• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI Ni-TiO 2 DAN NiO- TiO 2 DENGAN VARIASI TEMPERATUR KALSINASI DAN AKTIVITASNYA DALAM DEGRADASI METILEN BIRU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI Ni-TiO 2 DAN NiO- TiO 2 DENGAN VARIASI TEMPERATUR KALSINASI DAN AKTIVITASNYA DALAM DEGRADASI METILEN BIRU"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

i

SINTESIS DAN KARAKTERISASI Ni-TiO

2

DAN

NiO-TiO

2

DENGAN VARIASI TEMPERATUR KALSINASI

DAN AKTIVITASNYA DALAM DEGRADASI

METILEN BIRU

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Oleh Didi Subagja

4311412032

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

 Mimpikan, Rencanakan, dan Raihlah

 Istirahatlah karena kita sudah berusaha, Bersabarlah karena kita punya kekuatan, Berdoalah karena kita yakin akan ketetapanNya

 Berhenti mengeluh atas apa yang hilang karena kehilangan adalah sebagai pengingat untuk selalu beryukur atas apa yang kamu miliki saat ini

Persembahan

Teruntuk Ibu, Bapak, dan seluruh keluarga tercinta, terimakasih atas segala doa, dukungan, dan pengorbanan serta kasih sayangnya sehingga pada saat ini saya berada di titik sekarang ini

Teman-teman kimia 2012 yang sudah berjuang bersama-sama

Jurusan Kimia FMIPA Unnes, Bangsa dan Negara tercinta

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Sintesis dan Karakterisasi Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dengan

Variasi Temperatur Kalsinasi dan Aktivitasnya dalam Degradasi Metilen Biru”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor Universitas Negri Semarang.

2. Bapak Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Nanik Wijayanti , M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Sigit Priatmoko, M.Si. dan Ibu Nuni Widiarti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, dukungan, ilmu serta semangat.

5. Dr. Jumaeri, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberi masukan dan arahan.

(6)

vi

6. Dosen-dosen dan teknisi-teknisi Laboratorium Jurusan Kimia yang telah memberikan ilmunya selama menempuh studi.

7. Ibu Maretha Indriyanti, S.AB., M.IP sebagai pustakawan Jurusan Kimia yang telah memberikan berbagai arahan dan refrensinya.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

(7)

vii

ABSTRAK

Subagja, Didi. 2016. Sintesis dan Karakterisasi Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dengan

Variasi Temperatur Kalsinasi dan Aktivitasnya dalam Degradasi Metilen Biru. Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Drs. Sigit Priatmoko, M.Si, Pembimbing Pendamping : Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si.

Kata Kunci: Ni-TiO2, NiO-TiO2, Sol-Gel, Fotokatalitik, Degaradasi Metilen Biru

Telah dilakukan sintesis Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dengan berbagai variasi

temperatur kalsinasi. Sintesis dilakukan dengan metode sol gel. Tujuan penelitian ini yaitu: (i) mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi oksidasi-reduksi terhadap karakteristik nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2, (ii) mengetahui pengaruh

urutan oksidasi-reduksi terhadap nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2, (iii)

mengetahui aktivitas fotokatalitik Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dalam mendegradasi

metilen biru. Komposit Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 disintesis dari prekursor Titanium

Isopropoksida dan (Ni(NO3)2.6H2O. Proses kalsinasi dilakukan dengan variasi

urutan proses oksidasi-reduksi dan temperatur kalsinasi. Proses oksidasi-reduksi dilakukan pada 3 temperatur kalsinasi berbeda yaitu (i) 450˚C O2-300˚C H2, (ii)

500˚C O2-350˚C H2, (iii) 550˚C O2-400˚C H2. Proses reduksi-oksidasi dilakukan

dengan 3 temperatur kalsinasi berbeda yaitu: (i) 300˚C H2-450˚C O2, (ii) 350˚C

H2-500˚C O2, (iii) 400˚C H2-550˚C O2. Proses oksidasi-reduksi menghasilkan

material Ni-TiO2, sedangkan proses reduksi-oksidasi menghasilkan material

NiO-TiO2. Material hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui

ukuran partikel, DR-UV Vis untuk mengetahui besar band gap, FTIR untuk mengetahui gugus fungsi, dan SEM-EDX untuk mengetahui bentuk morfologi material hasil sintesis. Hasil analisis XRD menunjukan ukuran terkecil partikel Ni-TiO2 yaitu 7,44 nm yang disintesis pada temperatur 500˚C O2-350˚C H2,

sedangkan ukuran terkecil partikel NiO-TiO2 yaitu 8.53 nm yang disintesis pada

temperatur kalsinasi 350˚C H2-500˚C O2. Penambahan dopan menyebabkan band

gap TiO2 menjadi lebih kecil. band gap terkecil akibat dopan Ni yaitu 2,68 eV

sedangkan band gap terkecil akibat penambahan dopan NiO yaitu 2,81eV. Hasil analisis FTIR menunjukan vibrasi ulur Ti-O berada pada panjang gelombang 629,7577 cm-1. Hasil SEM-EDX menunjukan permukaan TiO2 terdopan Ni dan

NiO lebih kecil dan halus dibandingkan TiO2 tanpa dopan. Material hasil sintesis

kemudian digunakan untuk uji aktivitas fotokatalitik yaitu degradasi metilen biru. Degradasi metilen biru terbesar pada TiO2 terdopan Ni sebesar 76,93%,

sedangkan degradasi metilen biru terbesar pada TiO2 terdopan NiO sebesar

(8)

viii

ABSTRACT

Subagja, Didi. 2016. Synthesis and Characterization of Ni-TiO2 and NiO-TiO2

with calcination temperature variation and Activity in Methylene Blue Degradation. Undergraduate Thesis, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. Primary Supervisor: Drs. Sigit Priatmoko, M.Si, Supervising Companion: Nuni Widiarti, S.Pd, M.Si.

Key Words: Ni-TiO2, NiO-TiO2, Sol-Gel, Photocatalytic, Degradation Methylene

Blue

The synthesis of Ni-TiO2 and NiO-TiO2 with calcination temperature variations

by sol gel method has been connected. The purpose of this research are: (i) study the effect of the calcination temperature oxidation-reduction of the characteristics of nanomaterials Ni-TiO2 and NiO-TiO2, (ii) study the effect of the order of the

oxidation-reduction of the nanomaterial Ni-TiO2 and NiO-TiO2, (iii) study

determine the activity photocatalytic TiO2 and Ni-NiO-TiO2 in degradation

methylene blue. The Ni-TiO2 composite and NiO-TiO2 synthesized by titanium

isopropoxide and (Ni (NO3) 2.6H2O precursors. The calcination process is done

with the variations oxidation-reduction process and the calcination temperature. Oxidation-reduction process is carried out at 3 different calcination temperature: (i) 450˚C O2-300˚C H2, (ii) 500˚C O2-350˚C H2, (iii) 550˚C O2-400˚C H2. The

process of oxidation-reduction is done with 3 different calcination temperature: (i ) 300˚C H2-450˚C O2, (ii) 350˚C H2-500˚C O2, (iii) 400˚C H2-550˚C O2.

Oxidation-reduction process to produce Ni-TiO2 material, whereas the

oxidation-reduction process to produce material NiO-TiO2. Material synthesized were

characterized using XRD to determine the particle size, the DR-UV-Vis to find band gap size, FTIR to determine the functional groups, and SEM-EDX to determine the morphology of the material synthesized. The results of XRD analysis refer the smallest particle size Ni-TiO2 is 7.44 nm were synthesized at a

temperature of 500˚C O2-350˚C H2, while the size of the smallest particles of

NiO-TiO2 is 8.53 nm synthesized at calcination temperature of 350˚C H2-500˚C

O2. The addition of dopants causes the band gap of TiO2 becomes smaller. The

smallest band gap due to dopant Ni is 2.68 eV, while the smallest band gap due to the addition of dopants NiO is 2.81eV. The results of FTIR analysis refer Ti-O stretching vibration is at a wavelength of 629.7577 cm-1. SEM-EDX results showed the surface of TiO2 dopping Ni and NiO is smaller and finer than TiO2

without dopants. Material synthesis results are then used to test the photocatalytic activity, namely the degradation of methylene blue. The degradation of methylene blue in TiO2 dopping Ni by 76.93%, while the of degradation of methylene blue in

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 6

1.4 Manfaat ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Nanokomposit... 8

2.2 Nikel (Ni) dan Nikel Oksida (NiO) ... 10

2.3 Titanium Dioksida (TiO2) ... 13

2.4 Energi Celah Pita (Band Gap) TiO2 ... 16

2.5 Doping Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 ... 18

2.6 Metode Impregnasi...19

2.7 Metode Sol Gel ... 21

2.8 Fotodegradasi ... 22

2.9 Metilen Biru... 23

2.10 Instrumentasi ... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

(10)

x

3.2 Variabel Penelitian ... 32

3.3 Alat dan Bahan ... 33

3.4 Cara Kerja ... 34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1.Sintesis TiO2 ... 37

4.2.Sintesis Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 ... 37

4.3.XRD ... 42

4.4.DR-UV Vis ... 47

4.5.FTIR ... 48

4.6.SEM-EDX ... 52

4.7.Degradasi Metilen Biru ... 54

BAB 5 PENUTUP ... 64 5.1 Simpulan ... 64 5.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN ... 70

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Proses transfer elektron ... 11

Struktur kristal TiO2 ...15

Struktur metilen biru ...24

Difraktogram XRD TiO2 dan Ni-TiO2 ...43

Difraktogram XRD TiO2 dan NiO-TiO2 ... 44

Spektrum FTIR TiO2 ...49

Spektrum FTIR Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 ...51

SEM TiO2, Ni-TiO2, NiO-TiO2 ...52

Grafik degradasi metilen biru oleh TiO2 ...55

Grafik degradasi metilen biru oleh Ni-TiO2 ...56

Grafik degradasi metilen biru oleh NiO-TiO2 ...57

Grafik hubungan ukuran partikel dengan degradasi metilen biru ...58

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Hasil kalsinasi TiO2, Ni-TiO2, NiO-TiO2 ...39

Ukuran partikel TiO2, Ni-TiO2, NiO-TiO2 ...45

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titanium dioksida (TiO2) merupakan material yang sudah

diaplikasikan secara luas dalam berbagai aspek. Pada dekade terakhir ini, TiO2 telah digunakan sebagai material anti bakteri, dekomposisi air,

degradasi metilen biru, dan masih banyak lagi aplikasi lainnya. TiO2

merupakan semikonduktor yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu

mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan. TiO2 juga memiliki sifat inert, stabil terhadap korosi yang

disebabkan cahaya ataupun bahan kimia (Hoffmann et al., 1995 ; Gupta et al., 2011), tersedia melimpah di alam (Radecka et al., 2008). TiO2

memiliki energi band gap yang besar sekitar 3,2 eV-3,8 eV (Beiser et al., 1987). Lebarnya band gap ini akan mempengaruhi proses eksitasi elektron dari pita valensi menuju ke pita konduksi (Lestari et al., 2012).

Fotokatalis TiO2 merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat bila

disinari dengan cahaya UV dengan panjang gelombang λ (365-385) nm. Fotokatalis TiO2 yang disinari dengan UV akan mengalami generasi

elektron pada pita konduksi dan membentuk hole pada pita valensi. Interaksi hole dengan molekul air akan menghasilkan radikal hidroksil (OH*). Radikal (OH*) merupakan zat pengoksidasi dari senyawa organik (Rilda et al., 2010). Penggunaan fotokatalis TiO2 lebih menguntungkan

(14)

2

daripada absorben lain seperti arang aktif dalam hal mengabsorpsi zat warna. Penggunaan fotokatalis TiO2 akan mengurai zat warna yang

berbahaya menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sementara itu, prinsip absorpsi arang aktif hanya mengabsorpsi zat warna tanpa menguraikan zat warna menjadi senyawa yang lebih sederhana (Afrozi, 2010).

Aktivitas fotokatalis TiO2 meningkat ketika terjadi perubahan

struktur kristal dari TiO2. Perubahan struktur TiO2 disebabkan karena

pengaruh temperatur kalsinasi. Kristal TiO2 dapat terbentuk pada

temperatur 500°C, pada temperatur tersebut didominasi oleh fraksi anatas, dimana struktur anatas merupakan struktur kristal yang menguntungkan dari segi aktivitas fotokatalitik (Begum et al., 2008). Pada kalsinasi 500°C, intensitas peak anatas (101) mengalami peningkatan, dan lebar peak anatas menjadi lebih sempit. Peningkatan intensitas peak dan menyempitnya peak menunjukan kristalinitas TiO2 meningkat (Yu et al., 2003).

Menurut Sikong (2008), TiO2 kristalin dapat dibentuk pada

temperatur kalsinasi di atas 300°C yang didominasi oleh struktur anatas. Penelitian yang dilakukan oleh Rilda et al. (2010) menunjukan bahwa pada temperatur 500°C intensitas anatas lebih tinggi dibandingkan temperatur 400°C. Sedangkan jika temperatur kalsinasi ditingkatkan pada temperatur 600°C kristal rutil mulai terbentuk (Huang et al., 2007). Dengan demikian, temperatur kalsinasi menjadi faktor penting dalam pembentukan kristal dengan karakteristik yang tepat (Rielda et al., 2010).

(15)

3

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mensintesis TiO2. Salah satunya dengan menggunakan metode sol-gel. Metode sol-gel

dapat diaplikasikan untuk preparasi nanopartikel karena dapat mengontrol ukuran partikel dan homogenitasnya (Liquan et al., 2005). Metode sol-gel meliputi proses hidrolisis, kondensasi, gelasi, aging, dan pengeringan (Brinker dan Scherer, 1990). Dalam studi metode sintesis materi berukuran nano, metode sol-gel merupakan salah satu metode yang cukup sederhana dan mudah dalam penerapannya. Pada metode sol-gel, larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (Purwanto, 2008).

Aktivitas fotokatalis TiO2 dapat ditingkatkan melalui proses

doping ion dopan. Penggunaan metode doping lebih menguntungkan dibandingkan dengan metode impregnasi. Struktur elektronik fotokatalis tidak berubah jika penyisipan dopan menggunakan metode impregnasi. Fungsi dopan sebagai electron trapping yang dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik (Afrozi, 2010). Keberadaan dopan dalam fotokatalis TiO2

dapat menyebabkan pergeseran panyerapan yang signifikan ke daerah cahaya tampak dibandingkan fotokatalis murni (Patsoura, 2006). Menurut Chen dan Mao (2007) masuknya dopan ke dalam struktur ruah TiO2 dapat

mengubah struktur elektronik fotokatalis tersebut karena terbentuk komposisi kimia yang berbeda jika fotokatalis tidak ditambahkan dopan. Adanya perubahan struktur TiO2 ini dapat mengubah responsivitas TiO2

(16)

4

terhadap sinar tampak. Dopan juga dapat bekerja sebagai perangkap elektron yang dihasilkan dan meminimalkan rekombinasi antara hole dengan elektron.

Nikel oksida (NiO) merupakan katalis yang aktif terhadap reaksi fotokatalitik. Penambahan NiO ke dalam fotokatalis dapat meningkatkan reaksi peruraian air, dimana gas hidrogen terbentuk di permukaan nikel oksida sedangkan gas oksigen dilepaskan dari permukaan fotokatalis .(Domen et al., 1986 ; Choi et al., 2007 ; Streethawong et al., 2005 ; Hondow., 2010 ; Towsend., 2012 ; Motahari., 2013). Logam transisi lain seperti : Cu, Ag, Au, Ni, Rh, Pt, Fe, dan Zn mampu meningkatkan aktivitas fotokatalitik TiO2. Namun dari beberapa logam transisi lain yang

digunakan, logam Ni paling sering digunakan sebagai dopan. Pada penelitian Takashi et al. (2003), logam nikel telah diuji sebagai dopan untuk menaikan efesiensi fotokatalis TiO2 pada daerah sinar tampak serta

mengurangi band gap pada TiO2. Pengaruh dopan terhadap transformasi

anatas rutil tidak hanya bergantung dari sifat dopan logamnya (jari-jari ionik), tetapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi dopan (Choi, 2010). Doping logam ini diharapkan dapat menghasilkan material berukuran nano atau nanokomposit.

Nanokomposit merupakan material yang dibuat dengan menyisipkan atau menambahkan suatu material yang berukuran nanometer sebagai filler (penguat) ke dalam sebuah matriks (resin). Nanokomposit terdiri dari bahan – bahan multifase logam yang memiliki ukuran satu

(17)

5

dimensi kurang dari 100 nm (Manocha et al., 2006). Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang berukuran nano memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Okuyama et al., 2005).

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan sintesis dan karakterisasi Ni-TiO2 dan NiO-TiO2

dengan variasi temperatur dan urutan proses oksidasi-reduksi pada saat kalsinasi. Dopan Ni terhadap TiO2 diharapkan dapat meningkatkan

fotokatalis terhadap nanomaterial TiO2 sehingga dapat diaplikasikan

dalam mendegradasi zat warna metilen biru. Metilen biru merupakan senyawa yang cukup berbahaya bagi makhluk hidup, diantaranya dapat menyebabkan mual, muntah, diare, dan kesulitan bernapas. Senyawa metilen biru mempunyai struktur benzena yang sulit untuk diuraikan, bersifat toksik, karsinogenik dan mutagenik (Ljubas, 2010). Metilen biru merupakan pewarna thiazine (kationik) yang sering digunakan untuk mewarnai kertas, pewarna rambut, pencelupan katun, dan wol (Alzaydein, 2009:198). Di alam, zat warna metilen biru dapat terdegradasi secara alami, namun laju degradasinya lambat dan menyebabkan efek yang terakumulasi. Oleh sebab itu, penanganan limbah yang tepat sangat

(18)

6

diperlukan untuk mengolah zat warna yang berbahaya ini menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya misalnya CO2 dan H2O

(Slamet et al., 2006).

Sebagai alternatif, dikembangkan metode degradasi dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet yang energinya sesuai atau lebih besar dari energi gap fotokatalis tersebut. Dengan metode degradasi ini, zat warna akan diurai menjadi komponen – komponen yang lebih sederhana dan lebih aman untuk lingkungan (Lestari et al., 2013).

1.2 Rumusan masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh temperatur kalsinasi oksidasi-reduksi terhadap karakteristik nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2?

2. Bagaimana pengaruh urutan oksidasi-reduksi pada proses kalsinasi terhadap karakteristik nanomaterial TiO2 terdoping Ni dan NiO?

3. Bagaimana aktivitas nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dalam

mendegradasi metilen biru?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi oksidasi-reduksi terhadap karakteristik nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 yang meliputi

(19)

7

2. Mengetahui pengaruh urutan oksidasi-reduksi terhadap karakteristik nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 yang meliputi morfologi dan

topografi, band gap, struktur dan ukuran kristal.

3. Mengetahui aktivitas nanomaterial Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dalam

mendegradasi metilen biru.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengenalkan ke masyarakat bahwa TiO2 dapat digunakan sebagai material alternatif

dalam berbagai aplikasi diantaranya sebagai dekomposisi air, degradasi metilen biru, degradasi methylene orange, dll. Selain itu, penggunaan doping logam Ni dapat meningkatkan fotokatalis TiO2 sehingga menjadi

lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh bagi peneliti adalah mengetahui adanya teknik sintesis material nanokomposit yang tepat dan memperoleh referensi baru bahwa fotokatalis TiO2 dapat meningkat dengan

(20)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanokomposit

Istilah nanoteknologi digunakan untuk mendeskripsikan kreasi dan ekploitasi suatu material yang memiliki ukuran struktur diantara atom dan material ukuran besar yang didimensikan dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9 m). Sifat dari material dengan dimensi nano sangat berbeda secara signifikan dari atomnya juga dari partikel besarnya. Kontrol yang baik terhadap sifat tersebut bisa menuntun ke pengetahuan baru yang sesuai dengan peralatan dan teknologi baru. Pentingnya nanoteknologi pertama kali dikemukakan oleh Feynman pada tahun 1959 (Muller, 2006).

Nanokomposit merupakan material padat multifase, dimana setiap fase memiliki satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nanometer (nm), atau struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Contoh nanokomposit yang ekstrem adalah media berporos, koloid, gel dan kopolimer. Nanokomposit dapat ditemukan dialam contohnya adalah kulit tiram dan tulang (Manocha et al., 2006).

Penelitian bidang material nanokomposit dilakukan berdasar pada pemikiran/ide yang sangat sederhana, yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasil penelitian tersebut sungguh mengejutkan. Sebuah material baru lahir dengan sifat-sifat fisis yang jauh lebih baik dari material penyusunnya. Hal

(21)

9

ini memicu perkembangan material nanokomposit di segala bidang dengan memanfaatkan ide yang sangat sederhana tersebut. Salah satu contoh yang sangat terkenal (terjadi dengan sendirinya di alam) adalah tulang. Tulang memiliki ‘bangunan’ nanokomposit yang bertingkat-tingkat yang terbuat dari tablet keramik dan ikatan-ikatan organik. Partikel-partikel nanokomposit tersebut memiliki struktur, komposisi dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini memberikan fungsi yang beragam. Dengan demikian material tersebut dapat menjadi multiguna. Sehingga pada akhirnya didapatkan material baru yang memiliki beberapa fungsi dalam waktu yang sama dan dapat digunakan pada beberapa aplikasi. Dari sinilah para ilmuwan mulai memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan material nanokomposit, karena material tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan material konvensional (Ida, 2014).

Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda. Material-material dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan anorganik yang tersusun atas komponen organik. Selain itu, material nanokomposit dapat pula terdiri atas dua atau lebih molekul anorganik/organik dalam beberapa bentuk kombinasi dengan pembatas antar keduanya minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano.

Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peranan penting pada peningkatan dan pembatasan sifat

(22)

10

material. Partikel - partikel yang berukukuran nano tersebut memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat mekanik material bertambah. Namun, penambahan partikel - partikel nano tidak selamanya akan meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material justru semakin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya. Berdasarkan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk membuat material nanokompist dengan menggunakan matode simple milling (Okuyama et al., 2005).

2.2 Nikel (Ni) dan Nikel Oksida (NiO)

Unsur-unsur logam transisi, khususnya logam mulia telah secara luas digunakan sebagai ko-katalis yang efektif untuk reaksi fotokatalitik peruraian air menjadi hidrogen dan oksigen. Apabila logam mulia misalnya Pt ditembankan ke dalam fotokatalis, maka elektron hasil fotogenesis akan berimigrasi ke permukaan fotokatalis induk yang selanjutnya akan ditangkap oleh ko-katalis logam mulia. Hal ini disebabkan tingkat energi fermi logam mulia yang selalu lebih rendah dibandingkan fotokatalis semikonduktor (Chen et al., 2010). Pada bagian lain, hole yang ditinggalkan elektron yang berada di dalam fotokatalis induk akan bermigrasi ke permukaan. Untuk lebih jelasnya proses transfer

(23)

11

muatan antara fotokatalis induk dengtan ko -katalis diilustrasikan dalam Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Proses transfer elektron antara fotokatalis induk dan ko – katalis (dalam hal ini yang menjadi contoh adalah Pt) (Chen et al., 2010)

Sebagai hasilnya adalah terjadi pemisahan yang efektif antara elektron hasil fotogenesis dengan hole. Dengan cara demikian, elektron yang terlokalkan secara terpisah dari hole masing-masing akan bekerja sebagai reduktor dan oksidator dalam reaksi fotokatalik, sehingga rekombinasi antara elektron dan hole dapat dikurangi.

Di samping logam-logam mulia, salah satu oksida logam transisi memiliki karakteristik yang mirip seperti halnya logam mulia dalam hal kemampuannya sebagai ko-katalis yang efektif dalam reaksi fotokatalitik peruraian air menjadi hidrogan dan oksigen sehingga studi yang menarik beberapa peneliti yakni NiO (Domen et al., 1986 ; Choi et al., 2007 ; Streethawong et al., 2005 ; Hondow., 2010 ; Towsend., 2012 ; Motahari., 2013). Menurut mereka, penambahan NiO ke dalam fotokatalis terbukti

(24)

12

dapat meningkatkan reaksi peruraian air, dimana gas hidrogen terbentuk di permukaan nikel oksida sedangkan gas oksigen dilepaskan dari permukaan fotokatalis.

Hingga saat ini belum ada penjelasan yang pasti mengapa nikel oksida dapat menghasilkan hidrogen yang lebih besar dibandingkan lainnya di dalam fotokatalis. Meskipun demikian, Chen et al. (2010) mengusulkan adanya 2 mekanisme terjadinya aliran koinduksi elektron dalam fotokatalis SrTiO3 yang didoping dengan NiO, yakni mekanisme 1

foton dan mekanisme 2 foton. Di dalam mekanisme 1 foton, oksida stronsium-titanium dieksitasi foton sehingga tercipta kondisi tereksitasi. Elektron dalam pita konduksi distabilkan oleh transfer elekton ke nikel dan melalui proses penerobosan di dalam padatan akan sampai di permukaan yang kemudian berreaksi dengan proton membentuk gas hidrogen. Di dalam mekanisme 2 foton, oksida stronsium-titanium mengabsorpsi foton sehingga tereksitasi seperti halnya dalam mekanisme pertama, menghasilkan keadaan tereksitasi.

Pada saat yang sama, nikel oksida juga mengabsorpsi foton sehingga tercipta kondisi tereksitasi. Elektron yang tereksitasi dalam nikel oksida selanjutnya memfasilitasi terbentuknya gas hidrogen. Gas oksigen dihasilkan oleh hole dalam pita oksida stronsium-titanium sebagaimana mekanisme 1 foton. Kedua mekanisme sebenarnya rasional, tetapi dalam mekanisme 1 foton lebih realistik karena setelah terjadi reaksi, di dalam padatan tidak mengandung keadaan pemisah muatan sebagaimana

(25)

13

mekanisme 2 foton. Hal ini juga dilakukan oleh Towsend et al. (2012) yang telah membuktikan peran Ni dan NiO dalam padatan fotokatalis SrTiO3 untuk menguraikan air. Dalam struktur fotokatalis (khususnya

SrTiO3), Ni dan NiO diperukan sebagai ko-katalis untuk reaksi peruraian

air. Menurut Towsend et al. (2012) Ni bertindak sebagai pereduksi ion H+ sedangkan NiO berperan sebagai pengoksidasi air.

Selanjutnya dalam kondisi murni, nikel oksida juga digunakan mekano-katalis pada pembuatan gas hidrogen dan oksigen dalam air. Sebagai perbandingan, sistem fotokatalitik 6 kali lebih produktif dibandingkan dengan sistem mekano-katalis (Domen et al., 2000).

2.3 Titanium Dioksida (TiO

2

)

Oksida TiO2 merupakan padatan berwarna putih, mempunyai berat

molekul 79,90; densitas 4,26 gcm-3; tidak larut dalam HCl, HNO3 dan

aquaregia, tetapi larut dalam asam sulfat pekat membentuk titanium sulfat (TiSO4) (Cotton et al., 1988: 811). TiO2 tidak menyerap cahaya tampak

tetapi mampu menyerap radiasi UV sehingga dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil pada pigmen sebagai fotokatalis. Reaktivitas TiO2 terhadap asam tergantung temperatur saat dipanaskan. TiO2 yang

baru mengendap larut dalam asam klorida pekat, namun bila TiO2

dipanaskan pada temperatur 900°C hampir semua tidak larut dalam asam kecuali larutan sulfur panas, yang kelarutannya meningkat dengan penambahan ammonium sulfat untuk menaikkan titik didih asam dan HF. Secara kimiawi TiO2 murni dibuat dari TiCl4 yang telah dimurnikan secara

(26)

14

destilasi bertingkat.Tetraklorida ini dihidrolisis dalam larutan encer hingga diperoleh endapan berupa titanium dioksida terhidrat yang selanjutnya dikalsinasi pada 800°C (Kirk - Othmer, 1993: 109).

Partikel TiO2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis

pendegradasi berbagai senyawa organik. TiO2 merupakan semikonduktor

yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi serta tahan terhadap fotokorosi dalam semua kondisi larutan kecuali pada larutan yang sangat asam atau mengandung fluorid. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki

sifat redoks, yaitu mampu mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam laruatan. Selain murah, TiO2 tersedia secara

komersial dan preparasinya mudah dilakukan di laboratorium. Sifatnya yang anorganik menjadikannya tidak mudah cepat rusak, sehingga proses yang diinginkan dapat lebih lama (Brown, 1992: 432).

TiO2 mempunyai tiga jenis bentuk kristal diantaranya rutil

(tetragonal), anatas (tetragonal), brukit (ortorombik). Diantara ketiganya, TiO2 kebanyakan berada dalam bentuk rutil dan anatas yang keduanya

mempunyai struktur tetragonal. Secara termodinamik kristal anatas lebih stabil dibandingkan rutil (Fujishima, 2005). Berdasarkan ukurannya, anatas secara termodinamika stabil pada ukuran kristal kurang dari 11 nm, brukit antara 11-35 nm dan rutil lebih dari 35 nm. Rutil mempunyai stabilitas fase pada temperatur tinggi dan mempunyai band gap sebesar 3,0 eV (415 nm), sedangkan anatas yang terbentuk pada temperatur rendah

(27)

15

memiliki band gap sebesar 3,2 eV (380 nm) (Licciuli, 2002). Bentuk fase TiO2 rutil, anatas dan brukit dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur kristal TiO2 a) Rutil; b) Anatas c) Brukit

(Gnanasekar et al., 2002)

.Perbedaan struktur kristal antara anatas dan rutil adalah pada distorsi dan pola penyusunan rantai oktahedron. Jarak Ti-Ti pada anatas lebih besar daripada rutil yaitu 3,79 Ǻ dan 3,04 Ǻ sedangkan rutil 3,57 Ǻ dan 2,96 Ǻ. Sedangkan jarak TiO2 pada anatas lebih pendek daripada rutil

yaitu 1,93 Ǻ dan 1,98 Ǻ pada anatas 1,95 Ǻ dan 1,99 Ǻ pada rutil. Perbedaan struktur kisi pada anatas dan rutil menyebabkan perbedaan densitas massa, luas permukaan, sisi aktif dan struktur pita elektronik antara anatas dan rutil dengan massa jenis anatas 3,9 g/cc dan untuk rutil 4,2 g/cc (Linsebigler et al., 1995: 743).

Perbedaan struktur kristal juga mengakibatkan perbedaan energi struktur pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi sedangkan tingkat energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi. Konsekuensinya posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi dan besarnya energi gap di antara keduanya akan berbeda bila lingkungan atau

(28)

16

penyusun atom Ti dan O di dalam kristal TiO2 berbeda, seperti pada

struktur anatas (Eg= 3,2 eV) dan rutil (Eg= 3,0 eV) (Gunlazuardi dan Tjahjanto, 2001).

2.4 Energi Celah Pita (Band Gap) TiO

2

Energi celah pita (band gap) adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Ketika suatu semikonduktor dikenai energi yang sesuai dengan energi celah pita, maka elektron akan tereksitasi ke pita konduksi sehingga meninggalkan muatan positif yang disebut hole. Hole yang dominan sebagai pembawa disebut semikonduktor tipe-p, sedangkan elektron yang dominan sebagai pembawa disebut semikonduktor tipe-n (Zsolt, 2011).

Menurut Gunlazuardi (2001), TiO2 mempunyai energi celah pita

3,2 eV. Hal ini mengindikasikan bahwa h+ pada permukaan TiO2

merupakan spesi oksidator kuat yang akan mengoksidasi spesi kimia lain yang memiliki potensial redoks lebih kecil. Anatas merupakan tipe dari TiO2 yang paling aktif dibandingkan dengan brukit dan rutil. Hal ini

dikarenakan band gap dari anatas sebesar 3,2 eV (lebih dekat ke sinar UV, dengan panjang gelombang maksimum 388 nm). Hal ini yang membuat letak pita konduksi dari anatas lebih tinggi daripada rutil. Sedangkan pita valensi dari anatas dan rutil sama yang membuat anatas mampu mereduksi molekul oksigen menjadi super oksida serta mereduksi air menjadi hidrogen (Linsebigler, 1995). Semakin kecil band gap, semakin mudah pula fotokatalis menangkap foton dengan tingkat energi yang lebih kecil

(29)

17

namun kemungkinan terbentuknya rekombinan elektron dan hole menjadi semakin besar.

Menurut Valencia et al. (2010) Spektrum absorpsi dari semikonduktor sangat penting. Semikonduktor untuk fotokatalis mempunyai harga yang sebanding antara band gap dengan gelombang cahaya baik visibel atau ultra violet, mempunyai harga Eg < 3,5 eV. Kebanyakan peneliti menetapkan dalam TiO2 bentuk rutil mempunyai dua

band gap yaitu direct band gap yang besarnya 3,06 eV dan indirect band gap yang besarnya 3,10 eV dan anatas hanya mempunyai indirect band gap 3,23 eV. Band gap dari TiO2 bentuk anatas mempunyai band gap

indirect sangat rendah yaitu 2,95 eV – 2,98 eV. Bentuk anatas dari TiO2

lebih menguntungkan. Telah dilaporkan dalam berbagai literatur bahwa band gap dari TiO2 bentuk anatas sekitar 2,86 eV sampai 3,34 eV,

perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan stoikhiometri dari cara sintesisnya, kandungan impurities, ukuran kristal dan tipe transisi elektronik (Hidalgo et al., 2007; Hossain et al., 2008).

Semakin kecil band gap, semakin mudah pula fotokatalis menyerap foton dengan tingkat energi lebih kecil namun semakin besar pula kemungkinan hole dan elektron untuk berekombinasi. Oleh karena itu, kedua aspek tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemilihan fasa semikonduktor TiO2. Akan tetapi energi gap yang terlalu kecil juga akan

(30)

18

menyebabkan loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi sehingga elektron kurang bebas (Lestari et al., 2012).

2.5 Doping Ni-TiO

2

dan NiO – TiO

2

Doping adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menambahkan sejumlah kecil atom pengotor ke dalam struktur kristal semikonduktor. Tujuan pendopingan adalah untuk mengoptimalkan sifat dari suatu material. Penggunaan dopan sering kali berarti penggantian dengan elemen asing pada crystal lattice point dari material host, seperti TiO2. Seperti yang disebutkan sebelumnya, TiO2 struktur anatas memiliki

band gap yang lebar (3,2 eV) yang menyebabkan TiO2 murni hanya

berespon terhadap sinar UV. Agar berespon terhadap sinar tampak maka band gap perlu diperkecil, salah satu cara ialah dengan dopan ion logam. Hal ini telah dibuktikan oleh Choi (1994) bahwa dopan ion logam dapat memperbesar respon terhadap cahaya dari TiO2 terhadap spektrum sinar

tampak.

Upaya untuk merekayasa TiO2 menjadi lebih baik adalah dengan

menambahkan dopan logam pada katalis TiO2. Fungsi dopan sebagai

electron trapping yang dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik (Afrozi, 2010). Aktivitas fotokatalitik TiO2 yang didoping dengan logam tertentu

dapat dijelaskan dengan adanya tingkat energi baru TiO2 akibat dispersi

logam yang dimasukkan dalam matriks TiO2. Elektron tereksitasi dari pita

valensi ke tingkat energi tertentu di bawah pita konduksi TiO2 akibat

(31)

19

logam transisi ke dalam matriks TiO2 adalah pemerangkapan elektron

diperbaiki sehingga rekombinasi hole elektron dapat diperkecil selama iradiasi. Selain menghasilkan band gap yang baru, doping logam khususnya Ni sekaligus dapat menjadi ko-katalis yang bekerja mempercepat aktivitas fotokatalis (Zaleska, 2008).

Logam nikel ini telah diuji Takashi et al. (2003) sebagai dopan untuk menaikkan efesiensi fotokatalis TiO2 di daerah sinar tampak.

Menurut Ibram et al. (2011) ukuran kristalin TiO2 sebelum didoping

dengan Ni 17,82 nm dan luas area 23,25 m2/g setelah didoping menggunakan Ni ukuran kristal menjadi 16,03 nm dan luas area 40,71 m2/g. Motahari et al. (2013) mengatakan bahwa TiO2 murni memiliki

diameter rata-rata sekitar 19,92 nm, dan ketika didoping dengan NiO diameter rata-rata NiO/TiO2 menjadi sekitar 14,33 nm. Ketika TiO2

didoping dengan Ni ataupun NiO maka pertumbuhan kristal TiO2 menjadi

terhambat hal ini menyebabkan ukuran kristal menjadi sempit sehingga aktivitas fotokatalis menjadi meningkat. Semakin kecil ukuran partikel maka celah pita energi semakin sempit.

2.6

Metode Impregnasi

Salah satu metode dalam preparasi katalis adalah impregnasi.

Impregnasi adalah preparasi katalis dengan mengadsorpsikan garam

prekursor yang mengandung komponen aktif logam di dalam larutan kepada padatan pengemban.

(32)

20

Impregnasi sendiri memiliki definisi yang luas, arti impregnasi dalam suatu penelitian bisa jadi berbeda dengan penelitiaan lainnya. Namun, impregnasi dilakukan manakala pada pengemban tidak terdapat anion atau kation yang dapat dipertukarkan. Impregnasi dibedakan menjadi dua, yaitu impregnasi basah dan impregnasi kering.

Perbedaan impregnasi kering dan basah didasarkan pada perbandingan volume larutan prekursor dengan volume pori pengemban. Untuk impregnasi kering, volume larutan berkisar 1-1,2 kali dari volume pori pengemban. Karena diharapkan nantinya jumlah antara larutan prekursor dengan pori yang tersedia pada pengemban adalah sama. Sedangkan, untuk impregnasi basah, volume larutan prekursor lebih dari 1,5 kali dari volume pori pengemban. Oleh karenanya, untuk impregnasi kering, diawal perlu diketahui volume pori pengemban untuk menentukan volume larutan prekursor yang sesuai.

Salah satu yang mendasari pemilihan metode impregnasi adalah bahwa di dalam pengemban tidak terdapat anion atau kation yang dapat dipertukarkan (karena kalau ada anion atau kation yang dapat dipertukarkan metodenya disebut pertukaran ion). Metode tersebut bergantung pada kation logam yang ingin diembankan. Untuk ion kompleks yang sukar mengalami pertukaran kation, maka metode yang tepat adalah impregnasi, sedangkan untuk kation tersolvasi yang lebih mudah mengalami pertukaran kation, metode yang tepat adalah pertukaran ion. Dapat juga dipertimbangkan faktor biaya. Untuk larutan garam yang

(33)

21

mahal dapat dilakukan impregnasi kering. Sedangkan larutan garam yang lebih murah dapat dilakukan impregnasi basah atau pertukaran ion.

2.7 Metode Sol-Gel

Metode sol-gel merupakan salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini banyak digunakan karena proses reaksinya menggunakan temperatur rendah dan baik dalam tingkat homogenitasnya. (Ibrahim dan Sreekantan, 2010). Pada proses ini, larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada sol) (Smart dan Moore, 1995).

Metode sol-gel merupakan salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup sederhana. Proses sol-gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya. Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk kerak (Dawnay, 1997). Menurut Brinker dan Scherer (1990) proses sol-gel dikendalikan oleh: a. Hidrolisis, pada tahap ini prekursor yang digunakan akan dilarutkan

dalamalkohol dan akan terhidrolisis dengan penambahan air. Semakin banyak airyang ditambahkan akan mengakibatkan proses hidrolisis semakin cepat sehingga proses gelasi juga akan menjadi lebih cepat. Reaksi hidrolisis menurut Su (2004) adalah :

(34)

22

Ti(C4H9O)4 + H2O Ti(C4H9O)3(OH) + C4H9OH

Ti(C4H9O)3(OH) + 3 H2O Ti(OH)4 + 3 C4H9OH

Ti(C4H9O)4 + Ti(OH)4 2 TiO2 + 4 C4H9OH

Ti(C4H9O)4 + Ti(OH)4 2 TiO2 + 4 C4H9OH

Ti(OH)4 TiO2 + 2 H2O

b. Kondensasi, pada tahap ini akan terjadi transisi dari sol menjadi gel. Molekulmolekul yang telah mengalami kondensasi akan saling bergabung sehingga menghasilkan molekul gel yang mempunyai kerapatan massa yang besar dan akan menghasilkan kristal logam oksida.

c. Aging merupakan tahap pematangan dari gel yang telah terbentuk dari proseskondensasi. Proses pematangan ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kaku, kuat dan menyusut di dalam larutan. d. Tahap terakhir ialah proses penguapan pelarut yang digunakan dan

cairan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan struktur sol gel yang memiliki luas permukaan yang tinggi.

2.7 Fotodegradasi

Fotodegradasi adalah reaksi pemecahan senyawa oleh adanya cahaya. Proses fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada loga semikonduktor yang dikenai foton. Loncatan elektron ini menyebabkan timbulnya hole yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk

(35)

23

radikal OH. Radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa organik. Proses fotodegradasi akan diawali dengan oksidasi ion OH- dari H2O membentuk radikal, setelah suatu semikonduktor (TiO2)

menyerap cahaya membentuk hole. Mekanisme reaksinya sebagai berikut:

TiO2 + hυ hole+ + e

-hole+ + OH- OH* OH* + substrat produk

Sedangkan reaksi fotodegradasi metilen biru dapat ditulis sebagai berikut: C16H18N3SCl + 51/2 O2 HCl + H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 +

6H2O

Diantara beberapa logam fotokatalis, oksida Ti dilaporkan memiliki aktivitas yang cukup besar dan efektif selain murah dan non toksik. Dalam reaksi fotokatalis dengan TiO2 dalam bentuk rutil kurang

menunjukkan aktivitasnya.

2.8 Metilen Biru

Metilen biru merupakan salah satu zat warna yang digunakan pada bakteriologi, indikator redoks, antiseptik, desinfekan dan bahan pencelup kertas. Kebanyakan zat warna organik merupakan senyawa non-biodegradable yang mengandung senyawa azo dan bersifat karsinogen (Kuo et al., 2001). Oleh karena zat warna organik merupakan bahan sintetik lingkungan alami tidak mampu mendegradasi senyawa tersebut sehingga dapat terakumulasi di alam. Jika jumlahnya melebihi

(36)

24

konsentrasi maksimum akan menimbulkan masalah lingkungan yang baru. Untuk mengatasinya berbagai metoda telah dikembangkan diantaranya metoda konvensional seperti klorinasi, pengendapan, dan penyerapan karbon aktif. Metoda tersebut membutuhkan biaya operasional yang cukup mahal sehingga kurang efektif untuk diterapkan di Indonesia. Salah satu metoda yang relatif murah dan mudah diterapkan di Indonesia, yaitu fotodegradasi. Prinsipnya menggunakan fotokatalis yang berasal dari bahan semikonduktor TiO2, ZnO, Fe2O3, dan CdS (Ali,

2010).

Dari berbagai bahan semikonduktor yang ada, semikonduktor TiO2 dianggap cukup efektif karena memiliki berbagai keunggulan antara

lain, memiliki kestabilan yang tinggi, ketahanan terhadap korosi, ketersediaan yang melimpah di alam, dan harga yang relatif murah (Radecka, 2008).

Metilen biru merupakan senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan rumus molekul C16H18ClN3S. Metilen biru memiliki massa

molekul relative 319,85 g/mol dan titik leleh 100˚C. Pada temperatur ruang, metilen biru berbentuk serbuk berwarna merah, tidak berbau dan menjadi berwarna biru ketika dilarutkan di dalam air. Struktur metilen biru ditunjukkan Gambar 2.3.

(37)

25

Gambar 2.3 Struktur Metilen biru

2.9 Instrumen

Nanokomposit Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 dikarakterisasi untuk

mengetahui ukuran partikel, besar band gap, dan bentuk morfologi material. Instrumen yang digunakan untuk mengkarakterisasi Ni – TiO2

dan NiO – TiO2 adalah XRD, SEM - EDX, FTIR, dan DR-UV Vis. 2.9.1 XRD (Spektrofotometer X-Ray Diffraction)

Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek sebesar 0,7 Ǻ sampai 2,0 Ǻ yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektrón berenergi tinggi kemudian elektrón-elektron ini mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi energi foton sehingga energinya besar (lebih besar daripada energi sinar UV-Vis) dan tidak mengalami pembelokan pada medan magnet (Jenkins,1988).

Difraksi sinar X atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan melalui analisa d spasing dari data diffraksi sinar X. Selain nilai d spasing, observasi tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data diffraksi sinar X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik.

(38)

26

Menurut Park et al. (2004) nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam suatu material. Nilai d spasing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak antar interplanar atau interlayerdapat dikalkulasikan melalui persamaan Bragg’s (Park et al., 2004).:

d (1)

dalam hal ini : d = jarak interplanar atau interatom λ = panjang gelombang logan standar θ = kisi diffraksi sinar X

Suatu zat selalu memberikan pola difraksi yang khas. Apakah zat itu dalam keadaan murni atau merupakan campuran zat. Hal ini merupakan dasar dari analisa kualitatif secara difraksi, sedangkan analisa kuantitatif berdasarkan intensitas garis difraksi yang sesuai dengan salah satu komponen campuran, bergantung pada perbandingan konstituen tersebut. (Jenkins, 1988). Hanawalt dalam tahun 1936 membuat kumpulan pola difraksi dari sejumlah zat yang diketahui. Setiap pola bubuk dikarakterisasi oleh kedudukan garis 2θ dan I (intensitas), tetapi karena kedudukan garis tergantung panjang gelombang yang digunakan, maka besaran yang lebih fundamental adalah jarak d dari bidang kisi sehingga Hanawalt menyusun masing - masing pola berdasarkan nilai d dan I dari garis difraksinya (Jenkins, 1998).

(39)

27

2.9.2 SEM (Scanning Electron Microscope) - EDX (Energy Dispersive

X-ray Spectroscopy)

SEM adalah suatu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi. SEM memiliki kemampuan yang unik untuk menganalasis permukaan suatu bahan dengan perbesaran yang sangat tinggi. Dengan SEM maka tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel dari bahan dapat diamati dengan baik. Hasil karakterisasi SEM berupa pencintraan material dengan menggunakan prinsip mikroskopi, namun menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik. Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra permukaan yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron (Dolat et al., 2014).

EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik kimia dari spesimen. Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi beberapa eksitasi sinar X dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi sejalan dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap elemen memiliki struktur atom yang unik, dan merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan sinar-X untuk mengidentifikasinya.

(40)

28

Untuk merangsang emisi karakteristik sinar-X dari sebuah spesimen, sinar energi tinggi yang bermuatan partikel seperti elektron atau proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen yang yang akan diteliti. Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung elektron dasar di masing-masing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti. Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih tinggi dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinar-X. Jumlah dan energi dari sinar-X yang dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh spektrometer energi-dispersif. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan karakteristik dari perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakteristik struktur atom dari unsur yang terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari spesimen dapat diukur. Pengujian EDX ini dilakukan untuk mengetahui komposisi yang terkandung pada permukaan plat (Dolat et al., 2014).

2.9.3 Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR adalah alat untuk mengenal struktur molekul khususnya gugus fungsional. Daerah inframerah meliputi inframerah dekat (near infrared, NIR) antara 20.000-4000 cm-1, IR tengah 4000-40 cm-1 dan IR jauh (far infrared, FIR) berada pada 400-10 cm-1

(41)

29

(Sastrohamidjojo, 2003). Gugus fungsional dari suatu molekul dapat dilihat pada daerah-daerah yang spesifik menggunakan harga frekuensi gugus fungsional.

Spektrum IR dapat digunakan untuk elusidasi suatu senyawa dengan cara mencocokan spektrum IR dari senyawa yang diuji dengan senyawa IR dari senyawa yang telah diketahui. Atau dapat juga dengan cara menginterprestasi spektrum IR-nya, karena masing – masingikatan memberikan frekuensi vibrasi yang spesifik (Hadjar, 1987).

Secara keseluruhan, analisis menggunakan spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan utama dibandingkan dengan dispersi, yaitu:1) Spektrofotometer FTIR dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning. 2) Sensitifitas dari metode spektrofotometer FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless) (Sastrohamdjojo, 2003).

2.9.4 DR UV – Vis

Spektrofotometri UV-Vis Diffuse Reflektansi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui besarnya band gap hasil sintesis. Harga Eg dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis Difusi Reflektansi. Metode ini berdasarkan pada pengukuran radiasi UV-Vis yang direfleksi oleh sampel padat. Radiasi yang direfleksikan oleh permukaan padatan kristal dibagi menjadi dua komponen, yaitu

(42)

30

specular yang menghasilkan peristiwa refleksi tanpa adanya transmisi dan bagian difusi yang menyerap radiasi ke dalam materi padatan yang kemudian muncul kembali setelah terjadi scattering. Sinar yang muncul kembali ini disebut sinar difusi dan peristiwa ini disebut difusi reflektansi.

Sampel menyerap sebagian dari radiasi difusi yang berakibat intensitas difusi (I) lebih lemah dibandingkan intensitas mula-mula (Io). Selanjutnya sebagian sinar difusi tersebut diterima detektor, disebut sebagai reflektansi relatif (R), yang dinyatakan dengan persamaan:

(2)

Dalam hal ini,

R : Reflektansi relatif

It : Intensitas radiasi setelah scattering Io : intensitas sinar mula-mula

Reflektansi yang terukur merupakan reflektansi standar dan dinyatakan dengan persamaan:

(3)

Nilai ini akan digunakan untuk mengetahui persamaan Kubelka-Munk:

(4)

Persamaan ini memiliki hubungan dengan parameter k (koefisien absorbansi) dan s (koefisien hamburan reflektansi difusi), , sehingga persamaan 4 dapat ditulis:

(43)

31

(5)

Spektrum UV-Vis Difusi Reflektansi berupa kurva hubungan antara k/s melawan panjang gelombang atau absorbansi (A) melawan panjang gelombang. Hubungan absorbansi (A) reflektansi adalah:

(6)

Absorbansi yang diperoleh dari persamaan disebut dengan apparent absorbance, yaitu absorbansi yang diperoleh dari sinaryang ditangkap oleh detektor yang merupakan gabungan sinar transmisi dan

refleksi sampel.

2.9.5 Spektrofotometer UV – Vis (ultraviolet – visible)

Spektrofotometer UV-Vis (ultraviolet-visible) adalah alat analisis sampel menggunakan prinsip-prinsip absorpsi radiasi gelombang elektromagnetik oleh material dalam rentang panjang gelombang ultraviolet (mulai sekitar 200 nm) hingga mencakup semua panjang gelombang cahaya tampak (sampai sekitar 700 nm) (Sastrohamidjojo, 2003).

Analisis spektrofotometri merupakan analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran intensitas warna larutan yang akan ditentukan konsentrasinya dibandingkan dengan larutan standar, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Penentuan konsentrasi didasarkan pada absorpsimetri, yaitu etode analisa kimia yang didasarkan pada pengukuran absorpsi (serapan) radiasi gelombang elektromagnetik.

(44)

64

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ukuran partikel dan ukuran band gap Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 menjadi

lebih kecil akibat adanya pemanasan dengan berbagai variasi temperatur kalsinasi. Baik ukuran partikel maupun ukuran band gap, penurunan ukuran tidak berbanding lurus dengan semakin meningkatnya temperatur kalsinasi. Ukuran partikel terkecil Ni-TiO2 dan NiO-TiO2 secara

berturut-turut yaitu 7,44 nm dan 8,53 nm. Ukuran band gap terkecil Ni-TiO2 dan

NiO-TiO2 yaitu 2,68 eV dan 2,81 eV. Semakin tinggi temperatur

kalsinasi menyebabkan pendistribusian ion dopan semakin merata sehingga menyebabkan bentuk fisik TiO2 menjadi lebih kecil dan lebih

halus.

2. Proses oksidasi-reduksi menghasilkan material Ni-TiO2, sedangkan

proses reduksi-oksidasi menghasilkan material NiO-TiO2. Akan tetapi,

perbedaan temperatur kalsinasi antara oksidasi dengan tempeartur tinggi dan reduksi dengan temperatur lebih rendah menyebabkan NiO tumbuh dominan. Adanya dopan Ni dan NiO yang masuk ke dalam TiO2

menyebabkan ukuran partikel dan ukuran band gap TiO2 menjadi lebih

kecil, serta adanya dopan Ni dan NiO menyebabkan bentuk fisik TiO2

(45)

65

3. Adanya dopan Ni dan NiO pada katalis TiO2 dapat mempercepat aktivitas

fotokatalitik. Hal ini karena penambahan dopan Ni dan NiO terhadap TiO2 menyebabkan ukuran partikel TiO2 menjadi lebih kecil, kristalinitas

meningkat, dan ukuran band gap menjadi lebih kecil sehingga aktivitas fotokatalitik TiO2 semakin meningkat. Semakin meningkatnya aktivitas

fotokatalitik TiO2 menyebabkan degradasi metilen biru menjadi lebih

besar. Degradasi metilen biru terbesar pada TiO2 terdopan Ni sebesar

76,93%, sedangkan degradasi metilen biru terbesar pada TiO2 terdopan

NiO sebesar 80,63%.

5.2 Saran

1. Pada saat sintesis, TiPP dimasukkan setelah asam dan alkohol masuk agar tidak langsung menjadi gel ketika distirrer. Perhatikan juga kehomogenan sol, karena kehomogenen akan berpengaruh terhadap ukuran partikel. 2. pH zat warna metilen biru selalu diperhatikan karena zat warna metilen

biru sensitif terhadap pH. Sebelum dan sesudah penambahan sampel, zat warna metilen biru selalu diukur absorbansinya.

3. Pada saat uji aktivitas fotokatalitik, pastikan proses penyinaran tertutup rapat tidak ada cahaya dari luar yang masuk. Karena jika ada cahaya dari

(46)

66

DAFTAR PUSTAKA

Abe, R. (2010). Recent progress on photocatalytic and photoelectrochemical water splitting under visible light irradiation. Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews. 11(4): 179-209.

Afrozi, A S. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Katalis Nanokomposit Berbasis Titania untuk Produksi Hidrogen dari Gliserol dan Air. Tesis. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Brinker, and Scherer. 1990. Chem.Mater., 12, 434 – 441.

Brown, G.N., Birks, J.W. and Koval. 1992. Development and Characterization of a Titanium-Dioxide Based Semiconductors Photoelectrochemical Detector. Journal Analysis Chenmistry., Vol. 64. Chen, X., & Mao S.S. 2007. Titanium dioxide nanomaterials: Synthesis, properties, modifications, and applications. Chem Rev. 107(7): 2891-2959. Chen, X., Shen, S., Guo, L. And Mao, S.S., 2010, Semiconductor – based Photocatalytic Hydrogen Generation, Chem. Rev., 110,6503-6570.

Choi, Jina, Hyunwoong Park and michael R. 2010. Effects of single Metal-Ion Doping on the Visible-Light Photoreactivity of TiO2. J. Phys.

Chem 114, 783-792.

Choi, Jina. 2010. Development of visible-light-active Photocatalyst for hydrogen production and Environmental application. Thesis. California Institute of Technology. California.

Cotton, F. A dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press.

Cotton, F. A., and Geoffrei Wilkinson, 1988. Advance Inorganic Chemistry, 5th edition. New York: John Wiley and Sons.

Dolat. 2014. Preparation, Characterization and Charge Transfer Studies of Nickel-Modified and Nickel, Nitrogen co-modified Rutil Titanium Dioxide for Photocatalytic Aplication. Chemical Engineering Journal 239 (2014) 149-157.

Domen, K., Kudo, A., Onishi, T., 1986, Photocatalytic Decomposition of Water Into H2 and O2 over NiO – SrTiO3 Powder. 1 Structure of the

(47)

67

Effendi, M. 2012. Analisis Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2 Doping

Nitrogen yang Disiapkan dengan Metode Spin Coating. Prosiding Pertemuan Ilmiah. ISSN : 0853-0823.

Gunlazuardi J dan Tjahjanto R.T. 2001. Preparasi Lapisan Tipis TiO2

sebagai Fotokatalisis: Keterkaitan antara Ketebalan dan Aktivitas Fotokatalisis. Jurnal Penelitian Universitas Indonesia., Volume 5, 81-91. Hoffmann. M.R., S.T. Martin, W. Choi, and D.W. Bahnemann. 1995. Environmental Applications of Semiconductor Photocatalysis. Chemical Reviews. Vol 95, No. 1. California: American Chemical society.

Hondow, N.S., Chou, Y.H., Sader, K., Brydson, R., Douthwaite, R.E., 2010, Semiconductor – Metal Composites: The Role of Ion Migration and Alloy Formation on the Stability of Core Shell Cocatalyst for Photoinduced Water Splitting, J. Phys. Chem. C., 112,22758 – 22762. Kirk-Othmer. 1993. Encyclopedia of Chemical Thecnology. New York: John Wiley and Sons.

Lestari, Mastuti Widi. 2013. Sintesis dan Karakterisasi Nanokatalis CuO/TiO2 yang Diaplikasikan pada Proses Degradasi Limbah Fenol. Indo.

J. Chem 2.

Licciulli A., Lisi D. 2002. Self-Cleaning Glass. Universita Degli Studio Di Lecce.

Linsebigler. A.L., Lu, and J.T Yates, Jr. 1995. Photocatalysis on TiO2

Surface : Principles, Mechanisms, and Selected Results. Chemical Reviews, Vol. 48, No. 3.

Liqun, M., Qinglin, L., Hongxin D. and Zhang, Z. 2005. Systhesis of Nanocrystalline TiO2 With High Photoactivity And Large Specific Surface

Area By Sol-Gel Method. Materials Research Bulletin. 40:201-208. Motahari, F., Mozdianfard, M.R., Soofivand, F. and Niasari, M.s., 2013, NiO Nanostructures: Syntesis, Characterization and Photocatalyst Application In Dye pollution Wastewater Treatment, RSC advances, 4,27654 – 27660.

Motahari, F., Mozdianfard, Faezah. 2014. NiO Nanostructural: Synthesis, Characterization and Photocatalyst Aplication in Die Pollution Waswater Treatment. Article RSC Advances.

(48)

68

Mulyaningsih, Dani. 2012. Uji Aktivitas Katalis Moni/Bentonit Hasil Preparasi Pada Reaksi Hidrogenasi Perengkahan Katalitik Asam Oleat. Skripsi. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia UPI: 8-12.

Poudel, B., Wang, W.Z., Demes, C., Huang, JY., Kunwar, S., Wang, D.Z.,Banerjee, D., Cgen, G & Ren, Z.F. 2005. Formation of Cristallized Titania Nanotubes and their Transformation into Nanowires. Journal of Nanotecnology. 16(9): 1935-1940.

Purwanto, Agus. 2008. Synthesis Nanopartikel dengan Metode Sol-Gel. http://aguspur.wordpress.com diakses tanggal 15 Februari 2012.

Radecka M., Rekas M, Trenczek-Zajac A, Zakrzewsk K. 2008. Importance of the band gap energy and flat band potential for application of modified TiO2 photoanodes in water photolysis. J. Power Sources.,

Volume 181, 46-55.

Rilda, Y,. S. Arief, A. Dharma, & A. Alif. 2010. Modifikasi dan Karakterisasi Titania (M-TiO2) Dengan Doping Ion Logam Transisi Feni dan Cuni. Jurnal Natur Indonesia. 12(2): 178-185.

Rilda, Yetria., A Dharma, S Arief, A Alief, B Shaleh. 2010. Efek Doping Ni (II) pada Aktivitas Fotokatalitik dari TiO2 untuk Inhibisi Bakteri

Patogenik. Makara. Sains., Volume 14, no 1, 7-14.

Sikong, L.,Damchan. 2008. Effect Of Doped SiO2 And Calcination

Temperature On Phase Transformation Of TiO2 Photocatalyst Prepared By Sol-Gel Method. Songklanakarin J.Sci, Technol. 30(3):385-391.

Smart, Lesley., Moore, Elaine. 1995. Introduction to Surface Chemistry and Catalysis. Kanada: John Willey & Sons, Inc.

Streethawong, T., Suzuki, Y. And Yoshikawa, S., 2005, Photocatalytic Evolution Hydrogen over Mesoporous TiO2 Supprted NiO Photocatalyst prepared by Single – step – Sol – gel Process with Surfactan, Int. J. Hydrogen Energy, 30, 1053 – 1062.

Towsend, T.K., browning, N.D and Osterloh, F.E., 2012, Overall Photocatalyst Water Splitting With NiOx – SrTiO3 – A Revised Mechanism, Energy environ. Sci., 5,9543.

Takashi, H,.Y sunagawa, S Myagmarjav, K Yamamoto, N sato, & a Muramatsu.,2003. Reductive Deposition of Ni-Zn Nanopartikel selectively on TiO2 Fine Particles in the Liquid Phase. Materials Transactions,Vol.

44, No. 11.

Valencia, S., J.M. Marin, & Gloria Restrepo. 2010. Study of The Band Gap of Syinthesized Titanium Dioxide Nanoparticules Using The Sol Gel

(49)

69

Methode and a Hydrothermal Treatment. The Open Materials science Journal. 4(1): 9-14.

Yu, J.G., H.G. Yu, B. Cheng, X.J. Zhao, J.C. Yu, & W.K. Ho. 2003. The Effect of Calcination Temperature on the Surface Microstructure and Photocatalytic Activity of TiO2 Thin Films Prepared by Liquid Phase

Deposition. J.Phys. Chem. B. 107(50): 13871-13879.

Zsolt, Pap. 2011. Synthesis, Morpho-structural Characterization and Enveronmental Aplication of Titania Photocatalysts Obtained by Rapid Crystallization. Ph.D Dissertation. University of Szeged, Babes-Bolyai University. Szaged, Hungary, Cluj-Napoca, Romania.

Gambar

Tabel  Halaman
Gambar 2.1 Proses transfer elektron antara fotokatalis induk dan ko  –  katalis  (dalam  hal  ini  yang  menjadi  contoh  adalah  Pt) (Chen et al., 2010)
Gambar 2.2 Struktur kristal TiO 2  a) Rutil; b) Anatas c) Brukit  (Gnanasekar et al., 2002)
Gambar 2.3 Struktur Metilen biru

Referensi

Dokumen terkait

Bayi lahir dengan massa padat kistik pada sacrum ukuran 13x13cm, tampak keluar banyak perdarahan dari massa teratoma, tidak ada bukti hidropsfetalis , dan ukuran plasenta

Bahwa dengan berdasarkan kepada Ketentuan Pasal 11 ayat (1) tersebut, maka Tergugat I mengajukan permohonan kepada Tergugat II, sehingga dalil Penggugat yang menyatakan

Balang ke arah selatan. Pada kenyataannya kenampakan struktural area Pamaluan menunjukkan struktur curvilinear yang terbuka ke arah timur. Bagian selatan lipatan

11 Studi pustaka yang dilakukan peneliti yaitu dengan mengunjungi beberapa perpustakaan di kota Yogyakarta (Institiut Seni Indonesia dan Universitas Gadjah Mada) dan di

Untuk data selang waktu antar kerusakan pada komponen karet mounting didapatkan berdistribusi lognormal, maka akan digunakan uji kolmogorov-smirnov, dimana akan didapatkan

Bedasarkan pembahasan terhadap data yang diperoleh dari hasil penilitian secara keseluruhan tentang Deskripsi Kondisi Sosuial Ekonomi Kepala Keluarga Pemulung di

1) Untuk memudahkan keterjangkauan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu di Kabupaten Musi Rawas maka dikembangkan Wilayah Rujukan. Target jumlah

Karena tingkat probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa perubahan variabel independen dalam model yaitu sistem pengendalian intern, kompetensi