• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Adapun Komposisinya adalah sebagai berikut:

a. 50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 ha b. 26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 ha c. 24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 ha

Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-20 knot/jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus (Noor 2003).

Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1-1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di P. Pari, P. Kotok dan P. Tikus (Noor 2003).

(2)

Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28,5-30 °C. Pada musim Timur suhu permukaan berkisar antara 28,5-31 °C. Salinitas permukaan berkisar antara 30-34 0/00 pada musim barat maupun pada

musim timur (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998 in Noor 2003).

2.2. Morfologi dan Klasifikasi Lumba-lumba

Lumba-lumba merupakan mamalia laut yang hidup bergerombol. Menurut Priyono (2001), klasifikasi lumba-lumba di Indonesia adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Cetacea

Subordo : Odontoceti (toothed whales) Famili : Delphinidae (oceanic dolphins) Genus : Genus Delphinus

Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) (Linneaus

1758)

Genus Tursiops

Tursiops truncatus (Bottlenosed Dolphin) (Montagus 1821)

Genus Sousa

Sousa chinensis (Indo-Pacific Hump-backed Dolphin) (Osbeck

1765)

Genus Stenella

Stenella attenuata (Pantropical Spotted Dolphin) (Gray 1846) Stenella longirostris (Spinner Dolphin) (Gray 1828)

Stenella coeruleoalba (Striped Dolphin) (Meyen 1833)

Genus Steno

Steno bredanensis (Rough-Toothed Dolphin) (Lesson 1828)

Genus Grampus

Grampus griseus (Risso's Dolphin) (Cuvier 1812)

Genus Lagenodelphis

(3)

Genus Orcaella

Orcaella brevirostris (Irrawaddy Dolphin) (Gray 1866)

Gambar 1. Morfologi mamalia laut (Edward 1993 in Siahainenia 2008)

Dari segi reproduksi lumba-lumba termasuk yang lama dan sulit berkembang biak dengan cepat karena memerlukan waktu reproduksi yang lama seperti manusia. Lumba-lumba tergolong hewan mamalia yang melahirkan dan menyusui anaknya. Masa reproduksi setiap jenis lumba-lumba berbeda-beda antara 10-12 bulan. Data masa bunting lumba-lumba terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Masa lama reproduksi berbagai jenis lumba-lumba

Lumba-lumba termasuk ke dalam Famili Delphinidae, yaitu famili yang banyak anggotanya dibandingkan dengan famili lainya dan betuk tubuh yang beragam. Hampir sebagian besar dari famili ini memiliki kesamaan bila dilihat sepintas. Cara membedakan antar spesies dapat dilakukan dengan identifikasi (Ali 2006). Menurut Carwardine (1995) identifikasi lumba-lumba, paus dan porpoise di laut dapat dilakukan dengan melihat beberapa tanda atau ciri-ciri yang ada, antara lain:

1. Ukuran tubuhnya

2. Posisi, bentuk dan warna sirip punggung (dorsal fin)

No Jenis lumba-lumba Masa reproduksi (Bulan)

1 Tursiops truncatus 12

2 Delphinus delphis 10 – 11

3 Stenella attenuata 9 - 11.5

4 Stenella longirostris 9,5 – 10,7

(4)

3. Ciri-ciri lain yang tidak biasa

4. Bentuk tubuh, kepala dan moncongnya 5. Warna dan tanda yang ada di tubuhnya

6. Karakteristik semburan air dan lubang hidung (hanya untuk hewan yang lebih besar)

7. Bentuk ekor dan tanda-tandanya

8. Tingkah laku di permukaan dan urutan waktu menyelam 9. Breaching dan aktivitas lainya

10. Jumlah hewan yang diamati

11. Habitat utamanya (pantai,sungai dan lain-lain) 12. Lokasi geografi

Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) memiliki bentuk tubuh

ramping dengan moncong sedang sampai panjang serta sebuah sirip punggung yang agak tinggi dan agak membentuk sabit. Punggung berwarna abu-abu kecoklatan gelap, perut berwarna putih serta warna coklat kemerahan pada bagian depan sirip ventral dan melebar ke bawah hingga ke bagian bawah sirip punggung. Corak abu-abu terang terdapat pada batang ekor, moncongnya berwarna gelap dengan sebuah garis yang memenjang dari apexmelon (kening) hingga ke lingkar mata. Bobot tubuhnya mencapai 135 kg pada saat dewasa dengan panjang 2,3-2,6 m (Priyono 2001).

Tursiops truncatus (Bottlenosed Dolphin) menghuni perairan pantai.

Tubuhnya relatif tegak dengan moncong yang pendek. Sirip punggungnya tinggi dan berujung agak bengkok seperti bulan sabit serta muncul dari pertengahan punggung. Pada bagian punggung berwarna abu-abu terang hingga agak hitam dan kadang berbintik. Terdapat garis gelap dari mata hingga ke flipper. Pada bagian muka dan dari apex melon ke lubang hidung berwarna abu-abu dengan ukuran tubuh 1,9-3,8 m dan bobot berkisar 650 kg. Lumba-lumba ini sering memukul-mukul air dengan ekornya, berlompatan dan membentuk formasi di udara. Daerah penyebaran lumba-lumba hidung botol terutama di perairan pantai dan lepas pantai di daerah tropis dan subtropis (Priyono 2001).

Sousa chinensis (Indo-Pacific Hump-backed Dolphin) atau sering disebut

(5)

betina dan bobotnya bisa mencapai 284 kg. Badannya besar, kuat dan tegap dengan sebuah moncong panjang yang jelas. Terdapat melon yang kecil pada dahi. Selain itu, terdapat juga sebuah bongkok, yaitu sebuah tonjolan pada punggung tempat sirip dorsal berada. Di daerah tertentu, terkadang terdapat pula lipatan pada batang ekor. Lumba-lumba jantan biasanya mempunyai bongkok dan lipatan yang lebih besar dibandingkan betina (Jefferson et al. 1993).

Pola warnanya bervariasi tergantung umur dan daerah tempat tinggal. Diantaranya adalah abu-abu gelap putih pada punggung dan sisi samping atas, kemudian biasanya lebih cerah pada sisi samping bawah sampai ke perut. Terdapat ujung putih pada moncong, flipper, dan sirip dorsal. Ketika dewasa terkadang terdapat bintik berwarna putih atau merah muda. Spesies ini terkadang melakukan akrobatik melompat berputar di udara (Jefferson et al. 1993). Sousa chinensis tersebar di pesisir perairan hangat 4 musim, daerah pesisir laut tropis, dan perairan lepas pantai Afrika Selatan sampai Laut Merah dan Thailand, Kepulauan Indo-Australia sampai bagian utara Laut Cina Selatan dan pesisir utara Indo-Australia. Mereka adalah penghuni tropis ke perairan pantai beriklim sedang hangat dan mereka masuk sungai, muara, dan pohon bakau (Jefferson et al. 1993). Menurut Hoyt (2005), lumba-lumba bongkok ini melakukan perkawinan, melahirkan, perawatan anak, dan mencari di daerah pantai (inshore).

Stenella attenuata (Pantropical Spotted Dolphin) bertubuh ramping dengan

moncong panjang dan tipis yang terpisah dari melon oleh sebuah lipatan yang jelas. Sirip punggung sempit, berbentuk sabit, dan ujungnya runcing. Ciri khas jenis ini adalah terdapatnya pola bintik-bintik pada punggung yang menyempit ke arah kepala dan mulai memudar pada bagian depan sirip dorsal. Ukuran lumba-lumba betina dewasa 1,6-2,4 m dan untuk lumba-lumba jantan panjangnya 1,6-2,6 m. Pada saat lahir panjangnya hanya mencapai 85 cm. Bobot tubuhnya mencapai 120 kg. Lumba-lumba totol merupakan jenis perenang cepat dan sering mengikuti haluan kapal (Priyono 2001).

Stenella longirostris (Spinner Dolphin) atau sering disebut lumba-lumba

paruh panjang memiliki tubuh yang ramping dengan moncong yang panjang dan tipis. Sirip punggungnya tegak berbentuk sabit, hampir menyerupai segitiga. Pada lumba-lumba jantan dewasa terkadang sirip punggungnya miring ke depan sehingga

(6)

nampak seolah-olah sedang bergerak ke arah belakang, dan batang ekor nampak sangat tebal. Terdapat garis gelap dari mata ke flipper, serta warna gelap pada bibir dan ujung moncong. Pola warna pada tubuh lumba-lumba ini ada 3 bagian, yaitu warna abu-abu gelap pada bagian punggung, abu-abu terang pada sisi tubuh dan warna putih pada perut denga panjang saat dewasa 2-2,4 m dan bobot 77 kg (Priyono 2001).

Stenella coeruleoalba (Striped Dolphin) memiliki pola warna sangat

menarik, yaitu pada bagian perut putih agak merah muda dan punggung abu-abu gelap. Warna hitam pada moncong bersambung dengan garis hitam yang melingkari mata dan terus memanjang ke belakang hingga bagian anus. Ada pula sebuah garis dari mata ke flipper dan sebuah garis hiasan diantara kedua garis hitam tersebut. Warna flipper dan sirip punggung adalah abu-abu gelap hingga hitam dengan panjang dewasa mencapai 2,6 m dan bobot 156 kg (Priyono 2001).

Steno bredanensis (Rough-Toothed Dolphin) atau sering disebut

lumba-lumba gigi kasar. Tubuhnya tegap dengan kepala agak kerucut dan tidak ada batas antara melon dengan moncong. Sirip punggungnya berbentuk bulan sabit. Warna tubuhnya abu-abu gelap dengan sebuah garis sempit pada punggung. Warna bagian perut, bibir, dan rahang bawah adalah putih. Panjang tubuhnya mencapai 2,8 m dengan bobot tubuh mencapai 150 kg (Priyono 2001).

Grampus griseus (Risso's Dolphin) memiliki tubuh yang relatif besar dan

tegap dengan kepala membulat tanpa moncong. Flipper panjang, runcing, dan melengkung. Sirip punggungnya tinggi dan berbentuk sabit. Pada bagian mulut terdapat garis-garis mulut yang miring ke depan. Ciri khas dari lumba-lumba ini adalah sebuah tonjolan pada bagian depan melon (kepala). Warna tubuh dewasa berkisar antara abu-abu gelap hingga hampir putih, tetapi yang khas adalah tubuhnya tertutup dengan goresan-goresan putih dan bintik-bintik dengan panjang 3,8 m dan bobot mencapai 400-500 kg. Sedangkan lumba-lumba yang masih muda tubuhnya berwarna abu-abu terang hingga abu-abu gelap kecokelatan, serta relatif tidak memiliki goresan-goresan (Priyono 2001).

Lagenodelphis hosei (Fraser's Dolphin) memiliki bentuk tubuh tegap dan

sirip-sirp yang kecil. Sirip punggungnya kecil berbentuk segitiga atau agak menyabit. Monconya sangat pendek dan tebal. Warna tubuhnya mencolok, terdapat

(7)

sebuah garis gelap dengan lebar yang bervariasi dan memanjang dari wajah hingga anus. Garis ini akan nampak melebar dan bertambah gelap dengan bertambahnya umur. Punggungya berwarna abu-abu kecoklatan gelap, sedangkan sisi bawahnya warna krem dan bagian perutnya berwarna putih atau merah muda dengan panjang mencapai 2,7 m dan bobot 219 kg (Priyono 2001).

Orcaella brevirostris (Irrawaddy Dolphin) memiliki kepala bulat secara luas

dan tidak memiliki paruh. Sirip dorsal kecil dan lebar, menyerupai dayung untuk memudahkan pergerakan. Pola warna bervariasi antara abu-abu gelap ke abu-abu terang. Panjang maksimumnya mencapai 275 cm, tapi rata-rata hanya 210 cm, dengan berat tubuh 115-130 kg.

Lumba-lumba lrrawaddy menyukai daerah pantai, terutama yang berlumpur, air payau di mulut sungai dan tidak melakukan migrasi untuk menjelajah jauh ke lepas pantai. Menurut Hoyt (2005), lumba-lumba Irrawaddy melakukan perkawinan, melahirkan, perawatan anak, dan mencari di daerah pantai (inshore) dan sungai. Beberapa populasi terbatas pada air tawar. Mereka sering terlihat berada di daerah yang sama dengan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) dan lumba-lumba bongkok (Sousa chinensis).

Satwa lumba-lumba dan paus dengan bentuk badan seperti ikan termasuk ordo cetacea yang hidup dilingkungan perairan. Untuk mampu bergerak dengan efektif dalam lingkungan perairan, tubuh lumba-lumba sangat hidrodinamis seperti tropedo atau streamline, dengan bagian ujung tubuh yang meruncing dan langsing, sehingga memungkinkan bergerak dalam air tanpa hambatan yang berarti. Sirip ekor pada lumba-lumba berposisi mendatar tidak tegak atau berdiri, serta bergerak naik turun untuk membantu mendorong tubuhnya. Untuk bergerak dalam air, lumba-lumba dilengkapi pula dengan sirip dada dan sirip punggung dan memiliki moncong yang panjang serta ukuran tubuh yang lebih kecil. Panjang tubuh lumba-lumba terbesar umumnya dibawah 5 meter dengan usia produktif dicapai antara umur 1,5-2,6 meter ( Priyono 2001).

2.3. Tingkah Laku Lumba-lumba

Lumba-lumba termasuk dalam ordo cetacea. Cetacea melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupanya. Tingkah laku ini sangat beragam, mulai dari yang sangat jelas terlihat sampai yang sangat

(8)

jarang dilakuakan, namun dapat dipelajari beberapa jenis tingkah laku dari cetacea sehungga bias mengartikan tingkah laku tersebut.

Paus dan lumba-lumba seringkali melakukan aktivitas melompat ke udara dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching ini masih merupakan misteri namun terdapat beberapa alasan yaitu sebagai suatu tanda, menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut, untuk kekuatan, sekedar kesenangan dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok mereka (Carwadine 1995).

Beberapa mamalia laut kecil seperti lumba-lumba mampu melakukan lompatan yang sangat tinggi dan terkadang melakukan gerakan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk kembali ke air dan gerakan ini disebut dengan aerials (Carwadine 1995). Disamping itu aktivitas lainya adalah bowriding. Carwadine (1995) menjelaskan bahwa bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk peramainan yang dilakukan lumba-lumba.

Sphyop adalah gerakan memunculkan kepala ke permukaan air. Gerakan ini

berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan didalam air. Sementara aktivitas lainnya adalah gerakan mengangkat flukes atau ekor tersebut kedalam air yang disebut dengan lobtailing. Diduga hal ini berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara komunikasi (Carwadine 1995).

Menurut Shane (1990) in Siahainenia 2008, lumba-lumba memiliki tingkah laku sosial yang ditandai dengan :

1. Greeting: lumba-lumba melakukan greeting pada beberapa keadaan ketika bertemu kelompoknya dengan cara berenang cepat diantara yang lainnya di permukaan air sambil ekornya digerakkan atau dengan cara mengeluarkan suara;

2. Rough housing: lumba-lumba dengan penuh semangat membuat keributan dan kegaduhan dengan menggunakan rostrum dan flukes untuk menyambut anaknya yang baru dilahirkan;

(9)

3. Alloparental care: lumba-lumba muda berenang dan bermain bersama lumba-lumba dewasa lainnya (babysister) selama lebih dari 1 jam ketika ibunya mencari makan pada jarak beberapa ratus meter dari mereka.

Menurut Karczmarski dan Cockcroft (1999) in Karczmarski et al. (2000) tingkah laku lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi empat, antara lain:

1. Foraging/ feeding yaitu perilaku berupa menyelam dengan arah tak tentu di satu lokasi, muncul ke permukaan dan bernafas berkali-kali, mengejar ikan, dan memakannya.

2. Travelling yaitu melakukan renang ke arah tertentu dan melakukan penyelaman secara berkelompok, muncul ke permukaan air, dan mengejar ikan secara berkelompok.

3. Resting yaitu perilaku istirahat, terkadang terlihat mengapung, jarang muncul ke permukaan, dan sesekali melakukan renang secara pelan.

4. Socializing dan playing yaitu perilaku agresif seperti melompat keluar air, berenang di gelombang pada daerah selancar, dan renang secara cepat dengan merubah arah tujuan atau sering bersentuhan tubuh dengan lumba-lumba lain.

2.4. Habitat dan Faktor Habitat yang Berpengaruh

Sudjoko (1988) in Purnomo (2001) menyatakan bahwa pada dasarnya perairan Indonesia merupakan bagian penting dari kawasan perairan Indo-Malaya dan akibatnya ada beberapa lumba-lumba yang penyebaranya tidak hanya di perairan Indonesia saja tetapi juga di perairan Indo-Malaya. Distribusi lumba-lumba di dunia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan termasuk kondisi oseanografi, seperti salinitas, suhu permukaan laut (Selzer & Payne 1998 in Ali 2006) dan kedalaman laut (Ross

et al. 1987 in Ali 2006). Menurut Spalding et al. (2001) in Ali (2006) lumba-lumba

sesekali dijumpai sekitar ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan daerah yang paling penting bagi beberapa spesies ikan karang. Ikan-ikan karang yang berukuran kecil, krustasea, dan cumi-cumi yang masuk kedalam kelompok moluska hidup pada daerah trumbu karang yang merupakan makanan untuk lumba-lumba.

(10)

2.4.1. Bioekologi

Cuaca dan laut terjadi interaksi yang erat. Perubahan cuaca akan mempengaruhi kondisi laut. Angin misalnya sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus di permukaan laut, dan curah hujan dapat menentukan salinitas air laut. Kondisi perairan dapat pula mempengaruhi keberadaan biota yang ada di dalam perairan tersebut.

Adanya perubahan iklim yang berdampak terhadap peningkatan suhu permukaan laut mengakibatkan terganggunya jalur migrasi dan waktu migrasi dari lumba-lumba. Sebagian dari lumba-lumba dan paus hidup pada perairan yang hangat. Migrasi yang dilakukan mamalia di daerah ekuator dari arktik dan antartika bertujuan untuk mendapatkan makanan dan untuk beradaptasi terhadap suhu hangat (Andersen 1969 in Wahyudi 2010). Suhu merupakan faktor penting dalam proses biologis bagi organisme dan proses ekologis di sekitarnya. Suhu air permukaan di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-31 oC. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi seperti; curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan itensitas cahaya, oleh sebab itu biasanya suhu permukaan mengikuti pula pola musiman. Di perairan Teluk Jakarta ditemukan suhu air dengan rata-rata bulanan bervariasi antara 28-30 oC (Nontji 2005)

Salinitas menggambarkan konsentrasi seluruh ion yang terdapat di perairan. Beberapa jenis lumba-lumba memiliki toleransi terhadap salinitas. Hal ini dapat diketahui dengan aktivitas beberapa lumba-lumba yang mampu berenang atau mencari makan sampai ke wilayah estuari. Menurut Gawarkiewicz et al. (1988) in Ali (2006) distribusi lumba-lumba dibatasi oleh gradien salinitas di permukaan laut.

Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa air laut menuju kestabilan yang terjadi secra terus menerus. Arus perairan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan alur pelayaran bagi kapal-kapal. Arus juga dapat dimanfaatkan oleh lumba dalam aktivitas renang. Beberapa spesies lumba-lumba dijumpai berenang di depan atau samping kapal dengan memanfaatkan arus yang dihasilkan dari kapal. Arus yang terdapat di perairan dimanfaatkan lumba-lumba untuk menghemat energi saat melakukan aktivitas renang (Andersen 1969 in Wahyudi 2010).

(11)

Nekton atau yang biasa disebut ikan memiliki peranan penting dalam kehidupan di dalam air. Keberadaan ikan di dalam perairan memiliki peran konsumen dalam rantai makanan. Lumba-lumba yang menjadi konsumen tingkat tinggi atau predator sangat tergantung terhadap keberadaan ikan untuk memenuhi kebutuhan makannya (Hutabarat & Evans 1985). Weber dan Thurman (1991) in Wahyudi (2010) menyatakan bahwa lumba-lumba dan porpoise kebanyakan pemakan ikan, walaupun mereka juga memakan cumi-cumi. Mereka memangsa bermacam-macam ikan dengan giginya. Lumba-lumba kecil makanann utamanya ikan-ikan kecil dan cumi-cumi yang berada di zona epipelagik di perairan laut terbuka, beberapa spesies makananya adalah ikan dasar dan ikan dekat dasar di perairan dangkal dekat pantai, teluk dan sungai.

2.4.2. Daerah penyebaran dan migrasi

Lumba-lumba hampir dijumpai di seluruh perairan laut di dunia, bahkan beberapa jenis hidup di perairan sungai. Banyak diantara lumba-lumba yang hidup di perairan pantai. Di perairan Indonesia jenis-jenis lumba-lumba di Indonesia, jenis-jenis lumba-lumba sebagaimana jenis paus terutama banyak dijumpai di perairan Indonesia Timur .

Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) memiliki daerah

penyebaran dijumpai di seluruh perairan laut dari Selat Malaka hingga Irian Jaya.

Tursiops truncatus (Bottlenosed Dolphin) menghuni perairan pantai sekitar perairan

Laut Cina Selatan, Laut Sawu, Selat Sunda, Pulau Bangka, Selat Malaka, Halmahera, Pulau Seram, Laut Jawa, dan Laut Arafura. Sousa chinensis

(Indo-Pacific Hump-backed Dolphin) atau sering disebut lumba-lumba bongkok tersebar

dari perairan laut Utara Australia dan Laut China selatan di bagian Timur, serta sekitar perairan pantai lautan Hindia hingga Selatan Afrika sedangkan di perairan Indonesia lumba-lumba jenis ini di jumpai di Laut Sawu dan peraian laut lainnya (Priyono 2001).

Jenis Stenella banyak dijumpai hampir di seluruh perairan di Indonesia.

Stenella attenuata (Pantropical Spotted Dolphin) memiliki daerah penyebaran di

Indonesia di perairan Laut Banda, Halmahera, Pulau Sohor, Irian Jaya, Selat Malaka, pantai Barat Sumatera, Ambon, Laut Sawu, dan Maluku. Stenella

(12)

Laut Jawa, Sumatera, Pulau Lembata, Halmahera, Selat Sunda, Maluku hingga Irian Jaya. Stenella coeruleoalba (Striped Dolphin) di Indonesia, jenis lumba-lumba ini terdapat di Selatan Pulau Jawa (Priyono 2001).

Steno bredanensis (Rough-Toothed Dolphin) atau sering disebut

lumba-lumba gigi kasar memiliki daerah penyebaran di perairan Lamalera (Pulau Lembata), dan Nusa Tenggara Timur. Grampus griseus (Risso's Dolphin) memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mereka menghuni perairan laut dalam dan lereng benua tropis hingga subtropis. Di perairan Indonesia, lumba-lumba ini dijumpai antara lain di Samudera Hindia, Halmahera, Pulau Solor, Irian Jaya hingga Arafura (Priyono 2001). Lagenodelphis hosei (Fraser's Dolphin) tersebar di sekitar Pulau Lembata, Laut Sawu, dan Sulawesi (Rudolph 1997 in Priyono 2001).

Berbeda dengan lumba-lumba jenis lainnya lumba-lumba Orcaella

brevirostris (Irrawaddy Dolphin) memiliki distribusi terutama di pantai yang

dangkal, payau, perairan tawar, di mulut sungai-sungai di Asia Tenggara dan Australia. Spesies ini ditemukan juga di Paparan Sunda dan Paparan Sahul mulai dari Sungai Belawan Deli di timur Laut Sumatra; Belitung; Pantai Utara DKI Jakarta (Jawa Timur); pantai selatan DKI Jakarta; Kepulauan Bunguran, Kepulauan Natuna; sungai mulut sepanjang pantai Sarawak, Brunei, dan Sabah, Seruyan dan Sungai Mahakam, termasuk Semayang, Melintang, dan Danau Jempang, Kalimantan Timur, Sungai Kumai di Kalimantan Tengah, Teluk Cenderawasih (Geelvink Bay) di Barat Laut New Guinea, Selatan New Guinea dari pantai timur ke Merauke Teluk Papua (Priyono 2001).

Pergerakan musiman beberapa lumba-lumba dari dan ke beberapa daerah disebabkan oleh variasi suhu perairan, migrasi dari ikan yang menjadi mangsa dan cara makannya. Beberapa lumba-lumba pantai dari lintang tinggi memperlihatkan dengan jelas kecenderungan ke arah pergerakan musiman dengan mengadakan penjelajahan lebih ke selatan pada musim dingin. Beberapa hewan pantai tinggal dalam daerah yang terbatas (Purnomo 2001). Leatherwood dan Reeves (1990) in Purnomo (2001) menyatakan bahwa distribusi lumba-lumba di daerah tempat tinggalnya berubah-ubah secara musiman, diduga ada tiga faktor yang mempengaruhinya: Perubahan distribusi musiman dan mangsa, tekanan predator dan kebutuhan reproduksi.

(13)

2.4.3. Ancaman

Ancaman yang menimpa lumba-lumba meliputi penangkapan terkena jaring nelayan, pencemaran, kerusakan habitat karena kegiatan proyek fisik, menurunnya mutu habitat yang berakibat berkurangnya bahan makanan. Untuk lumba-lumba ancaman yang paling utama adalah penangkapan dengan menggunakan jaring untuk menangkap ikan tuna, karena biasanya lumba-lumba berenang bersama ikan tuna maka sering kali lumba-lumba juga ikut tertangkap (Purnomo 2001).

Gambar

Gambar 1. Morfologi mamalia laut (Edward 1993 in Siahainenia 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 12 menunjukkan bahwa koefisien beta yang telah distandarisasi dari variabel insentif finansial sebesar 0,459 adalah yang lebih besar dibandingkan variabel

Untuk melakukan uji Alpha, digunakan instrumen penelitian untuk mengetahui kualitas instrumen penelitian yang disusun berdasarkan penilaian dari validator (para ahli)

Berdasarkan penelitian kes-kes yang telah diputuskan oleh Mahkamah, penulis mendapati bahawa suatu usaha bagi membuktikan orang yang hilang itu sudah mati amatlah

Selain itu UML juga dapat diartikan sebagai sebuah Bahasa yang telah menjadi standar dalam industry untuk visualisasi, merancang dan mendokumentasikan sistem piranti lunak

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan Keberadaan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum di Kota Samarinda banyak didapati dikarenakan kurangnya keinginan para

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT Mulki Abadi Management menggunakan bauran promosi pada Event Medan International Coffee Festival (MICF) 2015

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS SOLARIS dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Model spasial prediksi penurunan muka tanah dan genangan rob di daerah penelitian dibuat dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) dengan operasi