• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi

Aspek motivasi merupakan aspek yang paling banyak disoroti dalam program pembinaan olahraga menurut Weinberg & Gould (dalam Adisasmito, 2007). Motivasi berasal dari kata bahasa Latin “movere” yang artinya bergerak. Mendefinisikan motivasi adalah sebagai suatu kecenderungan untuk berperilaku secara selektif ke suatu arah tertentu yang dikendalikan oleh adanya konsekuensi tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku dapat dicapai (Alderman dalam Adisasmito, 2007)

Motivasi adalah penggerak dalam setiap perilaku yang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan. Tinggi rendahnya motivasi dapat dilihat dari 3 unsur, yakni: energi, arah, dan keajegan (persistence) (Gunarsa, 2004).

Hill’s (2007) menyatakan motivasi sebagai “..the desire to engage and persist in sport, often despite disappointments, sacrifice, and encouragement” (dalam Cashmore, 2002:176)

Dari definisi tersebut di atas dapat dipahami bahwa motivasi merupakan suatu keadaan internal atau proses yang menggerakan atau mendorong perilaku untuk mencapai suatu tujuan.

Pada perilaku berolahraga, energi yang mungkin muncul adalah kesenangan dan keinginan untuk menjadi sehat. Unsur yang menuntun sebuah perilaku adalah arah. Dengan arah perilaku menjadi mempunyai tujuan. Kemana ujung perilaku akan

(2)

berakhir menjadi lebih terlihat. Seorang atlet prestasi tentu saja ingin menjadi yang terbaik, tidak hanya di level nasional, tapi juga di level internasional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah unsur keajegan. Untuk mencapai tujuan tertentu, maka perilaku harus mempunyai sifat ajeg, kontinyu. Seorang atlet harus rela berlatih setiap hari demi sebuah tujuan yang ingin dicapai (Gunarsa, 2004).

Di dalam motivasi terdapat goal oriented. Goal oriented adalah teori sosial kognitif dari motivasi berprestasi yang berawal pada abad ke-20 dan menjadi studi yang sangat penting bagi teori motivasi setelah tahun 1985. Teori goal oriented terutama dipelari dalam bidang pendidikan. Akan tetapi, selain dalam bidang pendidikan goal oriented juga digunakan dalam studi psikologi olahraga (Elliot,dkk, 2005). Dalam hal motivasi, seseorang juga harus menetapkan tujuan. Tahapan penetapan tujuan sangat baik untuk mencapai kemenangan. Tujuan yang ditetapkan akan memberikan arah bagi sebuah tindakan individu yang berkuallitas sehingga terjadinya tujuan yang telah ditetapkan atau diharapkan (Covington, 2000).

Goal oriented baik dilakukan oleh para atlet, hal ini dikarenakan jika para atlet memiliki tujuan dalam karir keolahragaannya maka para atlet tersebut juga akan mempunyai langkah yang jelas dalam hal pengembangan prestasi olahraga.

2.1.2 Motif Sosial

Salah satu bentuk dari motif sosial adalah teori David McClelland (McClelland theory of needs) (Robbins& Judge, 2008). Teori tersebut berfokus pada tiap kebutuhan: N-ach (motivasi berprestasi), N-pow (motivasi berkuasa) dan N-aff (motivasi afiliasi). Dalam penelitian ini akan dibahas dari segi N-ach (motivasi berprestasi) (Robbins& Judge, 2008). Motivasi berprestasi adalah “refers to a

(3)

persons efforts to master a task, achieve excellence, overcome obstacles, perform better than the others, and take pride in exercising talent” (h.61), artinya usaha seseorang berorientasi pada penguasaan tugas, mencapai yang terbaik, mengatasi hambatan penampilan lebih baik dibanding orang lain dan bangga dengan latihan yang sesuai dengan bakat (Murray dalam Weinberg dan Gould, 2003)

Selain itu, atlet memiliki keinginan kuat dan selalu menetapkan “standard excellence” atau memiliki kecenderungan diri yang kuat untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar seperti nilai atau kemenangan dalam pertandingan (McClelland dalam Feldman, 2008).

Menurut McClelland dan Atkinson (dalam Beck, 2000) motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang utnuk sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan ukuran keunggulan berupa prestasi orang lain atau prestasi sebelumnya.

Kebutuhan untuk berprestasi adalah suatu daya dalam diri manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi atau persaingan dengan beberapa ukuran keunggulan (standard of excellence) (McClelland dalam Sobur, 2003).

Dari pendapat tersebut, Sobur (2003) mengartikan bahwa dalam diri manusia ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut dinamakan virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya tersebut akan berkembang biak dengan cepat. Dengan

(4)

kata lain, daya tersebut akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan (Sobur, 2003).

Dalam konteks olahraga, motivasi berprestasi menjadi faktor penentu (determinan) yang amat penting agar mendapat hasil yang terbaik, berprestasi lebih baik dari pada sebelumnya, sanggup bersaing dan unggul, mampu mengatasi rintangan serta memelihara semangat tinggi (Adisasmito, 2007).

Individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi bukan pemain judi (gambler), tidak suka berhasil secara kebetulan. Tujuan-tujuan yang ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga bukan tujuan yang terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah (moderate) (McClelland dalam Munandar, 2001).

2.1.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi

Kondisi dan faktor yang mempengaruhi prestasi seorang atlet terdiri dari beberapa faktor berikut (Gunarsa dalam Adisasmito, 2007):

1. Sehat fisik dan mental.

Kesehatan fisik dan psikis merupakan suatu kesatuan organis yang memungkinkan motivasi berprestasi berkembang, yang meliputi, kebugaran, emosi, motivasi, dan sebagainya.

2. Lingkungan yang sehat dan menyenangkan.

Suhu yang normal, udara yang bersih dan sehat, sinar matahari yang cukup, bersih, dan rapih serta keadaan sekitar yang cukup menarik merupakan lingkungan yang dapat mendorong motivasi atlet untuk berprestasi.

(5)

3. Fasilitas lapangan dan alat yang lengkap dan baik untuk latihan.

Kondisi lapangan yang baik dan menarik serta peralatan yang baik akan memperkuat motivasi atlet.

4. Olahraga yang sesuai dengan bakat dan naluri atlet.

Permainan dan pertandingan merupakan saluran dan sublimasi (memperhalus dorongan-dorongan negatif) unsur bawaan (naluri), seperti ingin tahu, keberanian, ketegasan, sifat memberontak, agrasif dan sebagainya. Olahraga yang tepat sesuai dengan unsur naluri akan mengembangkan motivasi secara baik.

5. Pengaturan aktivitas latihan yang menarik.

Program latihan yang teratur dan dikemas dengan menarik akan memberikan motivasi yang tinggi pada atlet.

6. Alat bantu audio-visual.

Dengan melibatkan latihan yang melibatkan alat bantu audio-visual, dapat dilakukan evaluasi dalam latihan sehingga dapat meningkatkan motivasi mereka untuk berlatih dengan lebih bersemangat

7. Metode latihan.

Pemilihan metode latihan yang sesuai akan membantu atlet dalam proses berlatih. Dalam proses latihan sebaiknya pelatih memulai dari hal yang diketahui sampai hal yang tidak diketahui; dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks; dari yang pasti menuju yang tidak pasti.

Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa unsur pribadi yang dapat mempengaruhi prestasi seorang atlet selain faktor lingkungan, unsur pribadi atlet tersebut yaitu: sehat fisik dan mental dan olahraga yang sesuai dengan bakat dan

(6)

naluri atlet. Unsur pribadi atlet berhubungan dengan motivasi yang pada khususnya akan di fokuskan kepada motivasi berprestasi.

Faktor dari prestasi seorang atlet juga dapat diukur melalui seberapa sering dia bertanding dan mencatat kemenangan. Selain itu prestasi atlet merupakan sekumpulan hasil yang dicapai oleh atlet dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya (Adisasmito, 2007). Selanjutnya peneliti akan membahas dari segi dimensi motivasi prestasi.

2.1.2.2 Karakteristik Motivasi berprestasi

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung memiliki karakteristik sebagai berikut (McClelland, dalam Yuanita, 2011) juga mengungkapkan ada beberapa karakteristik motivasi berprestasi, tiga karakteristik high achiever, yaitu:

1. Pemilihan tugas yang menantang.

Individu ini selalu mempertimbangkan terlebih dahulu resiko yang akan dihadapi sebelum memulai suatu pekerjaan, dan cenderung lebih menyukai masalah yang memiliki tingkat kesulitan sedang, menantang namun memungkinkan untuk diselesaikan.

2. Tekun

Yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung utnuk terus mencoba menyelesaikan tugas. High achiever akan mencari cara baru utnuk menyelesaikan tugas selektif dan seefisien mungkin.

(7)

3. Mengutamakan feedback.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai feed back atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Ia menganggap feed back sangat berguna sebagai perbaikan hasil kerja dimasa mendatang (evaluasi).

Senada dengan Adisasmito (2007), menjelaskan beberapa ciri-ciri atlet bermotivasi tinggi yaitu,

1. Pemilihan tugas yang menantang

Cenderung memilih aktivitas yang menantang, namun tidak berada di atas taraf kemampuan dan cenderung memilih aktivtas dengan derajat kesulitan yang sedang yang memmungkinkan mereka berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat.

2. Bertanggung jawab

Lebih bertanggung jawab dan disiplin secara pribadi pada hasil kinerjanya karena, hanya dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan suatu tugas dengan baik.

3. Tekun

Tekun dalam mengerjakan tugas yang diberikan, tidak mudah menyerah dan cenderung utnuk terus mencoba menyelesaikan tugas yang diberikan.

(8)

Selalu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya. Meminta umpan bail terhadap pelatih meruapakan suatu upaya atlet dalam melakukan evaluasi kemampuannya.

5. Inovatif.

Inovatif dalam gerakan serta penampilan yang dikeluarkan dan mencari cara baru Mencari cara baru (Inovatif dan kreatif) untuk menyelesaikan tugasnya.

Dari penjelasan mengenai karakteristik motivasi berprestasi di atas, peneliti terfokus kepada teori McClelland. Dalam hal ini

Adisasmito telah meneliti

karakteristik motivasi berprestasi pada atlet berdasarkan Mc Clelland, maka

peneliti mengadaptasi hasil penelitian Adisasmito yaitu lima domain

karakterisitik motivasi berprestasi pada atlet.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa

karakteristik motivasi berprestasi pada atlet yaitu, pemilihan tugas yang menantang, bertanggung jawab, adanya feed back, tekun dan inovatif.

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Motivasi Berprestsi

No Dimensi Indikator

1. Pemilihan tugas yang menantang

• Meiliki aktivitas yang menantang • Memilih aktivitas dengan derajat • kesulitan yang sedang, menghindari

tugas yang terlalu mudah

2. Bertanggung jawab • bertanggung jawab dan dispilin atas kinerjanya.

(9)

3. Tekun

• Tidak mudah menyera ketika mengalami kegagalan dan cenderung utnuk terus mencoba menyelesaikan tugas

4. Feed back / melakukan evaluasi

• Melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalan

• Meminta umpan balik kepada pelatih atas kinerjanya

5. Inovatif-kreatif • Mencari cara baru (Inovatif dan kreatif) untuk menyelesaikan tugasnya.

2.2 Atlet

Atlet adalah individu yang berpartisipasi dalam olahraga prestasi di mana pembinaan berupa latihan diekspresikan melalui kompetisi. Melalui program latihan yang dilakukan, atlet diharapkan mencapai prestasi puncak dan meraih prestasi teritinggi (Raalte, 2002). Atlet terbagi dalam kategori atlet junior berusia dan atlet senior atau master atlet (Starkes 2005). Master atlet lebih dikenal dengan sebutan senior olimpians/senior competitors, adalah atlet yang tetap menjalankan program latihan dan mengikuti kompetisi meskipun telah melewati masa usia prestasi puncak. Dalam berbagai cabang olahraga kategori “master” paling muda adalah 25 tahun namun tak jarang dilakukan oleh atlet yang berusia lebih dari 35 tahun (Starkes 2005).

Atlet dalam kamus bebahasa Indonesia adalah orang yang gemar dalam berolahraga. Olahragawan adalah orang yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan dan kecapatan) (Anwar 2002).

(10)

Atlet dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung memilih aktifitas yang menantang. Atlet tersebut juga cenderung untuk menghindari tugas yang terlalu mudah karena tidak mendapatkan kepuasan dari hal tersebut.selain itu atlet dengan motivasi berprestasi tinggi akan melakukan evaluasi terhadap pertandingan mereka. Mereka akan meminta umpan balik dari pelatih mengenai penampilan mereka (Adisamito, 2007).

Dengan adanya motivasi berprestasi yang tinggi, atlet akan mejalankan program latihan dengan sungguh-sungguh dan disiplin yang tinggi (Adisasmito, 2007). Atlet juga memiliki rasa percaya diri terlihat dari keyakinan untuk memenangkan pertandingan. Ini terkait dengan upayanya dalam mempertahakan kendali emosi, konsentrasi, dan membuat keputusan yang tepat, ampu untuk membagi konsentrasi kepada beberapa keadaan sekaligus. Dengan adanya kematangan dalam persiapan, mereka lebih memiliki harapan untuk sukses. Terakhir, atlet mampu mengatasi tekanan yang dihadapi, baik saat latihan maupun pertandingan, serta mampu mengendalikan diri saat gagal (Satiadarma, 2000).

Salah satu pembentuk atlet andal adalah faktor bakat. Apabila seseorang memiliki bakat khusus maka harus ditentukan bagaimana bakat dapat dikembangkan sampai mencapai suatu prestasi (Gunarsa, 2008). Pelatih sering berinteraksi dengan atlet, karena itulah pelatih mempunyai peluang dan tanggung jawab yang besar untuk mengoptimalkan motivasi atlet untuk berprestasi (Adisasmito, 2007). Dalam hubungan atlet dengan pelatih perlu ditekankan adanya komunikasi yang baik. Dengan adanya komunikasi yang baik dan kasih sayang antara pelatih dengan atlet dapat meningkatkan motivasi pada diri atlet (Gunarsa, 2000). Pelatih memerapkan hukuman fisik saat atlet melakukan kesalahan

(11)

memungkinkan atlet menasosiasikan aktivitas fisik sebagai hukuman. Tambahan porsi latihan bagi sebagian atlet terasa menyenangkan, bagi sebagian lagi sama sekali tidak berdampak positif. Pelatih yang memperlakukan atlet tertentu lebih baik akan menimbulkan ketidak konsistenan dalam menerapkan aturan yang dapat menyebabkan motivasi berprestasi atlet menurun (Satiadarma, 2000).

Dalam penelitian ini peneliti membagi tiga kelompok atlet pelatnas, atlet profesional dan atlet amatir. Hal ini dikarenakan cabang olahraga futsal itu sendiri mempunyai beberapa klasifikasi kelompok pada atlet, yaitu atlet pelatnas dan pelatnas yang dimana atlet pelatnas terbagi menjadi dua, yaitu atlet non-pelatnas profesional dan amatir.

2.2.1 Atlet Pelatnas (pelatihan nasional)

Pelatnas atau timnas adalah tujuan akhir dari sebuah tolak ukur dengan pembinaan yang jelas. Konsisten dan kontinu dengan program yang jelas dalam konsep permainan, berwibawa dan transparan atas pemilihan pemain sehingga kecil kemungkinan terjadinya bongkar pasang pemain di dalam sebuah timnas, walaupun terjadi pergantian pelatih. Hal ini akan kecil kemungkinan terjadi kecuali terdapat pemain yang meninggal dunia atau terjadinya sebuah pensiun dari atlet itu sendiri (Natakusumah, 2008).

2.2.2 Atlet Profesional

Di Indonesia baru mulai tahun 2005, pendekatan profesional dan amatir di atur melalui UUSKN (bab X). Status, fungsi dan tata kerja diatur sedemikian rupa untuk melindungi pemain dan juga lembaga induk organisasi (pasal 55 ayat 1).

(12)

Pasal 55 ayat: (1) olahragawan profesional melaksanakan kegiatan olahraga sesuai dengan keahliannya; (2) setiap orang dapat menjadi olahragawan profesional setelah memenuhi persyaratan: (a) pernah menjadi olahragawan amatir yang mengikuti kompetisi secara periodik; (b) memenuhi ketentuan ketenaga kerjaan yang di persyaratkan; (c) memenuhi ketentuan medis yang dipersyaratkan; (d) memperoleh persyaratan tertulis tentang pelepasan status dari olahragawan amatir menjadi olahragawan profesional yang diketahui oleh induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan; (3) setiap olahragawan professional mempunyai hak untuk; (a) didampingi oleh antara lain; manajer, pelatih, tenaga medis, psikolog dan ahli hukum; (b) mengikuti kejuaraan apa semua tingkatan sesuai dengan ketentuan; (c) mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari induk organisasi cabang olaharaga, organisasi olahraga professional, atau organisasi olahraga fungsional; dan (d) mendapatkan pendapatan yang layak.

2.2.3 Atlet Amatir

Dalam UUSKN, Bb 10, Pasal 54, Ayat: (1) olahragawan amatir melaksanakan kegiatan olahraga yang mejadi kegemaran dan keahliannya; (2) olahragawan amatir sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mempunyai hak; (a) meningkatkan perestasi melalui klub dan atau perkumpulan olahraga; (b) mendapatkan pembinaan atau pengembangan sesuai cabang olahraga yang diminati; (c) mengikuti kejuaraan olahraga pada semua tingkatan setelah melalui seleksi dana tau kompetisi; (d) memperoleh kemudahan izin dari instasi untuk mengikuti kegiatan keolahragaan daerah, nasional, dan internasional; dan (e) beralih stastus menjadi olahragawan professional (Kemenegpora dalam Asmawi, 2007).

(13)

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir adalah uraian pemikiran yang terstruktur dengan benar. Kerangka berfikir dalam mebuat penelitian ini bermula dari ketertarikan peneliti di dalam dunia olahraga. Olahraga dianggap sebagai suatu hal yang penting dalam menjaga kesehatan fisik. Akan tetapi selain dari segi fisik olahraga pun juga terdapat unsur-unsur psikis di dalamnya. Dalam dunia olahraga banyak faktor yang mendukung suatu prestasi para atlet. Salah satu diantaranya adalah faktor psikologi yaitu motivasi berprestasi.

Cabang olahraga futsal sendiri di Indonesia masih didominasi oleh para kaum pria. Namun ternyata cabang olahraga futsal di Indonesia sudah berkembang dan mendapatkan perhatian dari kaum putri. Terlihat dari perkembangan klub-klub futsal putri terbilang cukup pesat di beberapa kota besar Indonesia. Dikarenakan hal tersebut, pihak BFN membentuk suatu tim futsal putri Indonesia yang dimana para atlet terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu: atlet pelatnas, profesional dan amatir futsal putri Indonesia, yang dimana tentunya mempunyai perbedaan dalam setiap jenis kelompoknya.

Pada setiap kelompok, atlet tersebut mempunyai ciri atau standar yang berbeda dan memiliki jenjang level yang berbeda. Bermula dari tim futsal amatir, lalu tim profesional dan yang terakhir serta paling tertinggi adalah tim nasional futsal putri Indonesia. Untuk memasuki jenjang kelompok tersebut para atlet harus melalui tahapan seleksi dan juga memperlihatkan prestasi yang maksimal.

Oleh karena itu, salah satu profil psikologi yaitu motivasi berprestasi sangat berperan pada atlet guna masuk kedalam kategori/jenjang karir tersebut. Peneliti

(14)

ingin melihat apakah ada perbedaan motivasi berprestasi pada setiap atlet di kelompok-kelompok tersebut. Perbedaan motivasi berprestasi seperti apa yang terdapat dalam setiap kelompok. Hal ini dikhususkan dapat berguna dan memberikan kontribusi bagi pembinaan para atlet tersebut.

2.3.1 Hipotesis

Agar dapat menjawab permasalahan penelitian, maka peneliti menyusun sebuah hipotesis. Hipotesis ini yang nantinya akan menjadi sebuah arahan bagi peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Ada perbedan motivasi berprestasi pada atlet pelatnas dengan atlet profesional dan atlet amatir futsal putri Indonesia.

Ha : Tidak ada perbedaan motivasi berprestasi pada atlet pelatnas dengan atlet profesional dan atlet amatir futal putri Indonesia.

Gambar

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Motivasi Berprestsi

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang terlibat dalam pemasaran bawang merah di lokasi penelitian di tingkat petani, maka pelaku pemasaran berada pada

Rosyid (1996) mengatakan bahwa ketiadaan dukungan sosial atasan terhadap karyawan akan mengakibatkan timbulnya burnout pada karyawan. Di rumah sakit, seorang perawat

Bagi kebanyakan orang limbah tempurung kelapa adalah sampah, namun hal ini tidak berlaku bagi IKM Batok Jogja karena limbah dari kelapa ini dapat dikreasikan menjadi

[r]

Obsesi, Vol.. Namun saat mereka berada ditempat umum yang membutuhkan banyak interaksi terkadang membuat anak lebih cenderung untuk menutup diri dengan tidak banyak

Seperti ikon pada suatu daerah merupakan sebuah perspektif kebudayaan atau bisa dimaksudkan sebagai seni artefak (rekam jejak suatu seni budaya) yang dapat ditelusuri pengaruh

Hasil penelitian ini mempunyai hubungan terhadap program studi PWD antara lain: bahwa industri kecil kecil pakaian jadi telah menyerap tenaga kerja (sumberdaya manusia) yang

[r]