• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat demam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat demam"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam terjadi pada oral temperature >37,2°C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-obatan.

Demam merupakan gejala yang paling umum dikeluhkan oleh setiap penderita dalam praktek sehari-hari, dan dianggap sebagai penanda adanya suatu gangguan dalam tubuh. Pada umumnya demam terjadi dalam waktu singkat yang terkadang menimbulkan rasa tidak enak atau tidak nyaman bagi penderita. 1,2

Sejak masa Hipocrates, demam sudah diketahui sebagai pertanda adanya suatu penyakit. Galileo pada abad pertengahan menciptakan alat pengukur suhu dan Santorio di Padua melaksanakan aplikasi pertama penemuan alat ini di lingkungan klinik. Tiga abad kemudian baru untuk pertama kali, dokter mulai memonitor suhu pasien demam di tahun 1850-an dan 1860-an, setelah Traube memperkenalkan termometer untuk bangsal rumah sakit dan Wunderlich menerbitkan sebuah analisis yang didasarkan pada pengamatan terhadap 20.000 subyek, yang meyakinkan dokter terhadap nilai grafik suhu dari waktu ke waktu. Traube memperlihatkan sebuah kurva suhu secara menyeluruh yang dibuat di sebuah klinik di Leipzig. Penggunaan kurva suhu semakin meluas setelah dipublikasikannya pendapat Wunderlich pada tahun 1868, dimana beliau mengatakan bahwa dengan semakin banyak pengalamannya dalam memakai alat pengukur suhu ini, semakin bertambah keyakinannya mengenai manfaat pengukuran tersebut, khususnya untuk mendapatkan informasi yang cukup akurat dan prediktif mengenai kondisi seorang pasien.1,3

Demam dapat memberikan informasi penting tentang adanya gejala penyakit, terutama infeksi, dan tentang perubahan status klinis pasien. Pola demam adalah hal penting untuk membantu dalam diagnosis dan perkembangan terapi penyakit tertentu, seperti demam malaria, thypus, dan juga malignansi .

(2)

Salah satu penanganan demam adalah dengan memberikan obat-obatan. Salah satu diantara obat yang dapat mengatasi demam adalah parasetamol. Parasetamol atau asetaminofen adalah metabolit fenasetin yang mempunyai efek antipiretik dan analgetik lemah. Parasetamol merupakan salah satu analgetik yang tergolong sebagai obat bebas. Terdapat banyak jenis nama dagang dari obat yang mengandung parasetamol yang beredar dan telah dikenal oleh masyarakat sehingga penggunaannya sangat luas. Terdapat lebih dari 300 nama dagang dari obat-obatan yang mengandung parasetamol.

(3)

BAB II DEMAM

2.1 Definisi Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal rata-rata pada individu yang berusia 18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,40 C.

Jadi suhu tubuh pagi hari > 37,2C (98,9F) atau suhu tubuh sore hari >37,7C (99.9F) disebut sebagai keadaan panas/demam/febris. Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral, aksila dan rektal sekitar 0,50 C; suhu rektal > suhu oral > suhu aksila.9

Suhu tubuh normal dapat dipertahankan, walaupun ada perubahan suhu tubuh lingkungan, karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hati, dengan panas yang hilang. Dalam keadaan demam, keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi peningkatan suhu dalam tubuh.

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

2.2 Mekanisme Demam9,10,11

Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C

(4)

terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh.

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.

2.3 Regulasi Suhu Tubuh10

Manusia dan binatang menyusui mempunyai kemampuan untuk memelihara suhu tubuh relatif konstan dan berlawanan dengan suhu lingkungan. Kepentingan dipertahankan suhu tubuh pada manusia adalah berhubungan dengan reaksi kimia di dalam tubuh kita. Misal kenaikan suhu 100 C bisa mempercepat proses biologis 2-3

kalinya. Suhu inti (core temperature) manusia berfluktuasi +10 C dalam kegiatan

sehari-hari.

Konsep core temperature yaitu dianggap merupakan dua bagian dalam soal pegaturan suhu yaitu: Bagian dalam inti suhu tubuh, yang benar- benar mempunyai suhu

(5)

rata-rata 370 C, yaitu diukur pada daerah (mulut, otot, membrane tympani, vagina,

esophagus).

Organ Pengatur Suhu Tubuh

Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah Hypothalamus, Hipothalamus ini dikenal sebagai thermostat yang berada dibawah otak. Hipothalamus anterior berfungsi mengatur pembuangan panas. Hipothalamus posterior berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas.

Mekanisme pengaturan suhu

Kulit –> Reseptor ferifer –> hipotalamus (posterior dan anterior) –> Preoptika hypotalamus –> Nervus eferent –> kehilangan/pembentukan panas

Sumber Panas  Metabolisme

Kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber utama dan pembentukan/pemberian panas tubuh. Pembentukan panas dari metabolisme dalam keadaan basal (BMR) + 70 kcal/jam sedang pada waktu kerja (kegiatan otot) naik sampai 20%.

 Bila dalam keadaan dingin seseorang menggigil maka produksi panas akan bertambah 5 kalinya.

Penglepasan Panas

1. Penguapan (evaporasi)

Penguapan dari tubuh merupakan salah satu jalan melepaskan panas. Walau tidak berkeringat, melalui kulit selalu ada air berdifusi sehingga penguapan dari permukaan tubuh kita selalu terjadi disebut inspiration perspiration (berkeringat tidak terasa) atau biasa disebut IWL (insensible water loss). Inspiration perspiration melepaskan panas + 10 kcal/jam dari permukaan panas dari metabolisme dikeluarkan kulit. Dari jalan pernafasan + 7 kcal/jam dengan cara evaporasi 20 - 25%.

(6)

2. Radiasi

Permukaan tubuh bila suhu disekitar lebih panas dari badan akan menerima panas, bila disekitar dingin akan melepaskan panas. Proses ini terjadi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan kecepatan seperti cahaya radiasi.

3. Konduksi

Perpindahan panas dari atom ke atom/ molekul ke molekul dengan jalan pemindahan berturut turut dari energi kinetik. Pertukaran panas dari jalan ini dari tubuh terjadi sedikit sekali (kecuali menyiram dengan air)

4. Konveksi

Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan. Misalnya pada waktu dingin udara yang diikat/dilekat menjadi pada tubuh akan dipanaskan (dengan melalui konduksi dan radiasi) kurang padat, naik dan diganti udara yang lebih dingin. Biasanya ini kurang berperan dalam pertukaran panas.

Pengaturan Suhu Tubuh Pada Keadaan dingin

Ada dua mekanisme tubuh untuk keadaan dingin yaitu :

1. Secara fisik (prinsif-prinsif ilmu alam) yaitu pengaturan atau reaksi yang terdiri dari perubahan sirkulasi dan tegaknya bulu-bulu badan (piloerektion) –> erector villi

2. Secara kimia yaitu terdiri dari penambahan panas metabolisme.

Pengaturan secara fisik dilakukan dengan dua cara :

1. Vasokontriksi pembuluh darah (kutaneus vasokontriksi)

Pada reaksi dingin aliran darah pada jari-jari ini bias berkurang + 1% dari pada dalam keadaan panas. Sehingga dengan mekanisme vasokontriksi maka

(7)

panas yang keluar dikurangi atau penambahan isolator yang sama dengan memakai 1 rangkap pakaian lagi.

2. Limit blood flow slufts (perubahan aliran darah)

Pada prinsipnya yaitu panas/temperature inti tubuh terutama akan lebih dihemat (dipertahankan) bila seluruh anggota badan didinginkan.

Pengaturan secara kimia

Pada keadaan dingin, penambahan panas dengan metabolisme akan terjadi baik secara sengaja dengan melakukan kegiatan otot-otot ataupun dengan cara menggigil. Menggigil adalah kontraksi otot secara kuat dan lalu lemah bergantian, secara sinkron terjadi kontraksi pada grup-grup kecil motor unit alau seluruh otot. Pada menggigil kadang terjadi kontraksi secara simultan sehingga seluruh badan kaku dan terjadi spasme. Menggigil efektif untuk pembentukan panas, dengan menggigil pada suhu 50 C selama 60

menit produksi panas meningkat 2 kali dari basal, dengan batas maksimal 5 kali.

Pengaturan suhu tubuh dalam keadaan panas

1. Fisik

• Penambahan aliran darah permukaan tubuh

• Terjadi aliran darah maksimum pada anggota badan • Perubahan (shift) dari venus return ke vena permukaan

2. Keringat

• Pada temperatur di atas 340 C, pengaturan sirkulasi panas tidak cukup dengan

radiasi, dimana pada kondisi ini tubuh mendapat panas dari radiasi. Mekanisme panas yang dipakai dalam keadaan ini dengan cara penguapan (evaporasi).

• Gerakan kontraksi pada kelenjar keringat, berfungsi secara periodik memompa tetesan cairan keringat dari lumen permukaan kulit merupakan mekanisme pendingin yang paling efektif.

(8)
(9)

2.4 Etiologi Demam9,10

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overheating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun.

Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang menyebabkan perubahan “set point”. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein, dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit). Pirogen eksogen merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.

Beberapa penyebab penting demam dan hipertermia

 Infeksi : bakterial, viral, jamur, parasit, riketsia

 Penyakit Autoimun : SLE, poliartritis nodosa, demam rematik, polimyalgia rheumatika, giant cell arthritis, adult still’s disease, wegeners granulamatosis,vaskulitis, relapsing polychondritis, dermatomyositis, adult rheumatoid arthritis.

 Penyakit Sistem Saraf Pusat : perdarahan serebral, trauma kepala, tumor otak dan spinal, penyakit degenerative sistem saraf pusat (misal : multiple sklerosis), trauma medulla spinalis.

 Penyakit Neoplasma Ganas : neoplasma primer (misal: kolon dan rectum, hepar, ginjal, neuroblastoma), tumor metastase dari hepar

 Penyakit darah : Limfoma, leukemia, anemia hemolitik

 Penyakit Kardiovaskuler : infark miokard, tromboflebitis, emboli paru

 Penyakit Gastrointestinal : penyakit bowel, abses hepar, hepatitis alkoholik, hepatitis granulomatosa.

 Penyakit Endokrin : Hipertiroid atau feokromositoma

 Penyakit karena Agen Kimia : reaksi obat (termasuk serum sickness), sindroma neuroleptik maligna, hipertermi maligna pada anestesi, sindroma serotonergik.

 Penyakit Miscelaneous : sarkoidosis, demam mediterania, trauma jaringan lunak dan hematoma.

(10)

2.5. Pola Demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).1

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-8

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu

tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.

Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

(11)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal

dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang

paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan

perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam

yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12

(12)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam

melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada

satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda

(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

(13)

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia,

sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

(14)

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

2.6. Klasifikasi Demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.2

Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga

kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam padaumumnya

Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu

(15)

Istilah Definisi

Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

(16)

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6. menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs

umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.6

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6) Infeksi saluran kemih Malaria

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis Tampak baik, CRP normal, leukosit normal Dipstik urine

Di daerah malaria PUO (persistent

pyrexia of unknown origin) atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear

factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.1

(17)

Dalam menegakkan penyakit panas atau demam, ilmu dan seni kedokteran harus disatukan. Tidak ada keadaan klinis lainnya dimana anamnesis riwayat medis lebih penting, seperti kronologis gejala, penggunaan obat-obatan atau adanya penanganan lain seperti tindakan pembedahan atau perawatan gigi. Dari anamnesis ini dapat diketahui kapan mulai demam, tinggi suhu badan, apakah demam hilang timbul, adanya menggigil, kelelahan atau sakit.

Dari anamnesis juga ditanyakan tentang riwayat pekerjaan, adanya kontak dengan heawn, asap beracun, organisme yang potensial infeksius/zat yang dapat menjadi antigen, kontak dengan penderita lain yang mengalami panas atau penyakit menular di rumah, tempat kerja atau sekolah. Riwayat geografis tempat tinggal, riwayat perjalanan, kecenderungan makan seperti daging mentah/yang tidak dimasak dengan baik. Riwayat keluarga dengan penyakit tuberculosis, penyakit panas atau penyakit demam lainnya. 2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan secara regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Suhu tubuh dapat diukur dengan menempatkan thermometer ke dalam rektal, mulut, telinga dan ketiak. Penggunaan thermometer kaca berisi merkuri tidak lagi dianjurkan karena dapat berbahaya dan juga meracuni lingkungan.

Pengukuran suhu mulut aman untuk dilakukan. Pengukuran ini lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila). Pengukuran suhu aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu melalui anus atau rektal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling sedikit terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman bagi penderita. Pengukuran suhu melalui telinga (infrared tympanic) tidak dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga sempit dan basah.

Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu dalam tenggorokan atau pembuluh

(18)

arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan karena terlalu invasif.

Kisaran nilai normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila antara 34,7°-37,3° C, suhu rektal antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.

Pemeriksaan fisik juga harus diperhatikan pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem muskuloskletal dan sistem saraf. Pemeriksaan rektal memberikan manfaat yang cukup mengesankan untuk kasus-kasus tertentu. Penis, prostat, skrotum, dan testis harus diperiksa dengan cermat, prepusium bila pasien tidak disirkumsisi harus diretraksi. Pemeriksaan pelvis merupakan bagian dari setiap pemeriksaan jasmani yang lengkap pada seorang perempuan.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium

Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal adalah pemeriksaan hematologi, pada infeksi bakteri akut dapat menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri, dengan atau tanpa leukositosis. Pemeriksaan mencakup hitung darah lengkap, hitung jenis yang dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat yang sensitif untuk mengenali sel-sel eosinofil, bentuk sel darah yang muda, atau bentuk batang, bentuk granulasi toksik dan badan dohle. Tiga bentuk sel darah yang terakhir ini sugestif ke arah bakterial. Netropenia dapat terlihat pada sebagian infeksi virus khususnya parvovirus B19, reaksi obat, SLE, penyakit tifoid, bruselosis, dan penyakit infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia, tuberkulosis serta histoplasmosis. Limfositosis dapat terlihat pada penyakit infeksi virus, tifoid, bruselosis, tuberkulosis. Limfosit atipikal terlihat banyak penyakit virus, termasuk EBV (Epstein-Bar), Sitomegalovirus (CMV), HIV, dengue, rubella, morbilli, varisella, hepatitis virus, serum sickness dan toksoplasmosis. Monositosis terdapat pada tifoid, tuberkulosis, bruselosis dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada reaksi obat hipersensitivitas, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal dan infeksi metazoa tertentu. Jika keadaan demam tampak lama dan berat, sediaan apus harus diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus dilakukan.

Urinalisis dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus diperiksa untuk menemukan kristal. Biopsi sumsum tulang (bukan aspirasi biasa) untuk

(19)

kemungkinan infiltrasi sumsum tulang oleh kuman patogen atau sel tumor. Tinja harus diperiksa untuk menemukan leukosit, telur cacing ataupun parasit. Pemeriksaan elektrolit, gula darah, Blood Urea Nitrogen , dan kreatinin harus dilakukan. Tes faal hepar, SGOT, SGPT, GGT dapat memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati. Pemeriksaan biokimia selanjutnya dapat membantu dengan mengukur kadar kalsium yang dapat meningkat pada sarkoidosis dan karsinomatosis.

b. Mikrobiologi

Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks, dan vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA, kultur) diperlukan untuk setiap pasien yang menderita demam dan batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan kalau keadaan demam tersebut lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi. Cairan serebrospinal harus diperiksa dan dikultur bila terdapat meningismus, nyeri kepala berat, atau perubahan status mental.

c. Radiologi

Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.

2.7.4 Penatalaksanaan9,10

a. Non Farmakologis

Tindakan umum untuk menurunkan demam pada prinsipnya diusahakan untuk beristirahat agar metabolisme tubuh menurun. Cukup cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi/regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup pernafasan, dapat menyebabkan koma.

(20)

b. Farmakologis

Demam merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan fobia tersendiri bagi penderita. Oleh karena itu, ketika seseorang seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam. Salah satunya adalah dengan pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin. Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal)

Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®, Bodrex®, INZA®, dan Termorex® .

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.

Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30- 60 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glikoronida asetaminofen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih.

Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.

(21)

Ibuprofen

Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.

Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 99% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara ekstensif via CYP2C8 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8) dan CYP2C9 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9) di dalam hati dan sedikit diekskresikan dalam keadaan tak berubah. Kira- kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit/konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasi dan analgetiknya melalui mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen. Efek lainnya yang jarang seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan ambliopia toksik yang reversibel.

Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Beberapa contoh aspirin yang beredar di Indonesia ialah Bodrexin® dan Inzana®.

Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang meningkat, hal ini diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase) dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama proses inflamasi). Turunnya suhu,

(22)

dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan atau superfisial dan disertai keluarnya keringat yang banyak.

Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk demam ringan. Efek samping seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut.

Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan untuk menurunkan suhu tubuh pada demam berdarah dengue. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye.

BAB III KESIMPULAN

Demam merupakan keadaan terjadinya suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu pada pagi hari > 37,2C (98,9F) atau suhu pada sore hari >37,7C (99.9F) didefinisikan sebagai demam. Hipertermia merupakan kenaikan suhu

(23)

dari panas yang tidak memadai (misalnya yang terlihat pada waktu latihan jasmani, minum obat yang menghambat perspirasi, lingkungan yang panas,dan lain-lain)

Substansi pirogen dapat berasal dari eksogen maupun endogen, yang merupakan penyebab demam. Pada mulanya yang dianggap sebagai pemicu reaksi demam adalah infeksi dan produknya disebut pirogen eksogen, tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata beberapa molekul endogen seperti komplek antigen-antibodi, komplemen, produk limfosit, dan inflammation bile acids juga dapat merangsang pelepasan pirogen sitokin.

Tipe demam dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, demam intermitten seperti pada malaria, demam remitten seperti pada thypoid, demam kontinyu seperti pada pneumonia. Penyebab demam selain infeksi, penyakit autoimun, penyakit darah, dapat juga disebabkan oleh keadaan toksemia karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dan cermat sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, mikrobiologi merupakan bagian dari pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

Terapi non farmakologis dan farmakologis dapat diterapkan dalam melakukan penatalaksanaan demam. Secara non farmakologi, bahwa prinsip dari metode fisik adalah memfasilitasi penglepasan panas yang lebih besar dari tubuh, dapat dipergunakan sebagai upaya tambahan untuk menurunkan demam. Terapi farmakologi umumnya seperti parasetamol, ibuprofen dan aspirin hingga saat ini masih digunakan sebagai antipiretik yang cukup bermakna serta memuaskan.

Daftar Pustaka

1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.

2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.

(24)

4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.

5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.

6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.

7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44

8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36

9. Nelwan R.H.H. Demam. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.p.2767-72

10. Nainggolan L, Widodo D. Demam, Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Dalam: Widodo D, Pohan HT, editors. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2004.p.1-10

Gambar

Tabel 2. Pola demam  yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Gambar 3. Demam intermiten
Gambar 4. Demam quotidian
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
+4

Referensi

Dokumen terkait

kecil Adanya bidang yang memisahkan ruang Adanya ruang lain sebagai perantara Kesimpulan Dapat digunakan pada ruang-ruang yang mempunyai hubungan erat Dapat digunakan pada

A Statement From the Ad Hoc Committee on Guidelines for the Management of Transient Ischemic Attacks, Stroke Council, American Heart Association.. National

Usaha bank menunjukkan sesuatu yang dijalankan oleh pihak bank didalam operasinya. Menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, tabungan.. Memberikan kredit terutama

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

2206112011 Konteks : Di sebuah los kecil yang menjual beberapa jenis burung telah terjadi percakapan antara seorang laki-laki penjual burung dengan pembeli yang

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

Dengan ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dengan judul: Konstruksi Pendidikan Karakter Moral Pada Film Catatan Akhir Sekolah dalam Perspektif

Hasil dari pengujian Eksperimental perbandingan variasi sengkang miring terhadap kuat geser balok beton bertulang, berdasarkan analisa dan pembahasan pada Bab IV dapat