• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat. Tetapi ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit banyak ditemukan di daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu memberikan hasil produksi perhektar yang lebih tinggi (Fauzi, 2012). Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Maritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2012).

(2)

6

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

Menurut Pahan (2012), klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Morfologi tanaman Kelapa Sawit menurut PTPN VII (2006) dideskripsikan sebagai berikut :

a. Akar

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.

Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter hingga 16 meter secara vertikal.

b. Batang

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh

(3)

7

batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan.

Pada batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.

c. Daun

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun.

d. Bunga dan Buah

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk.

Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embrio).

(4)

8

Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah, yaitu:

1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun

2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya akan menjadi akar.

Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah.

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (orange). Jika sudah berwarna orange, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).

e. Biji

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gam, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gam per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gam per biji.

Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.

(5)

9 2.1.2 Varietas Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil yang tergolong dalam famili palmae. Tanaman kelapa sawit digolongkan berdasarkan ketebalan tempurung (cangkang) dan warna buah (Pahan, 2012).

Menurut Pahan (2012), berdasarkan ketebalan cangkang, tanaman kelapa sawit dibagi menjadi tiga varietas, yaitu:

1. Varietas Dura, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkangnya 2-8 mm, dibagian luar cangkang tidak terdapat lingkaran serabut, daging buahnya relatif tipis, dan daging biji besar dengan kandungan minyak yang rendah. Varietas ini biasanya digunakan sebagai induk betina oleh para pemulia tanaman.

2. Varietas Pisifera, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkang yang sangat tipis (bahkan hampir tidak ada). Daging buah pissifera tebal dan daging biji sangat tipis. Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk tanaman komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan oleh para pemulia tanaman untuk menyerbuki bunga betina.

3. Varietas Tenera merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas ini memiliki ciri-ciri yaitu cangkang yang yang tipis dengan ketebalan 1,5 – 4 mm, terdapat serabut melingkar disekeliling tempurung dan daging buah yang sangat tebal. Varietas ini umumnya menghasilkan banyak tandan buah.

Berdasarkan warna buah, tanaman kelapa sawit terbagi menjadi 3 jenis yaitu: 1. Nigescens , dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna ungu

hitaman, sedangkan buah yang telah masak berwarna jingga kehitam-hitaman.

(6)

10

2. Virescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna hijau, sedangkan buah yang telah masak berwarna jingga kemerah-merahan dengan ujung buah tetap berwarna hijau.

3. Albescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna keputih-putihan, sedangkan buah yang telah masak berwarna kekuning-kuningan dengan ujung buah berwarna ungu kehitaman.

2.1.3 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan – hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada bermacam jenis tanah. Ciri tanah yang baik untuk kelapa sawit diantaranya gembur, aerasi dan drainase baik, kaya akan humus, dan tidak memiliki lapisan padas. Tanaman kelapa sawit sangat cocok dibudidayakan pada pH 5,5 – 7,0. Curah hujan dibawah 1250 mm/th sudah merupakan pembatas pertumbuhan, karena dapat terjadi defisit air, namun jika curah hujan melebihi 2500 mm/th akan mempengaruhi proses penyerbukan sehingga kemungkinan terjadi aborsi bunga jantan maupun bunga jantan maupun bunga betina menjadi lebih tinggi. Ketinggian tempat yang baik untuk ditanam tanaman kelapa sawit yaitu antara 0 – 500 m dpl dengan kemiringan lereng sebesar 0 – 3 % (Tim Bina Karya Tani, 2009).

2.1.4 Pelepah Kelapa Sawit

Menurut Junaidi (2010) pelepah kelapa sawit salah satu produk yang melimpah saat pemangkasan buah. Pemangkasan dilakukan pada pelepah-pelepah yang tua di dasar tandan buah untuk mengurangi naungan, memudahkan terjadinya penyerbukan, menjaga kebersihan, memperbesar

(7)

11

buah dan mengurangi penguapan yang berlebihan dari daun. Jumlah pelepah

kelapa sawit yang dipanen tiap pemangkasan 1-3 pelepah

perpohon,merupakan potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan. Satu hektar lahan terdapat 148 pohon dan diperkirakan dapat menghasilkan 3.500-10.600 pelepah pertahun (Hassan dan Ishida, 1990, dalam Efriyantoni, 2009). Produksi pelepah sawit mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun.

Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat pengolahan minyak sawit yang belum banyak pemanfaatannya. Produksi pelepah sebanyak 22 batang per pohon per tahun dimana berat daging pelepah sekitar 2,2 kg dan biomassa pelepah sawit sebanyak mencapai 6,3 ton per hektar per tahun. Pelepah kelapa sawit biasanya digunakan sebagai bahan pakan untuk hewan ternak. Kandungan senyawa kimia penyusun pada pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin secara berurutan yaitu 31,7%, 33,9%, dan 17,4%. Menurut Pope (1999), bahan organik yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena sangat efektif mengadsorbsi limbah cair. Selain itu lignin dan selulosa sebagian besar tersusun dari unsur karbon yang pada umumnya dapat dijadikan karbon. Pelepah kelapa sawit termasuk bahan dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi dan memiliki massa jenis lebih daripada kayu yaitu sebesar 1,16 g/cm3, dimana semakin besar massa jenis bahan baku maka daya serap karbon aktif yang dihasilkan akan semakin besar sehingga baik untuk dijadikan karbon aktif.

Pelepah kelapa sawit terbagi atas 3 bagian yaitu petiole (pangkal batang), rachis (batang tempat munculnya daun) dan leaflets (daun). Sejak umur 4 tahun tanaman kelapa sawit menghasilkan 18-24 pelepah per tanaman per tahun. Pelepah kelapa sawit tumbuh dan berkembang selama 30 bulan. Pelepah kelapa sawit memiliki panjang 7-8 m dengan panjang petiole 1,5 m rachis 5,5-6,5 m.

(8)

12 2.1.4 Karakteristik pelepah kelapa sawit

Daun folium yang keluar pertama pada saat stadia bibit adalah berbentuk

lanceolate yaitu bagian seluruh anak daun belum ada yang terbuka,

selanjutnya akan terbuka bagian bawahnya saja yang disebut dengan

bifurcade dan kemudian menyusul bentuk pinnate yaitu seluruh bagian daun

sudah terbuka sempurna. Petiole atau pelepah daun adalah tempat dudukan daun yang terdiri atas rachis (basis folii), tangkai daun (petioles) dan duri (spine), helai anak daun (lamina), ujung daun (apex folii), lidi (nervatio), tepi daun (margo folii), dan daging daun (tervenium).

Daun kelapa sawit memiliki rumusan 1/8 . lingkaran dan spiralnya ada yang mengarah ke kiri dan kanan tetapi kebanyakan memiliki spiral kanan. Pengenalan ini penting diketahui agar kita dapat mengetahui letak daun dan lain-lain. Produksi pelepah selama setahun dapat mencapai 20-30 kemudian akan berkurang sesuai umur menjadi 18-25 atau kurang. Dengan rata-rata berat pelepah sawit berdasarkan umur tanaman (Lubis, 2008).

Tabel 2.1 Rata-rata Berat Pelepah Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman. Umur Tanaman Berat Basah Pelepah (kg/pelepah)

Tanaman Muda (4-8 Tahun) 3.19 – 5.40

Tanaman Remaja (9-12 Tahun) 8.35 – 11.73

Tanaman Dewasa (13-20 Tahun) 13.67- 15.07

Sumber : Darmosakoro (2012).

Pelepah kelapa sawit dapat mencapai panjang 9 meter pada tanaman dewasa , sedangkan pada tanaman muda pelepah memiliki panjang kurang dari 9 meter. Varisi panjang pelepah dipengaruhi oleh jenis varietasnya dan kesuburan tanah ditempat tumbuhnya. Pada tiap pelepah memiliki anak daun dengan jumlah 125-200 . Anak daun pada bagian tengah pelepah dapat mencapai panjang 1,2 meter dan pada satu pohon dewasa dapat dijumpai 40-50 pelepah yang luas permukaan daunnya sering dipakai untuk tujuan pengamatan pertumbuhan (Lubis, 2008).

(9)

13

Pelepah kelapa sawit melimpah sepanjang tahun di kebun kelapa sawit, dengan hasil pengujian kandungan nutrisi pelepah kelapa sawit di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Pertanian institut Pertanian Bogor (IPB).

Tabel 2.1.2 Kandungan Nutrisi Pelepah Kelapa sawit.

Kandungan Nutrisi Besaran Satuan

Bahan Kering 49.47 – 57.90 g/100 g Kadar Abu 3.42 – 4.46 g/100 g Protein Kasar 3.92 – 5.46 g/100 g Lemak Kasar 1.84 – 2.13 g/100 g Kalsium 0.27 – 0.42 g/100 g Phospor 0.03 – 0.13 g/100 g Beta-N 10.55 – 11.41 % Energi 4132 – 4147 Kkal/kg SiO2 0.83 % Holoselulosa 72.67 % Alfaselulosa 36.74 % Sari (ekstraktif) 1.81 % Lignin 21.39 % Pentosan 22.19 % Sumber : Darmosarkoro (2012).

Data diatas menunjukan pelepah kelapa sawit sangat baik untuk di guakan sebagai pupuk organik, dengan melakukan beberapa menejemen dan pemanfaatan mikroorganisme, memaksimalkan pemanfaatan pelepah kelapa sawit yang jumlahnya melimpah sebagai sumber Nutrisi bagi tanaman.

2.2 Dekomposisi

Nutrisi dikembalikan ke tanah dalam bentuk sampah yang dilarutkan melalui kegiatan pengurai atau yang dikenal dengan istilah dekomposisi. Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal

(10)

14

dari hewan dan tanaman menjadi senyawa organik sederhana (Sutedjo dkk. 1991). Sampah daun dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah.

Bahan organik yang ada di permukaan tanah dan bercampur dengan mineral tanah adalah sumber yang penting bagi fosfor, kalsium, kalium, magnesium, dan nutrisi lainnya. Pelepasan hara dari pembusukan bahan organik di dalam tanah merupakan langkah penting dalam fungsi ekosistem. Jika nutrisi diuraikan terlalu cepat, akan hilang melalui pencucian tanah atau penguapan. Sebaliknya, jika dekomposisi terlalu lambat, hara yang disediakan bagi tumbuhan jumlahnya sedikit maka hasilnya pertumbuhan tanaman akan terhambat.

Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan yang memiliki peran penting seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembapan tempat proses dekomposisi berlangsung (Tim Penyusun Penuntun Ekologi, 2016).

Proses dekomposisi berjalan secara bertahap, dimana laju dekomposisi paling cepat terjadi pada minggu pertama. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih baru masih banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur (Dita, 2007).

(11)

15 2.3 Dedak Padi

Dedak merupakan hasil samping dari pemisahan beras dengan sekam (kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melalui proses pemisahan dengan digiling atau ditumbuk yang dapat digunakan sebgaia pakan ternak. Proses pemisahan menjadi dedak ini akan mendapatkan 10% dedak padi, 50 % beras dan sisanya hasil ikutan seperti pecahan butir beras, sekam dan sebagainya, akan tetapi persentase ini tergantung pada umur dan varietas padi yang ditanam (Grist, 1972). Hal ini juga didukung oleh produksi padi yang terus meningkat yaitu mencapai 57 juta ton pada tahun 2007 sehingga perkiraan produksi hasil samping dedak mencapai lebih dari 5 juta ton dedak (BPS, 2008).

Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%, sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%.

Tabel 2.3 Komposisi Dedak menurut persyaratan Mutu

Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III

Air (%) Maksimum 12 12 12

Protein Kasar (%) minimum 11 10 8

Serat Kasar (%) maksimum 11 14 16

Abu (%) maksimum 11 13 15

Lemak (%) maksimum 15 20 20

Asam Lemak Bebas (%) 5 8 8

Ca (%) 0.04 – 0.3 0.04 – 0.3 0.04 – 0.3

P (%) 0.6 – 1.6 0.6 – 1.6 0.6 – 1.6

Aflatoksin (ppb) maksimum 50 50 50

Silica(%) maksimum 2 3 4

Sumber: DSN (2001).

Dedak berdasarkan komposisi tersebut mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Dedak padi mentah yang dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80% lemaknya berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik (Amrullah, 2002).

Gambar

Tabel 2.1 Rata-rata Berat Pelepah Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman.
Tabel 2.1.2 Kandungan Nutrisi Pelepah Kelapa sawit.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti, mengkonsumsi jus apel mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam menurunkan skor halitosis atau perubahan bau mulut dibandingkan dengan mengkonsumsi jus

Berbagai asumsi mengenai bencana dalam berbagai disiplin ilmu tentang bencana sepakat bahwa tidak semua peristiwa dan fenomena alam seperti bencana dapat dan harus menjadi

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annon muricata Linn) Terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby Hamster Yang Diinduksi DMBA (7,12 Dimetylbenz (α) anthracene) Secara In

Pada tahap decline , perusahaan memiliki kesempatan tumbuh yang terbatas, menghadapi persaingan yang semakin tajam, pangsa pasar potensial yang semakin sempit, dan

Berdasarkan import yang terus dilakukan Indonesia terhadap sikloheksanon tersebut dapat dikatakan bahwa pendirian pabrik sikloheksanon di Indonesia memiliki potensi untuk terus

Keterangan gambar, grafik, foto, atau diagram ditulis di bawah ilustrasi, menggunakan font Times New Roman ukuran 10, ditempatkan di tengah (center).. Tulisan ‘Gambar, Grafik,

Sebuah benda yang bergerak beraturan pada lintasan berbentuk lingkaran akan mempunyai kecepatan angular tetap, kelajuan tetap tetapi arahnya berubah setiap saat (kecepatan