• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Perlindungan Kekerasan Fisik RSEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Perlindungan Kekerasan Fisik RSEM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN

KEKERASAN

FISIK

2015

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... BAB I DEFINISI... BAB II RUANG LINGKUP... BAB III TATA LAKSANA... BAB IV DOKUMENTASI... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

(3)

BAB I DEFINISI

1. Tujuan

Tujuan dari Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik, Usia Lanjut, Penderita Cacat, Anak-anak dan yang Berisiko Disakiti adalah melindungi kelompok pasien beresiko dari kekerasan fisik yang dilakukan oleh pengunjung, staf Rumah Sakit dan pasien lain serta menjamin keselamatan kelompok pasien beresiko yang mendapat pelayanan di RS Bhayangkara Tulungagung.

2. Definisi

a. Perlindungan Pasien

Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak pasien selama dalam perawatan di rumah sakit dari segala bentuk ancaman dan tindakan yang akan mengacam fisik, mental dan emosional

b. Kekerasan fisik

Semua bentuk tindakan atau perlakuan yang dapat menyakitkan secara fisik yang mengakibatkan cidera ringan sampai pada dampak yang mengakibatkan kematian

c. Kekerasan psikologis

Semua bentuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral, atau sosial termasuk pelecehan secara verbal.

d. Bayi dan anak-anak

Adalah pasien yang berumur 1 hari sampai umur12 tahun e. Usia lanjut

Adalah seseorang baik laki-laki atau perempuan yang berumur 60 tahun keatas.

Lanjut usia secara fisik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia non potensial. Beberapa jenis permasalahan yang di alami oleh lanjut usia antara lain secara fisik, mental,social dan psikologis. Sehingga hal ini akan mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(4)

Adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya terdiri dari

a. Penyandang cacat fisik b. Penyandang cacat mental

(5)

BAB II RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman Perlindungan Pasien dari Kekerasan Fisik ini meliputi kriteria yang dapat digolongkan sebagai tindakan kekerasan, upaya-upaya yang dilakukan RS Bhayangkara Tulungagung dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan serta prosedur pelaporan bila dijumpai tindak kekerasan pada pasien diatur dan dikategorikan dalam ruang lingkup dalam panduan ini.

1. Dasar hukum

a. Undang – Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. b. Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

c. Undang-undang Ripublik Indonesia tentang Penyandang Cacat. 2. Kelompok berisiko yang perlu perlindungan

a. Bayi b. Anak-anak c. Manula

d. Pasien tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri e. Individu yang cacat

f. Pasien koma

g. Gangguan mental dan emosional h. Populasi pasien lain yang berisiko 3. Penyebab risiko kekerasan pasien

a. Pengunjung b. Pasien lain c. Staf Rumah Sakit 4. Penanggung jawab

a. Staf yang bertugas/berdinas b. Satuan pengamanan rumah sakit c. Keluarga pasien

5. Jenis Perlindungan

a. Perlindungan dari Kekerasan Fisik b. Keselamatan Pasien

 Penyiksaan  Kelalaian asuhan

(6)

 Bila terjadi kebakaran

BAB III TATA LAKSANA

Untuk memenuhi hak pasien dalam perlindungan pasien dari kekerasan fisik RS Bhayangkara Tulungagung melaksanakan upaya-upaya yang di atur dalam pedoman perlindungan pasien dari kekerasan fisik. Kekerasan fisik yang mungkin terjadi terhadap pasien dapat berasal dari petugas rumah sakit, pasien lain maupun pengunjung. Pelaksanaan perlindungan pasien dari kekerasan fisik diterapkan pada saat pertama kali pasien dan keluarga pasien melakukan pendaftaran di RS Bhayangkara Tulungagung baik dilakukan di poli rawat jalan, rawat inap maupun IGD serta di seluruh pelayanan kesehatan yang tersedia di rumah sakit. Secara keseluruhan, proses perlindungan dilakukan dilingkungan internal rumah sakit selama pasien mendapatkan pelayanan kesehatan.

proses pelaksanaan perlindungan dapat di lakukan oleh komponen staf medis RS Bhayangkara Tulungagung dan tim keamanan yang disediakan dan ditugaskan untuk melakukan identifikasi dan pengawasan terhadap pasien-pasien yang membutuhkan perhatian extra.

1. Tata laksana Perlindungan Tindak Kekerasan secara Umum

a. Petugas medis dimasing-masing unit pelayanan mengidentifikasi pasien yang berisiko terkenanya tindak kekerasan / yang memerlukan perlindungan.

b. Petugas medis menempatkan pasien / tempat tidur pasien sesuai dengan kategori setiap kasus yang diderita pasien

c. Petugas medis menginformasikan/meminta keluarga pasien untuk dapat membantu menjaga pasien Selama proses pengobatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tulungagung.

d. Dilakukannya sistem jam berkunjung pasien, dengan batasan-batasan tertentu untuk dapat memonitor kondisi pasien, baik memonitor dari sisi kesehatan maupun risiko kekerasan, meliputi :

jam : 07.00 s/d 23.00 WIB

e. Disediakan kartu jaga/penunggu pasien selama proses rawat inap untuk keluarga pasien yang mendampingi pasien jaga malam.

f. Dilakukan monitor dengan media CCTV pada lokasi terpencil/terisolasi, pemantauan individu yang dicurigai akan melakukan tindakan kekerasan, identifikasi pengunjung dan pengawasan keamanan.

(7)

Pada saat shift I dan shift kedua CCTV diawasi oleh PDE apabila terjadi kekerasan fisik kemudian lapor ke security dan untuk shift III diawasi langsung oleh security.

g. Disusun mekanisme/sistem pengawasan yang terpadu antara perawat/petugas dengan satuan pengamanan rumah sakit untuk mengantisipasi kondisi terjadinya kekerasan fisik, dsb.

h. Petugas medis ruang rawat inap melakukan penguncian akses pintu yang terhubung dengan jalan keluar masuk pengunjung dengan rang rawat inap pasien setelah jam berkunjung selesai.

2. Tata laksana Perlindungan Terhadap Pasien Bayi dan anak-anak

a. Ruang rawat inap perinatologi harus dijaga oleh seorang perawat atau bidan yang tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum ada pengganti perawat atau bidan yang menggantikannya

b. Ruang rawat inap anak-anak, yang terletak di ruang bangsal, harus ada perawat yang menjaga dan mengawasi seisi ruangan yang ada atau adanya salah satu anggota keluarga pasien yang menjaga pasien secara bergantian. c. Pemanfaatan CCTV untuk memantau kondisi pasien (bayi dan anak-anak)

dan keluar masuknya pengunjung/staf di ruangan.

d. Pengamanan tempat tidur pasien dari risiko kelalaian petugas selama masa asuhan keperawatan.

3. Tata laksana Perlindungan Terhadap Penderita Cacat

a. Petugas menskrining penderita dengan indikasi khusus (cacat) dengan menempatkan ruang tempat tidur tersendiri atau didekatkan dengan pos jaga, untuk penderita rawat jalan, petugas dapat menempatkan penderita yang mudah di monitor oleh petugas/staf yang ada.

b. Perawat menginformasikan kepada keluarga untuk dapat membantu mengawasi dan melakukan pengawasan selama proses pengobatan (rawat jalan/rawat inap)

c. Memastikan fasilitas pendukung keamanan bagi pasien rawat inap yang terletak diruang rawat inap berupa memasang pengaman ditempat tidur dan penggunaan bel yang mudah dijangkau oleh pasien dan keluarganya serta pemasangan pegangan tangan di kamar mandi pasien

4. Tata laksana Perlindungan Terhadap Pasien Manula, Gangguan Mental dan Emosional

a. Penempatan pasien dengan gangguan mental dan emosional dapat disediakan lokasi / ruangan khusus yang beda dengan pasien yang lainnya yaitu di ruang isolasi.

(8)

b. Pasien dapat pula ditempatkan dengan ruang jaga perawat yang mudah dipantau/dimonitor oleh perawat yang bertugas.

c. Meminta keluarga pasien untuk membantu menjaga pasien selama proses rawat inap dilakukan.

d. Melakukan screening terhadap para keluarga dan pengunjung yang melakukan kunjungan di rumah sakit khususnya rawat inap.

e. Apabila ada pasien gaduh gelisah di pasang reinstrain.

5. Tata laksana Perlindungan Terhadap Pasien yang berisiko disakiti (Risiko Penyiksaan, tersangka tindak pidana, korban kekerasan, napi, dsb)

a. Pasien ditempatkan di ruang isolasi untuk kasus-kasus khusus dan dijaga oleh tenaga keamanan rumah sakit.

Kasus-kasus khusus diantaranya

- Napi dilaporkan ke polisi

- Kasus pidana dilaporkan ke polisi

- Kasus KDRT dilaporkan ke satpam atau staf bidang umum

b. Pengunjung, keluarga dan orang yang melakukan kontak dengan pasien agar dilakukan pencatatan identifikasi, agar memudahkan petugas bila sewaktu-waktu bila terjadi tindakan yang tidak diinginkan.

c. Memasang bel/alarm disetiap ruangan/tempat-tempat tertentu untuk memudahkan pasien bila dilakukan kekerasan oleh orang lain.

d. Petugas berkoordinasi dengan satuan pengamanan rumah sakit untuk tetap melakukan pemantauan kondisi dan perilaku pasien, bila diperlukan bekerjasama dengan pihak yang berwajib.

6. Tata laksana Pelaporan Tindak Kekerasan Fisik

a. Apabila terjadi suatu tindak kekerasan fisik di rumah sakit, seluruh yang mengetahui/menemukan insiden segera melaporkan ke kepala bagian tempat terjadinya tindak kekerasan untuk ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan.

b. Lakukan pengamanan internal yang dilakukan oleh staf medis yang terdekat/terkait yang melihat langung tindak kekerasan fisik kepada pasien.

c. Segera menghubungi petugas keamanan rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut sebagai antisipasi risiko tindakan yang berlebih terhadap pasien.

d. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift paling lambat 2x24 jam, jangan menunda laporan.

(9)

e. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan Langsung pelapor : Kepala Bagian/Kasubdep/unit

f. Atasan langsung akan memeriksa laporan apakah kekerasan fisik yang terjadi dapat diselesaikan pada tingkat kepala bagian/kasubdep/unit atau memerlukan keputusan yang lebih tinggi.

g. Pada kasus insiden tindak kekerasan yang tidak selesai di tingkat bagian/Kasubdep/unit setelah menerima laporan segera membentuk Tim Investigasi yang terdiri dari Personel keamanan rumah sakit dan pihak yang berwajib.

h. Setelah selesai melakukan investigasi, lakukan sistem pelaporan hasil investigasi kepada Karumkit Bhayangkara Tulungagung secara berkala.

(10)

BAB IV DOKUMENTASI

Setiap kejadian insiden tindakan kekerasan harus terdokumentasi dan dilakukan investigasi secara menyeluruh untuk dicari akar masalah agar kejadian

(11)

yang sama tidak terulang kembali. Hasil investigasi dilaporkan kepada Karumkit Bhayangkara Tulungagung dan rumah sakit membuat surat edaran yang berkaitan dengan upaya pencegahan tindakan kekerasan terhadap pasien.

1. Dokumentasi rekam medis pasien

2. Dokumentasi pelaporan tindakan kekerasan

3. Dokumentasi pencatatan identifikasi pengunjung pasien

Formulir Laporan Insiden Tindak Kekerasan

Rumah Sakit Bhayangkara Tulungagung

I. DATA PASIEN

Nama :

(12)

No Rekam Medis : _______________________ Ruangan : _________________________

Umur * : � 0-1 bulan � > 1 bulan – 1 tahun � > 1 tahun – 5 tahun � > 5 tahun – 15 tahun

� > 15 tahun – 30 tahun � > 30 tahun – 65 tahun

� > 65 tahun Jenis kelamin : � Laki-laki � Perempuan

Tanggal Masuk RS : ___________________________ Jam ____________________

II. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden

Tanggal : ___________________________ Jam ____________________ 2. Insiden : ____________________________________________________________ _ 3. Kronologis Insiden ____________________________________________________________ _______________ ____________________________________________________________ _______________ ____________________________________________________________ _______________

4. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden* � Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya � Pasien

� Keluarga / Pendamping pasien � Pengunjung

� Lain-lain

________________________________________________________ (sebutkan)

5. Insiden menyangkut pasien : � Pasien rawat inap

� Pasien rawat jalan � Pasien IGD

� Lain-lain

________________________________________________________ (sebutkan)

(13)

Lokasi kejadian _____________________________________________________

(sebutkan)

(Tempat pasien berada)

7. Unit / Bagian terkait yang menyebabkan insiden

Unit kerja penyebab

_________________________________________________ (sebutkan) 8. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :

� Kematian

� Cedera Irreversibel / Cedera Berat � Cedera Reversibel / Cedera Sedang � Cedera Ringan

9. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :

____________________________________________________________ _______________ ____________________________________________________________ _______________ ____________________________________________________________ _______________ ____________________________________________________________ _______________ Pembuat Laporan : __________________ Penerima Laporan : __________________ Paraf : __________________ Paraf : __________________ Tgl Lapor : __________________ Tgl terima : __________________

(14)
(15)

Referensi

Dokumen terkait

Aparat kepolisian seharusnya dalam menangani masalah kekerasan terhadap anak sebagai korban kekerasan fisik harus memperhatikan hak-hak anak dan kepentingan yang terbaik bagi

Perlindungan Hukum yang diberikan Polresta Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Fisik Dalam Masa Pacaran………55. Solusi yang diberikan Polresta Bila Ada Kekerasan Fisik

perlindungan hukum terhadap perempuan atas kekerasan fisik dalam masa. pacaran di

1. Urgensi perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kekerasaran fisik orang tua kandung.. Kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orangtua kandung di

a. Semua pasien yang merupakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga "KDRT#, Kekerasan Pada Anak, mendapat 'ntimidasi)intervensi dari pihak tidak dikenal harus

LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM MELINDUNGI ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM.. LINGKUNGAN KELUARGA

Kekerasan fisik pada penyakit jiwa dilakukan restraint di RS bila disebabkan oleh tindakan Restraint yang tidak sesuai prosedur, atau menggunakan pengikat yang tidak standart,

Dalam memberikan pelayanan semua pasien rentan, lanjut usia, anak0anak  dengan ketergantungan bantuan dan risiko kekerasan diatas agar sesuai dengan disiplin ilmu yang