• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMIA PUSPA JUWITA NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SAMIA PUSPA JUWITA NIM :"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH ELEMEN-ELEMEN EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK JAMUR

TIRAM GROWJAR PADA CV IDEAS INDONESIA (Studi Kasus Pada Konsumen Growjar di Bandung)

SAMIA PUSPA JUWITA NIM : 1112092000015

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1439 H / 2017 M

(2)

ANALISIS PENGARUH ELEMEN-ELEMEN EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK JAMUR

TIRAM GROWJAR PADA CV IDEAS INDONESIA (Studi Kasus Pada Konsumen Growjar di Bandung)

Oleh

Samia Puspa Juwita NIM : 1112092000015

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)
(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama Lengkap : Samia Puspa Juwita Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 10 Januari 1995 Alamat : Jalan Kemajuan III RT.004/04

No.48 Petukangan Selatan,

Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12270

Agama : Islam Contact Person : 085775851626 E-mail : samiapuspa@gmail.com Riwayat Pendidikan 1999 - 2000 : TK Daarul Husna 2000 - 2006 : SDN Pesanggrahan 05 Pagi 2006 – 2009 : SMPN 177 Jakarta 2009 – 2012 : SMAN 86 Jakarta

2012 – 2017 : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

2012 – 2014 : Humas Saman Agribisnis 2012 – 2013 : Bendahara Dapur Seni

(6)

2013 – 2014 : Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Agribisnis Divisi Kemahasiswaan

2013 – 2016 : UIN Fashion Fair (UFF)

2015 – 2016 : Project Officer Amarantha Traditional Dance of UIN Jakarta

Pengalaman Kerja

2013 – 2014 :Internship Fashion Website Jurnalism di WhatIWear.com

2014 : UIN Fashion Fair (UFF) 2014 sebagai Coordinator Event

2015 :Internship sebagai Tenant Relation di ID Creative World

2015 - 2016 : Internship student sebagai Divisi Marketing di PT Paragon Technology and Innovation

Prestasi :

2015 : Delegasi Perwakilan Indonesia di Pyesta Kolon Datal International Folklore Festival, Koronadal, Philipphines

(7)

RINGKASAN

Samia Puspa Juwita 1112092000015, Analisis Pengaruh Elemen-Elemen Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Produk Jamur Tiram Growjar Pada CV IDEAS Indonesia (Studi Kasus Pada Konsumen Growjar di Bandung). Di bawah bimbingan Iskandar Andi Nuhung dan Rizki Adi Puspita Sari

Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek perlu dikelola agar ekuitas merek tidak mengalami penyusutan. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kepercayaan merek yang terkait dengan merek tertentu, nama, dan atau simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik bagi pemasar/perusahaan maupun pelanggan.

Jamur konsumsi memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Salah satu jamur konsumsi yang dikenal dan digemari masyarakat yaitu jamur tiram. Usaha budidaya jamur tiram pun dianggap piotensial dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat karena usaha ini dapat dijalankan dengan modal yang relatif kecil. Program untuk melakukan teknik budidaya sederhana yang saat ini sedang berkembang adalah program urban farming. Salah satu perusahaan yang melakukan pengembangan teknik budidaya jamur tiram dengan konsep urban farming adalah CV IDEAS Indonesia dengan produknya yang bernama Growjar. Growjar merupakan media tanam (baglog) untuk tanaman jamur, khususnya jamur tiram.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi posisi brand awareness merek baglog Growjar di benak konsumen, (2) Menganalisis brand association merek baglog Growjar di benak konsumen, (3) Menganalisis perceived quality merek baglog Growjar di benak konsumen, (4) Menganalisis brand loyalty merek baglog Growjar di benak konsumen. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis Cochran Q test, analisis skala likert dan rataan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Kesadaran merek produk jamur tiram Growjar berada di tingkat pertama yaitu top of mind, (2) Terdapat 8 asosiasi yang melekat pada Growjar yaitu kualitas baglog yang baik, kegunaan bagi pemiliknya, memberikan kesan edukasi, memiliki bentuk khusus, warna kemasan menarik, harga, kejelasan informasi, dan kemudahan mendapatkan, (3) Persepsi kualitas yang positif pada produk jamur tiram Growjar yaitu kualitas baglog yang baik, kegunaan bagi pemiliknya, memberikan kesan edukasi, warna kemasan menarik, harga, kejelasan informasi, dan kemudahan mendapatkan, (4) Tingkat loyalitas merek media tanam (baglog) jamur tiram Growjar berada di level satisfied buyer.

(8)

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek ... 9

2.2 Ekuitas Merek ... 14

2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek ... 15

2.2.2 Elemen-elemen Ekuitas Merek ... 16

2.2.3 Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 17

2.2.4 Asosiasi Merek (Brand Association) ... 20

2.2.5 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) ... 22

2.2.6 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ... 23

2.3 Jamur ... 26

2.3.1 Macam-Macam dan Ciri-Ciri Jamur Yang Bisa di Konsumsi ... 28

2.3.2 Teknik Budidaya Jamur Dengan Media Tanam (Baglog)... 31

(9)

ii

2.5 Kerangka Pemikiran ... 36

2.6 Operasional Variabel Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.3 Metode Penentuan Populasi dan Penarikan Sampel ... 48

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 51

3.5.1 Uji Validitas ... 52

3.5.2 Uji Realibilitas ... 52

3.5.3 Analisis Deskriptif ... 54

3.5.4 Analisis Cochran Q-Test... 54

3.5.5 Skala Likert dan Rataan ... 56

3.6 Definisi Operasional ... 57

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Sekilas CV IDEAS Indonesia ... 60

4.2 Struktur Organisasi CV IDEAS Indonesia... 61

4.3 Penghargaan CV IDEAS Indonesia ... 64

4.4 Kegiatan Pemasaran ... 65

4.4.1 Product (Produk) CV IDEAS Indonesia ... 66

4.4.2 Price (Harga) ... 68

4.4.3 Place (Lokasi dan Letak Geografis CV IDEAS Indonesia) ... 69

4.4.4 Promotion (Promosi) ... 69

4.5 Proses Produksi Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram CV IDEAS Indonesia ... 70

(10)
(11)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Elemen Brand Equity Versi David A.Aker ... ...17

Gambar 2. Piramida Brand Awareness ... ...18

Gambar 3. Lima Keuntungan Asosiasi ... ...21

Gambar 4. Kerangka Pemikiran ... ...39

Gambar 5. Struktur Organisasi CV IDEAS Indonesia. ... ...62

Gambar 6.Alur Proses Produksi Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram Growjar . ...71

Gambar 7. Hasil Top of Mind Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram Growjar ... ...77

Gambar 8. Hasil Brand Recall Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram Growjar...79

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Penjualan Growjar Tahun 2012-2015 ...3

Tabel 2. Elemen-Elemen Ekuitas Merek ...16

Tabel 3. Operasional Variabel Penelitian ... 41

Tabel 4. Daftar Harga Produk CV IDEAS Indonesia ... 69

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 72

Tabel 6. Karakteristik Responden Yang Memiliki Pendapatan < Rp. 2.500.000 ... 73

Tabel 7. Karakteristik Responden Yang Memiliki Pendapatan Rp. 2.500.0001 Rp.5.000.000 ... 74

Tabel 8. Karakteristik Responden Yang Memiliki Pendapatan > Rp.5.000.001 ... 75

Tabel 9. Hasil Asosiasi Merek Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram Growjar ... 82

Tabel 10. Hasil Persepsi Kualitas Media Tanam (Baglog) Growjar ... 85

Tabel 11. Hasil Persepsi Kegunaan Media Tanam (Baglog) Growjar ... 86

Tabel 12. Hasil Persepsi Kesan Edukasi Media Tanam (Baglog) Growjar ... 87

Tabel 13. Hasil Persepsi Bentuk Khusus Media Tanam (Baglog) Growjar ... 88

Tabel 14. Hasil Persepsi Warna Kemasan Media Tanam (Baglog) Growjar ... 89

Tabel 15. Hasil Persepsi Variasi Kemasan Media Tanam (Baglog) Growjar ... 90

Tabel 16. Hasil Persepsi Variasi Warna Media Tanam (Baglog) Growjar ... 92

Tabel 17. Hasil Persepsi Harga Media Tanam (Baglog) Growjar ... 93

Tabel 18. Hasil Persepsi Kejelasan Informasi Media Tanam (Baglog) Growjar ... 94

Tabel 19. Hasil Persepsi Kemudahan Mendapatkan Media Tanam (Baglog) Growjar ... 95

Tabel 20. Rataan Nilai Perceived Quality ... 96

Tabel 21. Hasil Perhitungan Switcher Buyer ... 98

(13)

vi

Tabel 23. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer ... 101 Tabel 24. Hasil Perhitungan Liking The Brand ... 102 Tabel 25. Hasil Perhitungan Commited Buyer ... 104

(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Ekuitas Merek Baglog Jamur Tiram Growjar

...117

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas ...120

Lampiran 3. Hasil Uji Reabilitas ...122

Lampiran 4. Pengolahan Data Asosiasi Merek Baglog Jamur Tiram Growjar ...123

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Saat ini jamur konsumsi menjadi salah satu sayuran yang cukup diminati di masyarakat, baik untuk bahan konsumsi maupun untuk diperdagangkan di dalam maupun di luar negeri. Jamur konsumsi memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Salah satu jamur konsumsi yang dikenal dan digemari masyarakat yaitu jamur tiram. Terdapat beberapa jenis jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah jambu, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur tiram kuning. Namun, jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Martawijaya dan Nurjayadi 2010).

Proses budidaya jamur tiram pun tergolong mudah. Waktu untuk melakukan budidaya relatif singkat, dan dapat dilakukan di sebagian besar tempat di Indonesia yang umumnya bersuhu hangat. Kondisi tersebut ditunjang pula oleh mudahnya pengadaan bibit dan media tanamnya. Berbagai keunggulan yang

(16)

2 dimiliki tersebut menjadikan jamur konsumsi semakin diminati untuk dibudidayakan dari tahun ke tahun, baik sebagai usaha sampingan berskala rumah tangga hingga usaha berskala besar.

Usaha budidaya jamur tiram pun dianggap potensial dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat karena usaha ini dapat dijalankan dengan modal yang relatif kecil dan dapat dikerjakan dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Menurut MAJI (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia) permintaan jamur tiram bukan saja datang dari pasar domestik, namun juga dari pasar luar negeri atau ekspor. Kesempatan inilah yang membuka peluang bisnis budidaya jamur tiram dan olahan yang berbahan baku jamur tiram.

Salah satu usaha untuk melakukan produksi tanaman jamur yaitu dengan membudidayakannya sendiri. Program untuk melakukan teknik budidaya sederhana yang saat ini sedang berkembang adalah program urban farming. Urban farming merupakan program berkebun atau bertani untuk di daerah perkotaan. Gerakan urban farming diusung tidak sekedar hanya untuk menjadi hobi dan gaya hidup saja, namun sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi guna mengantisipasi permasalahan tingginya populasi penduduk dan ancaman krisis pangan dan gizi di tahun 2050. (Ridwan Kamil dalam wawancara Panah Merah)

Salah satu perusahaan yang melakukan pengembangan teknik budidaya jamur tiram dengan konsep urban farming adalah CV IDEAS Indonesia dengan produknya yang bernama Growjar. Growjar merupakan media tanam (baglog) untuk tanaman jamur, khususnya jamur tiram. Growjar adalah sebuah jar atau toples berisikan bibit jamur tiram yang dapat dibudidayakan oleh siapa saja,

(17)

3 dimana saja, dan kapan saja. CV IDEAS Indonesia mengembangkan pertanian model baru dengan memanfaatkan tren pertanian yang saat ini sedang berkembang di masyarakat kota yaitu urban farming. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama generasi muda mengenai pertanian di Indonesia. Latar belakang terciptanya Growjar adalah sebuah inovasi untuk mendukung tren urban farming berupa budidaya jamur tiram dalam jar/toples yang dapat dilakukan sendiri, dan telah dikembangkan sejak tahun 2012. Inovasi yang dilakukan berupa packaging dan desain Growjar yang dibuat lebih unik dan efisien sehingga memberikan pengalaman baru untuk memiliki pertanian jamur kecil sendiri.

Tabel 1. Data Penjualan Growjar Tahun 2012-2015 No Tahun Penjualan online (pcs) Presentase Kenaikan (%) Penjualam offline (outlet) (pcs) Presentase Kenaikan (%) 1. 2012* 0** 0 300 0 2. 2013 4.213 100 917 206 3. 2014 8.177 94 3.240 253 4. 2015 9.458 16 4.130 27

*(dimulai bulan November) ** (belum online)

Sumber : Data yang diolah

Berdasarkan pada Tabel 1, dikatakan bahwa volume penjualan Growjar sejak tahun 2012 sampai 2015 mengalami peningkatan, baik penjualan secara online (website) maupun secara offline (outlet). Namun terlihat bahwa peningkatan penjualan Growjar semakin menurun. Pada tahun 2012 terdapat penjualan sebanyak 300 pcs, hal ini dikarenakan CV IDEAS Indonesia baru

(18)

4 menjual Growjar kepada kerabat saja dimulai pada bulan November. Penjualan pada tahun 2013 meningkat sangat pesat baik online maupun offline dengan presentase kenaikan sebesar 100% dan 206% dari tahun 2012 dengan penambahan penjualan sebanyak 4.213 pcs untuk online dan 917 pcs untuk offline. Tahun berikutnya, kenaikan Growjar meningkat rata-rata 1-2 kali lipat untuk penjualan online maupun offline. Pada tahun 2015 hanya terjadi penambahan dari total penjualan online maupun offline sebanyak 2.171 pcs sehingga angka persentase peningkatan penjualan juga mengecil 10 kali lipat dibanding 2014.

Persaingan dalam bidang yang sama dengan Growjar yaitu budidaya menggunakan media tanam (baglog) jamur tiram di dalam jar/toples khususnya diwilayah Jawa Barat diantaranya seperti Ganesha Mycosoft, Jamur Bandung, RP Jamur Tiram, dan media tanam (baglog) rumahan lainnya. Jika dibandingkan dengan produsen lainnya, harga yang ditawarkan oleh Growjar lebih mahal yaitu Rp 12.000 per baglog, semantara pesaing lainnya ada di kisaran harga Rp 5.000 – Rp 7.000 per baglog. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan analisis elemen-elemen ekuitas merek agar mampu bertahan di tengah persaingan yang ada. Pemberian merek bertujuan untuk memberikan ciri khas pada produk baglog jamur tiram. Sehingga konsumen produk baglog jamur tiram dapat memilih merek produk baglog jamur tiram yang dianggap lebih unggul. Baglog yang bermerek berusaha menciptakan brand image yang diinginkan oleh konsumen agar dapat memenangkan persaingan pasar. Perusahaan yang memiliki citra merek yang kuat cenderung lebih mudah memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan. Perusahaan tersebut juga akan lebih mudah menempatkan

(19)

5 (positioning) produk yang lebih baik di benak pelanggan. Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli (Freddy, 2009:2).

Merek perlu dikelola agar ekuitas merek tidak mengalami penyusutan. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan kepercayaan merek yang terkait dengan merek tertentu, nama, dan atau simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik bagi pemasar/perusahaan maupun pelanggan (Aaker, 2001:4). Analisis ekuitas merek merupakan kegiatan dalam memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat (Rangkuti, 2009:39). Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan keempat elemen ekuitas merek (brand equity) tersebut yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Elemen-elemen ekuitas merek tersebut diantaranya adalah brand awareness (kesadaran merek), brand association (brand asosiasi), perceived quality (persepsi kulitas), dan brand loyality (loyalitas merek). Keempat elemen tersebut merupakan elemen utama dalam brand ekuitas yang mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian yang dapat memenuhi keputusan serta kepuasan atas baran g tersebut. (Tjiptono, 2011)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Elemen-Elemen Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Growjar Pada CV IDEAS Indonesia” (Studi Kasus Konsumen Growjar di Bandung, Jawa Barat).

(20)

6 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, agar lebih terarah dan mencapai sasaran penelitian, maka dalam penelitian ini masalah yang akan diambil mencakup :

1. Bagaimana brand awareness merek baglog Growjar di benak konsumen?

2. Bagaimana brand association merek baglog Growjar di benak konsumen?

3. Bagaimana perceived quality merek baglog Growjar di benak konsumen?

4. Bagaimana brand loyalty merek baglog Growjar di benak konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi posisi brand awareness merek baglog Growjar di benak konsumen.

2. Menganalisis brand association merek baglog Growjar di benak konsumen.

3. Menganalisis perceived quality merek baglog Growjar di benak konsumen.

(21)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, seperti perusahaan, ilmu pengetahuan, dan penulis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan dan pihak manajemen perusahaan dalam menyusun rancangan pemasaran Growjar CV IDEAS Indonesia.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran atau ide-ide terutama dalam bidang manajemen pemasaran.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan perbendaharaan referensi bagi peneliti-peneliti lain di bidang yang berkaitan di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup keempat elemen ekuitas merek utama yang ada pada Model Aaker dan Keller, yaitu berorientasi pada konsumen dan menitik beratkan pada kepentingan dari kesadaran merek (brand awareness) dan asosiasi merek (brand association), serta membahas akan aspek perspektif kualitas (perceived

quality) dan meskipun Aaker tidak membahas brand attitude sebagai dimensi brand equity seperti Farquhar, tetapi Aaker menggunakan konsep yang sangat

mirip yang dinamakan loyalitas merek (brand loyalty). Objek penelitian adalah produk media tanam (baglog) dalam kemasan Growjar. Responden yang digunakan dibatasi hanya pada konsumen Growjar yang sudah pernah membeli produk media tanam (baglog) minimal 1 (satu) kali baik secara online maupun

(22)

8 offline di outlet penjualan yang berada di wilayah penjualan utama yaitu di Bandung, Jawa Barat. Konsumen merupan konsumen yang membeli produk baglog Growjar untuk kepentingan pribadinya, seperti untuk souvenir, kado, maupun untuk dibudidayakan sendiri.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merek

Menurut Norman Hart dalam Kamus Marketing (2005:19) menyatakan, bahwa merek merupakan nama produk yang sudah ditetapkan, yang biasanya mengandung nilai-nilai kelayakan bagi konsumen maupun perusahaan yang bersangkutan dan biasanya telah didaftarkan ke kantor pencatatan hak paten. Sedangkan menurut The American Association Marketing (AMA) Kotler (2002:268), menjelaskan merek adalah sebuah nama, istilah, simbol, atau kombinasi antara mereka yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu sekelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari barang dan jasa pesaing. Merek merupakan asset yang sangat berharga bila dibandingkan dengan asset lainnya, seperti hak paten dan hak cipta yang memiliki tanggal kadaluarsa. Sebaliknya merek dapat digunakan selamanya oleh produsen.

Dalam Pratiwi (2015:19) merek adalah salah satu atribut yang penting dari sebuah produk yang penggunaannya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan, dimana memberikan merek pada suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu

(24)

10 akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk tersebut.

Merek merupakan atribut produk yang dianggap penting terutama dalam menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen akan percaya setelah menilai atribut yang dimiliki suatu merek. Persepsi positif dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tersebut akan menciptakan citra merek dan pada akhirnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat untuk membeli. Berikut merupakan beberapa rumusan yang diungkapkan oleh beberapa pakar/ahli merek : Menurut undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Sunyoto, 2013:51):

a. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka angka, susunan, warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

b. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

c. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh sesesorang atau beberapa orang secara bersama -sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

(25)

11 d. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang yang sejenis.

Merek dapat memiliki enam level pengertian (Kotler, 2002:460):

a. Atribut. Atribut berarti bahwa merek mengingatkan pada atibut-atribut tertentu.

b. Manfaat. Manfaat berarti bahwa atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

c. Nilai. Nilai berarti bahwa merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

d. Budaya. Budaya berarti bahwa merek juga mewakili budaya tertentu. e. Kepribadian. Kepribadian berarti bahwa merek juga mencerminkan

kepribadian tertentu.

f. Pemakai. Pemakai berarti bahwa merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan merek tersebut.

Sebuah merek adalah suatu nama, istilah, tanda atau disain atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjualan. Bagian dari merek meliputi:

a. Nama merek (brand name) adalah sebagian dari merek yang dapat diucapkan.

b. Tanda merek (brand mark) adalah sebagian dari merek yang dapat dikenal, namun tidak dapat diucapkan (lambang, disain, huruf, warna)

(26)

12 c. Tanda merek dagang (trade mark) adalah sebagian dari merek yang dilindungi oleh hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjualan dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek dan atau tanda merek.

d. Hak cipta (copy right) adalah hak istimewa yang dilindungi undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik, atau karya seni.

Menurut Kamil Idris (2008:15) ada lima jenis merek yang harus diketahui, diantaranya :

a. Merek dagang adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang-barang tertentu yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.

b. Merek jasa adalah merek yang digunakan untuk membedakan jasa tertentu yang digunakan oleh perusahaan tertentu.

c. Merek kolektif adalah merek yang digunakan untuk barang dan jaasa yang dihasilkan dan digunakan oleh anggota dari suatu asosiasi.

d. Merek sertifikasi adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang dan jasa yang mengikuti serangkaian standar-standar dan telah disahkan oleh otoritas yang memberi sertifikat.

e. Merek terkenal adalah merek yang dianggap terkenal di pasar dan menuai keuntungan dari perlindungan merek yang lebih kuat.

(27)

13 Menurut Simamora (2002:441), manfaat merek bagi pembeli adalah untuk menjamin kekonsistenan mutu produk, meningkatkan efisiensi pembeli karena dalam merek terkandung informasi tengtang produk terbaru dalam mencegah peniruan dan pesaing. Merek memiliki manfaat baik bagi produsen dan konsumen, di antaranya manfaat tersebut yaitu manfaat ekonomik, manfaat fungsional, dan manfaat psikologis.

a. Manfaat ekonomik :

1. Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar.

2. Konsumen memilih merek berdasarkan value for money yang ditawarkan berbagai macam merek.

3. Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan. Premium harga bisa berfungsi layaknya asuransi risiko bagi perusahaan. Sebagian besar konsumen lebih suka memilih penyediaan jasa yang lebih mahal namun diyakininya bakal memuaskannya ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya.

b. Manfaat fungsional :

1. Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas (diferensiasi vertikal), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (diferensiasi horizontal).

(28)

14 2. Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.

3. Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.

4. Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas.

5. Merek memudahkan iklan dan sponsorship.

c. Manfaat psikologis :

1. Merek merupakan penyederhanaan atas simplifikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen.

2. Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra social) memainkan peran dominan dalam keputusan pembelian.

3. Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai/pemiliknya.

4. Brand symbolism tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan obyek tertentu.

2.2 Ekuitas Merek

Menurut Durianto.dkk (2001:4), brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang

(29)

15 menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol, sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas akan berubah pula. Ekuitas dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Kenyataannya, kesan kualitas dan asosiasi merek dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.

2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek

Menurut Kotler dan Keller (2007:334) mendefinisikan merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan. Brand equity atau ekuitas merek adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan.

Salah satu definisi ekuitas merek yag paling banyak dikutip adalah versi Aker (1997:22) yang menyatakan bahwa ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan

(30)

16 simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Definisi Aaker menyiratkan bahwa ekuitas merek bisa bernilai bagi perusahaan dan bagi konsumen.

2.2.2 Elemen-Elemen Ekuitas Merek

Dalam buku manajemen dan strategi merek karangan Tjiptono (2011:11) terdapat dua elemen penting dalam suatu merek, yaitu :

Tabel 2. Elemen Merek

No Elemen Tangible dan Visual

Elemen Intangibel 1. Simbol dan slogan Identitas, merek korporat,

komunikasi terintegrasi, relasi pelanggan

2. Nama, logo, warna, brandmark, dan slogan

iklan

---

3. Nama, merek dagang Positioning, komunikasi merek 4. Kapabilitas fungsional,

nama, proteksi hukum

Nilai simbolis, layanan, tanda kepemilikan, shorthand notation 5. Fungsionalitas Representasionalitas 6. Kehadiran dan kinerja Relevansi, keunggulan, ikatan

khusus (bond) 7. Nama unik, logo, desain

grafis dan fisik

---

8. Bentuk fisik Kepribadian, relasi, budaya, refleksi, cira diri

9. Nilai fungsional Nilai sosial dan personal Sumber : Tjiptono (2011:11)

Sedangkan dalam model Aaker, ekuitas merek diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang

(31)

17 berkontribusi pada penciptaan ekuitas merek (brand equity) hanya ke dalam empat dimensi saja yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations), persepsi kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyality) (Tjiptono, 2011:98)

Gambar 1. Elemen Brand Equity Versi David Aaker Sumber : Tjiptono (2011:98)

2.2.3 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek artinya kesanggupan seseorang calon pembeli untuk menggali atau mengingat kembali suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu menurut (Aaker dalam Durianto, et al. 2001:4). Kesadaran merek membutuhkan Continum Ranging (Jangkauan Kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam brand awareness yang berbeda, yang juga digunakan dalam pengukuran brand awareness itu sendiri (Aaker dalam Durianto 2001:55) yaitu :

Brand Equity Brand Awareness Perceived Quality Brand Loyalty Brand Associations

(32)

18 Gambar 2. Piramida Brand Awareness

Sumber : Durianto dan Tony (2001:55)

a. Puncak Pikiran (Top Of Mind)

Puncak pikiran menggambarkan merek yang pertama kali diingat atau pertama kali disebut responden ketika yang bersangkutan ditanya tentang kategori produk tersebut.

b. Pengingatan kembali (Brand Recall)

Pengingatan kembali mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut.

c. Pengenalan merek (Brand Recognition)

Pengenalan merek merupakan pengukuran brand awareness responden dimana kesadarannya diukur dengan memberikan bantuan. Bantuan disini merupakan penyebutan ciri-ciri dari produk merek tertentu atau juga bisa berupa penunjukan foto yang menggambarkan ciri dari merek tersebut.

(33)

19 Pengukuran brand unware dilakukan observasi terhadap pertanyaan pengenalan brand awareness sebelumnya dengan melihat responden yang menjawab jawaban tidak mengenal sama sekali atau menjawab tidak tahu ketika ditunjukkan foto produknya. Tingkat kesadaran merek yang jadi baik terjadi apabila tingkat kesadaran suatu merek membentuk pola piramida terbalik. Posisi paling atas dan yang paling luas adalah puncak pikiran (top of mind) dan posisi paling bawah dan sedikit adalah ketidaksadaran merek (brand unware). Peran brand awareness terhadap brand equity dapat dipahami dengan mengetahui bagaimana brand awareness tersebut menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan empat cara (Durianto dan Tony, 2001:55) yaitu :

1. Anchor to which other association can be attached

Artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.

2. Famillarity – liking

Artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta gigi, tisu dan lain-lainnya.

3. Substance/commitment

Artinya kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan.

(34)

20 4. Brand to consider

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan lagi merek mana yang akan diputuskan untuk dibeli.

2.2.4 Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek atau brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Berbagai asosiasi merek tersebut dalam strategi komunikasi. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Jadi, semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Brand association juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan merek (Durianto dan Tony, 2001:69).

Menurut Aaker dalam Durianto (2001:69), asosiasi merek merupakan kumpulan keterkaitan dari sebuah merek pada saat konsumen mengingat sebuah merek. Keterkaitan tersebut berupa asosiasi terhadap beberapa hal dikarenakan informasi yang disampaikan kepada konsumen melalui atribut produk, organisasi, personalitas, symbol, maupun komunikasi. Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia

(35)

21 dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain.

Gambar 3. Lima Keuntungan Asosiasi Sumber : Aaker (dalam Durianto, 2001:69)

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu :

a. Dapat Membantu Porses Penyusunan Informasi

Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengiktiarkan sekumpulan fakta-fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

b. Perbedaan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain.

Membantu proses / penyusunan informasi Asosiasi Brand Basis perluasan Menciptakan sikap / perasaan positif Alasan untuk membeli Diferensiasi / posisi

(36)

22 c. Alasan Membeli

Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.

d. Penciptaan Sikap atau Perasaan Positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

e. Landasan untuk Perluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

2.2.5 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi kualitas mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Menurut Aaker dalam Durianto (2001:95), persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas mempunyai peranan yang penting dalam membangun suatu merek. Dalam banyak konteks perepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan yang penting dalam pembelian, serta merek yang mana yang akan dipertimbangkan pelanggan yang pada

(37)

23 gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutudkan merek yang akan dibeli.

2.2.6 Loyalitas Merek (Brand Loyality)

Menurut Durianto dan Tony (2001:126) dalam Pratiwi, loyalitas merek merupakan ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik itu harga maupun atribut lainnya. Sedangkan pada buku Philip Kotler yang berjudul Manajemen Pemasaran, loyalitas merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat diperkirakan bagi perusahaan, dan menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar.

Dari pemaparan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek adalah sejauh mana konsumen ingin melakukan pembelian ulang atau sikap konsumen terhadap suatu merek apabila terdapat perubahan merek yang biasa dibeli. Pelanggan yang memiliki loyalitas yang tinggi cenderung tidak akan merubah pilihannya terhadap suatu merek walaupun dihadapkan dengan berbagai merek dari produk pesaing. Bila kategori pelanggan telah pada tahap ini maka bisa dikatakan bahwa merek tersebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Karena brand loyality merupakan salah satu indikator inti dari brand equity.

(38)

24 Sebaliknya konsumen cenderung berpindah dari merek satu ke merek lain maka bisa dikatakan ekuitas dari merek tersebut lemah. Hal ini di karenakan konsumen tidak memiliki keterkaitan yang kuat terhadap merek melainkan tertarik terhadap karakteristik produk, harga, dan atribut lain yang dimiliki atau ditawarkan oleh merek alternatif. Menurut Durianto (2001:128) tingkatan brand loyalty terdiri dari lima tingkatan, adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Switcher (Berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling besar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan merek-mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Biasanya pelanggan pindah ke merek alternatif di karenakan faktor harga atau atribut lainnya yang dianggap lebih menguntungkan.

b. Habitual buyer (Pembeli Yang Bersifat Kebiasaan)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun

(39)

25 berbagai pengorbanan lain. Dengan kata lain pembeli tipikal seperti ini membeli suatu merek karena faktor kebiasaan mereka selama ini.

c. Satisfied Buyer (Pembeli yang Puas dengan Biaya Peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut. Meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dalam waktu, uang atau resiko kerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini, maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

d. Likes the brand (Menyukai Merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saka didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialamai pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.

e. Committed Buyer (Pembeli yang Komit)

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek

(40)

26 tersebut menjadi sangat penting dipandang dari fungsi maupun sebagai wujud ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Menurut Giddens (2002), konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen pada merek tersebut

2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain

3. Akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain

4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan pertimbangan

5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitas dengan merek tersebut

6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

2.3 Jamur

Dalam penggolongannya, jamur termasuk fungi atau cendawan (mushroom). Istilah mushroom berasal dari kata mush yang artinya „tanaman‟ (tumbuhan) dan room adalah „rumah‟. Dengan demikian jamur adalah tumbuhan rumah atau tumbuhan yang membutuhkan rumah untuk tempat berlindung (Suhardiman dalam Hendritomo, 2010:3). Jamur merupakan tubuh buah yang dapat dimakan. Menurut Pustaka Mikologi, jamur adalah fungi yang mempunyai bentuk badan buah seperti payung dan pada bagian bawahnya berbilah (gills) merupakan organ reproduksi yang menghasilkan spora.

(41)

27 Sel jamur memiliki inti sejati, di dalam selnya tidak terdapat klorofil sehingga jamur digolongkan dalam organisme heterotof karena tidak mampu melakukan sintetis kebutuhan hidup sendiri sebagaimana timbuhaan berhijau daun. Kehidupan jamur tergantung pada organisme lain. Jamur juga digolongkan sebagai organisme saprofit, yaitu hidup pada material organik yang telah mati. Berdasarkan jenis media tumbuhnya, jamur digolongkan menjadi :

a. Jamur dengan media jerami (jamur merang).

b. Jamur dengan media serbuk kayu atau yang biasa dikenal baglog (jamur kuping, jamur tiram, dan jamur shiitake).

c. Jamur dengan media campuran (jamur champignon).

Tubuh jamur tersusun dari gabungan benang hifa. Kumpulan benang hifa berwarna putih disebut “miselium” dan penggumpalan miselium akan membentuk primordium yang merupakan awal dari pembentukan badan buah jamur. Dari mekanisme pembentukan spora, jamur (eumycophyta) dibedakan menjadi 5 kelas, yaitu kelas Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes. Jamur dari kelas Ascomycetes kebanyakan mikroskopis, serta spora dihasilkan dan ditempatkan di dalam kantong (ascus), misalnya Aspergillus, Penicillium, dan Trichoderma. Jamur dari kelas Basidiomycetes mempunyai sosok tubuh cukup besar atau cendawan sejati makroskopis, serta dapat dipegang, dipetik, dan diamati dengan mata telanjang. Spora dihasilkan oleh basidium yang terletak di dalam bilah tudung jamur, misalnya jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur shiitake (Lentinula edodes), jamur maitake (Grifolia frondosa), jamur merang

(42)

28 (Volvariella volvaceae), jamur kancing (Agaricus bisporus), dan jamur tiram (Pleurotus ostretatus).

2.3.1 Macam-Macam dan Ciri-Ciri Jamur yang Bisa di Konsumsi

Jamur konsumsi merupakan sumber polisakarida dan substansi bioaktif lain yang pada saat ini benyak dipelajari untuk antitumor dan immunomodulator sebagai sumber potensial obat baru antikanker. Jamur telah menjadi makanan istimewa sejak berabad-abad lalu, bukan hanya karena kelezatan rasanya, tetapi juga tingginya nilai gizi. Jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur tiram (Pleurotus ostreatus), dan jamur shiitake (Lentinila edodes) yang hidup di kayu lapuk telah menarik perhatian banyak orang untuk menelitinya lebih jauh. Kandungan gizi dalam jamur cukup tinggi, antara lain protein 19-35%, karbohidrat 50%, 9 macam asam amino esensial, Vitamin B1 (thiamine), Vitamin B2 (riboflavin), Vitamin C, Niasin, Biotin, Mineral (K, P, Ca, Na, Mg, dan Cu), kandungan serat 7,4% dan lmeak 4,2% (72% lemak tidak jenuh). Selain kandungan gizi, jamur kayu juga banyak mengandung senyawa aktif yang dapat menurunkan tekanan darah dan mencegah arteroskloresis. Di dalam jamur tiram juga ditemukukan retine dan promine, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker dan senyawa yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Hendritomo, 2010: 45). Oleh karena itu, berikut merupakan ciri-ciri dari jamur yang dapat dikonsumsi:

a. Jamur kancing atau jamur kompos (Agaricus bisporus)

(43)

29 Kingdom : Myceteae Divisi : Mycota Subdivisi : Emycotina Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agariacales Famili : Agaricaceae Genus : Agaricus

Bentuknya seperti kancing baju. Dalam dunia perdagangan, jamur kancing dikenal dengan nama champignon. Jamur kancing banyak dikembangkan di daerah subtropik. Jenis jamur kancung yang umum dibudidayakan adalah yang berwarna putih Agaricus bisporus dan Agaricus bitorquis. Di Indonesia, jamur kancing dikembangkan di daerah dingin seperti Lembang, Ciwidey, dieng, dan Batu-Malang. Media tumbuh jamur kancing adalah kompos dari jerami padi, daun pisang, serbuk gergaji, bagas tebu, limbah kelapa sawit, dan limbah kapas.

b. Jamur tiram, shimeji, atau oyster mushroom (Pleurotus ostreatus)

Superkingdom : Eukariota Kingdom : Myceteae Divisi : Mycota Subdivisi : Emycotina Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agariacales Famili : Agaricaceae Genus : Pleurotus

Disebut jamur tiram karena bentuk tudung bulat agak lonjong dan melengkung menyerupai cangkang tiram, serta letak tangkai tudung asimetris.

(44)

30 Jamur tiram banyak tumbuh pada kayu lapuk. Keunggulan jamur tiram adalah ukuran badan buah lebih besar dibanding jamur lainnya, diameter tudung dapat mencapai 9-15 cm, dan daging buah lebih tebal, media tumbuh tidak perlu dikomposkan, pertumbuhan relatif cepat, toleran terhadap suhu iklim tropis, serta media tumbuh pada budi daya dapat menggunakan kayu gelondongan, serpihan kayu, serbuk kayu, jerami padi, dan bagas. Jamur tiram dapat dibudidayakan di dataran rendah atau dataran tinggi. Jamur tiram dapat tumbuh optimal di daerah berhawa sejuk. Jamur tiram untuk keperluan ekspor biasanya disediakan dalam bentuk olahan (kerupuk atau keripik), produk awetan dalam kaleng, dan hanya sedikit yang dipasarkan dalam bentuk segar.

c. Jamur merang (Volvariella volvaceae)

Superkingdom : Eukariota Kingdom : Myceteae Divisi : Mycota Subdivisi : Emycotina Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Pluteaceae Genus : Volvariella

Dilihat dari warna tudungnya, jamur merang ada beberapa macam, yaitu warna putih bersih, abu-abu, dan hitam. Tubuh buah jamur merang yang muda berbentuk seperti telur dan berwarna putih kecokelatan sampai hitam. Pada umumnya, jamur yang mempunyai cawan tergolong jamur beracun. Bila dimakan mentah, jamur merang akan menyebabkan orang keracunan, bahkan dapat

(45)

31 mematikan. Jamur merang menjadi netral bila dipanaskan. Jika mengonsumsi jamur merang harus dimasak terlebih dahulu. Diameter tudung dapat mencapai 6,5 cm dan berwarna putih keabu-abuan. Jamur merang dikenal sebagai warm mushroom karena hidup dan mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, yaitu antara 30-380C dengan suhu optimum pada 350C, kelembapan 60-80%, dan derajat keasaman (pH) media tanam 4,5-7.

2.3.2 Teknik Budidaya Jamur Dengan Media Tanam (Baglog)

Menurut Hendritomo pada buku Jamur Konsumsi Berkhasiat Obat, budidaya jamur berbeda dengan menanam tanaman hijau. Jamur tidak mempunyai hijau daun atau klorofil dan jamur tumbuh tergantung pada material tanaman lain (substrat) sebagai bahan makanan. Terdapat berbagai macam teknik budidaya yang digunakan seperti budidaya menggunakan media buatan. Media buatan yang biasa digunakan berasal dari serbuk kayu.

Serbuk kayu sebagai ramuan dasar substrat dalam penggunaan formula buatan untuk produksi jamur shiitake dan jamur tiram. Ramuan dasar lain yang dapat digunakan adalah jerami dan tongkol jagung atau campuran keduanya. Ramuan utama yang digunakan adalah tambahan bahan berbasis tepung, seperti dedek gandum, dedek padi, millet, dan jagung yang ditambahkan pada campuran utama sebanyak 10-40% (berat kering). Bahan tambahan itu cocok sebagai nutrisi yang dapat menentukan media pertumbuhan yang optimum.

(46)

32 2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian Gayatri (2014) menganalisa Brand Equity Jahe Merah Instan Enam Putri. Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Mengidentifikasi dan menganalisis elemen brand awareness, elemen association, elemen perceived quality, elemen brand loyalty yang dimiliki jahe merah instan Enam Putri (2) Menganalisis posisi merek jahe merah instan Enam Putri diantara produk jahe instan merek lain. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 280 responden dengan menggunakan metode convenience sampling. Pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif untuk menganalisa karakteristik dan brand awareness, Cochran Q Test untuk menganalisis asosiasi yang terbentuk dalam benak konsumen, analisis pairwaise comparison untuk menganalisis persepsi konsumen dengan meihat tingkat perbandingan prioritas antara satu atribut dengan atribut yang lain. Skala Likert untuk menganalisis persepsi konsumen terhadap keputusan pembelian dan tingkat brand loyalty konsumen terhadap produk jahe merah instan Enam Putri.

Hasil analisa terhadap elemen-elemen brand equity didapatkan bahwa : (1) Tingkat kesadaran (awareness) merek jahe merah instan Enam Putri masih sangat rendah terlihat dari 280 orang responden hanya 29 orang atau sebesar 10,35% yang menempatkan jahe merah instan Enam Putri pada Top of Mind mereka (2) Tingkat pencitraan (brand image) jahe merah instan Enam Putri belum kuat dari sepuluh asosiasi yang ada pada jahe merah instan Enam Putri, didapatkan enam asosiasi yang sangat diingat konsumennya (3) Kesan kualitas (perceived quality) terhadap produk jahe instan Enam Putri sangat positif yaitu (a) jahe instan tang hangat di tenggorokan (b) jahe instan yang hangat ketika diminum (4) Tingkat

(47)

33 loyalitas (loyalty) terhadap produk jahe merah instan Enam Putri masih berada pada tingkat satisfied buyer yaitu sebesar 79,2%.

Penelitian Pratiwi (2015), penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui tiap-tiap elemen ekuitas merek dari masing-masing produk teh dalam kemasan siap minum merek Teh Botol Sosro, Frestea dan Fruit Tea. (2) Membandingkan hasil analisis dari masing-masing elemen ekuitas merek secara keseluruhan dari tiap-tiap teh dalam kemasan siap minum. Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, dipilih berdasarkan metode aksidental sampling. Selanjutnya data dari kuesioner dianalisis dengan analisis deskriptif, uji Cochran, Semantic defferential, Skala Likert, analisis piramida loyalitas dan Brand Switching Pattern Matrix. Mayoritas responden adalah laki-laki muda yang mengenyam bangku kuliah di UIN, yang berada pada selang usia 17-29 tahun. Sebagian besar yang bertempat tinggal di rumah orang tua atau di kamar kost, dengan rata-rata uang saku/jajan sebesar Rp 250.000 – Rp 500.000 per bulan dan mengeluarkan uang sebesar Rp 25.000 – Rp 30.000 perhari untuk konsumsi makanan dan minuman pribadi.

Hasil analisis terhadap elemen-elemen brand equity didapatkan bahwa : elemen pertama, brand awareness menunjukkan bahwa merek teh dalam kemasan siap minum yang pertama kali diingat responden adalah Teh Botol Sosro (top of mind), dari 50 orang sebanyak 25 orang responden atau 50% memilih Teh Botol Sosro, sedangkan merek kedua yang paling diingat responden (brand recall) adalah Frestea sebanyak 15 responden atau 30% memilihnya, sedangkan untuk merek Fruit Tea masih harus ditingkatkan lagi awareness-nya. Elemen kedua brand association menunjukkan bahwa antara merek Teh Botol Sosro dan Frestea

(48)

34 memiliki brand image yang paling bagus dan paling banyak (11 asosiasi). Elemen ketiga perceived quality menunjukkan bahwa minuman teh dalam kemasan siap minum merek Teh Botol Sosro dan Frestea memiliki nilai persepsi kualitas yang baik menurut responden. Sedangkan untuk Fruit Tea dinilai belum bisa memenuhi harapan responden. Atribut prioritas utama yang perlu diperbaiki oleh Fruit Tea yaitu iklan atau promosi yang perlu diperbaiki, serta varian rasanya yang harus lebih ditingkatkan lagi. Atribut-atribut prioritas utama yang perlu diperbaiki oleh Frestea yaitu sama halnya dengan Fruit Tea harus memperbaiki iklan atau promosinya, kemudian varian rasanya dan kemasannya agar lebih menarik. Sedangkan atribut-atribut prioritas utama yang harus diperbaiki oleh Teh Botol Sosro yaitu cita rasa, kemasan, dan varian rasa, karena selama ini Teh Botol Sosro hanya memiliki dua jenis varian rasa yaitu original dan less sugar. Elemen keempat tingkat loyalitas (loyality) terhadap produk minuman ringan teh dalam kemasan siap minum merek Fruit Tea belum berada pada tingkatan committed buyer yaitu 4%.

Merek Fruit Tea belum memliki ekuitas yang kuat serta menyeluruh. Hal ini dikarenakan belum berada pada tingkatan Top Of Mind dalam benak konsumen. Posisi Fruit Tea masih berada dibawah merek-merek produk minuman ringan dalam kemasan siap minum pesaingnya.

Penelitian Karimah (2015), penelitian bertujuan untuk : (1) Menganalisis tingkat kesadaran merek pada merek Madu Pramuka, (2) Menganalisis asosiasi merek yang melekat pada merek Madu Pramuka, (3) Menganalisis persepsi konsumen terhadap kualitas merek Madu Pramuka, (4) Menganalisis tingkat

(49)

35 loyalitas konsumen terhadap merek Madu Pramuka. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif, analisis Cochran Q test, analisis pairwaise comparison, dan analisis skala likert.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Kesadaran merek Madu Pramuka berada ditingkat yang paling rendah yaitu unware brand, (2) Terdapat 7 asosisasi yang melekat pada Madu Pramuka yaitu rasa madu yang khas, warna madu yang khas, aroma madu yang khas, kekentalan madu yang khas, keaslian terjamin, berkhasiat, dan harga sesuai dengan kualitas, (4) Tingkat loyalitas merek Madu Pramuka berada di tingkat habitual buyer.

Penelitian Sihaloho (2011), penlitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana posisi elemen-elemen brand kedai telapak yang meliputi brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty di benak konsumen Kedai Telapak.

Hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekuitas merek Kedai Telapak belum kuat, hal ini berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan brand awareness Kedai Telapak belum kuat dimana Kedai Telapak hanya menempati posisi ketiga setelah Starbuck dan J.Co. Analisis brand association menunjukkan hanya 4 dari 10 atribut yang diberikan menjadi pembentuk merek Kedai Telapak yaitu: Kafe santai yang nyaman, Kafe dengan lokasi strategis, Kafe yang mencerminkan gaya hidup aktif, Kafe dengan suasana nyaman dan bersih. Hasil analisis perceived quality menunjukkan hasil skala puas (3,69) dengan rentang skala baik (3,41-4,20) dengan 3 faktor pembentuk persepsi kualitas yaitu 1.Pelayanan 2. Fasilitas dan Lokasi dan 3. Kualitas Produk . Hasil analisis brand loyalty menunjukkan

(50)

36 konsumen belum kuat dimana berdasarkan hasil perhitungan commited buyer 22,3 persen konsumen adalah konsumen setia (commited buyer) berada pada skala cukup (2,64) dengan rentang skala cukup (2,61-3,40). Hasil analisis ini memberikan tantangan bagi pihak manajemen Kedai untuk semakin berbenah supaya menjadi lebih baik sehingga menjadi tujuan utama konsumen dan menjadi pemimpin pasar dalam dunia persaingan kafe.

2.5 Kerangka Pemikiran

Perubahan paradigma yang terjadi pada masyarakat yang sekarang ini lebih peka terhadap pola hidup sehat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah konsumsi makanan yang dipandang sehat, termasuk di antaranya adalah dengan mengonsumsi jamur tiram putih. Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik, karena tingginya permintaan pasar dalam maupun luar negeri. Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana.

Program untuk melakukan teknik budidaya sederhana yang saat ini sedang berkembang adalah program urban farming. Urban farming merupakan program berkebun untuk daerah perkotaan. Gerakan urban farming diusung tidak sekedar hanya untuk menjadi hobi dan gaya hidup saja, namun sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi guna mengantisipasi permasalahan tingginya populasi penduduk dan ancaman krisis pangan dan gizi di tahun 2050.

Salah satu perusahaan yang melakukan pengembangan teknik budidaya jamur tiram dengan konsep urban farming adalah CV IDEAS Indonesia dengan produknya yang bernama Growjar. Growjar merupakan media tanam (baglog)

(51)

37 untuk tanaman jamur, khususnya jamur tiram. Growjar adalah sebuah jar atau toples berisikan bibit jamur tiram yang dapat dibudidayakan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. CV IDEAS Indonesia mengembangkan pertanian model baru dengan memanfaatkan tren pertanian yang saat ini sedang berkembang di masyarakat kota yaitu urban farming. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama generasi muda mengenai pertanian di Indonesia. Latar belakang terciptanya Growjar adalah sebuah inovasi untuk mendukung tren urban farming berupa budidaya jamur tiram dalam jar/toples yang dapat dilakukan sendiri, dan telah dikembangkan sejak tahun 2012.

Persaingan yang cukup tinggi antar produsen media tanam (baglog) jamur tiram mengharuskan setiap perusahaan untuk dapat meraih dan mempertahankan keunggulan bersaing dengan menciptakan ekuitas merek yang kuat. Sebagai salah satu pemain pasar, CV IDEAS Indonesia dengan produknya Growjar harus terus mengembangkan produknya dan membuat media tanam (baglog) jamu tiram berada dalam top of mind di benak konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah penelitian yang mengkaji elemen-elemen ekuitas merek media tanam (baglog) jamur tiram Growjar.

Pengukuran ekuitas media tanam (baglog) jamur tiram Growjar menggunakan empat eleman utama. Elemen-elemen ekuitas merek tersebut diantaranya adalah brand awareness (kesadaran merek), brand association (brand asosiasi), perceived quality (persepsi kulitas), dan brand loyality (loyalitas merek).

(52)

38 Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik responsen dan tingkat kesadaran merek responden media tanam (baglog) jamur tiram Growjar dengan cara mengolah data yang diperoleh menggunakan, uji validitas, uji reliabilitas, Cochran Q Test, dan Skala Likert.

(53)

39

Ket : - - - = Alat analisis

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Munculnya Produk Media Tanam (Baglog) Jamur

Tiram Dalam Kemasan di Pasaran

Produk Media Tanam (Baglog) Jamur Tiram Dalam Kemasan

Growjar

Analisis Ekuitas Merek

Brand Association Brand Awareness Perceived Quality Brand Loyality Analisis Deskriptif Analisis Cochran Q Test Skala Likert Analisis Skala Likert 1. Top Of Mind 2. Brand Recall 3. Brand Recognition 4. Brand Unware Analisis Deskriptif Brand Image Analisis Deskriptif 1. Switcher 2. Habitual Buyer 3. Satisfied Buyer 4. Liking The Brand 5. Commited Buyer Analisis Deskriptif Piramida Brand Loyalty

Ekuitas Merek Growjar

(54)

40 2.6 Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam kuesioner adalah :

a. Variabel Brand Awareness

Variabel ini digunakan untuk menganalisis tingkat kemampuan responden dalam mengenal dan mengingat nama merek. Variabel Brand Awareness terdiri dari sub-variabel unware of brand (tidak menyadari merek), brand recognition (pengenalan merek), brand recall (pengingatan kembali terhadap merek), dan top of mind (puncak pikiran).

b. Variabel Brand Association

Variabel ini digunakan untuk mengukur kesan yang terbentuk dalam benak responden mengenai karakteristik atau atribut produk, yang dimiliki oleh suatu merek. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image

c. Variabel Perceived Quality

Variabel ini digunakan untuk menganalisis informasi mengenai ada atau tidak adanya kesenjangan antara persepsi antara persepsi konsumen terhadap kualitas produk dengan tingkat kepentingan kualitas produk tersebut.

d. Variabel Brand Loyalty

Variabel ini digunakan untuk menganalisis tingkat loyalitas dari yang tertinggi sampai yang paling rendah dimulai tertinggi yaitu commited buyer (pembeli yang komit), liking the brand (pembeli yang menyukai merek),

(55)

41 satisfied buyer (pembeli yang puas), habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan), dan switcher buyer (pembeli yang berpindah-pindah).

(56)

42

Tabel 3. Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Sub Variabel Indikator Parameter Kuesioner

1. Brand Awareness Brand recognition adalah pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). (Durianto, DS & Tony S 2001:55) Tingkat pengenalan merek baglog jamur tertentu

- Konsumen mengenal merek baglog jamur tertentu setelah diberi bantuan pertanyaan - Ciri khas logo

- Ciri produk dari merek baglog tertentu (bantuan pertanyaan yang menjelaskan atribut/ciri produk/logo merek baglog jamur tertentu)

Bagian I

Butir 1,2,5,6, dan 7

Brand recall adalah pengingatan kembahi terhadap merek. (Durianto, DS & Tony S 2004:55) Tingkat pengingatan kembali merek

Konsumen mengingat merek baglog jamur tertentu tanpa bantuan pertanyaan terkait atribut/ciri/logo

Bagian II Butir 4 dan 8

Top of Mind adalah tingkatan tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada didalam pikiran konsumen.

Tingkat pengenalan merek pada puncak pikiran

Konsumen menyebutkan merek baglog jamur tertentu

Bagian I Butir 3

(57)

43 (Durianto, DS & Tony S 2004:55) 2. Variabel Brand Loyalty Switcher adalah tingkatan dimana pelanggan masih berpindah-pindah merek kepada merek lain. (Durianto, DS & Tony S 2004:128) - Frekuensi berpindah merek - Frekuensi berganti merek

Jumlah total frekuensi pergantian merek Bagian II Butir 1 Habitual buyer adalah tingkatan dimana pembeli puas dengan merek produk yang dikonsumsi. (Durianto, DS & Tony S 2004:128) - Tingkat pembelian ulang produk oleh konsumen - Konsumen tidak terikat merek

- Jumlah pembelian ulang

- Pembelian ulang karena terbiasa

Bagian II Butir 2

Satisfied buyer adalah pembeli yang puas dengan biaya peralihan. (Durianto, DS & Tony S 2004:129) - Resiko biaya yang siap diambil - Puas terhadap merek media tanam (baglog) jamur tiram

- Konsumen mengeluarkan biaya tertentu

- Tingkat kepuasan terhadap produk

Bagian II Butir 3

Gambar

Tabel 23. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer ........................................................................
Tabel 1. Data Penjualan Growjar Tahun 2012-2015  No  Tahun  Penjualan  online  (pcs)  Presentase Kenaikan (%)  Penjualam  offline (outlet) (pcs)  Presentase Kenaikan (%)  1
Tabel 2. Elemen Merek
Gambar 1. Elemen Brand Equity Versi David Aaker
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian hipotesis pertama, dengan menggunakan analisis uji serempak diperoleh hasil bahwa ekuitas merek yang terdiri atas: kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi

Sansekerta Consulting Group telah menjadi Top of Mind dan untuk mengetahui cara pengukuran kesadaran merek berdasarkan dilihat dari Top of Mind (puncak pikiran), Brand

Kinerja merek dibangun oleh Top Of Mind, Asosiasi, Persepsi Kualitas, Merek Terbaik, Penetrasi, Merek yang digunakan (Merek yang Pernah Digunakan, Merek yang Paling sering

Penelitian ini memberikan hasil di mana iklan dan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran konsumen pada suatu merek ( brand awareness ), asosiasi yang

Kinerja merek dibangun oleh Top Of Mind, Asosiasi, Persepsi Kualitas, Merek Terbaik, Penetrasi, Merek yang digunakan (Merek yang Pernah Digunakan, Merek yang Paling sering

Dari tabel diatas dapat dilihat hasil Top Brand Index merek Aqua sebesar 75.9% hal ini menunjukkan adanya kesadaran merek, asosiasi merek, dan citra merek ( brand image ) pada

Banyak faktor dapat mempengaruhi keputusan pembelian Lap Top Toshiba, seperti ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan

Berdasarkan penelitian ini variabel Kesadaran Merek berpengaruh signifikan positif terhadap Niat Beli produk TOP White Coffee, dengan begitu TOP White Coffee