• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN MORAL DALAM KISAH NABI YUSUF STUDI PENAFSIRAN BUYA HAMKA DAN SAYYID QUTUB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PESAN MORAL DALAM KISAH NABI YUSUF STUDI PENAFSIRAN BUYA HAMKA DAN SAYYID QUTUB"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN MORAL DALAM KISAH NABI YUSUF STUDI

PENAFSIRAN BUYA HAMKA DAN SAYYID QUTUB

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai Salah Satu Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: MISBAHAR NIM: 1113034000178

PRODI STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PESAN MORAL KISAH NABI YUSUF DALAM PENJARA

(Study Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dan Sayyid

Qutub dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Sebagai Salah Satu Sarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Misbahar NIM. 1113034000178

Pembimbing:

Moh. Anwar Syaripuddin, MA. NIP. 197220518 199803 1 003

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PESAN MORAL DALAM KISAH NABI YUSUF STUDI PENAFSIRAN BUYA HAMKA DAN SAYYID QUTB telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal24 Juli 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 12 Agustus 2020 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag. Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Mafri Amir, M.Ag. Dr. Faizah Ali Sibromalisi, MA NIP. 19580301 199203 1 001 NIP. 19550725 200012 2 001

Pembimbing,

Moh. Anwar Syarifuddin, MA NIP. 19720518 199803 1 003

(5)

i ABSTRAK Misbahar

1113034000178

“PESAN MORAL DALAM KISAH NABI YUSUF STUDI PENAFSIRAN BUYA HAMKA DAN SAYYID QUTUB Kisah dalam al-Qur’an adalah kisah yang berharga. Kisah-kisah yang dicantumkan dalam al-Qur’an diharapkan mampu membentuk umat yang berpribadi baik, bermoral, dan berkarakter dengan menjadikan tokoh kenabian sebagai role model dalam menjalani kehdiupan.

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan adalah: Apa saja pesan moral yang dapat digali dari kisah Nabi Yusuf AS di dalam penjara perspektif Sayyid Qutub dan Buya Hamka. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: Untuk mengetahui skema Ayat-ayat tentang Nabi Yusuf As. Di penjara Dalam Al-qura’an, untuk mengetahui ajaran moral yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf As. Khususnya dalam penjara dan Untuk mengetahui impelementasi ‘ibrah kisah Nabi Yusuf As. Dalam konteks pembangunan krakter. Penelitian ini dilihat dari jenisnya yang merupakan penelitian kepustakaan (library Research) yakni penelitian yang objek utamanya adalah literatur-literatur atau bahan-bahan pustaka yang terkait dengan permasalahan yang akan dikaji. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data yang ada dari al-Qur’an, tafsir al-Azhar dan tafsir Fi Zhilal al-Quran sebagai sumber primer serta dari berbagai literatur yang mendukung penelitian kami, baik itu kitab tafsir, buku-buku yang berkenaan dengan kisah Nabi Yusuf, dan lain-lain.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa Ada beberapa pesan moral yang bisa didapatkan dari kisah Nabi Yusuf yang bisa dipetik yaitu: Keteguhan hati memegang kebenaran maka dari itu Yusuf AS memilih penjara demi kebaiakan. Didalam penjara pun nabi Yusuf memyampaikan ajaran tauhid untuk berdakwah menyadarkan banyak orang dan selalu melakukan kebaikan. Kata Kunci : Nabi Yusuf, Sayyid Qutb, Buya Hamka

(6)

ii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah memberikan kenikmatan jasmani maupun rohani, serta Rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudajan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini (Skripsi) berkat pertolongan-Nya. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi kita, yaitu Nabi Agung Muhammad SAW, dengan satu harapan semoga kita semua sebagai umat muslim mendapatkan syafa’at al-uzma di yaumil

qiyamah nanti.

Terlebih dahulu saya sembahkan bakti do’a dan rasa terima kasih kepada kedua orang tua saya, ibu dan bapak saya, yang mana dalam setiap sujud mereka selalu mendoakan kesuksesan anak-anaknya. Mereka yang telah bersabar dalam mengasuh dan mendidik, memberikan kasih sayang, dan tentunya selalu ikhlas mendoakan setiap langkah anak-anaknya demi tercapai cita-cita yang mulia. Mereka juga selalu memotivasi saya untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga Allah senantiasa mengampuni dan memaafkan segala khilaf dan salahnya dan menempatkan mereka derajat kedudukan yang paling tinggi. Aamiin.

(7)

iii

Selanjutnya saya sampaikan rasa terima kasih saya setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Prof Dr. Amany Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH. Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan staff akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuan juga pengalaman yang berharga kepada penulis.

4. Bapak Moh Anwar Syarifuddin, M.A. selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan, dan kelancaran dalam segala urusan. Aamiin

5. Kakak dan adikku .... 6. Sahabat ku...

7. Tunangan ku Arnis istiqomah S.Sos, yang telah setia

menemani penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Hadirmu sungguh memberi semangat penulis dan

(8)

iv

melupakan segala lelah yang dilalui dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala waktunya. Semoga Allah mempermudah Urusan kita. Aamiin.

8. Temen-temen seperjuangan jurusan Ilmu Al-Qura’an dan Tafsir angkatan 2013, khususnya teman-teman setongkrongan...

9. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan , dan semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Aamiin.

(9)

v DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitan... 6

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan……….... 7

F. Metode Penelitian……... 8

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II BIOGRAFI UMUM HAMKA DAN SAYYID QUTB A. Biografi Singkat Hamka... 11

B. Pemikiran dan Corak Penafsiran Hamka... 15

C. Biografi Singkat Sayyid Qutb... 16

D. Pemikiran Sayyid Qutb………... 19

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH-KISAH AL-QUR’AN DAN PELAJARAN AKHLAK DI DALAMNYA A. Pengertian Kisah... 22

B. Jenis-jenis Kisah... 24

C. Urgensi Kisah Dalam Al-Qur’an... 26

D. Kisah Yusuf Sebagai Kisah Terbaik Al-Qur’an... 28

E. Ayat-ayat dan Terjemah Kisah Yusuf Dimasukan Ke Dalam Penjara………... 31 BAB IV PESAN MORAL KISAH NABI YUSUF AS DI DALAM PENJARA

(10)

vi

A. Keteguhan Memegang Kebenaran Dalam menghadapi Cobaan………... 37 B. Di Dalam Penjara Yusuf Memperoleh Kecerdasan

Emosional dan Spiritual... 41 C. Penjara Tidak Menghalangi Yusuf Untuk Tetap Konsisten Dalam Dakwah ... 44 D. Kejujuran Menjadikan Yūsuf TerangkatDi Sisi Allah

dan Di Sisi Manusia………..…... 50 E. Pengalaman Dipenjara Mengguatkan Kesabaran

Yūsuf……… 55 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 60 B. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA... 62

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi umat Islam al-Qur’an adalah kitab suci yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan karakter umat madani yang berperadaban. Al-Qur’an sangat relevan untuk dijadikan rujukan utama dalam kehidupan umat beragama dan memberikan tuntunan terhadap semua manusia terutama dalam hal moral. Dalam bukunya yang berjudul Islam Fazlur Rahman menegaskan bahwa ajaran moral al-Qur’an memancarkan titik tekannya pada doktrin tauhid (monoteisme) dan juga prinsip-prinsip keadilan sosial. Ajaran moral merupakan suatu perintah Allah yang tidak dapat dirubah oleh manusia, bahkan manusia sendiri yang harus patuh dan tunduk terhadap Allah. Islam adalah ketundukan itu sendiri, sedangkan perwujudannya dalam kehidupan manusia disebut dengan ibadah atau pengabdian diri terhadap Allah SWT.1

Al-Qur’an memberikan perhatian terhadap penanaman moral terhadap manusia dan hal itu terbukti dengan banyaknya ayat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan akhlak. Akhlak mulia di dalam ajaran Islam dibangun atas kerangka hubungan dengan Allah dengan melalui perjanjian yang diatur dalam syariat-Nya yang berkaitan dengan kewajiban menunaikan hak-hak Allah dan juga kerangka hubungan dengan makhluk-Nya.2 Tidak hanya disampaikan dalam bentuk perintah

1 Ziaudin Sardar dan Merryl Wyn Devies, Faces of Islam:

Convertation On Contenporary Issues, terj. A.E. Priyono, (Bandung: Mizan,

1992), 9.

2 Hal ini terindikasi melalui firman Allah surat al-Tin ayat 4-6, di dalam

ayat tersebut dijelaskan bahwa kemuliaan manusia terletak pada peran gandanya, yaitu sebagai hamba yang taat beribadah kepada Allah yang terindikasi lewat ungkapan kata “amanu” yang berarti hubungan vertikal yang lebih bersifat

(12)

2

maupun larangan secara langsung, ajaran moral juga disampaikan melalui kisah-kisah seperti yang tersampaikan pesan ajaran moral dalam al-Qur’an

Kisah-kisah dalam al-Quran adalah kisah yang dipilih untuk diabadikan yang sarat dengan makna dan pelajaran berharga. Kisah- kisah yang dicantumkan dalam al-Quran diharapkan mampu membentuk umat yang berpribadi baik, bermoral dan berkarakter dengan menjadikan tokoh kenabian sebagai role model dalam menjalani kehidupan.3

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang kaya akan khazanah sejarah. Sejarah tentang kisah umat masa lampau yang sarat dengan pesan moral. Pesan moral adalah pesan yang mengacu pada baik-buruknya suatu perbuatan yang meliputi akhlak, budi pekerti dan susila. Dalam al-Qur’an kisah-kisah dapat dijadikan landasan normatif, ataupun juga langkah-langkah strategis dalam memberikani solusi bagi permasalahan masyarakat modern berupa alienasi diri dan menurunnya tingkat moralitas.4

Bagi Ibn Katsir, kisah-kisah terdahulu di dalam al-Quran bertujuan untuk memberikan pendidikan karakter kepada umat manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia. Menurutnya kisah merupakan salah satu media terpenting untuk menyampaikan pesan moral, pendidikan, pengajaran dan pemikiran yang konstruktif. Pada dasarnya, kisah dapat

personal kepada Allah. Sementara kata “wa ‘amilu al-Salihat” berkaitan dengan hubungan horizontal yang menuntut adanya tanggung jawab sosial dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan.

3 Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat Yusuf ayat 111: َأْلا يِلوُأِل ٌةَرْبِع ْمِهِصَصَق يِف َناَك ْدَقَل َناَك اَمَ ِبِاَبْل

َب يِذَّلا َقيِدْصَت ْنِكَلَو ىَرَتْفُي اًثيِدَح ِهْيَدَي َنْي

َنوُنِمَْؤُي ٍمْوَقِل ًةَمْحَرَو ىًدُهَو ٍءْيَش ِّلُك َليِصْفَتَو

4 Ziaudin Sardar dan Merryl Wyn Devies, Faces of Islam: Convertation On Contenporary Issues, terj. A.E. Priyono, (Bandung: Mizan, 1992), 9

(13)

3

diterima oleh semua elemen umat manusia mulai dari anak-anak hingga orang tua, dengan berbagai watak dan karakternya masing-masing.5

Hal senada disampaikan Sayyid Quthub bahwa kisah al-Qur‟an bukan hanya bernilai sastra saja, mulai dari segi cara menggambarkan suatu peristiwa maupun dari gaya bahasa, tetapi juga sebagai suatu media untuk mewujudkan fungsi utama yaitu sebagai pengajaran, teologis dan pendidikan religius. Allah swt sengaja menghidangkan kisah-kisah dalam al-Qur‟an untuk diambil pelajaran dan kandungan hikmah di dalam al-Qur‟an agar supaya orang-orang berakal menguatkan keimanan kepada-Nya.6

Kisah para nabi menjadi bagian terbanyak kisah al-Qur‟an. Kisah-kisah terebut berkaitan erat dengan kejadian di masa terdahulu. Termasuk juga kisah-kisah yang berlangsung selama proses pewahyuan al-Qur‟an di masa Nabi Muhammad. Salah satu kisah terbaik di antara kisah para Nabi adalah kisah Nabi Yūsuf As. Kisah ini merupakan salah satu kisah dari kisah-kisah yang digambarkan secara kronologis dalam al-Qur‟an.

Kisah Nabi Yūsuf A.S. merupakan kisah terbaik dalam al-Quran. Dalam kisah ini ada banyak ‘ibrah dan pelajran bagi umat manusia. Kisah Nabi Yūsuf ini identik dengan nilai-nilai kehidupan manusia dalam menjalani fase remaja hingga dewasa. Kisah Yusuf tertuang dalam satu surah khusus, berbeda dengan kisah nabi-nabi yang lain. Sementara kisah para nabi lain disebutkan dalam beberapa surah.

Dalam Tafsir al-Mishbah Quraish Shihab mengunggkapkan bahwa surah Yusuf merupakan surah yang unik karena

5

Abi al-Fida Ismail Ibn Katsir, Qashash al-Anbiyâ‟, Terj. Moh. Syamsi Hasan dari buku, (Surabaya, Amelia, 2008), 7

6

Sayyid Quthub, al-Tashwîr al-Fanniy fi Al-Qur‟an,Ter. Bahrun Abu Bakar, (Jakarta:Robbani Press, 2004), 78.

(14)

4

menguraikan suatu kisah 7 yang terkait dengan figure kepribadian sempurna. Menurutnya, sementara ulama memahami bahwa kisah dalam surah Yusuf ini, digelari sebagai ahsan al-Qashshas (sebaik-baik kisah) bukan saja lantaran isi kandungannya yang kaya dengan pelajaran tuntunan dan hikmah, tetapi kisah ini juga kaya pula dengan gambaran yang sesungguhnya tentang hidup, menggambarkan gejolak hati pemuda, rayuan wanita, kepedihan, kesabaran, dan kasih sayang ayah. Kisah Yusuf juga mengundang imajinasi dan informasi, baik tersurat maupun dan tersirat tentang sejarah masa lalu umat manusia.8

Berangkat dari permsalahan di atas, penulis merasa perlu untuk membahasnya dikarenakan segmen paling menarik dalam kisah Yusuf ini adalah terkait bahwa bagaimana keteguhan hatinya, keyakinannya, kesabarannya, moral dan keikhlasannya jarang disinggung dalam kehidupan maupun penelitian skripsi, akan tetapi hanya sebatas ketika Nabi Yusuf dimasukkan ke dalam penjara yang membatasi aktifitas dan ruang geraknya, hingga sukses menjadi aktor sejarah yang dikenang oleh generasi sesudahnya karena kesuksesannya.

Kisah ini juga memiliki kaitan dengan dua tokoh tafsir yang dijadikan pembahasan dalam skripsi ini, Buya Hamka dan Sayyid Qutb. Kedua tokoh mufassir tersebut mempunyai kisah hidup yang mirip dengan perjalanan hidup Nabi Yūsuf yaitu Buya Hamka dan Sayyid Qutub. Berawal dari penjara yang membatasi

7

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 5.

8

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol. 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 5.

(15)

5

ruang geraknya hingga berhasil menulis sebuah karya tafsir yang dapat dijadikan referensi oleh pengkaji ilmu terutama tafsir. Oleh karena itu, penulis akan menkaji penafsiran keduanya perihal kisah Nabi Yusuf di dalam penjara.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, bila diidentifikasi masalah yang akan muncul dari topik di atas adalah:

1. Sedikitnya isi surah Yusuf ayat 33 sampai 39 yang menceritakan kisah Nabi Yusuf, pesan moral saat beliau di penjara.

2. Kritisnya pandangan kedua mufassir ini yaitu mengenai kisah Nabi Yusuf yang tertera pada surah Yusuf ayat 33 sampai 39.

3. Jarangnya QS. Yusuf ini dijadikan sebagai surah bacaan yang familiar dikalangan masyarakat sebagai bacaan rutinitas C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada identifikasi masalah di atas, penulis tidak akan membahas semua masalah yang telah disebutkan. Penelitian ini hanya akan difokuskan pada pesan moral kisah Nabi Yusuf ketika penjara perspektif Buya Hamka dan Sayyid Qutub.

Dari pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas yaitu:

Bagaimana pesan moral yang dapat digali dari kisah Nabi Yusuf AS di dalam penjara perspektif Buya Hamka dan Sayyid Qutub?

(16)

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan kerja keilmuan yang difokuskan untuk meneliti dan mengungkapkan temuan-temuan dalam analisis pembahasannya. Penelitian ini bertujuan:

a. Mengungkap pesan moral yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf episode penjara.

b. Untuk dapat memperkaya khazanah penelitian terhadap

tafsir Al-Azhar dan tafsir fi Zhilal al-Qur‟an tentang kisah

Nabi Yusuf.

2. Manfaat Penelitian

Beberapa hasil manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian skripsi ini, di antaranya:

a. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian tafsir di bidang ayat-ayat kisah. b. Dengan mengungkap pesan moral diharapkan para

pembaca dan penulis secara pribadi dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Setelah melakukan penelitian pendahuluan, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas kisah Nabi Yusuf dengan fokus pembahasan yang secara khusus membahas episode kisah Nabi Yusuf di dalam penjara. Terutama dari perspektif penafsiran Buya Hamka dan Sayyid Qutub. Di antara penelitian terdahulu yang terkait dengan bidang ini antara lain:

(17)

7

1. Dara Humaira Puji Astuti menulis artikel di jurnal Tafsir

Hadis IAIN Purwakerto tahun 2002 dengan judul “Kritik

Sosial-Politik Dalam QS. Yusuf Ayat 54-57 (Telah terhadap Tafsir Azhar Karya Hamka dan Tafsir Fi Zhilalil Al-Qur‟an karya Sayyid Qu‟tub”. Inti dari pembahasan Artikel ini bahwa nabi Yusuf adalah korban politik pada masa itu. Dengan kata lain, artikel ini membahas pesan sosial-politik dari kisah Nabi Yusuf. Perbedaan dari penelitian ini dengan skripsi yang penulis buat adalah bahwa penulis hanya memfokuskan pada pesan moral yang didapatkan Yusuf dalam penjara.

2. Jurnal yang disusun oleh Mohammad Zaenal Arifin dengan judul “Pendidikan Moral dalam Kisah Yusuf AS”. Universitas STAI Binamadani Tanggerang. Jurnal Kordinat vol. XV No. 1 April 2016. Judul ini membahas tentang nilai-nilai pendikan moral dari kisah Yusuf dari beberapa acuan di atas dengan intensinya pada nilai-nilai pendidikan, tidak secara khusus membahas pesan moral dalam segmen kisah Ysuuf di dalam penjara.

3. Skripsi yang disusun oleh Sarah Rizki Fajri yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kisah Nabi Yusuf”. Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017. Skripsi ini membahas tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kisah nabi Yusuf secara umum dengan tinjauan umum, dan terutama menyoroti bagaimana penerapannya pada pendidikan Islam, sehingga akhlak nabi Yusuf yang

(18)

8

perlu dijadikan top model oleh umat muslim, bukan pembahasan dari sisi tafsirnya.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian pustaka (library research), yakni penelitian skripsi yang objek utamanya adalah literatur-literatur atau bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang dikaji. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data yang ada dari tafsir al-Azhar dan tafsir Fi

Zhilal al-Quran sebagai sumber primer, serta dari berbagai

literatur lainnhya yang mendukung penelitian. 2. Sumber Data

Sumber data primer dari penelitian ini adalah tafsir al-Azhar dan tafsir Fi Zhilal al-Quran, sedangkan data sekundernya terdiri litertur lain terkait.

3. Analisis Data

Skripsi ini menerapkan metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan teknik analisis data yang dilakukan dalam rangka mencapai pemahaman terhadap fokus kajian yang kompleks.9 Sementara deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini ialah menjabarkan kisah Nabi Yusuf di penjara dalam al-Quran serta nilai-nilai moral yang terkandung.

4. Sistematika Penulisan

Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

9

Moh Soehadha, Metode Kajian Sosial Kualitatif Untuk Studi

(19)

9

Bab kedua tentang biografi Buya Hamka dan Sayyid Qutub. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana konteks kehidupan sosial maupun budaya yang secara tidak lansung sangat berpengaruh terhadap gaya penafsiran ayat yang ditafsirkan.

Bab ketiga berisi pemaparan tentang tinjauan umum terhadap kisah dalam al-Qur‟an dan keutamaan surah Yusuf sehingga menjadi kisah terbaik.

Bab keempat memaparkan bagaimana penafsiran Hamka da Sayydi Qutb mengungkap pesan-pesan moral yang bisa digali dari penafsiran mereka berdua terhadap surah Yusuf ayat 33-57 tentang nabi Yusuf di dalam penjara.

Bab kelima merupakan bab penutup, bab ini berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan dari bab-bab sebelumnya atau berisi jawaban dari pertanyaan yang ada di rumusan masalah. Selain itu, bab kelima juga berisi saran dan juga masukan bagi para peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan penelitian ini.

(20)
(21)
(22)
(23)

11 BAB II

BIOGRAFI HAMKA DAN SAYYID QUṬB

A. Biografi Singkat Hamka

Buya Hamka bernama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Hamka adalah singkatan dari nama beliau tersebut, sedangkan Buya adalah panggilan kehormatan untuk seorang yang berilmu dan dituakan..1

Hamka lahir di Tanah Sirah, desa tempatnya lahri di sebut Sungai Batang 16 Februari 1908 Masehi, atau bertepatan dengan tanggal 14 Muharam 1326 Hijriah. Hamka wafat pada tanggal 24 Juli 1981 di Jakarta. Ia digelari Buya sebagai panggilan bagi orang Minang yang berarti “ayahku”, atau seseorang yang dihormati. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu kata abi, abuya.2

Ayahnya adalah Haji Rasul yang bernama lengkap H. Abdul Karim Amrullah yang termasuk keturunan Abdul Arif yang bergelar Tuanku Pauh Pariaman Nan Tuo, salah satu pahlawan Paderi Haji Abdul Ahmad. Ayah Hamka adalah seorang alim terkenal, termasuk dalam tiga serangkai bersama Syaikh Muhammad Jamil Djambek dan Dr H. Abdullah Ahmad. Merekalah “Kaum Muda” Minangkabau sekembali dari Makkah pada 1906. Ibunya wafat pada tahun 1934. Ia bernama Shafiyah binti Bagindo Nan Batuah.3

Diceritakan bahwa Hamka dikhitan pada usia 10 tahun di kampungnya Maninjau. Saat itu ayahnya baru kembali dari lawatannya yang pertama ke tanah Jawa, dan surau Jembatan Besi tempat ayahnya

1 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 138.

2

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009),188.

3 HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I. Juz I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004),

(24)

12

mengajar diubah menjadi madrasah modern Thawalib School.4 Ketika Hamka harus bersekolah di Thawalib School, kurikulum model lama membuatnya bosan dengan sistem hafalan yang masih berlaku. Hamka enggan menamatkan pendidikan di sana.5 Hamka memilih berada di perpustakaan Zainaro, yang didirikan oleh Zainuddin Labai el-Yunusi dan Bagindo Sinaro. Hamka juga pernah dikirim untuk belajar di sekolah Syaikh Ibrahim Musa Parabek, di Parabek Bukit Tinggi, namun tidak berlangsung lama. Hamka akhirnya meninggalkan Ranah Minang dan berangkat ke Yogyakarta pada tahun 1924. Masa pendidikan formal yang pernah di tempuh Hamka secara keseluruhan hanya sekitar tujuh tahun lebih, yaitu antara tahun 1916 sampai tahun 1924.6

Dalam karirnya, Hamka menjabat pegawai tinggi agama pada tahun 1951, dilantik oleh Menteri Agama RI. Namun, ia meletakkan jabatannya di tahun 1960 ketika Soekarno memberinya dua pilihan antara menjadi pegawai negeri atau melanjutkan aktifitas politiknya di Masyumi (Majelis Syura Muslim Indonesia). Sebagai ilmuwan, melakukan penelitian di bidang filsafat, sastra, sejarah, sosiologi, dan politik baik yang ada di dalam Islam maupun Barat. Hamka juga mahir berbahasa asing: Arab dan Inggris.

Hamka pernah menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat Pada tahun 1928. Ia menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar pada tahun 1932. Ia juga pernah menjadi pewarta di beberapa media seperti Pelita Andalas, Bintang Islam, seruan Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Selain itu, Hamka aktif pada penerbitan majalah seperti Gema Insani,

4

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 189

5

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 190

6

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 188-189

(25)

13

Pedoman Masyarakat, dan Panji Masyarakat.7

Di Universitas al-Azhar pada tahun 1958 dia pernah menerima anugerah anugerah doktor kehormatan,31 bagi perjuangannya meninggikan syi‟ar Islam. Pada tahun 1974 dia mendapat penghargaan dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk sumbangsinya mengembangkan bidang kesusasteraan. Sementara penghargaan dalam negeri diperolehnya dalam bentuk gelar Pangeran Wiroguno dan Datuk Indono.8

B. Pemikiran dan Corak Penafsiran Hamka

Bagi seorang Buya Hamka penjara bukanlah tragedi. Ia dipenjara tanpa proses pengadilan yang sahih, dakwaan yang tidak wajar saat dituduh ingin membunuh Presiden pertama yaitu Soekarno dan Menag RI saat itu Syaifuddin Zuhri. Tudingan untuk ulama santun kelahiran Maninjau itu divonis dan dihukum.9

Hamka, dan juga HB Jasien saat itu, menjadi korban pertarungan politik bangsa ini sejak pertengahan 1950-an sampai tahun 1965. Dari dalam penjara Hamka memberi banyak hal istimewa. Dia tetap memaafkan Soekarno, bahkan mengimami shalat jenazahnya saat Soekarno meninggal dunia tahun 1971.

7

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 188-189.

8 Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara,

2009), 190.

9

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 190

(26)

14

Al-Azhar merupakan nama tafsir Hamka senada dengan nama masjid yang ada di kebayoran baru yang didirikan olehnya.10 Nama ini dihadiahkan oleh Syaikh Mahmud Syalthuth dengan harapan agar benih keilmuan dan pengaruh intelektual tumbuh di bumi Indonesia. Awalnya Hamka mengenalkan tafsirnya melalui kuliah subuh pada jama‟ahnya di masjid al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta sekatan.

Hamka memulai tafsirnya dari Surah al-Kahfi, Juz XV. Tafsir ini menemui sentuhan pertamanya dari penjelasan (syarah) yang disampaikan di Masjid al-Azhar. Catatan yang ditulis sejak 1959 ini telah dipublikasikan dalam majalah tengah bulanan yang bernama „Gema Islam‟ yang terbit pertamanya pada 15 Januari 1962 sebagai pengganti majalah Panji Masyarakat dan karya tersebut dibredel oleh Sukarno di tahun 1960.11

Di tahun 1964 pada hari senin, 12 Rabi‟ul Awwal 1383/27 Januari Hamka ditangkap penguasa Orde Lama dengan tuduhan berkhianat terhadap tanah airnya sendiri dan dipenjara selama 2 tahun 7 bulan (27 Januari 1964-21 Januari 1967).38 Di sinilah Hamka memanfaatkan waktunya untuk menulis dan menyempurnakan tafsir 30 juznya. Dengan keinsyafan dan rasa syukur yang tinggi, ia menyatakan penghargaannya terhadap berbagai dukungan yang telah diberikan padanya dari para ulama, para utusan dari Aceh, Sumatera Timur, Palembang, ulama‟ dari Mesir, ulama‟ di al-Azhar, Syaikh Muhammad al-Ghazali, Syaikh Ahmad Sharbasi, dari Makassar, Banjarmasin, Jawa Timur, Nusa

10

HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I. Juz I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), hal. 43. Hal ini sebagaimana yang dituliskan dalam tafsirnya: “Langsung saya berikan nama baginya Tafsir al-Azhar, sebab “tafsir” ini timbul di dalam mesjid agung al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami‟ al-Azhar sendiri.” Lihat selengkapnya dalam muqaddimah tafsirnya HAMKA, Tafsir al-Azhar, 48.

11

HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I. Juz I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), hal. 48; Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi. (Bandung: TERAJU, 2003), 59.

(27)

15

Tenggara Barat dan lain-lain.12 Pada tahun 1967, akhirnya Tafsir al-Azhar pertama kali diterbitkan.

Tafsir ini menjelaskan latar hidup penafsirnya secara lugas. Hamka men- zahirkan watak masyarakat dan sosio-budaya yang terjadi saat itu. Tulisannya mampu merekam kehidupan dan sejarah sosio-politik umat yang getir dan menampakkan cita-citanya untuk mengangkat pentingnya dakwah di Nusantara Selama 20 tahun. Penahanan atas dirinya malah memperkuat iltizâm dan tekad perjuangannya serta mampu mencetuskan semangat dan kekuatan baru terhadap pandangan dan pemikiran Hamka.13

Selama berada di tahanan, selain dari mengerjakan “tafsir” ini di waktu siang, di malam hari mendapat kesempatan sangat luas untuk beribadah kepada Allah dan tahajjud serta munajat lepas tengah malam, sebagai obat yang paling mujarab pengobat muram dan kesepian di waktu segala jalan hubungan di bumi ditutup orang, hubungan ke langit lapang terluang.41

Tafsir al-Azhar ditulis berasaskan pandangan dan kerangka manhaj yang jelas dengan merujuk pada kaedah Bahasa Arab, tafsiran salaf, asbâb al-nuzûl, nâsikh-mansûkh, Ilmu Hadis, Ilmu Fiqh dan sebagainya. Ia turut men-zahirkan kekuatan dan ijtihad dalam membandingkan dan menganalisis pemikiran madzhab.14

Tafsir ini merupakan pencapaian dan sumbangan terbesar Hamka dalam membangun pemikiran dan mengangkat tradisi ilmu yang melahirkan sejarah penting dalam penulisan tafsir di Nusantara. Adapun tujuan terpenting dalam penulisan Tafsir al-Azhar adalah untuk memperkuat

12

Badiatul Razikin (dkk.), 101 Jejak Tokoh Islam, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 59.

13

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Indonesia dari Hermeneutika

hingga Ideologi. (Bandung: TERAJU), 2003, hal. 60.

14

HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I. Juz I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), hal. 3.

(28)

16

dan memperkukuh hujjah para muballigh dan mendukung gerakan dakwah.15

C. Biografi Singkat Sayyid Quṭb

Sayyid Quṭb mempunyai nama lengkapnya adalah Sayyid Quṭb Ibrahim Husien Syadili, ia lahir di Musyah, salah satu wilayah dari Provinsi Asyuth, kawasan dataran tinggi di Mesir. Ia lahir pada 9 Oktober 1906.16

Anak sulung dari lima bersaudara ini tumbuh dalam lingkungan keluarga beragama. Ayahnya bernama al-Hajj Quṭb Ibrahim adalah anggota Partai Nasioanalis Mustafa Kamil dan pengelola majalah

al-Liwa.17 Dengan kedudukannya itulah, mendapat kepercayaan dari masyarakat di lingkungannya, hingga ia wafat sesat anak terakhirnya, tengah menempuh pendidikan di Kairo.

Sementara ibunya, bernama Fatimah adalah perempuan salehah yang, tentu saja membesarkan anak-anaknya dalam corak pendidikan yang taat. Hingga Sayyid Quṭb tumbuh dewasa, sang ibu menyaksikan Quṭb sebagai seorang sastrawan sekaligus pegawai, bahkan sempat dalam beberapa waktu lama tinggal bersama di Kairo. Sang ibu wafat saat ia menginjak usia 44 tahun atau pada 1940M.18

Ia anak pertama dari lima bersaudara dengan seorang saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan, yakni Muhammad, Nafisah, Aminah, dan Hamidah. Jenjang pertamanya dimulai saat menginjak usia enam tahun, ketika orang tuanya mengirim Quṭb ke sebuah madrasah dan sekolah tradisional yang mempelajari al-Quran tak jauh dari lingkungannya. Di

15

HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jilid I. Juz I-II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), hal. 6.

16

17

Shahiron Syamsuddin, , Studi al-Quran Kontempore, cet I (Yogyakarta:

Tiara Wacana, TT),111

18

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil al-Quran, jilid I, terj. As‟ad Yasin, dik.(Jakarta, Gema Insani,1992), 218

(29)

17

sekolah itu ia belajar selama empat tahun dan sudah hafal al-Quran, saat berusia 10 tahun.

Saat revolusi Mesir pecah pada 1919. Ia berangkat dari desanya ke Kairo untuk melakukan studi. Di sana, ia lalu bertemu demam Abas Mahmud al-Aqqad, seorang sastrawan besar ketika itu, dan banyak belajar dengannya. Lama belajar pada al-Aqqad ia lalu bergabung dengan Partai Ward. Quṭb muda lalu pindah ke Hulwah untuk tinggal dengan pamannya, yang berprofesi sebagai wartawan. Ia masuk ke lembaga pendidikan keguruan pada tahun 1925 dan lulus tiga tahun berikutnya19

Pada tahun 1930 ia masuk sebagai mahasiswa Darul Ulum, setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat menengah dari Tajhiziyah Darul Ulum, kemudian Sayyid Qutb lulus dari perguruan tersebut pada 1933 dengan gelar Lc dalam bidang sastra dan diploma, dalam bidang tarbiah. Setelah lulus kuliah, ia bekerja departemen pendidikan dan beberapa kali berpindah tugas, mulai dara tenaga pengajar enam tahun, menjadi pegawai kantor, dan terakhir bertugas di lembaga pengawasan pendidikan umum hingga delapan tahun, hingga ia akhirnya di departemen tempat Quṭb bekerja mengirimnya ke Amerika untuk menempuh pendidikan pada 1948.

Di Amerika, ia tinggal selama dua tahun dan 3 kali belajar di tempat berbeda: Wilson‟s Teacher College di Washington, Collage di Colorado, dan Stanford Universitas di California. Dalam dua tahun masa studinya, ia melihat paham-paham anti tuhan: spiritual, sosial, ekonomi, yang menimbulkan banyak kerusakan. Di negara adi kuasa inilah tumbuh kesadarannya dalam diri Quṭb, terutama saat ia melihat masyarakat yang senang atas kematian Hassan al-Banna pada awal 1949.

19

Shalah Abdul Fatah al-KHalidi, Pengantar Memahami tafsir Fi Zhilalil Quran

(30)

18

Saat kembali ke Mesir, ia kemudian mengajukan surat kemunduran diri dari pekerjaannya, dan memutuskan meluangkan banyak waktunya untuk berdakwah dan menulis.20 Tak berselang lama ia juga memutuskan bergabung dengan Ihwanul Muslimin.21 Dalam organis ini, ia aktif dalam berbagai kegiatan, menulis berbagai artikel keislaman yang cukup berani di surat kabar dan majalah, serta menyampaikan berbagai kajian dan studi umum dan keislaman. Ia juga menjadi anggota Maktab Irsyat „Am dan menjadi ketua seksi penyebaran dakwah, dan turut memberi pengaruh wacana membawa resolusi ke masyarakat.

Revolusi Mesir yang pecah pada 1952 mendapat dukungan penuh dari

Ihwanul Muslimin yang telah dipersenjatai dan dapat pelatihan militer.

Hingga dua tahun kemudian atau 1954, ia menjadi pemimpin di Koran harian Ihwanul Muslim. Hanya berlangsung dua bulan kemudian, koran ini dibredel oleh Presiden Kolonel Abdul Nassir, karena sebelumnya dinilai telah mengecam perjanjian Mesir-Inggris pada 7 Juli 1954. Sejak sesat itu Abdul Nassir menjadi musuh para anggota Ihwanul Muslim

Pembredelan harian Ihwanul Muslimin, akhirnya disusul dengan pembubaran organisasi itu dengan tuduhan telah melawan pemerintah resmi. Para anggotanya ditangkap, tak terkecuali Sayyid Quṭb yang ditahan tanpa proses pengadilan. Baru setahun kemudian, atau pada 13 Juli 1955, pengadilan umum memutuskan menjatuhkan hukuman pada Sayyid Quṭb dengan tahan selama 15 tahun. Ia sempat mendapat tawaran bebas dari Presiden Abdul Natsir setelah belum genap satu tahun ditahan,

20

Shalah Abdul Fatah al-KHalidi, Pengantar Memahami tafsir Fi Zhilalil

Quran Sayyid Qutub, (Solo: Era Intermedia, 2001), 29. 21

Ihwanul Muslimin adalah satu gerakan yang mengajak dan menuntut tegaknya syariat Allah, hidup di naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah Kepada Rasulullah Saw. Diserukan oleh para Salafus Soleh, bekerja dengan-Nya dan untuk-Nya, keyakinan yang bersih yang berakar teguh dalam hati. Zaimah dan SeptianMin Ahdi, Makalah

Tafsir Fi Zhilalil al-Quran Karya Sayyid Qutb, (Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo,

(31)

19

dan dengan syarat ia harus menyatakan permintaan maaf pada pemerintah atas perbuatannya. Namun permintaan tersebut ia tolak.

Ia menjalani tiga tahun perama dalam penjara, dengan kelonggaran. Keluarganya juga diperbolehkan menjenguk. Di masa inilah, ia menggunakannya untuk melanjutkan tafsirnya Fi Zilal al-Quran. Pada tahun 1964 atas perintah

Abdus Salam Arif yang kelak menjadi Presiden Irak, Quṭb dibebaskan saat kunjungan ke Mesir. Namun satu tahun kemudian bersama saudaranya, Muhammad dan dua saudara perempuannya: Hamidan dan Aminah, Quṭb kembali ditahan dengan alasan yang sama, menumbangkan rezim dengan jalan kekerasan. Ia bersama 3 saudaranya ditahan bersama 20 ribu, termasuk di antaranya 700 perempuan.

Masa-masa yang berat akan dialami Quṭb saat Presiden Abdul Nassir kembali dari lawatannya Moskow. Ia menuduh Ihwanul Muslimin telah bekerja saman dalam usaha membunuhnya. Atas tuduhannya itu tak sampai satu tahun, lewat UU Nomor. 911 Tahun 1966, Presiden Abdul Nassir telah memberi kekuasaan penuh pada dirinya tanpa proses pengadilan yang dicurigai dalam misi penggulingan presiden.22

Pada senin, 12 Agustus 1966, bersama dua temannya (Abdul fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy), ia akhirnya meninggal dalam tiang gantungan, meski banyak protes dari berbagai penjuru dunia menolak. Keputusan pemerintah menghukum mati tokoh Mesir itu.23

22

Sayyid Qutb, Perdamaian dan Keadilan Sosial, cet. I, terj. Dedi Junaedi (Jakarta: Akademi Pressindo, 1996), 5-7.

23

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil al-Quran, jilid I, terj. As‟ad Yasin, dik. (Jakarta: Gema Insani, 1992), 319.

(32)

20

D. Pemikiran Sayyid Quṭb

Selain seorang mufasir, ia juga dikenal menjadi politikus muslim fundamentalis. Sayyid Qutb banyak gagasan politiknya dalam bukunya

Ma„alim at-Tariq. Gagasannya mengobarkan perlawanan terhadap Barat,

tdiak hanya di Mesir, tetapi juga di berbagai negara.24

Pada adab ke-19 hingga awal abad ke-20, negara-negara Islam menjadi koloni Barat. Dalam kurun waktu itu sejarah mencatat, dinamik pemikiran Islam cukup kondusif meski dalam politik yang tinggi. Salah satu di antaranya tentu saja Quṭb dan kiprahnya telah banyak berpengaruh dalam gerakan-gerakan Islam kontemporer, terutama pada

Ihwanul Muslim, di mana pada akhirnya ia menjadi salah satu petinggi di

organisasi penting Mesir.25

Mohammad Taufiq berkata, dalam kitabnya yang berjudul “Sayyid

Quṭb: Khulasatuhu wa Manhaju Harakatihi”, membagi fase

pemikirannya tiga tahap. Pertama, tahap mempunyai tahap pemikiran sebelum orientasi Islam. Kedua, tahap mempunyai orientasi Islam secara umum. Ketiga, tahap pemikiran orientasi militan Islam.

Pada fase ketiga inilah, ia mulai merasakan keengganan dan muak terhadap westernisasi, kolonialisme, dan juga terhadap penguasa Mesir. Masa- masa inilah yang kemudian Quṭb aktif, dalam memperjuangkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilangan budaya Barat.26

24

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilalil al-Quran, jilid I, terj. As‟ad Yasin, dik. (Jakarta: Gema Insani, 1992), 319.

25

Henry Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam: dari Abu Bakar Hingga Nasr dan

Qurdhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003), 280.

26

Henry Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam: dari Abu Bakar Hingga Nasr dan

(33)

21

Dalam pandangan Quṭb. Islam telah membuat aturan komprehensif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur dan solusi atas problem sosial kemasyarakatan. Sementara Sayyid Qutb menganggap Barat sendiri telah gagal memberikan sumbangan pada nilai-nilai kemanusiaan.

Kriteria pemikiran Quṭb, dalam Religius Resurgenci yang diedit oleh Anton dan Hegland, dengan bagus menyimpulkan proyek pemikiran Quṭb dengan pernyataan, “Islam adalah deklarasi pembebasan manusia dari penyembahan terhadap sesama makhluk di muka bumi dan penyembahan yang ada hanyalah pada Allah semata”. Deklarasi Islam dalam proyek pemikiran Quṭb itu tidak sebatas analisisi filosofis dan teoritis, sebagaimana diklaim sebagian penulis, sekaligus diklaim sebagai deklarasi yang bersifat progresif, aplikatif, dan reaktif.27

Meski demikian Quṭb tak bisa dikelompokkan seperti tokoh pembaharu seperti Abduh, sekalipun Qutb memiliki gagasan-gagasan pembaruan. Disebutkan ada perbedaan fundamental antara Quṭb dan Abduh yang lebih dekat dengan Barat dan rasional melalui perkembangan sains dan sekularisme, Qutb menolak dikotomi Timur dan Barat. Ia lebih cenderung mengambil Islam sebagai sikap pasrah yang berada di tengah. Ia dinilai radikal saat berbicara mengenai pembebasan umat manusia dari semua yang dapat menghalanginya.28

27

Henry Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam: dari Abu Bakar Hingga Nasr dan

Qurdhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003), 282.

28 Henry Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam: dari Abu Bakar Hingga Nasr dan Qurdhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003), 283.

(34)
(35)

23 BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH-KISAH AL-QUR’AN DAN PELAJARAN AKHLAK DI DALAMNYA

A. PENGERTIAN KISAH

Pembahasan tentang kisah menjadi salah satu hal penting di dalam Islam. Bukan saja karena kisah menjadi salah satu elemen utama al-Qur‟an, tetapi karena tujuan diceritakannya kisah-kisah umat terdahulu adalah karena agar manusia mampu menggali hikmah, ibrah, dan pesan moral di dalamnya. Al-Qur‟an menyebut 26 tempat mengenai kisah ini. Surah ke-28 juga dinamai, bahkan sebagai surah kisah-kisah (bahasa Arabnya al-Qasas). Ada cerita Nabi Musa yang cukup lengkap diceritakan secara kronologis dalam surah ini, meskipun tidak sebaik kronik kisah Yusuf di dalam surah Yusuf. Surah al-Qasas juga dipenuhi seruan-seruan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu sehingga terjadi bagaimana dinamika komunikasi dan dialog dengan masyarakat di masa pewahyuannya.

Istilah kisah berasal dari bahasa Arab صص , bentuk masdar (verbal ق noun) yang diambil dari kata kerja صص dari akar kata dua huruf ق (qaf) ق dan ص (sad). Akar kata ini memiliki makna pokok: “dasar yang benar yang menunjukkan atas pengikutan (penelusuran) sesuatu”. Jika seorang mengatakan, “aku mengikuti jejak sesuatu”, maka hal itu terjadi apabila anda berjauhan dengannya.1 Dari kontek inilah kata qisas yang bermakna “melukai” diberlakukan, sebagaimana melakukan perbuatan itu pertama kali, sehingga seolah-olah mengikuti jejak sesuatu. Dari istilah qissah

1

Lihat, Ahmad Ibn Faris bin Zakariyya, Mu‟jam Maqayis Allughah, Mesir: Musthafa al-Babi Al-halabi Wa Awladuh, 1792 H/1972 M.

(36)

24

(cerita) dan qasas (cerita-cerita), maka elemen utama dari kedua kata itu merupakan hal yang diikutsertai ( dan ditelusuri), serta disebutkan.

Secara asal kata, kisah dari bahasa Arab al-Qissah yang bentuk jamaknya al-Qasas.2 Maknanya adalah kejadian masa lampau,3 periwayatan khabar, khabar yang dikisahkan, jejak, sesuatu yang tertulis, kejadian, masalah dan keadaan.4

Secara istilahi, kisah bermakna “upaya mengikuti jejak peristiwa yang benar-benar terjadi ataupun imajinatif”, yang diurutkan sesuai dengan urutan kejadiannya. Sedangkan cara yang ditempuh adalah dengan menceritakannya satu demi satu episodenya.5

Muhammad Kamil Hasan berpendapat bahwa kisah adalah sebuah media untuk mengungkapkan kehidupan atau kejadian tertentu dari kehidupan yang mencakup sebuah peristiwa atau banyak peristiwa yang disusun secara runut. Dimulai dari permulaan dan diakhiri dengan penutup.6

Menurut Ahmad Khalafullah, kisah merupakan “karya sastra” yang dihasilkan melalui khayal si pembuat kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, atau pelaku yang sebenarnya tidak ada. Bisa saja menurutnya, kisah disusun dari pelaku yang benar-benar ada, akan tetapi peristiwa yang berkisar pada dirinya dalam kisah itu tidak benar-benar terjadi. Atau, masih menurutnya, peristiwa dalam kisah itu memang terjadi pada diri pelaku, akan tetapi cerita tersebut disusun berdasarkan seni yang

2

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1126.

3

Louis Ma'luf, Al-Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1975), hal. 631.

4

Ibrahim Anis, dkk, Al-Mu'jām al-Wasit, Jilid II, ( Beirut: Dār al-Fikr, tt.), hal. 739-740.

5

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh,Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran

VOL 1, (Jakarta: Lentera Hati,2002), hal. 394. 6

Muhammad Kamil Hasan al-Mahami, Al-Qur'ān wa al-Qissah al-Hadisah, (Beirut: Dār al-Buhūs, 1970), hal. 9

(37)

25

indah. Sebagian kisah didahulukan, dan sebagian cerita lain dikemudiankan. Ada pula bagian yang memang disebutkan, dan ada pula bagian yang dibuang. Biasanya, dalam kisah, terhadap peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi itu, menurut Khalafullah, ditambahkan peristiwa baru yang tidak terjadi atau dilebih-lebihkan penggambarannya. Di sinilah, pelaku-pelaku sejarah biasanya keluar dari kebenaran yang biasa dan menjadi para pelaku khayali.7

Dari beberapa definisi yang diungkpakna para pakar di atas, secara umum dapat disimpulkan kisah mempunyai karakteristik sebagai cerita yang berbentuk prosa, bersifat khayalan ataupun nyata, dan di dalam cerita ada permulaan dan ada akhirnya. Jika dikaitkan dengan al-Quran dapat diperoleh pengertian bahwa kisah al-Quran itu adalah suatu berita atau cerita yang dapat diikuti dan ditelusuri jejaknya. Kisah ini menerangkan kejadian umat-umat masa lalu, para nabi dan rasul, serta kejadian-kejadian lain sebagai benar-benar terjadi demikian.

B. JENIS-JENIS KISAH

Ada beberapa pendapat tentang macam-macam kisah yang terdapat di dalam al-Qur'an. Manna‟ Khālil al-Qattan mengklasifikasi jenis kisah dari segi isi atau tema yang dikandungnya. Ada tiga jenis kisah:

1. Kisah para Nabi yang bercerita tentang dakwah para Nabi terhadap kaumnya, mu'jizat-mu'jizat yang diberikan Allah kepada mereka, dalam menghadapi sikap penentang kebenaran pesan ilahi yang disampaikan. Kisah para nabi juga menggambarkan perjalanan dan perkembangan dakwah mereka, akhir cerita dari para penentangnya, dan juga akhir bahagia dari para pengikutnya. Ada banyak contoh kisah para Nabi dalam al-Qur‟an, seperti

7

Muhammad A Khalafullah, Al-Fann al-Qasas Fi al-Qur'ān (Mesir: Maktabah al- Masriyah, 1972), hal.119.

(38)

26

kisah Nabi Muhammad, Kisah Nabi Ibrahim, „Isa, Harun, Musa, Nuh, Salih, Hud, dan lainnya.

2. Kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian masa dahulu tentang orang-orang yang tidak dijelaskan status kenabiannya. Ada kisah tentang Talut, Jalut, Ashabul Kahfi dan lain-lain. 3. Kisah-kisah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang

terjadi di masa Rasulullah ketika al-Qur‟an diturunkan, seperti kisah peperangan yang dilakukan oleh Nabi: Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Tabuk, Perang Hunain, ataupun juga peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah, peristiwa Isra Mi‟raj dan lain sebagainya.8

Ditinjau dari durasi atau segi panjang atau pendeknya rentetan peristiwa yang diceritakan dalam kisah serta kelengkapan dan detil pengungkapan tokoh-tokohnya, kisah-kisah dalam al-Qur‟an dapat dibagi menjadi tiga macam kisah:

1. Kisah yang panjang (qissah tawilah), seperti kisah yang penceritaannya disebutkan mulai dari lahirnya tokoh, perkembangannya, kehidupannya sebelum diutus menjadi Rasul, kemudian kehidupannya sebagai Nabi dan Rasul dan hubungannya dengan kaumnya, serta hasil dari perjuangannya. Biasanya di sela-sela kisah yang panjang ini ada beberapa nasihat digambarkan dari sikap para tokoh yang diceritakan di dalamnya, Yang termasuk kisah panjang adalah kisah Nabi Musa, Yusuf, dan Sulaiman.

2. Kisah sedang, yaitu kisah ini menyebutkan hanya sebagian riwayat hidup tokoh atau Nabi. Ada beberapa fragmen yang

8

Mannā' Khalil al-Qattān, Mabāhiś Fi Ulum Al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Lentera Aantar nusa, 1973), hal. 306.

(39)

27

disebutkan di dalam kisah semacam ini, namun cuplikan fragmen tadi tidak sedetail kisah yang panjang. Fragmen kehidupan tokoh yang dikisahkan kadang hanya disebutkan awalnya saja. Ada pula yang hanya disebutkan akhirnya saja. Dalam fragmen ini, inti utama kisah terkait dengan dakwah yang disampaikan kepada kaumnya, sikap dan tanggapan kaumnya, akhir cerita dari dakwah itu. Kisah semacam dapat dilihat dalam kisah Adam, Nuh, dan juga kisah Daud.

3. Kisah Pendek atau qissah qasirah dengan fragmen cerita yang lebih sedikit, kadanglala isinya tidak lebih dua fragmen saja. Dalam kisah pendek yang paling utama disebut adalah kegiatan dakwah para rasul, sikap dan penerimaan kaumnya, serta akhir cerita dari kisah penyampaian dakwah itu. Kisah macam ini dapat dilihat dalam kisah Yasa, Idris, dan Zalkifli.9

C. URGENSI DAN HIKMAH/IBRAH KISAH AL-QUR’AN Arti penting kisah di dalam al-Qur‟an bukan pada detil kronologi yang ditutrukannya, tetapi bagaimana pembaca al-Qur‟an mampu memetik hikmah di balik kisah yang disuguhkan. Hikmah berasal dari kata al-ḥukm (مكح) yang berarti menetapkan atau memutuskan.10 Adapun ḥikmah dalam pengertian khusus adalah berarti “menjelaskan ilmu pengetahuan, kebijasanaan, filsafat, kenabian keadilan, pepatah ataupu ayat-ayat dari al-Qur‟an itu sendiri”.

9

Sayyid Qutb, At-Taswir al-Fanni fi al-Qur'ān (Mesir: Dār al-Ma'ārif, t.t), hal. 136-138.

10

KH. Ahmad Warson MunawwirKamus Al-Munawir arab-indoesia terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, Cet-1, 1984) h. 158

(40)

28

Tokoh muslim yang andil dalam meramaikan diskursus ḥikmah, di antaranya, adalah Muqatil, Fairuzabadi dan Ibnu Qayyim. Muqatil menjabarkan ḥikmah dalam empat pengertian:11 (1) Ajaran-ajaran al-Quran, (2) Pemahaman mendalam; (3) Tentang kenabian; (4) Rahasia yang menakjubkan.

Ibnu Al-Qayyim membagi ḥikmah menjadi dua bagian yaitu, ‟Ilmiyah (teoritik) adalah suatu penelaahan mengenai kandungan sesuatu dengan mengetahui sebab akibatnya, kesesuaian dengan hukum syariat serta hubungan diantara keduannya. Kedua „Amaliyah (praktis) adalah suatu tindakan yang berkesesuaian dengan sesuatu hal.12

Pendapat cendikia asal Indonesia, Muhammad Djarot Sensa dalam bukunya Quranic Qoutient Kecerdasan-kecerdasan Bentuk Al-Qur‟an menjelaskan pula makna ḥikmat. Ḥikmah dapat dijelaskan kedalam lima bagian diantaranya; (1) Nikmat Allah SWT; (2) Bersamaan dengan kitab-kitab suci; (3) Ajaran mengenai kebaikan; (4) Nilai dalam dakwah; (5) Perangkat melahirkan sesuatu kemampuan serta sesuatu yang disampaikan Rasul.

Di dalam Al-Quran kisah-kisah ditemukan penuturannya secara berulang-ulang di dalam beberapa surah al-Qur‟an. Satu cerita bisa diulangulang disebutkan dalam bentuk yang berbeda-beda: kadang pendek, dan sekali waktu dicertiakan panjang lebar. Keseluruhan kisah yang diulang-ulang tersebut tentu memiliki hikmah dari pengulangan penyebutannya, di antaranya:13

1. Balaghah al-Quran yang memiliki nilai tinggi. Di antara keistimewaan-keistimewaan balaghah itu adalah bahwa susunan

11

Nashir Sulaiman Al-Umar, al-ḥikmah terj Amir Hamzah Facrudin, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995) hal. 22.

12

Nashir Sulaiman Al-Umar, al-ḥikmah terj Amir Hamzah Facrudin. hlm. 32.

13

(41)

29

redaksi al-Qur‟an dapat menerangkan satu makna dalam berbagai-bagai susunan kata. Dan pada tiap-tiap tempat penyebutan cerita, ada banyak perkataan yang berbeda-beda dari yang telah disebutkan. Dengan struktur balaghah yang tinggi demikian, akan terasa cerita al-Quran akan terasa enak didengar dan nikmat dibacanya.

2. I‟jaz. Kisah menjadi bagian dari bagaimana al-Qur‟an

menampakkan sisi kemukjizatannya. Ini terlihat dari bagaimana sebuah ayat menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk struktur perkataan. Kesemua ini bertujuan menunjukkan bahwa al-Qur‟an merupakan ebnar-benar wahyu yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

3. Pengulangan dalam kisah al-Qur‟an merupakan bentuk penguatan (ta‟kid). Hal ini menunjukkan pula besarnya porsi perhatian terhadap hal dan person yang dikisahkan, seperti keadaan kisah Musa dan Fir‟aun.

D. KISAH YUSUF SEBAGAI KISAH TERBAIK AL-QUR’AN Menurut Sulaiman at-Tarawana, ada lima keistimewaan khusus dalam kisah Yusuf yang membedakannya dari kisah-kisah yang ada dalam al-Qur‟an. Dengan perbedaan yang menandai keistimewaan kisah Yusuf ini, maka kisah Yusuf disebut di dalam permulaan surah sebagai ahsan

al-Qasas atau kisah terbaik. Pertama, kisah Yusuf terintegrasi dalam satu

surah saja. Dengan kondisi terintegrasi dalam satu surah saja, maka kronologinya sangat sempurna, da nisi kandungan yang diceritakan menjadi sangat ideal. Menurut al-Tarawana, kisah Yusuf dianggap memenuhi seluruh unsur pokok kisah sastra dengan tepat, artistik dan mengagumkan. Di dalamnya ada gabungan antara unsur-unsur naratif,

(42)

30

deskriptif, dan juga dialog yang dikemas secara apik yang tidak ditemukan pada kisah-kisah lain.

Kedua, kisah Ysuuf merupakan sebuah kisah yang berputar. Perputaran kisah, menurutnya, dapat dilihat dari narasi pertama yang dimulai dari mimpi (QS. Yusuf [12]: 4) dan diakhiri dengan realisasi mimpi tersebut (QS. Yusuf [12]: 101). Di sini, kisah Yusuf disebut berputar, karena pendahuluan kisah tidak lain adalah juga akhir dari kisah: Ketiga, kisah ini merupakan kisah mimpi. Dengan kata lain bahwa unsur mimpi dalam kisah ini memiliki peranan yang besar dalam menggerakkan jalannya kisah. Keistimewaan ini terbukt dari kebenaran yang disajikannya. Bila dilakukan penjelajahan dan penyelidikan terhadap narasi kisahnya secara utuh, maka menurut al-Tarawana akan nampak bahwa unsur mimpi pertama yang muncul dalam kisah emmberi efek kejut bagi pembaca, yang dengan cepat memberi jalan bagi akan adanya konflik antara Yusuf dengan saudara-saudaranya. Di sini dapat pula diramalkan bagaimana hasil akhir dari konflik tersebut. Isyarat akan adanya konflik tidak saja diungkapkan al-Qur‟an dengan menyebut mimpi Yusuf. Lebih dari itu, isyarat tersebut diperjelas lagi dalam sebuah kemasan ta‟bir mimpi yang diutarakan oleh ayahnya, yaitu Ya‟qub kepada Yusuf. Unsur mimpi ini, menurutnya, kembali muncul memainkan peran ketika Yusuf berada dalam penjara. Sejak dari babak ini, peran Yusuf dalam unsur mimpi telah berganti, yaitu dari pemilik mimpi yang akan menjalani kenyataannya menjadi penta‟bir mimpi yang nyata sekali kebenarannya. Kebenaran mimpinya ini dibuktikan oleh dua orang pemuda yang sama-sama dipenjara, dan inilah yang menyebabkan Yusuf dipanggil oleh raja untuk diminta menta‟birkan mimpi. Realitas kisah menunjukkan bahwa dari ta‟bir mimpi ini Yusuf menemukan akhir bahagia. Demikian, alur dan

(43)

31

babak dari kisah ini selalu berjalan sesuai dengan urutan mimpi yang muncul dalam kisah. Karena itu kisah ini disebut dengan kisah mimpi;

Keempat, kisah Yusuf ini selalu dikatakan bertolak dari apa yang diistilahkan Tarawana sebagai “isyarat-isyarat artistik-redaktif” yang dikemas secara rapi. Sebagai contoh penyebutan binatang srigala dalam perkataan Ya‟qub pada awal kisah adalah pengantar artistik yang bernuansa rediktif. Karena itu ketika para saudara Yusuf membohongi ayahnya (Ya‟qub) dengan mengatakan bahwa Yusuf telah dimakan serigala, Ha yang menurutnya tidak dirasa aneh dan menggelikan. Senada dengan itu adalah perkataan para saudara Yusuf yang menyebut safar mereka sebagai rencana menyingkirkan Yusuf. Ternyata, penyebutan musafir ini menjadi kenyataa n, dan Yusuf kemudian benar-benar ditemukan oleh musafir dalam sebuah sumur.

Kelima, kisah Yusuf ini adalah salah satu dari kisah al-Qur‟an yang paling lengkap dalam membeberkan berbagai naluri kemanusiaan.14

Selain pandangan di atas yang menegaskan kisah Yusuf sebagai kisah terbaik, dikatakan juga dalam kisah Yusuf terdapat penyebutan berbagai hal selain para Nabi, orang-orang shalih, malaikat, banyak syaitan, manusia, jin, binatang, perjalanan raja-raja dan kerajaan, perdagangan, orang-orang bodoh, kehidupan laki-laki dan perempuan serta segala tipu dayanya. Di dalamnya juga disebutkan tentang aspek-aspek agama seperti tauhid, fiqh, takbir mimpi, ataupun juga hal ihwal tentang politik, pergaulan, dan bagaimana merencanakan hidup. Demikian kisah Yusuf ini dijadikan sebagai kisah terbaik atau yang paling baik, karena mengandung banyak arti dan manfaat yang berguna bagi agama dan dunia.

14

Sulaiman at-Tarawana, Dirasah Nassiyyah „Adabiyyah fi Qissasah

al-Qur‟aniyyah, alih bahasa, Agus Faishal Kariem & Anis Maftukhin, (Jakarta: Qisthi Press,

(44)

32

E. Ayat-ayat dan Terjemah Kisah Yusuf Dimasukan Ke Dalam Penjara.

1.

Yusuf Lebih Memilih di Penjara Dari Pada Hidup Di Istana Ayat 33-35.

اَِّمِ ََّلِِا ُّبَحَا ُنْجِّسلا ِّبَر َلاَق

ِْنَنْوُعْدَي

ٓ

ِوْيَلِا

ٓ

َّنِهْيَلِا ُبْصَا َّنُىَدْيَك ِّْنَع ْفِرْصَت َّلَِّاَو

وَل َباَجَتْساَف َْيِْلِهْٰلْا َنِّم ْنُكَاَو

ٗ

وُّبَر

ٗ

َفَرَصَف

ُوْنَع

َدْيَك

َّنُى

ٓ

وَّنِا

ٗ

َوُى

ُعْيِمَّسلا

ُمْيِلَعْلا

َُّث

اَدَب

ْمَُلَ

ْنِّم

ٓ

ِدْعَ ب

اَم

اُوَاَر

ِتٰيْٰلَّا

وَّنُ نُجْسَيَل

ٗ

ّٰتَح

ٍْيِْح

“33. Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.”

“34. Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

“35. Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai waktu tertentu.”

2. Yusuf di Penjara Bersama Dua Orang Pemuda Ayat 36-37.

ِٰيَْ تَ ف َنْجِّسلا ُوَعَم َلَخَدَو

ٓ

اَُهُُدَحَا َلاَق

ٓ

ِّْنِّا

ٓ

ِنىٰرَا

ٓ

اًرَْخَ ُرِصْعَا ْْ

ٓ

ِّْنِّا ُرَخْٰلَّا َلاَقَو

ٓ

ِْنىٰرَا

ٓ

ِْحَْا

ُوْنِم ُرْ يَّطلا ُلُكْأَت اًزْ بُخ ْيِسْأَر َقْوَ ف ُل

ٓ

وِلْيِوْأَتِب اَنْ ئِّبَ ن

ٗ

ٓ

اَّنِا

َكىٰرَ ن

َنِم

َْيِْنِسْحُمْلا

وِنٰقَزْرُ ت ٌماَعَط اَمُكْيِتْأَي َلَّ َلاَق

ٗ

ٓ

َّلَِّا

ُكُتْأَّبَ ن

وِلْيِوْأَتِب اَم

ٗ

َلْبَ ق

ْنَا

اَمُكَيِتْأَّي

ٓ

اَمُكِلٰذ

اَِّمِ

ِْنَمَّلَع

ِّْبَّر

ٓ

ِّْنِّا

ُتْكَرَ ت

َةَّلِم

ٍمْوَ ق

َّلَّ

َنْوُ نِمْؤُ ي

ِوّٰللاِب

ْمُىَو

ِةَرِخْٰلَّاِب

ْمُى

َنْوُرِفٰك

ٓ

“36. Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi

(45)

33

memeras anggur,” dan yang lainnya berkata, “Aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik.”

“37. Dia (Yusuf) berkata, “Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu. Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka tidak percaya kepada hari akhirat.”

3. Dakwah Nabi Yusuf di Penjara ayat 38-40.

ْيِءۤاَبٰا َةَّلِم ُتْعَ بَّ تاَو

ٓ

َبْوُقْعَ يَو َقٰحْسِاَو َمْيِىٰرْ بِا

ٓ

اَنَل َناَك اَم

ٓ

ٍءْيَش ْنِم ِوّٰللاِب َكِرْشُّن ْنَا

ٓ

ِساَّنلا ىَلَعَو اَنْ يَلَع ِوّٰللا ِلْضَف ْنِم َكِلٰذ

ِنْجِّسلا َِبَِحاَصٰي َنْوُرُكْشَي َلَّ ِساَّنلا َرَ ثْكَا َّنِكٰلَو

ُراَّهَقْلا ُدِحاَوْلا ُوّٰللا ِمَا ٌرْ يَخ َنْوُ قِّرَفَ تُّم ٌباَبْرَاَء

ٓ

وِنْوُد ْنِم َنْوُدُبْعَ ت اَم

ٗ

ٓ

َّلَِّا

ٓ

ًءۤاَْسَْا

اَىْوُمُتْيََّسْ

ٓ

ْمُتْ نَا

ْمُكُؤۤاَبٰاَو

اَّم

ٓ

َلَزْ نَا

ُوّٰللا

اَِبِ

ْنِم

ٍنٰطْلُس

ٓ

ِوّٰلِل َّلَِّا ُمْكُْلْا ِنِا

ٓ

َّلََّا َرَمَا

ْوُدُبْعَ ت

ٓ

َّلَِّا ا

ٓ

ُهاَّيِا

ٓ

َنْوُمَلْعَ ي َلَّ ِساَّنلا َرَ ثْكَا َّنِكٰلَو ُمِّيَقْلا ُنْيِّدلا َكِلٰذ

“38. Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

“39. Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa?”

“40. Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek

(46)

34

moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

4. Yusuf Menakwilkan Mimpi Dua Orang Pemuda Ayat 41-42.

ِنْجِّسلا َِبَِحاَصٰي

اَّمَا

ٓ

وَّبَر ْيِقْسَيَ ف اَمُكُدَحَا

ٗ

اًرَْخَ

ٓ

اَّمَاَو

ُرَخْٰلَّا

ُبَلْصُيَ ف

ُلُكْأَتَ ف

ُرْ يَّطلا

ْنِم

وِسْأَّر

ٗ

ٓ

َيِضُق

ُرْمَْلَّا

ْيِذَّلا

ِوْيِف

ِٰيِْتْفَ تْسَت

ٓ

َلاَقَو

ْيِذَّلِل

َّنَظ

وَّنَا

ٗ

ٍجاَن

اَمُهْ نِّم

ِْنّْرُكْذا

َدْنِع

ِّبَر

َك

ٓ

ُوىٰسْنَاَف

وِّبَر َرْكِذ ُنٰطْيَّشلا

ٗ

َثِبَلَ ف

ِج

ِنْجِّسلا

َعْضِب

َْيِْنِس

“41. Wahai kedua penghuni penjara, “Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamar bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).”

“42. Dan dia (Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.”

5. Yusuf Diminta Menakwilkan Mimpi Raja Ayat 43-49

ِّْنِّا ُكِلَمْلا َلاَقَو

ٓ

ْنُس َعْبَسَّو ٌفاَجِع ٌعْبَس َّنُهُلُكْأَّي ٍناَِسْ ٍتٰرَقَ ب َعْبَس ىٰرَا

ٓ

ٰلُ ب

ٍرْضُخ ٍت

ٍتٰسِبٰي َرَخُاَّو

ٓ

ٰي

ٓ

ْوُلاَق َنْوُرُ بْعَ ت اَيْءُّرلِل ْمُتْنُك ْنِا َياَيْءُر ِْح ْ ِنّْوُ تْ فَا َُلََمْلا اَهُّ يَا

ٓ

ُثاَغْضَا ا

Referensi

Dokumen terkait

utama harus dilaksanakan sesuai dengan harapan pelanggan adalah atribut pada kuadran A karena kuadran ini merupakan faktor pelayanan yg penting bagi pelanggan namun

Pada kuadran III yaitu tingkat kepuasan belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 dimana 5 (lima) atribut kualitas

Kemudian berdasar telaah semiotika dalam scene yang berisi pencitraan politik Hary Tanoesoedibjo, penulis menemukan kesimpulan bahwa adanya pencitraan politik

Maksud dari Penyusunan Rencana Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah untuk mengetahui dan mendokumenkan perencanaan dalam kurun waktu satu

fertilitas WUS yang pernah melahirkan. Setiap penambahan satu status kekayaan berstatus menengah ke atas untuk seorang WUS yang pernah melahirkan akan menurunkan jumlah

Rancangan penelitian Deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pembeli furniture produksi PT GMK dan perilaku pembelian furniture di wilayah penjualan Jakarta

Hal tersebut menyebabkan petugas tidak mengetahui kegiatan penyelidikan epidemiologi yang dilaksanakan instansi lain, sebagai contohnya petugas surveilans Puskesmas

Hal ini terjadi karena basis sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah