• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Proyek Genetika 2 Bab 1-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Proyek Genetika 2 Bab 1-3"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Konsentrasi Pewarna Wantex dan Macam Strain terhadap Frekuensi Gagal Berpisah (nondisjunction) Pada Persilangan D.melanogaster Strain

♂N >< ♀w dan ♂N >< ♀we

LAPORAN PROYEK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika II yang dibimbing oleh

Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si, M.Si

Oleh :

Kelompok 1/ Offering C

Citra Mustika Delima (150341606023)

Respati Satriyanis (150341601110)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk melangsungkan kehidupannya makhluk hidup memerlukan komponen yang pentingseperti nutrisi atau makanan serta dapat berpengaruh terhadap pemunculan fenotipe makhluk hidup (Abidin, 1997). Nutrisi dan gaya hidup adalah faktor determinan utama dalam lingkungan karena memiliki peran penting dalam kerusakan genom dan selular. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan bahan-bahan kimia pada dasarnya bersifat lipofilik, sehingga sangat sulit untuk dieliminasi dari tubuh dan menyebabkkan zat kimia bersangkutan akan terakumulasi dalam tubuh dan memunculkan gejala serta tanda toksisitas (Gonzalez dan Tukey, 2006).Kemajuan dalam bidang teknologi terutama dalam kimia industri telah mampu menciptakan zat kimia yang mampu menggantikan peran zat alami yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya makanan, misalnya peran pewarna sebagai pewarna alami pada makanan seperti jahe/kunyit untuk warna kuning telah tergantikan oleh pewarna sintetik seperti warna kuning (Tartazine), Biru (Brilliant blue/Indigo Carmin) (Nurlita, 1997) karena dapat menekan biaya produksi (Kisman,1984).

Namun dalam pemakaianya zat pewarna sintetik ini memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya yaitu bagi produsen dan konsumen dapat membuat makanan lebih menarik,meratakan warna makanan dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan. Dampak negatifnya yaitu dapat memberi efek buruk.negatif terhadap kesehatan konsumen seperti kanker kulit,kanker mulut,kerusakan otak (Winarno dan Sulistyowati, 1994). Dalam penelitian ini akan diungkap pengaruh zat pemanis buatan, yakni sodium siklamat terhadap peristiwa Nondisjunction.Herskowitz (1965) menyatakan bahwa gagal berpisah dipengaruhi faktor luar maupun faktor dalam. Faktor dari dalam adalah umur dari induk dan adanya gen mutan sedangkan faktor luar adalah suhu, energy tinggi, karbondioksida, dan zat kimia lain yang biasanya terkandung dalam makanan yang dikonsumsi. Peristiwa gagal berpisah pada Drosophila dapat meningkat seiring dengan tingginya energi radiasi yang bersamaan dengan CO2 dan bahan kimia lainnya.

(3)

Dalam kehidupan sehari hari peristiwa nondisjunction ini juga dapat terjadi pada manusia. Seperti pada orang yang mengalami kelainan pada jumlah kromosomnya atau suatu kondisi dimana kelebihan satu atau lebih kromosom X pada pria (Sindrom Klinefelter). Hal itu terjadi pada saat meiosis sepasang kromosom dapat gagal utuk berpisah satu sama lain atau lebih mungkin gagal untuk berhubungan. Anak laki-laki yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom X nampak normal saat dilahirkan. Ketika mulai memasuki masa pubertas penampilan mereka masih nampak normal, tetapi saat memasuki pertengahan masa pubertas kadar testosteron yang rendah menyebabkan testis yang kecil dan ketidakmampuan untuk menghasilkan spermatozoon. Pria dengan sindroma Klinefelter juga mempunyai gangguan pembelajaran dan problem perilaku seperti pemalu. Pada keadaan normal, manusia mempunyai total 46 kromosom dalam setiap selnya, dimana dua dari kromosom tadi akan bertanggung jawab untuk menentukan jenis kelaminnya. Dua kromosom seks ini disebut kromosom X dan Y. Pada sindroma Klinefelter, masalahnya adalah hasil dari perkembangan jumlah kromosom yang tidak normal, seringkali seorang pria dengan sindroma Klinefelter dilahirkan dengan 47 kromosom pada setiap selnya. Kelebihan satu kromosom tersebut adalah kromosom X. Hal ini berarti dibanding keadaan normal yaitu kombinasi kromosom XY, pria ini mempunyai kombinasi kromosom XXY. Karena orang dengan sindroma Klinefelter mempunyai kromosom Y, maka mereka semuanya adalah seorang pria.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh konsesntrasi pewarna pada medium terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we ? 2. Apakah ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi nondisjunction pada

persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we?

3. Apakah ada pengaruh interaksi antara konsentrasi pewarna dan macam strain terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh konsesntrasi pewarna pada medium terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we 2. Untuk mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi nondisjunction pada

(4)

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara konsentrasi pewarna dan macam strain terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki kegunaan baik dari segi pengembangan ilmu maupun terapan, antara lain:

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh konsentrasi pewarna pakaian merk wantex (biru hitam) dan macam strain terhadap frekuensi nondisjunction pada persilangan D.melanogaster ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we beserta resiproknya, khususnya bagi mahasiswa.

2. Menambah wawasan masyarakat umum tentang pewarna buatan (pakaian) yang sering disalahgunakan pemakaianya serta dampak negatif ditinjau dari sifat karsinogennya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul dan tujuan dari penelitian ini, maka batasan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Persilangan yang dilakukan pada Drosophila melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we untuk F1

2.Pengamatan fenotip yang dilakukan hanya sebatas morfologi luar warna mata,faset mata,warna tubuh,bentuk sayap dan jenis kelamin.

3. Pengamatan pada fenotip F1 dilakukan selama masih terdapat pupa yang menetas , dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke- 1

4. Penelitian yang dilakukan hanya mengenai fenomena nondisjunction akibat pengaruh pewarna dan macam strain

F. Definisi Operasional

1. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu yang merupakan hasil dari persilangan induknya (genotip). Pada penelitian ini fenotip meliputi warna mata, faset mata, keadaan sayap dan warna tubuh.

2. Strain adalah suatu kelompok intra spesifik yang memiliki hanya satu atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni. Pada penelitian ini, digunakan strain N (normal), w (white) dan we (white eosin).

3. Nondisjunction (gagal berpisah) adalah kegagalan dua pasang kromatid atau kromosom homolog untuk memisah selama pembelahan sel sehingga keduanya akan

(5)

menuju ke kutub yang sama. Pada penelitian ini akan dibuktikan pengaruh frekuensi NDJ terhadap konsentrasi sodium siklamat yang berbeda.

4. Pewarna Wantex adalah salah satu bahan kimia sintesis berupa zat pewarna yang banyak digunakan untuk memberi warna pada pakaian s . Pada penelitian ini, pewarna wantex yang digunakan dalam beberapa konsentrasi yang berbeda, yakni 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10% dan 12.5%.

5. Strain N merupakan strain mutan dari lalat D.melanogaster yang mana tidak mengalami mutasi / bersifat normal.

6. Strain w dan we merupakan strain mutan dari lalat D.melanogaster yang mana mengalami mutasi pada struktur matanya.

(6)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kajian Pustaka

1.

Sistematika

Drosophila merupakan jenis lalat buah yang dapat ditemukan di buah-buahan busuk. Drosophila telah digunakan secara bertahun-tahun dalam kajian genetika dan perilaku hewan. Berikut merupakan klasifikasi dari Drosophila (Borror, 1992):

Gambar 2.1. Klasifikasi D.Melanogaster

Drosophila melanogaster merupakan salah satu jenis lalat buah yang sering digunakan dalam sebuah penelitian genetika sejak ditemukanya sebuah pautan kromosom oleh Thomas Hunt Morgan (1866-1945). Alasan menggunakan D. melanogaster sebagai bahan penelitian karenainsecta jenis ini dianggap mudah untuk dibiakkan, memiliki siklus hidup yang pendek,dan menghasilkan banyak keturunan karena individu betina mampu menghasilkan ratusan telur (Robinson, 2003).

2. Drosophila melanogaster

Drosophila memiliki karakteristik khusus sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lalat lain diataranya adalah:

a) Warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang.

(7)

c) Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya.

d) Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan. e) Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung.

f) Mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan berwana merah. Terdapat mata oceli pada bagian atas kepala dengan ukuran lebih kecil dibanding mata majemuk. g) Thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih, sedangkan abdomenbersegmen lima dan bergaris hitamSayap panjang, berwarna transparan, dan posisi bermula dari thorax.

Drosophila merupakan serangga dengan metamorfosis sempurna, yaitu dari telur– larva instar I – larva instar II – larva instar III – prepupa – pupa – imago. Fase perkembangan dari telur Drosophila dapat dilihat lebih jelas pada gambar di bawah ini

Gambar 2.2. Tahapan Perkembangan Telur-Lalat dewasa (Markow, 2015)

Perkembangan dimulai segera setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik didalam telur pada saat fertilisasi sampai dengan pada saat larva muda menetas dari telur, hal ini terjadi dalam waktu kurang lebih 24 jam, dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk makan (Silvia, 2003). Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan post-embrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003).

(8)

Telur Drosophila berbentuk benda kecil bulat panjang dan biasanya diletakkan dipermukaan makanan. Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50 s/d 75 telur perhari dan mungkin maksimum 400 s/d 500 buah dalam 10 hari. (Silvia, 2003). Telur Drosophila dilapisi oleh dua lapisan, yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput tipis tapi kuat (Khorion) di bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis.

Larva Drosophila berwarna putih, bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang keduanya berada pada ujung anterior dan posterior (Silvia, 2003). Saat lapisan kutikula tidak lunak lagi, larva muda secara periodik berganti kulit untuk mencapai ukuran dewasa. Kutikula lama dibuang dan integumen baru diperluas dengan kecepatan makan yang tinggi. Selama periode pergantian kulit, larva disebut instar. Instar pertama adalah larva sesudah menetas sampai pergantian kulit pertama(instar kedua). Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi pada mulut hitamnya. Sesudah pergantian kulit yang kedua, larva (instar ketiga) makan hingga siap untuk membentuk pupa. Pada tahap terakhir, larva instar ketiga merayap ke atas permukaan medium makanan atau ke tempat yang kering lalu berhenti bergerak dan membentuk pupa. Saat larva Drosophila membentuk cangkang pupa, tubuhnya memendek, kutikula menjadi keras dan berpigmen, tanpa kepala dan sayap disebut prepupa. Formasi pupa ditandai dengan pembentukan kepala, bantalan sayap, dan kaki. Puparium (bentuk terluar pupa) menggunakan kutikula pada instar ketiga. Pada stadium pupa ini, larva dalam keadaan tidak aktif, dan dalam keadaan ini, larva berganti menjadi lalat dewasa (Ashburner, 1989).

Setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya belum terbentang. Sementara itu, lalat betina akan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan. Pada ujung anterior terdapat mikrophyle, tempat spermatozoa masuk ke dalam telur. Walaupun banyak sperma yang masuk ke dalam mikrophyle tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan pronucleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio. (Borror, 1992).

D. melanogaster yang dipilih dan digunakan dalam peneilitian ini adalah D. melanogaster strain N, mdan w. Berikut merupakan pemaparan terkait dengan ciri morfologis dari D. melanogasterdengan strain-strain tersebut yaitu:

(9)

a. D. melanogaster strain N

D. melanogaster strain N adalah D. melanogaster tipe normal atau wild-type. D. melanogaster strain N dikatakan sebagai strain normal karena tidak mengalami mutasi pada salah satu atau beberapa lokus kromosomnya (Corebima, 1997). D. melanogaster strain ini memiliki ciri morfologis tubuh berwarna kuning kecoklatan, mata merah sayap lurus dan menutupi seluruh tubuhnya.

b. D. melanogaster strain w

D.melanogaster Strain w merupakan strain yang mengalami mutasi pada kromosom I, yaitu kromosom X di titik 1,5 pada lokus white. Sehingga pada D. melanogaster strain ini memiliki warna mata putih. Strain w berada pada Strain y mempunyai faset mata halus, dan warna tubuh kuning kecoklatan.

c. Strain White Eosin (we)

Mutasi white eosin pada D. melanogaster merupakan mutasi yang terjadi pada mata. Menurut Lindsley & Zimm 1992, mutasi pada mata white eosin terletak pada kromosom 1 lokus 32. Warna mata pada strain white eosin ini berwarna putih kekuningan

Peta Gen-gen Drosophilla melanogaster

Alfred H. Sturtevant, murid dari Morgan merupakan orang yang kali pertama mengemukakan dan membuat peta koromosom atau peta gen-gen pada Drosophila melanogaster yang berdasarkan kompilasi data dari berbagai persilangan yang telah dilakukan Morgan dan ahli genetika lain (Klug et al, 2012). Pembuatan peta gen tersebut didasarkan pada nilai frekuensi rekombinasi, nilai pautan, dan nilai pindah silang dan untuk mengetahui mutasi kromosom pada lokus ke berapa. Nilai peristiwa tersebut kemudian dikonversi menjadi jarak antar gen. Peta gen Drosophila dapat dilihat pada gambar 2.3.

(10)

Gambar 2.3. Peta kromosom pada D. melanogaster (Sumber: Pierce, 2012: 179)

3. Nondisjunction

Gagal berpisah merupakan suatu peristiwa dimana bagian-bagian dari sepasang kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada meiosis I, atau dimana kromatid saudara gagal berpisah selama meiosis II, sehingga satu gamet menerima dua jenis kromosom yang sama dan satu gamet lainnya tidak mendapat salinan sama sekali (Campbell et al, 2011). Nondisjunction terjadi ketika kromosom gagal untuk memisahkan diri selama meiosis; Bila ini terjadi, gamet dengan jumlah kromosom abnormal diproduksi (Oliver et al, 2008).

Peristiwa gagal berpisah merupakan salah satu bentuk mutasi kromosom karena menyebabkan perubahan dalam jumlah kromosom. Gagal berpisah dapat terjadi pada autosom maupun gonosom, selama meiosis maupun mitosis, pada betina maupun jantan. Peristiwa nondisjunction dibedakan menjadi nondisjunction primer dan sekunder. Nondisjunction primer dapat terjadi pada induk lalat yang belum mengalami nondisjunction atau lalat normal, sedangkan nondisjunction sekunder terjadi pada keturunan yang merupakan hasil nonodisjunction primer. Seperti yang dijelaskan oleh Corebima (2004:66) bahwa peristiwa itu disebut sebagai gagal berpisah sekunder

(11)

karena kejadiannya berlangsung pada turunan dari individu betina, yang keberadaannya merupakan produk gagal berpisah primer. Dalam hal ini individu betina yang dimaksud memiliki dua kromosom kelamin X dan satu kromosom Y.

4. Faktor Penyebab Gagal Berpisah

Peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) dipengaruhi oleh beberapa hal baik pengaruh dari faktor luar maupun pengaruh dari faktor dalam. Faktor luar yang dapat menyebabkan peningkatan peristiwa gagal berpisah pada Drosophila melanogaster menurut (Grell, 1979) adalah energi radiasi tinggi, karbondioksida, dan zat kimia. Zat kimia yang dapat menyebabkan terjadinya gagal berpisah adalah adanya pewarna, pemanis, pengawet, perasa dan penyedap. Dalam penelitian ini zat kimia yang digunakan untuk mempengaruhi peristiwa nondisjunction adalah zat pewarna sintetik/buatan untuk pakaian.

Sedangkan faktor dari dalam yang berpengaruh terhadap frekuensi gagal berpisah diantaranya adalah umur dari induk, gen mutan , faktor yang berkaitan dalam kelainan-kelainan pada tingkah laku genetik dan adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan normal atau abnormal (Herskowitz,1997) . Sedangkan menurut (Grell, 1979) yaitu perubahan genotip internal yaitu mutasi titik dan penataan ulang kromosom. Menurut Herskowitz (1977) faktor dari dalam lainnya yang berpengaruh terhadap gagal berpisah adalah adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak berada pada keadaan normal atau abnormal.

Selain itu faktor dalam yang juga mampu mempengaruhi peristiwa gagal berpisah adalah macam strain yang digunakan. Srain yang digunakan dalam penelitian adalah strain N, w dan we. Strain N (normal) yaitu strain yang memiliki warna tubuh kuning kecoklatan, warna mata merah dengan faset mata halus, dan sayap menutupi seluruh tubuh. Untuk strain w (white) memiliki tubuh dengan warna kuning kecoklatan, sayap menutupi tubuh dan warna mata putih. Sedangkan strain we (white eosin) memiliki warna tubuh kuning kecoklatan, warna mata putih kekuningan dan sayap memenuhi seluruh tubuh. Strain-strain ini terpaut pada kromosom kelamin (kromosom I) (Sciencekit, 2008). Menurut paparan Karmana (2010) menyatakan bahwa akan ada jumlah turunan berbeda untuk strain yang berbeda pula namun belum ada informasi yang mengungkap pengaruh macam strain terhadap jumlah turunan.

Macam strain dapat meningkatkan frekuensi non disjunctions karena adanya elemen transposabel P. Elemen transposabel P diatur pada tingkat tinggi, menunjukkan

(12)

baik kontrol genetik maupun jaringan spesifik yang dapat mengakibatkan tinggi frekuensi non disjunctions (Daniels, dkk, 1992). Namun pengaruh macam strain mungkin tidak begitu berpengaruh terhadap frekuensi non disjunction karena adanya kemampuan membelah dari sel-sel secara normal pada semua strain D.melanogaster. Pada pembelahan meiosis normal tahap anafase I, dimulai ketika kromosom bergerak ke kutub yang berlawanan. Tiap kromosom dari pasangan kromosom homolog bergerak ke arah kutub yang berlawanan. Masing-masing kutub menerima setengah jumlah kromosom yang ada (Jai, 2011).

4. Zat Pewarna Sintetik (Wantex Biru)

Menurut Elbe dkk. (1996) zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami maupun sintetik yang memberikan warna. Berdasarkan sumbernya,zat pewarna diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992). Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti : karamel,coklat dan daun suji. Pewarna buatan sering disebut juga pewarna sintetik dimana proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkomntaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun (Winarno, 1994). Beberapa zat pewarna sintetik menurut Kisman (1984) antara lain yaitu zat warna merah (Carmoisinse), Kuning (Tartazine), Biru (Brilliant blue/Indigo Carmin) dan Hijau (Fast Green FCF).

Pada praktikum yang saya lakukan menggunakan zat pewarna sintetik pada pakaian merk Wantex berwarna biru dimana didalamnya mengandung senyawa/zat kimia indigo carmine . Dimana Indigo carmine ini adalah zat warna berbentuk bubuk berwarna biru dan larut dalam air,kloroform dan nitrobenzen tetapi tidak larut dalam alkohol dan eter. Indigo carmine ini banyak digunakan sebagai zat warna celup yang memberikan warna biru pada tekstil seperti pakaian yang terbuat dari kain katun dan jeans. Indigo carmine ini juga sering dipakai karena warnanya yg cemerlang meskipun pada corak yang gelap,selain itu juga digunakan sebagai reagen untuk mendeteksi nitrat dan klorat (Safni dkk, 2008).

(13)

B. Kerangka Konseptual

Nondisjuntion atau peristiwa gagal berpisah merupakan suatu peristiwa dimana kedua kromosom kelamin X gagal memisah selma meiosis sehingga keduanya menuju kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang

tidak memiiki kromosom kelamin X (Corebima, 2013b).

Pada peristiwa nondisjunction dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu merupakan zat kimia yang disini merupakan zat pewarna buatan pada pakaian merk wantex.Sedangkan faktor internal yaitu macam strain yang memiliki nilai

frekuensi rekombinasi dan nilai pautan yang berbeda

adanya gen mutan yang menyebabkan sentromer tidak

berada pada keadaan normal atau abnormal

Memiliki batas konsumsi yang aman maksimum (penggunaannya dibatasi)

Ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi NDJ

Ada pengaruh konsentrasi sodium siklamat terhadap

frekuensi NDJ

Ada pengaruh interaksi macam strain dan konsentrasi sodium siklamat terhadap frekuensi NDJ

(14)

C. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka hipotesisnya sebagai berikut:

1. Ada pengaruh konsesntrasi pewarna pada medium terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we

2. Ada pengaruh pengaruh macam strain terhadap frekuensi nondisjunction pada persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we

3. Ada pengaruh pengaruh interaksi antara konsentrasi pewarna dan macam strain terhadap frekuensi nondisjunction dari persilangan D.melanogaster strain ♂ N >< ♀ w, ♂ N >< ♀ we

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati. 2010. SINDROMA KLINEFELTER . Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Safni dkk. 2008. Degradasi Indigo Carmine Secara Sonolisis dan Fotolisis dengan Penambahan TiO2-Anatase. Padang : Universitas Andalas

Abidin, K.1997. Pengaruh Sodium Siklamat Terhadap Frekuensi Nondisjunction D.melanogaster strain N><w. (Skripsi tidak diterbitkan).Malang: IKIP Malang Gonzalez, F.J. & Tukey, R.H. 2006. Drug Metabolism. In L.L. Brunton, J.S. Lazo, & K.L. Parker (Eds),

Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, (p. 71-91).

New York: McGraw-Hill.

Herkowitz, I. J. 1965. Principles of Genetics. Edisi 2. New York: MacMillan Publishing. Co, Inc.

Gambar

Gambar 2.1. Klasifikasi D.Melanogaster
Gambar 2.2. Tahapan Perkembangan Telur-Lalat dewasa  (Markow, 2015)
Gambar 2.3.  Peta kromosom pada D. melanogaster  (Sumber: Pierce, 2012: 179)
Gambar 2.4. Struktur Kimia Indigo Carmine (Safni dkk, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Apabila hasil dari penjualan aktiva tetap atau aktiva tidak lancar ini tidak digunakan untuk mengganti aktiva yang bersangkutan, akan menyebabkan keadaan aktiva lancar

Menurut Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014, bahwa gelandangan non psikotik yaitu orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak

Menurut Purnomo (2010), ada empat faktor yang menyebabkan sebuah spesies dapat menjadi hama, yaitu (1) spesies hama itu harus berada pada tingkat perkembangan yang tepat,

Menurut Prawirohardjo (2007) bahwa faktor yang bisa menyebabkan asfiksia adalah faktor kehamilan ibu yaitu kehamilan yang lewat waktu (posterm/serotins) yaitu usia

Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal. Penyu bertelur dengan tingkah

Proses pembuatan gula merah cetak tanpa kapur akan mengalami penurunan pH yang menyebabkan peningkatan reaksi inversi sukrosa dalam nira tebu (Erwinda dan Susanto

Deteksi dini kehamilan risiko tinggi merupakan upaya dalam menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko atau bahaya yang dapat berpengaruh pada keadaan ibu maupun janinnya dan dapat

Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.17 Menurut Sarwono, pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan salah satu faktor yang