ‘Kaliurang 206’ (galur murni) dan ‘Permata’ (hibrida F1). Penelitian dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, Ngipiksari, Sleman,Yogyakarta pada bulan Agustus sampai Desember 2011. Penanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan empat blok sebagai ulangan. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.

Bibit setelah berumur 30 hari dipindahtanamkan ke lahan. Setiap blok ditanami semua bahan tanam (2 galur terseleksi, 2 tetua dan 2 varietas pembanding) secara acak, satu bibit per lubang tanam, masing-masing petak terdiri dari 36 tanaman, kecuali tetua dan pembanding masing-masing 16 tanaman. Jarak tanam yang digunakan 50 cm x 60 cm terdiri atas 2 barisan di setiap bedengnya. Setiap bedeng diberi kapur dolomit sebanyak 4 kg. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk kandang sapi dengan takaran 1,5 kg per tanaman.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pemupukan, pemberian ajir (tinggi 2 m) dan pengendalian gulma, hama serta patogen penyebab penyakit, seperti halnya budidaya tomat yang dilakukan oleh petani setempat. Penyiraman dilakukan dua kali sehari atau melihat kondisi lingkungan. Penyulaman dilakukan terhadap bibit yang mati atau terhambat pertumbuhannya, sampai bibit berumur 7 hari setelah pindah tanam. Pupuk susulan diberikan saat tanaman berumur 15 dan 30 hari setelah pindah tanam dengan pupuk urea (4 g per tanaman), TSP (6 g per tanaman) dan KCl (6 g per tanaman). Pengendalian gulma

(3)

pengendalian terhadap penyakit dengan menyemprotkan Benlate 50 WP (2 g per liter air) dan Agrept (1 g per liter air) setiap seminggu sekali.

Panen buah tomat dilakukan pada stadia masak penuh, artinya 80-90% buah sudah berwarna merah, sedangkan untuk melihat daya simpan buah dan waktu pematangan buah, buah tomat dipanen pada saat masak hijau maksimum (green mature). Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman dan untuk karakter buah dilakukan terhadap 5 buah yang diambil dari tandan ke dua sampai tandan ke empat dari tanaman sampel. Pengamatan dilakukan terhadap bobot buah per butir (gram), jumlah buah per tanaman, panjang dan diameter buah (cm), bentuk buah (perbandingan panjang dengan diameter buah), tebal daging buah (cm), tebal sekat buah (cm), jumlah rongga buah, kandungan vitamin C (metode titrasi, Sudarmadji et al., 1976), kandungan padatan total terlarut (refraktometer ATAGO Japan, A-01-37. ATC-1E, %Brix), kandungan asam tertitrasi, pH, kekerasan buah (pnetrometer Barreiss Prufgeratebau GmbH type BS 61 II/BS 61 II OO serial 2553, Newton), warna buah (dengan chromameter, HEAD Japan, CR-400), waktu pematangan buah dan umur simpan buah (berdasarkan nilai visual quality rating, VQR).

Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis varian. Jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dengan tingkat signifikansi 95%. Adapun model matematika yang digunakan dalam analisis varian adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + εij + δijk

Yijk = hasil pengamatan pada sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i µ = rerata umum

αi = pengaruh galur ke-i βj = pengaruh blok ke-j

εij = pengaruh blok ke-j pada galur ke-i

δijk = pengaruh sampel ke-k pada blok ke-j dari galur ke-i i = 1, 2, 3, …., t dengan t = banyaknya galur

j = 1, 2, 3, ….. ni ni = banyaknya ulangan (blok)

k = 1, 2, 3, …., mij mij= individu dalam galur ke-i ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian buah tomat yang mudah dikenali oleh konsumen adalah warna, ukuran, bentuk dan kerusakan fisik. Warna dan bentuk buah dipengaruhi oleh faktor genetik. Warna buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil, lycopene dan betakaroten. Warna hijau pada kulit buah tomat dipengaruhi oleh kandungan klorofil a dan b. Warna buah tomat hijau akan berubah menjadi merah akibat destruksi klorofil dan peningkatan akumulasi betakaroten dan lycopene (Grierson & Kader, 1986). Warna buah menjadi indikator dalam mengetahui tingkat kemasakan atau kematangan buah. Warna sering digunakan sebagai indeks umum penilaian mutu makanan (Grierson & Kader, 1986).

Pada penelitian ini pengukuran warna buah tomat menggunakan Chromameter. Nilai L merupakan atribut nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu obyek, dengan kisaran 0-100. Nilai L yang mendekati nol menunjukkan obyek memiliki kecerahan rendah (gelap), nilai L yang mendekati 100 menunjukkan obyek memiliki kecerahan tinggi (terang). Nilai a* menyatakan spektrum warna dari merah ke hijau (nilai +60 – 0 menunjukkan warna merah, nilai 0 – (-60) menunjukkan warna hijau). Nilai b* menunjukkan derajad kekuningan atau kebiruan suatu obyek. Semakin positif nilai b* (+60 – 0) menunjukkan derajad kekuningan yang tinggi dan semakin negatif nilai b* (0 – (-60)) menunjukkan derajad kebiruan yang tinggi (Liyanage, 2008).

(4)

Tabel 1. Keragaan warna buah, panjang buah, diameter buah buah dan bentuk buah tomat galur harapan F9

Nomor Warna buah Panjang

buah (p, cm) Diameter buah (d, cm) Bentuk buah (rasio p:d buah) L a* b* B52 35,43 a 15,74 b 10,98 a 5,4 b 6,1 ab Apel B78 31,16 bc 16,32 b 10,96 a 5,7ab 6,3 a Apel bersegi ‘GM3’ 34,93 a 16,38 b 8,41 b 5,4 b 6,4 a Apel ‘Gondol Putih’ 29,91 c 20,46 a 11,02 a 5,9 a 5,0 c Lonjong ‘Kaliurang 206’ 32,99 ab 16,97 b 11,11 a 4,9 c 5,9 b Apel ‘Permata’ 28,63 c 16,55 b 10,60 a 4,587 d 4,315 d Bulat CV (%) 9,80 16,46 19,03 8,76 8,81

-Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.

Keturunan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ yang memiliki warna merah gelap adalah B78, karena memiliki nilai L kecil dan nilai a* besar. Nomor B52 memiliki warna buah merah jingga, nomor ini memiliki nilai L dan b* paling tinggi (Tabel 1). Menurut Murti & Trisnowati (2001), warna buah pada ‘GM3’ adalah merah muda, ‘Gondol Putih’ memiliki warna buah merah (Isminingsih, 1999). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa ‘GM3’ memiliki warna buah merah muda, sedangkan ‘Gondol Putih’ memiliki warna buah merah, karena memiliki nilai L lebih kecil dan nilai a* lebih besar daripada ‘GM3’ (Tabel 1). Menurut Murti et al. (2004), warna buah masak pada F2 persilangan ‘GM3’X’Gondol Putih’ adalah merah, merah muda dan merah jingga dengan nisbah genetik 12:3:1. ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’ memiliki warna buah merah gelap. Konsumen di Indonesia pada umumnya menyukai buah tomat dengan warna kulit merah-terang (nilai 7-8 pengukuran dengan CBT color chart) (Purwati, 2007).

Warna buah selain berpengaruh terhadap penampilan buah, juga berpengaruh terhadap kandungan vitamin A. Menurut Wiryana (2000), pada umumnya buah tomat yang warnanya merah jingga mengandung vitamin A lebih tinggi dibandingkan warna buah lainnya. Dengan demikian, galur B52 diperkirakan memiliki kandungan vitamin A lebih tinggi daripada B78. Namun demikian, tomat dengan warna kulit merah jingga seringkali kurang disukai oleh konsumen.

Bentuk buah menjadi salah satu penentu mutu dalam pemilihan buah tomat. Selera konsumen di setiap daerah terhadap bentuk tomat berbeda-beda, bentuk buah yang banyak diminati adalah bulat atau lonjong (Murti et al., 2004), pengukuran dengan sphericity indeks berkisar antara 99-100 (Purwati, 2007). Bentuk buah dari penelitian ini ditera dari perbandingan panjang dengan diameter buah seperti tercantum dalam Tabel 1. Keturunan ‘GM3’X’Gondol Putih’, menghasilkan buah berbentuk apel. ‘GM3’ memiliki bentuk buah apel dan ‘Gondol Putih’ bentuk buahnya lonjong. Hal ini menunjukkan bentuk GM3 yang terbawa pada keturunan terseleksi sampai generasi F9. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bentuk buah tomat dikendalikan oleh dua lokus epistasis dominan dengan dua allel per lokus (Murti et al., 2000; Murti et al., 2004). Genotipe heterosigot hasil persilangan tetua dengan buah bentuk apel dan lonjong akan menghasilkan bentuk buah apel. Bentuk buah lonjong dikendalikan oleh gen resesif. Oleh sebab itu untuk menghasilkan bentuk buah tomat lonjong hanya dapat dilakukan dengan menyilangkan tomat berbentuk lonjong dengan lonjong atau bulat (Murti et al., 2004).

(5)

Tabel 2. Kekerasan buah, tebal daging buah, tebal sekat buah, jumlah rongga buah dan bobot buah per butir buah tomat galur harapan F9

Nomor Kekerasan buah

(Newton) Tebal daging buah (cm) Tebal sekat buah (cm) rongga buahJumlah Bobot buah per butir (gram) B52 55,0 ab 0,60 a 0,58 bc 4,7 b 135,6 a B78 53,3 b 0,64 a 0,67 a 3,0 c 135,2 a ‘GM3’ 54,2 ab 0,53 b 0,59 bc 5,3 a 141,4a ‘Gondol Putih’ 54,6 ab 0,63 a 0,62 ab 2,6 cd 84,8 c ‘Kaliurang 206’ 54,7 ab 0,51 b 0,44 d 4,3 b 113,9 b ‘Permata’ 57,0 a 0,52 b 0,54 c 2,2 d 52,2 d CV (%) 7,63 12,84 16,80 22,70 22,02 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.

Kekerasan buah merupakan komponen mutu buah yang banyak menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih buah tomat setelah melihat penampilan bagian luar buah (appearance). Masyarakat Indonesia pada umumnya menyukai buah tomat dengan kekerasan buah sedang (nilai 110-130 mm/50 g/10 detik dengan pnetrometer) (Purwati, 2007). Kekerasan (firmness) akan mempengaruhi ketahanan buah tomat terhadap kerusakan mekanis khususnya selama pengangkutan. Konsumen lebih menyukai tomat berkulit keras atau tegar karena dapat disimpan lebih lama dan tidak banyak mengalami kehilangan cairan buah (juice) ketika buah tomat diiris. Kekerasan buah tomat dipengaruhi oleh keuletan kulit buah, kekentalan cairan buah (kekentalan juice) dan struktur bagian dalam buah (perbandingan antara tebal daging buah dengan rongga buah). Kekerasan buah tomat ini sangat bervariasi antar kultivar tomat (Grierson & Kader, 1986).

Galur B52 dan B78 memiliki kekerasan buah yang sama dengan kedua tetuanya maupun pembandingnya, kecuali B78 buah lebih lunak dibandingkan dengan ‘Permata’. Galur B52 memiliki daging buah yang lebih tebal dan jumlah rongga buah yang lebih sedikit daripada ‘GM3’ dan ‘Gondol Putih’. Galur B78 memiliki sekat buah yang sama tebalnya dengan ‘Gondol Putih’ tetapi lebih tebal daripada B52 dan ‘GM3’ (Tabel 2). Hal ini membuktikan bahwa jumlah rongga buah yang sedikit tidak selalu mencerminkan buah tersebut lebih lunak, hal ini tergantung pada tebal daging buah, tebal sekat buah, uletnya kulit buah dan kekentalan juice (Grierson & Kader, 1986; Stevens & Rick, 1986). Diduga kekentalan juice untuk galur B52 dan B78 lebih baik dan juga didukung oleh tebalnya daging buah dan tebalnya sekat buah galur tersebut. Menurut Steven & Rick (1986), kandungan alkohol tidak terlarut dalam padatan buah, ketahanan buah tomat terhadap benturan dan kekentalan juice saling berkorelasi positif. Ketahanan buah dikendalikan oleh gen tunggal dan ada juga yang mengatakan bersifat aditif. Al-Falluyi dan Lambet (1982) cit. Steven & Rick (1986), menyatakan bahwa kekerasan buah dikendalikan oleh satu gen resesif.

Jumlah rongga buah tomat dipengaruhi oleh efek epistasis dominan dan ada interaksi antar alel pada lokus yang berbeda dengan nisbah segregasi sebesar 12:3:1 (Murti et al., 2004). Purwati (1988) berpendapat bahwa jumlah rongga buah tomat dikendalikan oleh gen mayor dan jumlah rongga buah sedikit, dominan terhadap jumlah rongga buah banyak. Hal ini terbukti, bahwa keturunan ‘GM3’X’Gondol Putih’ memiliki jumlah rongga buah yang lebih sedikit daripada tetua ‘GM3’ (Tabel 1).

Keseragaman bentuk dan ukuran buah sangat diperlukan dalam pemasaran buah tomat karena berhubungan dengan selera konsumen. Ukuran buah tomat yang disukai konsumen adalah ukuran buah yang agak besar, yaitu buah yang memiliki volume 80-90 cm3 atau setara dengan bobot buah per butir yang termasuk dalam grade B (100<B<150

gram) (Marpaung, 1997; Purwati, 2007). Buah tomat galur B52 dan B78 memiliki bobot buah per butir antara 135-136 gram, yang sama beratnya dengan tetua ‘GM3’ (141,423 gram), namun lebih berat daripada ‘Gondol Putih’ (84,8 gram) dan kedua pembandingnya (Tabel 2). Kedua nomor tomat tersebut sudah memenuhi kriteria selera konsumen. Dari dua galur

(6)

terpilih ini, terutama B78, dapat dimanfaatkan sebagai tomat buah atau dimanfaatkan dalam bentuk segar. Hal ini dilihat dari ukuran buah tergolong besar, daging buah tergolong tebal (>6 mm) dan buah berwarna merah (Marpaung, 2004).

Tabel 3. Waktu pematangan buah, daya simpan buah, kandungan vitamin C, kandungan asam tertitrasi, pH dan total padatan terlarut buah tomat galur harapan F9

Nomor Waktu pematangan (hari) Daya simpan (hari) Vitamin C (mg) tertitrasi Asam (%) pH Total padatan terlarut (%Brix) B52 9,0 c 42,0 b 31,7 b 0,40 a 5,0 a 4,83 ab B78 12,3 b 28,6 c 27,7 bc 0,34 ab 4,0 b 4,46 b ‘GM3’ 8,4 c 28,6 c 24,7 c 0,36 ab 4,0 b 4,57 b ‘Gondol Putih’ 8,2 c 28,8 c 39,9 a 0,29 b 5,0 a 5,02 a ‘Kaliurang 206’ 12,0 b 41,8 b 30,4 bc 0,38 ab 4,0 b 4,55 b ‘Permata’ 15,3 a 54,8 a 26,7 bc 0,33 ab 5,0 a 4,79 ab CV (%) 17,9 19,5 22,6 21,1 5,1 12,7 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak

berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada α=5%.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa waktu pematangan buah tomat (RC=5) dari galur B52 berkisar antara 9-10 hari yang sama lamanya dengan kedua tetua dan lebih cepat matang daripada pembandingnya. Waktu pematangan buah tomat galur B78 berkisar antara 12-13 hari dan lebih lama waktu matangnya dari kedua tetua, tetapi lebih cepat matang daripada hibrida F1 ‘Permata’. Hasil penelitian yang diperoleh Hall (1969), buah tomat “green mature” dapat masak sempurna pada suhu 18,33-200C selama 6-7 hari tanpa

perlakuan etilen. Peran suhu ruang penyimpanan tergantung jenis buah, tingkat kematangan dan lamanya penyimpanan. Setiap komoditas sayuran dan buah mempunyai suhu toleransi yang berbeda. Suhu toleransi buah tomat berkisar 7,0-21,10C. Di bawah suhu toleransi buah

akan mengalami gangguan “chilling injury” seperti lepuh-lepuh dan tidak berwarna merah secara merata, dan di atas suhu 26,60C buah akan mengalami gangguan masak (Grierson

& Kader, 1986). Dua galur harapan yang dievaluasi, tetua maupun pembanding, mengalami kemasakan buah lebih dari 7 hari (8-16 hari) pada suhu kamar selama penelitian berlangsung (rata-rata suhu 28-320C), hal ini dapat disebabkan oleh pembentukan likopen

yang lebih lambat akibat buah mengalami fase turning yang lebih lama. Pada fase kemasakan ini warna kulit buah berubah dari hijau masak menjadi kuning, setelah itu baru kulit buah mencapai kemasakan merah cerah. Pada proses pemasakan, buah banyak mengalami banyak perubahan fisik dan kimia yang menentukan mutu buah untuk dikonsumsi.

Pengetahuan daya simpan buah sangat penting terutama untuk mengetahui seberapa lama suatu komoditas dapat disimpan dengan tetap memiliki mutu buah yang masih tetap dapat diterima oleh konsumen. Pada penelitian ini, buah tomat yang diamati dibiarkan dalam suhu kamar dengan rata-rata suhu 28-320C, pengamatan dilakukan secara

visual setiap dua hari sekali dengan memberikan skor visual quality rating (VQR). Daya simpan buah tomat galur B52 lebih lama daripada galur B78 dan kedua tetua, namun daya simpan buahnya sama lamanya dengan ‘Kaliurang 206’ dan lebih pendek daripada hibrida F1 ‘Permata’. Daya simpan buah tomat galur B52 tersebut lebih dari satu bulan (Tabel 3). Galur B52 meskipun buah tomatnya cepat matang tetapi masih memiliki mutu buah yang masih baik meskipun sudah disimpan selama satu bulan. Tomat dengan daya simpan lama akan sangat memungkinkan untuk memenuhi pasokan tomat dengan jarak tertentu tanpa mengurangi mutu buah.

(7)

vitamin C lebih tinggi (31,7 mg/100 g bahan) daripada ‘GM3’ (24,7 mg/100 g bahan) tetapi lebih rendah daripada ‘Gondol Putih’ (39,9 mg/100 g bahan). Kedua galur harapan yang dievaluasi, B52 dan B78, memiliki kandungan vitamin C yang sama dengan kedua pembandingnya. Dengan demikian, galur B52 memiliki potensi sebagai genotipe yang kaya akan vitamin C daripada tetua ‘GM3’. Menurut Muchtadi & Sugiyono (1992), perbedaan kandungan vitamin C disebabkan oleh genotipe yang berbeda, faktor budidaya, kondisi iklim sebelum panen, cara pemanenan dan perbedaan umur petik.

Kultivar tomat dengan keasaman tinggi diperlukan dalam industri pengolahan buah tomat, khususnya untuk pembuatan pasta tomat. Mutu buah tomat yang digunakan untuk pasta adalah buah berwarna merah, memiliki aroma dan rasa yang sedap, kandungan keasaman tinggi, tekstur buah berair, buah tahan retak, berukuran sedang, mudah dikupas dan produksi tinggi (Marpaung, 1997).

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kandungan asam tertitrasi dan pH cairan buah dari B52 lebih tinggi daripada ‘Gondol Putih’ dan ‘GM3’. Kandungan asam tertitrasi B78 sama dengan kedua tetua, tetapi pH cairan buah lebih rendah daripada tetua ‘Gondol Putih’. Kandungan asam tertitrasi B52 dan B78 sama dengan kedua pembanding, namun pH cairan buah B52 lebih tinggi daripada ‘Kaliurang 206’ dan B78 lebih rendah daripada ‘Permata’ (Tabel 3). Menurut Grierson & Kader (1986), perubahan pH berhubungan dengan degradasi klorofil yang akan berpengaruh pada perubahan warna daging buah, semakin rendah nilai pH maka kandungan klorofil semakin berkurang. Hal ini tampak pada galur B78 warna buah saat masak merah (Tabel 1) dan memiliki pH cairan buah yang rendah (Tabel 3).

Penggunaan tomat selain untuk buah segar dan bumbu masak juga dapat digunakan dalam bentuk olahan atau sebagai bahan baku industri. Kandungan padatan terlarut total menjadi salah satu kriteria penting dalam industri tomat olahan (Villareal, 1981). Buah tomat umumnya mengandung padatan terlarut total sebesar 7,0-8,5% (Stevens, 1985). Padatan terlarut total mencerminkan kandungan gula pada buah tomat. Selama pemasakan buah, padatan terlarut total meningkat karena terjadi pemecahan dan pembelahan polimer karbohidrat khususnya pati menjadi gula sehingga kandungan gula total meningkat, hal ini akan berpengaruh nyata terhadap perubahan tekstur buah (Grierson & Kader, 1986).

Galur B52 memiliki padatan terlarut total yang sama tingginya dengan kedua tetua maupun kedua pembandingnya. Kandungan padatan total terlarut B78 sama dengan kedua pembandingnya namun lebih rendah daripada tetua ‘Gondol Putih’. Tetua ‘Gondol Putih’ memiliki buah dengan rasa manis, hal ini terlihat dari kandungan total padatan terlarut yang tinggi, pH cairan buah yang tinggi dan kandungan asam yang rendah. Keturunan dari persilangan ‘GM3’ dengan ‘Gondol Putih’ yang diperkirakan memiliki buah yang manis adalah B52, karena buah memiliki kandungan padatan total terlarut dan pH cairan buah yang tinggi, meskipun kandungan asam tertitrasinya lebih tinggi daripada ‘Gondol Putih’ (Tabel 3). Berdasarkan kandungan padatan terlarut total, asam tertitrati, pH cairan buah, warna buah, tebal daging buah dan ukuran buahnya, galur B52 cocok dimanfaatkan dalam industri tomat olahan.

KESIMPULAN

1. Buah tomat galur B52 memiliki warna buah merah jingga, bentuk buah apel, jumlah rongga buah sedikit, daging buah tebal melebihi ‘GM3’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buahnya keras, memiliki ukuran buah sedang tetapi lebih besar daripada ‘Gondol Putih’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah lebih cepat matang dibandingkan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’, tetapi memiliki daya simpan buah lebih dari 1 bulan tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’; kandungan vitamin C dan asam tertitrasi rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; pH cairan buah tinggi dan total padatan terlarut tinggi tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Galur B52 cocok sebagai tomat olahan.

2. Galur B78 memiliki warna merah gelap, bentuk buah apel bersegi, rongga buahnya sedikit, daging buah tebal melebihi ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buahnya keras tidak

(8)

berbeda dengan ‘Kaliurang 206’; memiliki ukuran buah sedang tetapi lebih besar dari ‘Gondol Putih’, ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’; buah lama matangnya tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dengan daya simpan buah sekitar 1 bulan; kandungan vitamin C rendah, asam tertitrasi rendah, pH cairan buah dan padatan terlarut total rendah tidak berbeda dengan ‘Kaliurang 206’ dan ‘Permata’. Dengan demikian tomat galur B78 cocok sebagai tomat buah.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Fakultas Pertanian UGM yang telah memberikan bantuan dana dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Hortikultura (BPPAPH) milik Dinas Pertanian Kabupaten Sleman yang telah memberikan fasilitas penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ameriana, M. 1997. Produksi dan Konsumsi Tomat. Dalam: Duriat, A.S., W.W. Hadisoeganda, A.H. Permadi, R.M. Sinaga, Y. Hilman & R.S. Basuki (eds.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Lembang.

Grierson, D. & A.A. Kader. 1986. Fruit Ripening and Quality. In: Atherton, J.G. and J. Rudich (eds.) The Tomato Crop. Chapman & Hall. New York.

Hall, E.G. 1969. The Controlled Ripening of Tomatoes. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization. Division of Food Preservation.

Hariyadi, P. 2011. Mutu Buah dan Sayuran. http:www.foodreview.biz/login/ preview.php?view&id=5573. Diakses 10 Februari 2011.

Isminingsih, S. 1999. Pendugaan Parameter Genetik Persilangan Beberapa Varietas Tomat. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mad, Yogyakarta. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Jaya, B. 1996. Seleksi Progeni Tomat pada F5 untuk Perbaikan Kualitas Buah. Dalam:

Duriat, A.S., W.W. Hadisoeganda, A.H. Permadi, R.M. Sinaga, Y. Hilman & R.S. Basuki (eds.). Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran. Balai Penelitian Sayur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Lembang.

Liyanage, C. De Silva. 2008. Food Classification Using Colour Imaging. Massey University, New Zealand.

Marpaung, L. 1997. Pemanenan dan Penanganan Buah Tomat. Dalam: A.S. Duriat, W.W. Soeganda, A.H. Permadi, R.M. Sinaga, Y. Hilman & R.S. Basuki (eds.). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Muchtadi, T.R. & Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Murti, R.H., E. Ambarwati & Supriyanta. 2000. Genetika Sifat Komponen Hasil Tanaman Tomat. Mediagama. II(2): 58-64.

Murti, R.H. & S. Trisnowati. 2001. Keragaman dan Kandungan Nutrisi Buah Tiga Jenis Tomat Introduksi. Agrivet. 5(2): 105-115.

Murti, R.H., T. Kurniawati & Nasrullah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Buah Tomat. Zuriat. 15(2): 140-149.

Opena, R. T., van der Vossen. 1997. Lycopersicon esculentum Mill. Dalam Siemonsma & K. Piluek (eds). Plant Resources of South East Asia. Puddoc Scientific Publishers.

(9)

Panjaitan, I. 1990. Heterosis dan Daya Gabung pada Tanaman Tomat. Tesis. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.

Purwati, E. 1988. Pewarisan Sifat Ukuran Diameter Buah, Jumlah Rongga Buah dan Tebal Daging Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) serta Nilai Duga Heritabilitasnya. Tesis Fakultas Pertanian UNPAD. Tidak Dipublikasikan.

Purwati, E. 2007. Perbaikan Mutu Tomat Varietas Kaliurang. Jurnal Agrivigor. 3:270-275. Rubatzky, V.E. & M. Yamaguchi. 1999. World Vegetables: Principles, Production and

Nutritive Values (Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi, Alih Bahasa C. Herison). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Siagian, A. 2005. Lycopene Senyawa Fitokimia pada Tomat dan Semangka. Info Kesehatan Masyarakat. Vol. 9 No. 2 (Suplemen) Oktober 2005 hal. 121–124.

Stevens, M.A. 1985. Tomato Favour: Effect of Genotype, Cultural Practices and Maturity at Picking. Harold E. Pattee (edt.). Evaluation of Quality of Fruits and Vegetables. AVI Publishing. Wesport. Connecticut.

Stevens, M.A. & Rick. 1986. Genetic and Breeding. In: Atherton, J.G. & J. Rudich (eds.) The Tomato Crop. Chapman & Hall. New York.

Sudarmadji, S., B. Haryono & B. Suhardi. 1976. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Bagian Pengolahan Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sunarmani, K.T.D. 2008. Parameter Likopen dalam Standardisasi Konsentrat Buah Tomat. Prosiding PPI Standardisasi.

Villareal, R.L. 1981. Tomato Production in the Tropics-Problems and Progress. In : Cowell, R. (ed). 1stInternational Symposium on the Tropical Tomato. AVRDC, Shanhua, Taiwan. Hal : 6-21.

Wenner, B. Z. H. 2000. Importance of The Tomato. AgriSupportOnline. Melbourne, Australia. Wiryana, B.T. 2000. Bertanam Tomat. Agro Media Pustaka, Jakarta.

PERTANYAAN

1. Bapak Hasan Basri Universitas Islam Riau

a. Apakah sudah ada standard warna untuk buah tomat di Indonesia? b. Apa yang dijadikan sebagai indikator warna buah tomat?

c. Bagaimana dengan buah tomat yang warnanya tidak disukai konsumen? JAWABAN

a. Untuk Indonesia, belum ada standard mutu buah tomat untuk warna buah, sehingga apabila pemulia memiliki calon varietas, untuk mengevaluasi warna buah tomat dilakukan dengan membandingkan dengan varietas-varietas yang sudah beredar di pasaran dan banyak dibudidayakan oleh petani. Hal ini dengan pertimbangan bahwa apabila suatu varietas tomat banyak dibudidayakan oleh petani maka buah tomatnya tentunya banyak disukai oleh konsumen.

b. Buah tomat di Indonesia dapat dikonsumsi sebagai buah tomat segar dan sebagai buah tomat olahan. Indikator warna buah tomat untuk buah tomat yang dikonsumsi dalam bentuk segar, konsumen lebih menyukai warna buah tomat merah merata, sedangkan untuk buah tomat olahan tidak begitu memperhatikan warna buah tomat, baik tomat berwarna merah atau pun buah tomat berwarna merah jingga karena untuk buah tomat olahan masih dimungkinkan untuk menambahkan pewarna makanan yang layak dikonsumsi sehingga warna tomat olahan menjadi lebih menarik.

c. Warna buah tomat yang tidak disukai oleh konsumen, terutama buah tomat dimanfaatkan sebagai buah tomat segar, dapat dimanfaatkan sebagai buah tomat olahan seperti sauce, pasta dan bahan baku industri, umumnya tomat yang

(10)

dimanfaatkan sebagai buah tomat olahan warna kulit buahnya merah jingga, untuk membuat warna tomat olahan menjadi menarik dapat ditambahkan dengan pewarna makanan yang layak dikonsumsi sehingga warna tomat olahan menjadi lebih menarik. Selain dari sisi warna buah tomat, untuk buah tomat yang dimanfaatkan sebagai buah tomat olahan juga perlu dilihat mutu kimiawi buah tomat seperti memiliki aroma dan rasa yang sedap, kandungan keasaman tinggi, tekstur buah berair, buah tahan retak, berukuran sedang, mudah dikupas dan terutama untuk pasta diperlukan buah tomat yang memiliki padatan terlarut total tinggi (7,0-8,5%).

Gambar

Tabel 1. Keragaan warna  buah, panjang buah, diameter buah buah dan bentuk buah tomat  galur harapan F9
Tabel  2.  Kekerasan  buah,  tebal  daging  buah,  tebal  sekat  buah,  jumlah  rongga  buah  dan  bobot buah per butir buah tomat galur harapan F9
Tabel  3.  Waktu  pematangan  buah,  daya  simpan  buah,  kandungan  vitamin  C,  kandungan  asam tertitrasi, pH dan total padatan terlarut buah tomat galur harapan F9

Referensi

Dokumen terkait

2) Responden melakukan penilaian diri mengenai budaya keselamatan dengan menggunakan 5 skala likert. Skala 1 untuk nilai buruk, skala 2 untuk nilai kurang, skala 3 untuk

Di atas telah diuraikan nilai-niai yang semestinya diterapkan bank syari’ah dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, atau lembaga yang berfungsi

Analisis terhadap faktor yang mempengaruhi capaian akademik akan memberikan informasi pada pihak institut mengenai pengaruh latar belakang dan demografi mahasiswa

Produk ini belum diuji. Pernyataan ini berasal dari senyawa/produk yang memiliki kemiripan struktur atau komposisi.. Pernyataan ini berasal dari senyawa/produk yang memiliki

Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah ditetapkan,

NAMA UAKPB : 023.04.24.415284 UNIVERSITAS NUSA

Peran siswa yang semula pasif menerima informasi dari gurunya harus diubah menjadi lebih aktif dalam belajarnya.Siswa harus dilibatkan dalam pengelolaan belajarnya di

Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, FICS, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I dan Program