• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIKATOR KEBERHASILAN SUATU PROGRAM.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDIKATOR KEBERHASILAN SUATU PROGRAM.docx"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

INDIKATOR KEBERHASILAN SUATU PROGRAM

INDIKATOR KEBERHASILAN SUATU PROGRAM

A.

A. Definisi IndikatorDefinisi Indikator

Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif dan umumnya terdiri atas Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif dan umumnya terdiri atas  pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Dalam hal

 pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Dalam hal ini, pembilang adalahini, pembilang adalah  jumlah

 jumlah kejadian kejadian yang yang sedang sedang diukur diukur sedangkan sedangkan penyebut penyebut adalah adalah besarnya besarnya populasipopulasi yang beresiko

yang beresiko menjadi sasaran menjadi sasaran kejadian tersebut. kejadian tersebut. indikator yang indikator yang mencakupmencakup  pembilang

 pembilang dan dan penyebut penyebut ini ini sangat sangat tepat tepat untuk untuk memantau memantau perubahan perubahan dari dari waktu waktu keke waktu serta dalam membandingkan suatu wilayah dengan wilayah lain.

waktu serta dalam membandingkan suatu wilayah dengan wilayah lain.

Terdapat banyak literatur yang menyebutkan tentang definisi indikator. Terdapat banyak literatur yang menyebutkan tentang definisi indikator. Beberapa definisi diantaranya ;

Beberapa definisi diantaranya ; 1.

1. World Health Organization (WHO)World Health Organization (WHO) , ,19811981

Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan- perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.

 perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. 2.

2. Green, 1992Green, 1992

Indikator ialah variabel-variabel yang mengindikasikan atau memberi Indikator ialah variabel-variabel yang mengindikasikan atau memberi  pentunjuk

 pentunjuk kepada kepada kita kita tentang tentang suatu suatu keadaan keadaan tertentu, tertentu, sehingga sehingga dapatdapat digunakan untuk mengukur perubahan.

digunakan untuk mengukur perubahan. 3.

3. Wilson & Sapanuchart, 1993Wilson & Sapanuchart, 1993

Indikator adalah suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi. Indikator adalah suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi. Misalnya berat badan bayi berdasarkan umur adalah indikator bagi status gizi Misalnya berat badan bayi berdasarkan umur adalah indikator bagi status gizi  bayi tersebut.

 bayi tersebut. 4.

4. Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat, 1969Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat, 1969 Indikator ialah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang Indikator ialah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan  berimbang

 berimbang terhadap terhadap kondisi-kondisi kondisi-kondisi atau atau aspek-aspek aspek-aspek penting penting dari dari suatusuatu masyarakat.

(2)

Dari definifi-definisi di atas jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan tetapi kerap kali hanya memberi  petunjuk atau indikasi tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu  pendugaan. Misalnya, Program Keluarga Berencana yang diadakan pemerintah dan  bisa saja hanya sebagian saja yang tidak melaksanakan program tersebut.

B.

Persyaratan Indikator

Untuk memudahkan mengingat persyaratan-persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan suatu indikator maka syarat tersebut dirumuskan  berurutan dalam istilah bahasa Inggris yakni; SMART atau S imple,easurable,

Attributable,eliable, danT  imely.  Jadi, sesuai rumus sederhana di atas maka

 persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam menyusun indikator adalah sebagai  berikut:

1. Simple ( Sederhana )

Indikator yang ditetapkan sedapat mungkin sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam rumus penghitungan untuk mendapatkannya.

2. Measurable ( Terukur )

Indikator yang ditetapkan harus mempresentasikan informasinya dan jelas ukurannya sehingga dapat digunakan untuk perbandingan antara satu tempat dengan tempat lain atau antara satu waktu dengan waktu lain agar memudahkan dalam memperoleh data.

3. Attributable ( Bermanfaat )

Indikator yang ditetapkan harus bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.

(3)

4. Reliable ( Terpercaya )

Indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan data yang  baik, benar dan teliti.

5. Timely ( Tepat Waktu )

Indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan dan  pengolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan

saat pengambilan keputusan dilakukan.

C. Klasifikasi Indikator

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan indikator sesuai dengan cara kerja indikator tersebut. Umumnya digunakan klasifikasi dengan berpegang pada  pendekatan sistem. Untuk menyederhanakan penetapan indikator menuju Indonesia

Sehat, Propinsi Sehat, Kabupaten/Kota Sehat, Kecamatan Sehat dan Perusahaan Sehat maka dibuat tiga kategori indikator yakni:

1. Indikator Derajat Kesehatan sebagai Hasil Akhir

Indikator Hasil Akhir yang paling akhir adalah indikator-indikator mortalitas yang dipengarhi oleh indikator-indikator morbiditas atau kesakitan dan indikator status gizi.

2. Indikator Hasil Antara

Indikator ini terdiri atas indikator-indikator ketiga pilar yang mempengaruhi hasil akhir yaitu indikator-indikator keadaan lingkungan, indikator-indikator  perilaku hidup masyarakat serta indikator-indikator akses dan mutu pelayanan

kesehatan.

3. Indikator Proses dan Masukan

Indikator ini terdiri atas indikator pelayanan kesehatan, indikator-indikator sumber daya kesehatan, indikator-indikator-indikator-indikator manajemen kesehatan dan indikator-indikator kontribusi sektor-sektor terkait.

(4)

D. Contoh Indikator Keberhasilan Suatu Program

Program KB di Indonesia dimulai sekitar tahun 1957 dan resmi menjadi  program Pemerintah pada tahun 1970. Pada awal mula keberadaan program KB di

Indonesia, tentu banyak sekali lapisan masyarakat yang tidak setuju dan masih salah kaprah tentang kegunaan program ini. Ketidak tahuan masyarakat dan para tokoh-tokohnya membuat program ini ditolak mentah-mentah. Apalagi tokoh-tokoh agama yang kala itu masih menganggap KB adalah upaya pembunuhan calon bayi membuat masyarakat semakin berani menolak program ini. Namun seiring berjalannya waktu dan berkat hasil usaha keras dari para kader KB, akhirnya program KB di Indonesia kini dapat diterima. Bahkan, Indonesia pernah memiliki program keluarga berencana yang terbaik di dunia. Meski kini menghadapi tantangan desentralisasi, Indonesia masih jadi negara yang bisa dipelajari kesuksesannya. Indonesia dianggap berhasil melakukan konsolidasi dan melibatkan tokoh keagamaan, tokoh masyarakat, serta swasta dalam program KB walau struktur sosial ekonomi masyarakat masih beragam dengan kondisi geografis yang terpencar. Namun, kini, keberhasilan Indonesia dalam  program KB mendapat tantangan cukup besar. Sejak sistem sentralisasi bergeser menjadi desentralisasi, banyak kepala daerah yang enggan mendukung program KB karena dianggap sebagai kegiatan menghambur-hamburkan uang. Pola pikir seperti itu merupakan cermin kurangnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap peran KB.

Hasil sensus penduduk 2010 di Indonesia menunjukkan gejala ledakan  penduduk. Sepuluh tahun terakhir, penduduk bertambah 32,7 juta jiwa dan rata rata  pertumbuhan 1,49 persen. Peningkatan itu setara jumlah penduduk Kanada dan lebih  banyak dari penduduk Malaysia. Untuk itu, program KB di setiap daerah harus ditingkatkan dan harus bekerja keras untuk menekan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Lebih dari sekadar upaya kuantitatif untuk menurunkan angka kelahiran dan kematian, peran Keluarga Berencana sebenarnya bersifat kualitatif dalam hal  perbaikan penanganan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Ini yang dicapai

(5)

Keberhasilan program keluarga berencana (KB) di Indonesia sudah banyak diakui baik dalam maupun luar negeri. Namun demikian, dibalik semua keberhasilan tersebut masih dirasakan adanya kekurangan serta kendala dalam pelaksanaan  program KB. Banyak kritik bermunculan terhadap cara-cara yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Beberapa diantaranya adalah kritik yang menyatakan  bahwa pelaksanaan program KB pada dua dekade awal (1970-an dan 1980-an) tidak  banyak memperhatikan hak-hak dasar penduduk, bahkan terkesan setengah memaksa. Semangat petugas untuk mencapai jumlah (kuantitas) akseptor sesuai dengan target sering menjadi motif utama, sehingga aspek kualitas pelayanan menjadi terabaikan. Aspek kesehatan ibu dan anak juga sangat sedikit diperhatikan. Selain itu, program KB yang dilakukan dianggap kurang memperhatikan kesetaraan gender. Sasaran  program lebih banyak ditujukan kepada penduduk perempuan, sehingga tidak

mengherankan jika partisipasi laki-laki dalam program KB masih sangat rendah.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2011 akan memprioritaskan tiga program peningkatan partisipasi KB, yaitu program KB bagi generasi muda memasuki usia nikah, program KB bagi penduduk miskin, dan program KB bagi penduduk di daerah terpencil dan perbatasan. Penekanan tiga  prioritas program tersebut, karena sesuai hasil evaluasi pelayanan Program KB pada 2010, kepesertaan KB bagi kalangan penduduk miskin dinilai masih rendah, termasuk  penduduk di daerah terpencil dan perbatasan, serta sosialisasi program bagi generasi muda menjelang usia nikah juga masih kurang. Dengan anggaran Program KB yang cukup, maka BKKBN akan mampu memenuhi target rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) periode 2009-2014 antara lain penurunan pertumbuhan penduduk dari 1,4 persen per tahun saat ini menjadi 1,1 persen pada 2014, serta penurunan angka kesuburan wanita (TFT- total fertility rate) dari 2,4 menjadi 2,1 pada 2014.

Keberhasilan program KB di Indonesia dalam menurunkan angka kelahiran dapat dilihat dari jumlah kelahiran yang tercegah sejak awal dilaksanakannya  program KB pada tahun 1971. Beberapa pakar demografi memperkirakan, tanpa  program KB jumlah penduduk tahun 2000 sekitar 280 juta. Akan tetapi pada kenyataannya berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk hanya 206

(6)

 juta. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa ada sekitar 74 juta kelahiran yang dapat dicegah (birth averted ) selama periode tersebut. Namun demikian keberhasilan tersebut di atas mulai mengalami penurunan sejak kewenangan pemerintah bidang Keluarga Berencana diserahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota pada akhir tahun 2003, sebagai konsekuensi dari perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dimana dilaksanakannya sistem otonomi daerah. Perubahan sistem pemerintahan tersebut sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan  program KB.

Untuk pencapaian program tahun 2012 yang berkaitan dengan indikator kinerja peserta KB baru (PB), seperti PB Total, PB Mandiri, PB MKJP, PB Pria, dan PB KPS & KS-I, data statistik rutin BKKBN menujukkan hasil yang menggembirakan, kecuali untuk PB Mandiri. Untuk PB Total, dari target sebesar 7,38  juta peserta tercapai sebesar 9,39 juta peserta atau 127,1%. PB Mandiri, dari target sebesar 3,4 juta peserta tercapai 3,1 juta peserta atau 91,2%. PB MKJP dengan target sebesar 12,9% dari PB Total tercapai 17,8% atau 138%. PB Pria dengan target sebesar 4,3% dari total PB Total tercapai sebesar 8,5% atau 197,7%. Sementara itu, PB KPS dan KS-I dengan target sebanyak 3,9 juta peserta tercapai sebanyak 4,2 juta  peserta atau 107,7%.

Untuk pencapaian indikator kinerja peserta KB aktif (PA), seperti PA, PA Mandiri, PA MKJP, dan PA KPS & KS-I, hasilnya bervariasi. Untuk PA Total, dari target sebesar 28,2 juta peserta tercapai sebesar 28 juta peserta atau 99,31%. PA Mandiri, dari target sebesar 49,7% dari PA tercapai 43,8% atau 88,1%. PA MKJP dengan target sebesar 25,9% dari PA tercapai 24,9% atau 96,1%. Sementara itu, PA KPS dan KS-I dengan target sebanyak 12,5 juta peserta tercapai sebanyak 14,6 juta  peserta atau 116,8%.

Dukungan anggaran untuk pelaksanaan program KKB nasional tahun 2012 yang dituangkan melalui APBN sejumlah Rp.2.272.536.381.000,-. Secara nasional mengalami penurunan sebesar Rp.248.867.745.000 (9,87%) dibanding anggaran tahun 2011 sebesar Rp.2.521.404.126.000,-.Dukungan anggaran tersebut dialokasikan untuk pelaksanaan satu program teknis, yaitu Program Kependudukan

(7)

dan KB, serta tiga program generik, yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan BKKBN; Program Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis Lainnya; serta Program Pengawasan dan Peningkatan Aparatur BKKBN. Dukungan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten-Kota tertentu tahun 2012 adalah sebesar Rp. 392.257.000.000,- Penyerapan anggaran BKKBN pada tahun 2012 sebesar Rp 2.212.791.468.184,- atau 97,37% persen dari total pagu anggaran, namun masih terdapat permasalahan dalam pengelolaan Keuangan dan BMN yang harus disempurnakan pada tahun 2013 antara lain legalitas atau payung hukum dari alokasi anggaran APBN kepada SKPD-KB Kabupaten dan kota.

BKKBN pada tahun 2014. Sasaran yang dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun2014, ini antara lain menetapkan angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,36 anak per wanita usia subur, angka penggunaan kontrasepsi (CPR) sebesar 60,5 persen, dan angka kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi ( unmet need ) sebesar 6,5 persen.

Selain itu, juga ditetapkan target peserta KB baru (PB) sebesar 7,6 juta, dan  peserta KB aktif (PA) sebesar 29,8 juta. Rakernas juga menetapkan target persentase  peserta KB menggunakan metode kopntrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 27,5  juta.

Indikator KB yang umum dipakai adalah: 1. Pernah Pakai KB (Ever users)

Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa 88,86 % dari wanita yang berstatus kawin dan berusia 15 –  49 tahun di Indonesia pernah memakai suatu alat/cara KB. Berdasarkan tempat tinggal, persentase perempuan kawin usia 15 –  49 tahun yang  pernah memakai suatu alat/cara KB hanya sedikit lebih tinggi di wilayah  perkotaan daripada di wilayah perdesaan, walaupun tidak signifikan (73,15% versus 71,11%). Provinsi sumatera selatan cukup tinggi pada tahun 2012  persentasi perempuan kawin usia 15- 49 tahun menunjukkan bahwa 90,52 %.

(8)

Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa Angka Prevalensi Kontrasepsi Indonesia adalah 56,71%. Artinya satu diantara dua pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2012 sedang memaki sesuatu cara KB. Perbedaan Angka Prevalensi Kontrasepsi di wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan amat kecil, yang menunjukkan bahwa strategi pendekatan program KB di daerah  perkotaan dan pedesaaan hampir sama kuatnya. Menurut propinsi, Angka

Prevalensi Kontrasepsi sumatera selatan menunjukkan angka 64,4 %. 3. Kontraseptif mix

Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar Puskemas memakai suntikan (55,9 %) kemudian diikuti dengan pil (23,49%). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar Puskesmas memakai alat/cara KB modern  jangka pendek yang sangat tergantung pada ketersediaan dan juga pada

kedisiplinan penggunanya. Sangat disayangkan bahwa pemakai alat kontrasepsi  pria (kondom dan sterilisasi pria) amat rendah. Hal ini menunjukkan masih adanya bias gender dalam hal pemakaian KB. Persentase pemakai alat/cara KB menurut alat/cara KB dan latar belakang karakteristik Puskesmas (seperti umur isteri, pendidikan suami dan isteri, tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, dan tingkat kesejahteraan) juga dapat dihitung. Informasi seperti ini sangat bermanfaat dalam penajaman sasaran kebijakan pengendalian kelahiran.

E. Hubungan program KB dengan pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk (terus menerus) meninngkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat “bawah” yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemandirian masyarakat. Pengimplementasikan kebijakan KB terhadap pemberdayaan masyarakat belum berperan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Kebijakan Nasional Keluarga Berencana terhadap Pemberdayaan Masyarakat. Penggerakan dan Pemberdayaan masyarakat adalah suatu

(9)

strategi yang sampai saat ini diyakini mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam  pelaksanaan program KB Nasional. Program-program yang ada dalam Program KB

nasional merupakan program kemasyarakatan, yang hasilnya akan maksimal jika masyarakat sendiri ikut bergerak di dalamnya. Oleh sebab itu langkah penting dalam upaya untuk mencapai visi ” Seluruh Keluarga Ikut KB ” tentunya dengan melakukan Penggerakan dan pemberdayan masyarakat.

Secara umum penggerakan masyarakat itu mempunyai makna sebagai suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menumbuhkan motivasi pada masyarakat, untuk ikut terlibat secara aktif dalam melakukan upaya-upaya tertentu ke arah perubahan- perubahan yang positif pada diri manusia dan lingkungan sekitarnya. Dalam melakukan penggerakan masyarakat terdapat prinsip  –   prinsip yang perlu diperhatikan antara lain ;

1. Program penggerakan bertolak dari kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat;

2. Diupayakan untuk dapat memperbaiki mutu kehidupan masyarakat tanpa membebani dan meminta pengorbanan masyarakat;

3. Masyarakat mempunyai hak menentukan atau memilih garis hidupnya sendiri;

4. Harus mempertimbangkan nilai-nilai masyarakat; 5. Menolong dirinya sendiri (self help);

6. Masyarakat adalah sumber daya yang terbesar; 7. Program mencakup perubahan sikap dan kebiasaan.

Dalam melalukan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan pertama adalah mengenali kondisi dari masyarakat tersebut yaitu dengan :

1. Mengenali karakteristik masyarakat yaitu dengan melihat bagaimana kondisi geografisnya, kesertaan hubungan sosialnya, sistem kelembagaannya, kecenderungan kondisi ekonominya, tingkatan  pengetahuannya/pendidikannya dan bagaimana bentuk dari ketaatan

(10)

2. Menggalang kesepakatan dengan berbagai tokoh masyarakat baik formal maupun non formal yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat,  bentuk kerjasamanya; bentuk kesepakatan dan tindakan yang akan

dilakukan.

3. Mengenali prioritas masyarakat

Dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat mengenali prioritas masyarakat itu sangat penting dilakukan. Masyarakat akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif dan mengeluarkan daya yang dimilikinya jika kegiatan  – kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang  penting dan dibutuhkan dalam kehidupannya.

4. Kepemimpinan dalam menggerakan masyarakat

Kepemimpinan dalam menggerakkan masyarakat ini perlu dimiliki oleh seorang pemimpin wilayah. Seorang pemimpin yang tidak punya daya kepemimpian yang kuat untuk mempengaruhi masyarakat akat sulit dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan. Oleh sebab itu kepemimpinan ini juga perlu dilihat dalam upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat.

Setelah mengenali kondisi masyarakat yang ada, maka proses selanjutnya yaitu 1. Melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat serta

lembaga-lembaga masyarakat yang ada, dan melibatkan lembaga-lembaga dan tokoh-tokoh tersebut dalam kegiatan –  kegiatan program.

2. Menfasilitasi masyarakat dalam kegiatan yang dilakukan dengan harapan agar terjadi proses pembelajaran dan juga proses menolong diri sendiri,

3. Menyenggarakan forum pertemuan kelompok-kelonmpok sebagai wahana untuk berdiskusi, saling berbagai pengalaman, mengemukakan masalah dan mencari solusi bersama.

4. Penggalian dan pengembangan potensi masyarakat

5. Penumbuhan dan pembentukan wadah dari kegiatan yang berasal dari  pengembangan potensi masyarakat tersebut.

(11)

6. Jika kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan di suatu wilayah sebaiknya dilakukan pada cakupan masyarakat terkecil.

Penggerakan dan pemberdayaan Masyarakat di lapangan perlu dilakukan melalui  beberapa tahapan kegiatan yaitu :

a. Tahap Penjajagan

Pada awal penggerakan dan pemberdayaan masyarakat tahap penjajagan merupakan tahapan yang penting dilakukan karena dengan melakukan  penjajagan maka kita akan tahu apa sebenarnya yang dibutuhkan dan juga  potensi apa yang dimiliki oleh masyarakat sehingga dalam melakukan  penggerakan dan pemberdayaan masyarakat akan tepat sesuai dengan apa yang di harapkan. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah: Pengenalan Masalah dan Penentuan Prioritas Masalah , Identifikasi Potensi Masyarakat dan Sumber lainnya serta Pemecahan Masalah dan Pemikiran Alternatif Pemecahan Masalah

 b. Tahap Perencanaan

Tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan yaitu dengan membuat rumusan tujuan kegiatan, menyusun rencana kegiatan dan  berikutnya melakukan pengorganisasian kegiatan.

c. Tahap Persiapan Pelaksanaan

Tahap berikut yang dilakukan adalah persiapan untuk pelaksanaan yaitu dengan melakukan penyuluhan tentang kegiatan yang akan dilakukan, selanjutnya dilakukan orientasi dan latihan bagi petugas dan selanjutnya menyiapkan fisik dan non fisik untuk melaksanakan kegiatan.

d. Tahap Pelaksanaan Kegiatan di Lapangan

Tahap pelaksanaan kegiatan yang pertama adalah melakukan advokasi kepada penentu kebijakan, Toma-Toga dan komponen masyarakat lainnya yang mempunyai pengaruh dalam keberhasilan kegiatan, selanjutnya dilakukukan KIE dan KIP Konseling, melakukan

(12)

 pemberdayaan institusi masyarakat, dan akhirnya dilakukan pelayanan  program.

e. Monitoring dan Evaluasi

Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi, ini dibutuhkan dalam upaya agar penggerakan dan pemberdayaan masyarakat ini dapat berhasil daya dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan tujuan yang telah di rencanakan.

Prinsip dan langkah-langkah penggerakan dan pemberdayaan masyarakat ini  penting dilakukan dalam pelaksanaan program KB Nasional. Jika penggerakan dan  pemberdayaan masyarakat ini tidak dilakukan dengan tepat sesuai dengan kondisi wilayah yang ada, maka harapan untuk terwujudnya tujuan program KB Nasional kiranya tidak dapat segera tercapai, oleh sebab itu wajib bagi seluruh pengelola  program KB Nasional khususnya di lini lapangan untuk mempunyai kompetensi dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat pada setiap kegiatan  program.

Selain itu, pemberdayaan masyarakat tersebut juga mencakup unsur penyediaan informasi, pemberian kesempatan, komunikasi, budaya, kerja sama, keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan, memberikan teladan, melatih, memotivasi dan memberikan bantuan.

F. Upaya Pemerintah Mensukseskan Kembali Program KB

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pengampu program KB di Indonesia terus berusaha melakukan langkah-langkah yang lebih baik demi meraih kesuksesan pelaksanaan program KB sebagaimana pernah dicapai beberapa waktu yang lalu. Langkah tersebut adalah melalui Rebranding program KB yang dimaknai sebagai upaya pencitraan kembali program KB yang diarahkan untuk merevitalisasi program KB melalui pencitraan kelembagaan, pencitraan produk,  pengelola program dan kesinambungan serta keberadaan program KB di seluruh

(13)

wilayah Indonesia. Rebranding Program KB terdiri dari empat langkah yang akan ditempuh, yaitu

1. Perubahan logo instansi dan perusahaan

Sebelumnya logo KB berupa gambar suami istri dengan menggandeng dua orang anak dalam bingkai padi dan kapas serta bertuliskan Keluarga Berencana di atasnya, maka sekarang ini logo KB terbagi atas dua macam, yakni logo institusi dan logo perusahaan. Logo institusi berupa gambar sebuah keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 orang anak menyambut fajar baru yang berarti masa depan yang cerah. Fajar baru disimbolkan berupa garis lengkung yang melingkar di atasnya. Sementara logo perusahaan berupa gambar bapak ibu yang menggambarkan suami isteri yang bergerak dinamis dengan tulisan KB dalam bingkai lingkaran biru.

2. Perubahan kebijakan dan kegiatan program pembangunan kependudukan yang dirahkan untuk mengatur pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil berkualitas melalui berbagai tahapan yakni pengaturan kelahiran, meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), meningkatkan daya tahan dan ketahanan keluarga, memperkuat lembaga dan jaringan pelayanan KB.

3. Perubahan visi dan misi BKKBN

Bila sebelumnya visi yang dibangun adalah ”Keluarga Berkualitas 2015” dengan misi ” Membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksiya melalui pengembanga kebijakan, penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga, serta  penguatan kelembagaan dan jejaring KB” maka sekarang ini visinya adalah ”Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan misi ”Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”.

4. Perubahan manajemen program yang dititikberatkan pada ukuran kinerja. Seluruh BKKBN akan menggunakan basis Infirmation Technology (IT).

(14)

Dengan berbasis IT maka website menjadi salah satu bagian utama dalam  program KB.

Melalui rebranding program KB, diharapkan akan mampu menumbuhkan budaya kerja pada para pengelola program KB di tingkat pusat hingga daerah termasuk para Penyuluh KB. Dengan adanya budaya kerja baru yang dimulai dari spirit dan gairah  baru, dipastikan akan berdampak positif pada program KB, bukan hanya karena  pengelolaan menjadi lebih efektif dan efisien, tetapi juga akan meningkatkan outputs  program seiring dengan meningkatnya intensitas Advokasi, KIE dan Konseling pada  stakeholder maupun keluarga sasaran. Hasil kerja yang kurang optimal harus segera disikapi dengan kemauan kuat untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Program KB harus tetap jalan terus, karena program ini merupakan program yang sangat urgen untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk sekaligus meningkatkan kualitasnya. Dengan demikian, rebranding program KB merupakan strategi jitu untuk menggugah kembali semangat dan gairah kerja baru menuju  budaya kerja yang lebih baik dengan achievment motivation yang lebih baik pula.

Referensi

Dokumen terkait

Fokus kajian penelitian pada penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program koperasi milik bank sampah. Tujuan

Kabupaten Banyumas” mempunyai t ujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh keberhasilan dana bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap

Urusan Pemberdayaan Masyarakat Desa diprioritaskan pada Pemberdayaan Masyarakat Desa Untuk mewujudkan tujuan tersebut pada tahun 2013 dilaksanakan melalui 4 program dan

Oleh karena itu pemerintah membuat salah satu program pemberdayaan masyarakat SANIMAS (Sanitasi Oleh Masyarakat) yang merupakan salah satu opsi program untuk peningkatan

Berkaitan dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana peran pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat melalui program budidaya ikan Keramba Jaring

Suatu pesan atau informasi dapat dikatakan lengkap, bila berisi semua materi yang diperlukan agar penerima pesan dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan harapan

Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan, dan Ekonomi pada Program Pengembangan Wilayah atau Area Development Program (ADP) di

2. Pemberdayaan masyarakat adat dalam adaptasi dan mitigasi tanaman buah merah di 5 wilayah Masyarakat Provinsi Papua 1. Pengelolaan Sampah di Kab/Kota Masyarakat Mimika,