• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan kekerabatan merupakan hubungan antara tiap entitas yang memiliki asal-usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya. Dalam antropologi, sistem kekerabatan termasuk didalamnya keturunan dan pernikahan. Hubungan kekerabatan manusia melalui pernikahan umumnya disebut sebagai hubungan dekat.

Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah. Hubungan kerabat dapat dihadirkan secara nyata seperti ibu, saudara, kakek atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan. Sebuah hubungan dapat memiliki syarat relatif, misal ayah adalah seseorang yang memiliki anak, atau mewakili secara absolut, misal perbedaan status antara seorang ibu dengan wanita tanpa anak. Tingkatan kekerabatan tidak identik dengan pewarisan maupun suksesi legal. Banyak kode etik yang menganggap bahwa ikatan kekerabatan menciptakan kewajiban di antara orang-orang terkait yang lebih kuat daripada di antara orang asing.

Di Indonesia dikenal beberapa sistem kekerabatan atau sistem susunan keluarga, yaitu unilateral dan double unilateral. Unilateral merupakan bentuk susunan kekerabatan yang terdiri dari patrilineal dan matrilineal. Patrilineal adalah susunan kekerabatan yang menarik garis keturunan hanya dari pihak ayah atau pihak laki-laki, dalam sistem ini anak-anak yang dilahirkan masuk dalam keluarga pihak ayah. Sebaliknya, matrilineal adalah susunan kekerabatan yang hanya menarik garis keturunan dari pihak ibu, kaum wanita memperoleh penghargaan dan kedudukan yang lebih tinggi daripada kaum laki-laki. Sedangkan double unilateral yaitu susunan kekerabatan yang menarik garis keturunan dari ayah dan ibu sekaligus, tidak seperti susunan kekerabatan sepihak (unilateral), pada umumnya penduduk pulau Jawa lebih

(2)

banyak menganut susunan kekerabatan double unilateral ini (Dhohiri, 2007 : 51).

Kondisi serupa juga terjadi kota Semarang, lebih tepatnya berada di kampung Bustaman Semarang.

Gambar 1.1 Peta Kampung Bustaman

Kampung yang terletak di jalan MT. Haryono ini memiliki hubungan kekerabatan yang sangat kental dibanding kampung Pekojan yang berada dekat dengan kampung Bustaman karena hubungan kekerabatan warga kampung Pekojan kurang begitu menonjol. Warga kampung Bustaman tidak hanya menganut susunan kekerabatan double unilateral saja yang hanya akrab dengan garis keturunan ayah maupun ibu, bahkan mereka akrab dengan siapapun yang berada di sekitar mereka termasuk tetangga. Menurut data yang diperoleh dari kelurahan Purwodinatan yang menaungi wilayah kampung Bustaman, sebanyak 300 warga yang menghuni wilayah kampung Bustaman. Dari 300 warga kampung Bustaman tersebut dihuni oleh warga yang beragama islam, kristen dan katolik, hingga warga yang memiliki agama hindu. Namun, kebanyakan warga kampung Bustaman didominasi oleh warga yang beragama islam. Dari data yang diperoleh sebanyak 276 jiwa merupakan warga yang beragama islam, 18 jiwa merupakan warga beragama kristen dan katolik, sedangkan 6 jiwa ialah warga beragama hindu. Bagi warga kampung

(3)

Bustaman, semua tetangga meski berbeda agama merupakan saudara walaupun tidak dari keturunan keluarga ayah maupun ibu. Dilihat dari kampung yang luasnya hanya 5 hektare dibanding kampung pada umumnya dengan ukuran 1,5 hektare ini hanya memiliki 2 RT dan 80 kepala keluarga, padahal seharusnya suatu kampung pada umumnya memiliki 10 RT dan lebih dari 100 kepala keluarga. Rumah yang saling berhimpitan membuat tidak adanya perbedaan diantara mereka, oleh karena itu tidak heran jika salah seorang warga kampung Bustaman menikah dengan warga kampung Bustaman juga yang diketahui merupakan tetangga sendiri. Inilah kejadian yang memang terjadi di kampung Bustaman Semarang karena mereka percaya bahwa menikah dengan sesama tetangga akan melestarikan hubungan kekerabatan yang ada di kampung Bustaman.

Dari data yang dimiliki oleh RT setempat, sebanyak 90% warga kampung Bustaman menikah dengan warga kampung Bustaman yang tidak lain merupakan saudara sedarah. Padahal dalam ajaran agama islam tidak dianjurkan bahkan haram hukumnya untuk menikah dengan saudara yang memiliki aliran darah yang sama. Tetapi hal ini tidak lantas membuat warga kampung Bustaman untuk tidak melakukan pernikahan tersebut. Mereka justru meyakini bahwa itulah jodoh yang diberikan Tuhan untuk mereka.

Dalam sejarahnya, pada abad ke-18 kampung Bustaman diambil dari nama Kyai Bustam yang tidak lain adalah kakek buyut dari pelukis legendaris Raden Saleh. Kyai Bustam adalah seorang tokoh yang cukup terkenal dalam sejarah tanah Jawa. Namanya disebut sebagai seorang juru bahasa yang turut memegang peranan yang cukup penting dalam Babad Giyanti. Kyai Bustam memang seorang juru bahasa. Karirnya dimulai ketika dia berhasil mengabdi pada kompeni Belanda sebagai seorang penterjemah dan "interpretator" dengan pangkat "ngabehi" di Surabaya. Sebagai seorang pejabat Kyai Bustam ternyata sangat setia kepada tuannya. Kesetiaan nampak jelas ketika di Jawa pecah pemberontakan Tionghoa. Sementara para pejabat pribumi pada waktu itu telah beramai-ramai menyebrang pada Kanjeng Sunan di Kartasura atau ikut bergabung pada para pemberontak Tionghoa, Kyai Bustam tetap setia

(4)

kepada kompeni Belanda. Kyai Bustam merupakan satu-satunya pejabat pribumi yang pada waktu itu tetap menjaga kesetiaannya kepada Belanda. Tidak heran jika karena hal itu setelah kompeni Belanda berhasil menumpas pemberontakan Tionghoa tersebut, Kyai Bustam kemudian diberi hadiah sebidang tanah yang luas yang pada waktu itu berada di dekat kota Semarang(http://semarang-tempo-doeloe.blogspot.co.id/2015/02/kyai- bustam-dan-kelenteng-tan.html/ diakses tanggal 24 Maret 2016 pukul 10.00).

Kampung Bustaman yang memiliki arti lain tembus tapi aman ini menghubungkan antara jalan Pekojan dan kampung Arab di Semarang. Kampung ini tidak pernah sepi dari aktifitas warga setiap harinya, karena sebagian besar warga kampung Bustaman memproduksi berbagai olahan kambing seperti gule dan sate, selama 24 jam penuh warga sibuk dengan pemotongan kambing yang dilakukan di kampung Bustaman. Kegiatan pemotongan kambing bermula saat juragan kambing yang dahulu menetap di kampung Bustaman dan juga keturunan Tionghoa ini selalu melakukan penjagalan kambing di kampung Bustaman, setelah itu kegiatan ini diteruskan oleh warga Bustaman sebagai mata pencaharian mereka. Tidak heran kampung ini juga sering disebut kampung kambing.

Kerukunan warga kampung Bustaman nampak terlihat jelas ketika mereka melakukan tradisi gebyuran yang tidak lain adalah tradisi turun- temurun dari Kyai Bustam. Tradisi gebyuran yang dilakukan menjelang bulan suci Ramadhan ini selain guna membersihkan diri dari dosa dan sifat jelek sebelum memasuki bulan puasa, juga sebagai sarana berkumpulnya warga kampung Bustaman yang tidak lain merupakan para saudara hasil dari pernikahan antar saudara di kampung Bustaman. Keharmonisan di kampung Bustaman Semarang merupakan suatu aset yang tidak ternilai. hal ini telah membentuk budaya yang sangat unik khususnya di kota Semarang.

Dalam hal ini Kyai Bustam telah mengajarkan kehidupan yang rukun antar sesama semenjak Kyai Bustam masih hidup, maka tidak heran jika di kampung Bustaman memiliki fenomena yang sangat unik, yaitu menikah

(5)

dengan sesama tetangga atau saudara dimana kejadian ini sangat langka terjadi di era modern saat ini. Pernikahan mereka atas dasar rasa cinta yang tumbuh dalam diri mereka masing-masing akibat seringnya bertemu pada saat melakukan pemotongan kambing di kampung Bustaman. Fenomena ini sudah ada sejak dahulu pada zaman Kyai Bustam masih berada di kampung Bustaman. Karena warga kampung Bustaman dominan adalah orang jawa, maka mereka lebih menganut hubungan kekerabatan double unilateral.

Gambar 1.2 Kampung Bustaman

Dengan ini penulis hendak membuat sebuah karya film dokumenter yang berjudul “Telisik Bustaman”. Film dokumenter ini berisi tentang hubungan kekerabatan yang berada di kampung Bustaman sehingga mampu memberikan edukasi kepada masyarakat dan menjadikannya contoh terhadap hubungan antar sesama manusia yang tentram, aman dan damai yang ada di kampung ini. Dengan mengambil judul “Telisik Bustaman”, film ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui kekentalan hubungan kekerabatan antar sesama yang ada di kampung Bustaman serta menjaga warisan budaya Indonesia khususnya kampung Bustaman. Di film dokumenter ini akan disajikan dengan tampilan yang dapat dimengerti, sehingga masyarakat dapat mengetahui jalan cerita dari film dokumenter “Telisik Bustaman”.

(6)

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dari penjabaran diatas, ditemukan beberapa permasalahan:

1. Bagaimana menginformasikan dan mengulas lebih dalam mengenai apa itu hubungan kekerabatan di kampung Bustaman melalui media yang mudah dipahami oleh masyarakat ?

2. Bagaimana merangkai video dan audio menjadi suatu tayangan agar pesan yang ada dalam naskah dapat tersampaikan kepada penonton ?

1.3 TUJUAN

Pemecahan dari semua permasalahan diatas yaitu dengan :

1. Menciptakan sebuah karya berformat dokumenter tentang hubungan kekerabatan dalam masyarakat, dimana dalam karya tersebut menginformasikan dan mengulas hubungan kekerabatan yang ada di kampung Bustaman dan menjadi edukasi bagi masyarakat pada umumnya. 2. Menjadi seorang editor dibutuhkan kejelian dan memilikiide kreatif dalam

merangkai video dan audio sesuai naskah yang telah dibuat agar menjadi suatu tayangan yang bisa menambah wawasan kepada masyarakat pada umumnya.

1.4 BATASAN MASALAH

Sesuai dengan judul “Telisik Bustaman” maka disini penulis memiliki batasan-batasan yang digunakan untuk memfokuskan arah film dokumenter ini, baik dari segi tema, konsep, maupun job description yang akan lebih ditekankan, yaitu sebagai berikut:

Dalam judul film dokumenter “Telisik Bustaman” ini penulis akan membahas mengenai hubungan kekerabatan yang berada di kampung Bustaman, Semarang.

Penulis menitikberatkan job description selaku editor dalam film dokumenter “Telisik Bustaman” sebagai kompetensi pilihan yang dikuatkan dalam berkarya. Pemilihan kompetensi ini dirasa sesuai, karena untuk menghasilkan sebuah karya, dibutuhkan kejelian untuk menyusun dan merangkai gambar dan audio sehingga menghasilkan suatu karya yang bisa ditonton.

(7)

1.5 MANFAAT

1. Manfaat Akademis

Dari karya ini diharapkan dapat menjadi kajian untuk penelitian berikutnya yang bertema mengenai kekerabatan kampung Bustaman di Kota Semarang.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil riset ini semoga menjadi karya audio visual dengan berbentuk alur maju, sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat.

3. Manfaat Sosial

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat terhadap hubungan kekerabatan kampung bustaman yang dinilai bagus untuk edukasi.

1.6 METODE PENGUMPULAN DATA

1.6.1. Metode-Metode Yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan ini untuk mempereoleh data ditempuh dengan jalan melakukan observasi langsung ke kampung Bustaman selama beberapa periode, sehingga didapatkan narasumber yang kami anggap cukup kompeten.

Selain itu penulis juga melakukan studi kepustakaan dimana suatu penelitian dan pengumpulan data dengan cara mempelajari dan membaca buku yang ada kaitannya dengan obyek penulisan, serta dari berita-berita sejarah yang berhubungan dengan kampung Bustaman di Kota Semarang.

1.6.2. Pemilihan Narasumber

(8)

yang berhubungan dengan film dokumenter “Telisik Kampung

Bustaman”, diantaranya:

1. Pak Mugiono

Seorang anggota instansi yang menangani langsung kampung Bustaman

2. Bu Rika

(9)

3. Pak Hari

Beliau adalah sesepuh kampung Bustaman, ia akan memberikan informasi kongkrit mengenai sejarah dari kampung bustaman yang ia tinggali semenjak masih kecil.

1.6.3. Pemilihan Lokasi

Lokasi yang dipilih dalam proses pencarian data adalah kampung Bustaman yang berada di wilayah Kota Semarang di jalan MT. Haryono, dimana lokasi ini adalah objek utama yang akan diangkat dalam film dokumenter yang berjudul “Telisik

Gambar

Gambar 1.1  Peta Kampung Bustaman
Gambar 1.2 Kampung Bustaman

Referensi

Dokumen terkait

Medical Surgical and Critical Care Nursing Community Health and Primary Care Nursing Geriatric Nursing. Room 2

Pengawasan dalam manajemen perpustakaan dilakukan pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana yang terkait dengan supervisi yang dilakukan oleh kepala

Setelah semua pelatihan selesai dilakukan, ibu-ibu dan remaja putri Desa Gelung Kecamatan Panarukan dapat mencoba mempraktekkan usaha tersebut dirumah masing-masing,

Media adalah alat bantu pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Djamarah Syaiful. Wahana dari sumber pesan

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 50 butir telur ikan mas yang diberi konsentrasi limbah cair tahu dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan.. 3.2.3 Variabel Penelitian

Dari data analisis kebutuhan tersebut disimpulkan bahwa instrumen pengetahuan belum memenuhi kategori tes yang baik karena masih banyak soal yang tidak valid, tidak

Penelitian ini dilaksanakan pada ibu hamil di Rumah Bersalin Budi Rahayu Semarang yang meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan makanan sumber Fe dan vitamin C

Kedisiplinan diciptakan dengan melandaskan pada Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), model disiplin otoriter (militer), ajaran agama dan pola pengasuhan