• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

81

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.Serta opini atau pendapat, sikap yang menggambarkan suatu kejadian.

Penelitian Deskriptif yakni metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada saat sekarang.1

Penelitian ini berusaha menemukan berbagai faktor yang mempengaruhi suatu kejadian atau obyek yang didalamnya terdapat upaya deskripsi, pencatatan dan analisis.

Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif ini juga merupakan jenis penelitian yang

1

(2)

menghasilkan penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya.2

Menurut Mulyana dalam jenis pendekatan yang disampaikan oleh teoretisi bergantung pada bagaimana teoretisi itu memandang manusia yang menjadi objek kajian.3

Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data sebenarnya, data pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data tampak.

Menurut William pendekatan kualitatif adalah “pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah”.4

Penelitan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara lainya.5

Karakteristik penelitian kualitatif :

2

Lexy Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005:3 3

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007:48

4

Lexy Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005:5 5

(3)

1. Lebih berorientasi pada kasus dan konteks, misalnya sifat unik, urgen, menakjubkan, atau mungkin memilukan.

2. Lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori.

3. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Lebih menekankan pada materi diskursif serta konversi kedalam materi diskursif dari materi-materi nondiskursif.

4. Penelitian kualitatif lebih fleksibel dan sangat memerhatikan konteks yang berkenaan dengan kategori-kategori yang digunakan.

5. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).6

Menurut Kirk dan Miller sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy J. Moleong menyebutkan bahwa penelitian kualitatif yaitu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang fundamental yang bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dnegan orang-orang dalam bahsanya dan dalam peristilahannya.

Penelitian kualitatif dianggap lebih cocok digunakan untuk penelitian yang mempertimbangkan kehidupan manusia yang selalu berubah. Pendekatan kualitatif juga menggunakan kerangka piker yang berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, untuk lebih memperkuat dan mengarahkan proses penelitian.

Mulyana menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya.Secara konvensional metodologi kualitatif

6

(4)

cenderung diasosiasikan dengan keinginan peneliti untuk menelaah makna, konteks, dan suatu pendekatan holistik terhadap fenomena.7

Public Relations & Marketing Communications, mengatakan bahwa metode kualitatif cenderung dihubungkan dengan paradigma interpretif. Metode ini memusatkan pada penyelidikan terhadap cara manusia memaknai kehidupan sosial mereka; serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman mereka melalui bahasa, suara, perumpamaan, gaya pribadi, maupun ritual sosial.8

Kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara nonstatistik. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau samplingnya sangat terbatas.Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.9

7

Dede Mulyana, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008:5 8

Public Relations & Marketing Communications , 2008:5 9

Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007: 58

(5)

3.2 Metode Penelitian

Metode adalah cara atau teknik yang digunakan untuk penelitian yang mengatur langkah-langkah penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian fenomenologi dengan paradigma konstruktivisme.

Dilatar belakangi oleh persepektif teoritis yang berakar dari pemikiran Max Weber, yaitu fenomenologis.Berada di dalam mainstream humanistik, perspektif yang juga disebut perspektif emic ini, memusatkan perhatiannya pada upaya untuk memahami perilaku manusia dari sudut pandang aktor/pelaku perilaku. Kaum fenomenologis mempelajari bagaimana dunia di dalam pengalaman pelaku perilaku, dengan didasari asumsi – epistemologis – bahwa kenyataan adalah apa yang ada di dalam bayangan dari pelaku.

Kaum fenomenologis berusaha untuk mencapai suatu pemahaman melalui metode kualitatif antara lain dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, yaitu dengan menampung perkataan nara sumber sendiri. Oleh karena kaum fenomenologis ini memandang perilaku manusia – mencakup apa yang dikatakan dan dilakukan – sebagai produk dari interpretasinya, pemahaman ini difokuskan pada proses interpretasi. Interpretasi terhadap perilaku narasumber dilakukan dengan cara khusus, yaitu verstehen, yaitu mereproduksi apa yang ada di benak seseorang, yang mencakup perasaan, motif, dan pemikiran yang ada di balik perilaku seseorang. Inilah yang menyebabkan kaum fenomenologis berusaha untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang narasumbernya.

(6)

3.2.1 Paradigma Penelitian

Ilmu bukanlah suatu yang tunggal melainkan plural. Menurut Thomas Kunt, ilmuwan selalu bekerja di bawah satu payung paradigma yang memuat asumsi ontologisme, metodologis, dan struktur nilai.10 Definisi paradigma yang ditawarkan oleh Kunt sendiri memiliki tiga rumusan yaitu :

1. Kerangka konseptual untuk mengklarifikasi dan menerangkan objek-objek fisikal alam.

2. Patokan untuk menspesifikasi metode yang tepat, teknik-teknik, dan instrumen dalam meneliti objek-objek dalam wilayah yang relevan.

3. Kesepakatan tentang tujuan-tujuan kognitif yang absah.

Paradigma menjadi kerangka konseptual dalam mempersepsi semesta.Artinya, tidak ada observasi yang netral.Semua pengalaman perseptual kita selalu dibentuk oleh kerangka konseptual yang kita gunakan.Misalnya, Aristoteles melihat gerak benda jatuh sebagai garis lurus sedang Newton mempersepsinya sebagai gerak pendulum.Hal itu menurut Kuhn disebabkan oleh perbedaan paradigma yang dianut keduanya.Aristoteles dan Newton mengadopsi asumsi ontologis yang berbeda tentang semesta.

10

DG Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan : Dari David Hume Sampai Thomas Kuhn, Jakarta : Teraju, 2002

(7)

3.2.2 Konstruktivisime

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna.Keberagaman pola konsep/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara terus-menerus.

Istilah konstruksi sosial sendiri menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul “The

Social Construction of Reality, a Treatise in The Sociological of Knowledge”

(1966). Mereka menggambarkan bahwa proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Menurut mereka, konstruksitivisme merupakan penggabungan dari dua teori yaitu struktural fungsional dan interaksionisme simbolik.

Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi, dan lain

(8)

sebagainya. Ia mengatakan, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataannya harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika, dan dasar pengetahuan adalah fakta. Socrates kemudian memperkenalkan ucapannya, “cogito, ergo sum” atau “saya berpikir karena itu saya ada”. Kata-kata Socrates yang terkenal itu menjadi perkembangan gagasan-gagasan tentang paradigma konstruktivisme sampai saat ini.Di dalam ilmu-ilmu sosial, paradigma ini merupakan salah satu dari tiga paradigma yang ada.Dua paradigma lainnya adalah klasik dan kritis.

Bagi kaum konstruktivis, semesta adalah suatu konstruksi artinya bahwa semesta bukan dimengerti sebagai semesta yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial, dan karenanya plural. Konstruktivisme menolak pengertian ilmu sebagai yang “terberi” dari objek adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia.Dengan demikian paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualisme objektivisme-subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam ilmu pengetahuan.

Positivisme meyakini bahwa pengetahuan harus merupakan representasi (gambaran atau ungkapan) dari kenyataan dunia yang telepas dari pengamat (objektivisme).Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta.Sedangkan konstruktivisme menegaskan bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti.Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan

(9)

yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Pendirian ini merupakan kritikan langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peran serta subjek pengamat. Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada.Pengetahuan justru merupakan akibat dari konstruksi kognitif.Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lainnya. Penerimaan pesan sendirilah yang harus mengartikanapa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan pengalaman mereka.

Secara ringkas gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan11 dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Jadi intinya konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara

11

Elvinaro Ardianto, dan Bambang Q - Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007:155

(10)

individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya.Konstruksi macam ini yang oleh Berger dan Luckmann,disebut dengan konstruksi sosial.

Realitas sosial yang dimaksud Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif.Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman dunia objektif, yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.Realitas simbolik adalah reaksi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural.Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, profesi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.

Dalam melakukan pekerjaan, peneliti sebagai seorang konstruktivis akan melakukan konstruksi dan perlu meyakini bahwa individu melakukan intrepretasi dan bertindak sesuai dengan kategori konseptual dalam pemikirannya. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa individu memandang dunia melalui sistem konstruk

(11)

personalnya.Konstruk personal adalah indikator adanya kompleksitas kognitif.Kompleksitas kognitif merupakan bangunan kognitif yang disesuaikan dengan realitasnya.Bangunan ini kemudian memberi perintah pada persepsi seseorang.12

Subjek memiliki kemampuan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana.Komunikasi dipahami, diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara.

3.3 Subyek Penelitian

Untuk subjek penelitian ini adalah beberapa orang yang berorientasi seksual gay di kota Jakarta. Penulis menganggap mereka sebagai sumber informasi atau informan.

Suwarno (2008), menyebutkan bahwa informan adalah seseorang yang memberikan informasi kepada orang lain yang belum mengetahuinya.13Dalam hal ini informan merupakan sumber data penelitian yang utama yang memberikan informasi dan gambaran mengenai pola perilaku dari kelompok masyarakat yang diteliti.

12

Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi, Yogyakarta : Gitanyali, 2004:110

13

(12)

Dalam penelitian ini peneliti memiliki karakteristik informan, antara lain : 1. Usia menjadi faktor lain yang menentukan karakteristik pria gay dalam

penelitian ini. Usia dewasa dini yang menjadi kriteria adalah 20-40 tahun, dengan alasan dalam usia ini pria sudah memikirkan mengenai orientasi seksual yang mereka pilih. Dalam usia tersebut pria juga sudah memiliki kemampuan berpikir yang matang serta pengalaman yang cukup banyak.

2. Pengalaman tentunya menjadi penentu segalanya dalam penelitian fenomenologis karena dengan pengalaman tersebutlah seorang individu mengkontruksikan sebuah realitas dalam kehidupannya. Pengalaman yang dibutuhkan adalah pengalaman seorang pria gay yang memiliki hubungan cinta dengan sesama pria

3. mereka yang mengalami kejadian secara langsung. Jadi lebih tepat memilih informan yang benar-benar seorang gay yang mengetahui dan mampu mengartikulasikan pengalaman dan pandangannya tentang suatu yang dipertanyakan.

Wawancara dilakukan dengan 3 (tiga) orang gay sebagai subjek penelitian.Subjek penelitian tersebut dijadikan informan kunci atau sumber data utama.

(13)

Data informan tersebut ditampilkan dalam tabel14 :

Tabel 3.3 Data Informan

NO NAMA PEKERJAAN

1 Alex Mahasiswa

2 Iing Karyawan retailhandphone

3 Andre Karyawan club

Sumber: peneliti 2012

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data dapat dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dari dokumen atau secara gabungan daripadanya.15

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi) dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh.Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya (triangulasi).16

Oleh karena itu, untuk mengumpulkan data dari penelitian, peneliti mengumpulkan data dari data primer dan sekunderyang terdiri dari:

14

Peneliti tidak menggunakan nama asli dari subjek penelitian, dengan alasan subjek ingin identitas aslinya tetep terjaga jadi peneliti hanya menggunakan inisial

15

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005:234 16

(14)

A. Data primer

Data yang diperoleh dari lapangan melalui responden dengan cara wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara, tape recorder dan buku catatan.

1. Wawancara mendalam

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara untuk memperoleh informasi secara akurat dari informan.Bingham dan Moore (1959) menggunakan istilah “percakapan dengan suatu tujuan (confersation with a purpose)” untuk wawancara kualitatif, yaitu ketika peneliti dan informan menjadi “mitra percakapan (conversational partner)”.

Wawancara mendalam marupakan wawancara yang dilakukan peneliti untuk memperoleh informasi dari seseorang mengenai suatu hal secara rinci dan menyeluruh.17

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara namun dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.Wawancara ini termasuk wawancara semiterstruktur.Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

Wawancara dilakukan dengan situasi yang tidak formal, artinya wawancara dapat dilakukan dengan ngobrol santai agar suasana wawancara tidak kaku dan tidak ada jarak antara peneliti dengan informan. Dengan demikian penulis dapat

17

(15)

mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan suasana yang nyaman dan informanpun dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa canggung, takut maupun perasaan-perasaan lainnya yang membuat proses wawancara tidak nyaman.

2. Observasi langsung

Observasi dilakukan untuk menunjang data yang telah ada. Observasi ini penting dilakukan agar data-data yang telah diperoleh dari wawancara dan sumber tertulis lainnya dapat dianalisis dengan melihat kecenderungan yang terjadi melalui proses observasi di lapangan.

Dalam penelitian ini peneliti melibatkan diri secara langsung, dimana peneliti mengamati secara langsung dan sekaligus melibatkan diri pada situasi sosial yang sedang terjadi pada komunitas gay tersebut.Seperti misalnya ikut berkumpul bersama kaum gay di suatu tempat atau turut menggunakan bahasa binan ketika gay berkomunikasi menggunakan bahasa binan.

B. Data sekunder

Data atau informasi yang diperoleh dari lapangan sebagai data pendukung yang berkaitan dengan identifikasi masalah :

1. Pustaka

Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan, membaca literature berupa buku–buku, artikel, jurnal sebagai referensi untuk landasan teori dalam

(16)

menganalisa masalah penelitian guna mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian.

2. Website atau sumber lainnya yang berhubungan dan dibutuhkan untuk melengkapi data dalam proses penelitian ini.

3.5 Definisi Konsep dan Fokus Penelitian

3.5.1 Definisi Konsep

Untuk memudahkan dalam menginterpretasikan makna dari tanda-tanda yang ada pada fenomena kehidupan kaum homoseksual. Maka akan dibuat terlebih dahulu definisi konsepnya.

Berikut definisi konsep yang dibahas : 1. Pengertian fenomena

Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu.Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh semua.

2. Kehidupan

Untuk mendefinisikan "kehidupan" dalam istilah yang tegas masih merupakan tantangan bagi para ilmuwan dan filsuf.Mendefinisikan "kehidupan" adalah hal yang sulit, karena hidup adalah sebuah proses, bukan substansi murni.Definisi apapun harus cukup luas untuk mencakup seluruh kehidupan yang dikenal, dan definisi tersebut harus cukup umum, sehingga, dengan itu, ilmuwan tidak akan

(17)

melewatkan kehidupan yang mungkin secara mendasar berbeda dari kehidupan di bumi.

3. Kaum

Merujuk kepada sesuatu kelompok masyarakat yang mempunyai persamaan dari segi budaya, dan kepercayaan.

4. Homoseksual

Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa Yunani dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani ὁμός homos, 'sama' (tidak terkait dengan kata Latin homo, 'manusia', seperti dalam Homo sapiens), sehingga dapat juga berarti tindakan seksual dan kasih sayang antara individu berjenis kelamin sama.

3.5.2 Fokus Penelitian

Penelitianini memfokuskan pada bagaimana fenomena kehidupan kaum homuseksual serta komunikasi verbal dan non verbal yang gay gunakan dalam berkomunikasi.

Fokus penelitian dari fenomena kehidupan kaum homoseksual meliputi : 1. Latar belakang memilih jalan hidup sebagai gay.

2. Kehidupanyang mereka jalani sebagai gay.

3. Gayahidup gay pada saat di masyarakat ataupun dengan komunitasnya. 4. Komunikasi verbal dan non verbal yang gay gunakan dalam berkomunikasi.

(18)

Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana fenomena kehidupan kaum homoseksual.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Van Kaam.18Peneliti memilih metode analisis data fenomenologi Van Kaam, karena lebih sederhana untuk memaparkan data yang diperoleh.Metode ini dikembangkan oleh Moustakas (1994) terhadap pendekatan fenomenologis.

Menurut Van Kaam (2009), berasumsi bahwa :

Metode analisis data fenomenologi, dimulai dengan membuat daftar dan mengelompokkan awal data yang diperoleh, hal ini disebut dengan

epoche.Pada tahap ini dibuat daftar pertanyaan berikut jawaban yang

relevan dengan permasalahan yang diteliti. Tahap kedua adalah tahap reduksi dan elimnasi, yang dilakukan untuk menguji data untuk menghasilkan invariant constitutes, yang pada penelitian ini disebut dengan reduksi pertama. Pada tahap ke tiga dilakukan pengelompokkan dan member tema pada tiap kelompok invariant constitutes, atau bisa disebut dengan reduksi data. Pada penelitian ini disebut dengan reduksi kedua.Selanjutnya pada tahap ke empat adalah identifikasi final trehadap data yang diperoleh melalui validasi awal, hal ini disebut dengan variasi imajinasi. Pada tahap ke lima, mengkonstruksi deskripsi tekstural masing-masing informan, hal ini bisa disebut dengan esensi. Tahap ke enam, membuat deskripsi struktural, yang adalah penggabungan deskripsi tekstural dengan variasi imajinasi.Sedangkan pada tahap yang terakhir, adalah penggabungan deskripsi tekstural dan structural untuk menghasilkan makna dan esensi dari permasalahan penelitian.Hal ini bisa disebut dengan composite.

18

(19)

Beberapa langkah dalam analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti memulai dengan menggambarkan dengan lengkap pengalaman pria gay. 2. Peneliti kemudian menemukan bagaimana pria gay mengalami suatu topik

yaitu memiliki hubungan dengan sesama pria dan mengalami benturan norma dalam keluarga/lingkungan dan peran yang dimainkan oleh para gay tersebut, buat daftar pernyataan yang penting (horizontalization) dan setiap pernyataan harus memiliki bobot yang sama, kemudian kembangkan daftar tersebut tanpa mengulang-ulang, dan pernyataan yang tumpang tindih.

3. Setiap pernyataan kemudian dikelompokkan menjadi “kelompok makna”, peneliti mendaftar unit tersebut dan kemudian deskripsikan tekstur (textural

description) dari setiap pengalaman termasuk contoh kata demi kata.

4. Berikutnya peneliti merefleksikan dalam deskripsi pribadinya dan gunakan variasi imajinasi atau deskripsi struktural, melihat beberapa kemungkinan makna dan perspektif yang berlainan, melihat berbagai kerangka pemikiran yang berbeda-beda dari fenomena tersebut, dan mengkonstruksikan sebuah deskripsi bagaimana sebuah fenomena dialami.

5. Kemudian peneliti mengkonstruksi keseluruhan dari deskripsi dari makna dan esensi dari pengalaman responden.

6. Proses ini diikuti pertama kali untuk laporan peneliti tentang pengalaman dan kemudian untuk setiap informan.

(20)

3.6.1 Metode Van Kaam dalam pendekatan Fenomenologis

Dijelaskan bahwa metoda fenomenologi meliputi 3 (tiga) fase perenungan yang membedakan yaitu: epoche, reduksi fenomenologi dan variasi imajinatif.

Epochemensyaratkan penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interprestasi

untuk memungkinkan kita menyadari secara penuh keberadaan apa yang nyata. Pada tahap reduksifenomenologikita menggambarkan fenomena yang menampakkan dirinya kepada kita secara total atau utuh. Penggambaran itu meliputi penampilan fisik seperti bentuk, ukuran, warna, dan juga ciri-ciri pengalaman seperti pemikiran dan perasaan yang muncul dalam kesadaran kita ketika kita mengarahkan ke fenomena. Melalui reduksi fenomenologi kita mengidentifikasi unsur-unsur hakiki pengalaman akan fenomena. Dengan kata lain kita menjadi sadar tentang pengalaman seperti adanya. Variasi imajinatifmeliputi usaha mencapai susunan komponen fenomena.Apabila reduksi fenomenologi bertalian dengan “apa” yang dialami (yaitu teksturnya), imajinasi “menanyakan” bagaimana pengalaman itu mungkin (yaitu struktur). Tujuan variasi imajinasi adalah mengidentifikasikan kondisi yang berhubungan dengan fenomena dan tanpa hubungan tersebut tidak mungkin akan menjadi sesuatu. Kondisi ini dapat meliputi waktu, ruang atau hubungan sosial.Akhirnya gambaran tekstural dan struktural diintegrasikan untuk sampai pada pemahaman tentang esensi fenomena19

19

Michael Quinn Patton, Qualitative Research & Evaluation Methods, California : Sage Publications, Inc, 2002 : 486

Gambar

Tabel 3.3  Data Informan

Referensi

Dokumen terkait

It gives me feedback more than feedback from my friends and my lecturer because using video tape recorder I know the weaknesses and the strengths in my teaching practice directly.

Sistem Damon menggunakan kekuatan atau gaya ortodonti yang tetap mempertahankan kekuatan atau gaya yang optimal pada Biozone, sehingga suplai darah pada periodonsium tidak

Penelitian ini juga menggunakan data tambahan berupa siaran-siaran pers resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta berita-berita terkait kebijakan PSBB DKI Ja-

Penundaan pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang yang mampu termasuk dosa besar dan pelakunya menjadi fasiq karenanya.. atau menjadi fasiq dengan sendirinya

Hubungan Modal Sosial dan Modal Manusia dengan Tingkat Pendapatan Petani karet di Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir, tujuan dari penelitian ini adalah

[r]

Pasal diatas sama halnya dengan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) RPP LPS KSP yang menyatakan Modal awal LPS-KSP ditetapkan sekurang-kurangnya 2 triliun rupiah dan

Image subtraction adalah metode yang memisahkan antara objek dengan latarnya, metode tersebut dapat digunakan pada proses pemindaian dan pemindahan barang menggunakan robot