• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Patella

Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

femoral trochlea. Bentuknya yang oval asimetris dengan puncaknya mengarah ke distal. Serat tendon quadriceps menyelimuti bagian anterior dari patella dan bersatu dengan patellar ligament pada bagian distal. Artikulasi yang dibentuk oleh patella dan femoral trochlea membentuk kompartemen patellofemoral. Ada 6 bentuk varian dari morfologi patella, dimana tipe I dan II bentuk yang stabil, sedangkan varian lain mempunyai bentuk lebih cenderung untuk terjadinya lateral

subluksasi. 6

Femoral trochlea dipisahkan dari medial dan lateral femoral condyle oleh

ridge (bubungan). Pada fleksi 10-20 derajat, bagian distal pole dari patella

melakukan kontak pertama kali dengan trochlea, pada saat sudut fleksi

Gambar 2.1 Tipe Patella Wiberg’s dan Baumgartls. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

(2)

ditingkatkan area kontak berpindah ke proksimal dan lateral. Area kontak yang

paling luas dibentuk pada sudut 45 derajat. 6

Fungsi biomekanik yang utama dari patella adalah untuk meningkatkan kinerja dari mekanisme quadriceps. Beban yang melewati sendi akan meningkat seiring dengan fleksi sendi lutut, tetapi dengan area kontak yang juga meluas maka tekanan yang didapat juga akan tersebar. Jika dilakukan tahanan ketika akan melakukan ekstensi, maka tekanan yang didapat akan meningkat tetapi daerah yang mendapat tekanan akan menyusut, dimana hal ini akan menyebabkan nyeri

pada patellofemoral . 6

Gambar 2.2 Area Kontak dari Patellofemoral pada sudut fleksi yang berbeda. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

Gambar 2.3 Merchant View dari sendi patellofemoral normal. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

(3)

Pengetahuan terhadap anatomi dan biomekanik dari patella fundamental untuk mengetahui perbedaan patologis yang dapat terjadi pada anterior lutut. Ketinggian dari patella yang abnormal dapat terlihat dari banyak kondisi yang melibatkan sendi patellofemoral. Patella alta yang dikenal sebagai patella letak tinggi yang abnormal berhubungan dengan kondisi nyeri pada anterior sendi lutut. instabilitas dari patella dan Osgood Schlatter’s, sedangkan patella baja atau infera, merupakan sebuah kondisi dimana patella letak rendah yang abnormal, biasanya kondisi ini dapat menyebabkan nyeri pada anterior sendi lutut, dan terbatasnya fleksi dari

sendi lutut, biasanya disebabkan oleh komplikasi dari pembedahan dan trauma.7

2.2 Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiografi standar untuk melihat posisi dari patella adalah pemeriksaan radiografi sendi lutut, dimana ada 3 pemeriksaan standar yang dapat dilakukan yaitu, anteroposterior, lateral dan axial (sunrise atau merchant). Dalam pengukuran ketinggian dari patella pemeriksaan radiografi yang dilakukan merupakan proyeksi lateral. Lateral view diambil dalam posisi sendi lutut fleksi 30 derajat dan pasien berbaring miring pada sisi lutut yang akan dilakukan pemeriksaan. Pada posisi ini patellar tendon tidak berada dalam keadaan tension. Kaset akan berada diposisi lateral dari sendi lutut dan sinar x-ray akan diarahkan tegak lurus dari kaset. Rotasi harus dihindari untuk mencegah terjadinya pengaburan dari marker pengukuran pada tulang (tibia tubercle). Pada proyeksi ini maka akan terlihat adanya gambaran dari tendon quadriceps, patella, patellar

tendon, bursa suprapatellar, distal femur, dan proksimal dari tibia-fibula. Quadriceps dan patellar tendon dapat dievaluasi cukup baik dengan proyeksi ini.6

(4)

2.3 Metode Pengukuran Ketinggian Patella

Pada saat ini berkembang tehnik untuk pengukuran dari ketinggian patella. Secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 grup : posisi dari patella dengan femur (direct) dan posisi dari patella dihubungkan dengan tibia (indirect).

1) Indirect Method

• Metode Insall-Salvati

Metode yang paling sering digunakan untuk pengukuran ketinggian patella. Metode ini pertama sekali dikenalkan oleh Insall dan Salvati pada 1971. Ini terbukti lebih mudah digunakan, tidak memerlukan sudut fleksi tertentu, dan nilai normalnya berkisar antara 1,0 (0,8-1,2) lebih mudah untuk diingat. Walaupun tidak mudah untuk menentukan batas pengukurannya pada tulang, dan juga ukuran dari patella bisa bervariasi dan pertumbuhan tulang patella yang abnormal bisa mengaburkan pengukurannya. Pada saat ini dengan berkembangnya radiografi digital dapat dibedakan dengan mudah patellar tendon dengan jaringan lunak disekitarnya. Pengukuran ini tidak tepat dilakukan pada penderita Osgood

Schlatter. 7

Insall-Salvati menjelaskan beberapa keuntungan dari metode ini, yaitu diantaranya :

• Mudah, praktis dan juga akurat

• Dapat digunakan pada posisi pemeriksaan radiografi yang rutin

(5)

• Independen dalam ukuran dari sendi dan juga pembesaran radiografi.

Insall dan Salvati menjelaskan ketinggian patella normal dengan panjang dari patellar tendon. Pengukuran dilakukan dengan 114 sampel pada penderita cedera meniscus. Semua sampel merupakan orang dewasa, dan pada foto tidak ada yang menunjukkan tanda osteoarthritis. Pengukuran yang dilakukan pada metode ini antara lain :

1. T (panjang tendon) : panjang dari tendon patellar diukur dengan permukaan posterior dari origo pada pole bawah dari patella ke insersinya di tibia tubercle.

2. P (panjang patella) : Bagian terpanjang dari diagonal patella.

Panjang dari tendon patella hampir sama dengan panjang dari patella. Nilai rata-ratanya adalah 1,02 dengan SD 0,13. Telah disimpulkan juga bahwa pada lutut normal, panjang dari patellar tendon tidak berbeda dengan panjang patella

dengan tidak lebih dari 20%.6

Pada studi lain yang dilakukan oleh Jacobsen dan Bertheussen dengan 50 sukarelawan asimptomatik, di temukan dengan hasil yang sama akuratnya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Agletti yang melakukan pengukuran pada 150 lutut normal dengan menggunakan metode Insall Salvati. Pada penelitian ini ditemukan bahwa patella letaknya lebih tinggi pada wanita (1,06) dibandingkan dengan pria (1,01). Berdasarkan Insall-Salvati 1,2 mengindikasi

(6)

• Blackburne-Peel Rasio.

Blackburne dan Peel, menggunakan tehnik pengukuran antara panjang dari permukaan artikular dari patella dengan garis tegak lurus antara inferior dari patella dengan garis horizontal dari tibia plateau. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seil dkk serta Berg dkk, keduanya menemukan bahwa tehnik ini

memberikan hasil yang lebih akurat. 7

Blackburne dan Peel mengkritisi dari metode Insall-Salvati, berdasarkan 2 observasi :

1. Marker radiografi pada tibial tubercle bisa sulit dinilai pada kasus Osgood Schlatter.

2. Bagian nonartikular pada pole bawah dari patella bisa bervariasi ukurannya,

Berdasarkan hal tersebut, mereka menyarankan rasio pengukuran antara jarak

perpendicular dari bagian terbawah dari batas artikular patella ke tibia plateau

(A) dan panjang dari permukaan artikular patella (B) yang diukur dalam posisi kaki fleksi 30 derajat. Rasio A/B pada 171 lutut normal didapatkan nilai 0,80 (SD

0,14). Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. 6,8

• Metode Modified Insall- Salvati

Grelsamer dan Meadows melakukan observasi dengan Insall-Salvati dengan menggunakan bentuk dari patella. Mereka menemukan bahwa pada pasien dengan patella alta dan dengan patella dengan bentuk yang panjang bisa menyebabkan

(7)

false nilai normal Insall Salvati index. Untuk mengatasi masalah ini maka

dilakukan modifikasi dari Insall-Salvati. Rasio dilakukan dengan pengukuran antara bagian inferior artikular patella dan tibial tuberositas dan dengan panjang dari permukaan artikular. Dengan kata lain pada metode ini mempunyai referensi poin bagian distal yang sama dengan Insall-Salvati, sedangkan pada bagian proksimal sama dengan referensi poin pada metode Caton. Pada studi ini dilakukan pemeriksaan dengan 100 sampel lutut, yang didapatkan hasil rasio normal 1,5 (range 1,2-2,1). Rasio 2 atau lebih bisa dinyatakan sebagai patella

alta.6

• Metode Caton-Deschamps

Caton, dkk juga menjelaskan modifikasi pengukuran dengan mengukur jarak antara batas inferior dari permukaan artikular patella dengan sudut anterosuperior dari tibia plateau. Bagaimanapun, dijumpai masalah dalam menentukan batas dari artikular patella dan juga batas pada tibia plateau. Akan tetapi menurut Berg, metode ini juga lebih baik setelah metode pengukuran berdasarkan Blackburne dan Peel, dalam melihat kesalahan inter-observer. Batas nilai normal pada pengukuran ini terlalu luas (0,6-1,3). Metode ini sulit digunakan pada penderita

OA sendi lutut. 6

Metode diatas merupakan metode yang paling popular dan relatif lebih mudah digunakan. Pengambilan radiografi dari sendi lutut tidak memerlukan sudut yang pasti asalkan patellar tendon tidak dalam keadaan yang tension (ketat) yaitu dalam

(8)

• Metode Plateau-Patella angle

Pada penelitian yang dilakukan oleh Portner dkk yang dipublikasikan di The

Journal of Bone & Joint Surgery pada 2011 menjelaskan bahwa metode

pengukuran dengan menggunakan Plateu-Patella angle lebih mudah, cepat, dan metode penilaiannya tetap pada radiografi lateral knee joint. Lebih mudah melakukan pengukuran menggunakan goniometer, tidak perlu melakukan perhitungan. Metode ini berdasarkan perhitungan antara besar sudut yang dibentuk oleh garis tangensial dari tulang subchondral medial tibia plateau dan garis yang ditarik dari posterior tibia plateau ke inferior artikular dari patella. Rata-rata sudut yang dibentuk pada pengukuran ini antara 25 derajat, sudut <20

derajat dianggap patella infera (baja), dan >30 derajat dianggap patella alta.4

a  

b   c   d  

Gambar 2.4 (a) Metode Caton-Deschamps. (b) metode Insal-Salvati, (c) metode Blackburne-Peel, (d) metode Modified Insal-Salvati .(dari Pottner, Pakzad : The Evaluation of Patellar Height : A Simple Method. The Journal of Bone and Joint Surgery

2011 ;93:73-80).

Gambar 2.5 Metode Plateau-Patella Angle (dari Pottner, Pakzad : The Evaluation of Patellar Height : A Simple Method. The Journal of Bone and Joint Surgery 2011 ;93:73-80).

(9)

2) Direct Method

Sedikit publikasi yang menjelaskan metode pengukuran ini. Metode ini pertama sekali diperkenalkan oleh Blumensaat.

Pada tahun 1938, Blumensaat, melakukan pengukuran ketinggian patella berdasarkan garis intercondyler femur yang diproyeksikan anterior pada radiografi lateral dari sendi lutut dengan posisi sendi lutut fleksi 30 derajat, tetapi

belakangan metode ini ditemukan kurang akurat dan kurang praktis. 4

Metode pengukuran lainnya yang ada dijelaskan oleh Hepp pada 1984 yaitu metode pengukuran dengan menggunakan jarak perpendicular antara batas

superior dari permukaan artikular dari patella dengan Blumensaat line. 7

• Blumensaat’s line

Blumensaat menyatakan bahwa dalam pemeriksaan radiografi dengan posisi fleksi 30 derajat, bagian pole bawah dari patella berada dalam garis proyeksi anterior dari intercondyler notch (Blumensaat’s line) atau jarak perpendicular antara pole inferior dari patella dengan “Blumensaat line” garis proyeksi antara anterior batas atas femoral trochlea. Dimana nilai normal adalah 0. Pengukuran dengan metode ini posisi lutut harus dalam keadaan fleksi 30 derajat. Tetapi

pemeriksaan ini kurang begitu akurat. 6,7

Gambar 2.6 Blumensaat’s Line (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

(10)

3) Studi pada anak-anak

Micheli dan kawan-kawan menjelaskan metode pengukuran ketinggian patella pada anak-anak. Studi ini hanya satu-satunya yang dilakukan pada anak-anak karena pada anak-anak metode pengukuran yang ada pada orang dewasa tidak bisa digunakan karena proses ossifikasi pada anak-anak belum terjadi sempurna. Pada studi ini dilakukan pengukuran serial radiografi dengan interval 6-12 bulan selama lebih dari 10 tahun. Pengukuran dilakukan dengan cara jarak antara

superior pole dari patella ke tibia plateau dikurangi dengan panjang dari patella.

Pemeriksaan pada metode ini menggunakan proyeksi radiografi AP. 7

Sedangkan penelitian Novel yang dilakukan oleh Koshino dan Sugimoto melakukan pengukuran antara garis yang ditarik dari titik tengah dari patella ke titik tengah dari tibia dibandingkan dengan garis tengah epiphyseal ossifikasi tibia. Walaupun penelitian ini melibatkan jumlah sampel yang kecil 59 lutut pada 36 anak, metode ini memberikan nilai yang stabil pada semua pemeriksaan dengan

sudut fleksi sendi lutut yang berbeda antara 30 derajat -90 derajat.1

Tabel 2.1 Metode Pengukuran Direct (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br) 2010 ;92-B: 1045-53

(11)

2.4 Instabilitas Patellofemoral

Posisi patella berhubungan dengan panjang dari patella tendon. Patella alta erat hubungannya dengan instabilitas patellar, dislokasi dan abnormalitas dari

trochlear grove. Patella alta, telah diidentifikasi pada kasus-kasus dari instabilitas patellofemoral. 6

Tabel 2.2 Metode Pengukuran Indirect (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br) 2010 ;92-B: 1045-53

Tabel 2.3 Metode Pengukuran Ketinggian patella pada anak-anak (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br)

(12)

1) Patella Infera (Baja)

Patella infera (baja) merupakan lawan dari patella alta. Memperlihatkan gambaran posisi inferior (distal) dari patella dihubungkan dengan artikulasi femorotibial. Hal ini sangat penting untuk abnormalitas biomekanik yang disebabkan oleh posisi inferior dari patella bila dibandingkan dengan lutut. Pada sebagian besar kasus disebabkan oleh trauma, atau iatrogenic (postoperatif, terutama setelah transfer tibial tubercle, ACL rekonstruksi, pergantian sendi lutut, fraktur intraartikular), insuffisiensi dari quadriceps(poliomyelitis). Patella infera juga dianggap sebagai faktor resiko dari cedera pada anterior cruciate ligament dan juga dapat menyebabkan kondisi kekakuan dan menimbulkan rasa nyeri. Pemendekan dari ligamen patellar yang disebabkan oleh rekonstruksi ACL terkait

dengan faktor jenis kelamin dan lebih cenderung terjadi pada wanita. 6,9,16

Hal ini biasanya simptomatik dengan menimbulkan keluhan kekakuan pada lutut dan nyeri pada bagian anterior lutut. Berdasarkan Caton-Deschamps nilai 0,6 atau kurang yang dikatakan sebagai patella infera, sedangkan pada Insall-Salvati

apabila 0,8 atau kurang. 6,9,10

2) Patella Alta

Patella alta merupakan suatu kondisi dimana terjadi migrasi superior dari patella. Patella alta dapat disebabkan oleh keadaan seperti subluksasi dari patella atau dislokasi dan juga dihubungkan dengan kondisi seperti chondromalacia dan Osgood-Schlatter’s. kondisi ini dapat juga sebagai penyebab dari berkembangnya

(13)

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yiannakopoulos dkk, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari kontraksi quadriceps dalam pengukuran ketinggian patella. Efek dari kontraksi quadriceps ini lebih terlihat pada pasien dengan kelemahan ligament atau jaringan lunak disekitar. Terjadi perubahan yang signifikan dari panjang patellar ligament antara posisi ekstensi penuh dan fleksi

300, dan panjangnya relatif sama pada pada posisi lutut 30-1100. Terjadi

perubahan pada pengukuran ketinggian patella dengan pemeriksaan radiografi.8,10

Blackburne-Peel dan Caton-Deschamps memiliki akurasi dan lebih mudah dibandingkan dengan tehnik lainnya. Metode pengukuran direct dinilai terlalu kompleks dan rumit untuk digunakan. Dibutuhkan studi yang lebih besar dan jumlah populasi yang lebih luas yang melibatkan segala usia, jenis kelamin, dan

etnis untuk menentukan nilai normal pada masing-masing tehnik. 6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seyahi, dkk pada tahun 2004 mengenai pengukuran ketinggian patella berdasarkan metode Blumensaat menunjukkan bahwa menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh karena metode ini sangat bergantung dari sudut fleksi sendi lutut

(14)

2.5 Kerangka Teori ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! "# $% &' (!) *# +( !, -% -% !! • .* /% -0 ! 1* ' &2 (0 ! • 3$ 0% -0 ! 4$ %* 2$ 4! • 3$ 0% -0 ! 5* +( $4 ! • 3$ 0% -0 ! '* +( $4 (0 ! 4& #6 -0 ! • 3$ 0% -0 ! '* +( $4 (0 ! &7 4(8--0 ! • 3$ 0% -0 ! 9# %* 2' *+ (-0! ! :* ' 7-4 -;! +$ 2$ ;! +$ #! )$2 $< ! )&< %!= (0 0-*! ,$( ## >$ ! :$ %* 44$ 2!=* #+& #! =-4 $#6 ! ?% &% ! • 1* ' -2 ! • =( 7( $! ! • :$ %* 44$ ! • 1* ' &2 $4 ! @* 2A *! • =( 7( $4 !@ *2 A* ! • B&' ' &# ! C* 2& #* $4 ! #* 2A *! • )-C! D* #( /-4$ 2!"2 %! • 9# <!D *# (/ -4 $2 ! "2 %! • :& C4 (%* $4 !$ 2% ! • ! E-$+ 2( /* C0 ! =* #+ &# ! • 1$% !: $+ ! • F$ C0 -4 ! • G-20 $! • B2 -/ ($% *! ,( 6! • 5* #( 0/ -0! ,$% *2 $4 ! .* %(# $/ -4 -' ! • 94( &%( 7( $4 !G $# +! • ,$% ! :$ %* 44& <* ' &2 $4 !4( 6! 5* +( $4 ! .* %(# $/ -4 -' ! )* #+ (! • )* #+ (! :$ %* 44& < *' &2 $4 !! • )* #+ (! 1* ' &2 &% (7 ($4 ! • )$2 %&2 (-0! • D2 $/ (4( 0! • )* ' (%* # +( #&0 -0 ! ! )H *4 *% $4 ! "7 #& 2' $4 (%$ 0! • =2 &/ ;4 *$ 2! +> 0C 4$ 0( $! • G( C$ 2% (%* ! :$ %* 44$ ! • F& #6 *# (%$ 4! $7 0* #/ *! "B, ! • I> C& C4 $0 ($ ! 5* #( 0/ -0 ! • 5* #( 0/ $4 ! B> 0% ! • ! ,( 6! J ! 5* #( 0/ -0 ! "7 #& 2' $4 (%$ 0! "7 #& 2' $4 (%$ 0! ?% &% ! • "# &' $4 &-0! "% %$ /; ' *# %! • I> C* 2% 2& C; (/ ! '-0/ 4* ! ! • :* 20 (0 %* #% ! )/ ($% (/ !" 2% ! • :* 20 (0 %* #% ! K* *C ! C& C4 (%* $4 !$ 2% ! • :& C4 (%* $4 !" 2% ! L#% !) >#+ ! =2 $-' $! • K( 04 &H $0 (! • ?B K! 12 $H %-2! :$ %* 44$ ! "4 %$ M9 #< *2 $!

(15)

2.6 Kerangka Konsep ! "#$%&'())*+(! ,&'-.!/$*$*! 0&*1-&!2.3&4*! 0&*1-&!5'-.3&4*! 6&'7$8$3)'!9&*.'77.)'!6)*&##)! :1*1!,&'-.!#$*$*!#)*&3)#! ;1<<! 5'()# = ,)#>) *.! ?)*1' = 2&(4 @)%< (! "#)48A $3'&= 6&&#! 6#)*&) $= 6)*&## )! )'7#&! B')8=)')8! 2&C)()! 0.4@&#.! 91(@.'1! ,$7.%1*1! 6)*&##)!")D)! • E3)$%)!! • 61(*1<&3)*.F! • 61#.1%G&#.*.(! 6)*&##)! H13%)#! 6)*&##)!B#*)! • ?@1'-31%)#)4 .)! • I(711-! ,4@#)**&3! • J&'.(!8&#)%.'! • K.C!I<&3)(.! • K.C!E3)$%)! • 9&#).')'! <)*1#17.(!#$*$*!

Gambar

Gambar 2.1 Tipe Patella Wiberg’s dan Baumgartls.
Gambar 2.2 Area Kontak dari Patellofemoral pada sudut fleksi yang berbeda.
Gambar 2.4 (a) Metode Caton-Deschamps. (b) metode Insal-Salvati, (c) metode  Blackburne-Peel, (d) metode Modified Insal-Salvati .(dari Pottner, Pakzad : The  Evaluation of Patellar Height : A Simple Method
Tabel 2.1 Metode Pengukuran Direct (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar  Height
+2

Referensi

Dokumen terkait

Waktu itu saya belajar Bahasa Indonesia dan sekolah mengadakan studi tur ke Bali.. Sejak itu saya setiap tahun ke Bali dan tempat lain di

Analisis hasil posttest menggunakan tahapan yang sama dengan analisis hasil pretest, yaitu reduksi data atau pemilahan data hasil posttest, penyajian data hasil

Tujuan dilakukannya npeneelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagi Tanda Bukti Hak dan bagaimana kepastian hukum

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) hasil belajar siswa; 2) aktivitas belajar siswa; dan 3) respon siswa terhadap pembelajaran dengan penggunaan

Durasi pemberian ASI berpengaruh terhadap kejadian mordibitas pada bayi dimana bayi dengan yang diberikan ASI kurang dari 6 bulan terbukti 14.6 kali (9.28-22.97 p

Perusahaan lebih besar akan lebih mempunyai fleksibilitas dalam investasi karena dapat menunda investasi sampai dana yang digunakan cukup untuk membiayai investasi, sesuai

23 Sekretaris Dewas Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 24 Sekretaris Dewas Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar 25 Sekretaris Dewas Institut Agama Islam