PERANCANGAN PROTOTYPE MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
BLENDED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PROSES
PEMBELAJARAN
Penulis
Janner Simarmata1, As’ari Djohar2, Janulis Paulus Purba3, Enjang A. Juanda4
Program Studi Administrasi Perkantoran – Universitas Negeri Medan1
Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan – Universitas Pendidikan Indonesia,2,3,4
[email protected], [email protected]4
Abstrak
Proses pembelajaran yang selama ini terjadi dikelas adalah kurang tuntasnya pembahasan materi pembelajaran sehingga ada beberapa materi yang tertinggal, kurangnya inovasi penerapan model pembelajaran yang dapat mengkonstruksikan ide-ide dan pengetahuan siswa dan masih banyak siswa yang merasa kesulitan mengikuti proses pembelajaran karena metode pembelajarannya masih dilakukan secara konvensional dengan pengajaran berpusat pada guru. Guru memberikan materi berupa slide di dalam kelas dan siswa mendengarkan penjelasan guru. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara terus menerus di dalam kelas. Hal ini membuat siswa bosan dan menurunkan minat dan motivasi belajar mereka. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah mengembangkan dalam bentuk prototype model
blended learning yang terintegrasi dengan mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dan online. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan perencanaan, dan perancangan model pembelajaran pembelajaran dengan model blended learning yang diharapkan nantinya dapat diterapkan pada semua matapelajaran.
Kata kunci : Model Pembelajaran, Blended Learning,
Proses Pembelajaran
1. Pendahuluan
Pada implementasi standar proses pendidikan, guru memiliki peran dan kedudukan yang cukup signifikan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana tercantum dalam PP No.14 Tahun 2005 Pasal 4 tentang Guru dan Dosen menyatakan sebagai berikut.
“Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat
dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”
Terkait dengan peran guru sebagai agen pembelajaran, guru dituntut dapat memberikan pembelajaran secara optimal dengan menggunakan berbagai metode dan model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Wina Sanjaya (2010: 14) menegaskan bahwa seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa, termasuk didalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Untuk itu diperlukan prototype dalam pengembangan aplikasi pembelajaran yang bisa menambah variasi dalam bidang pembelajaran dimana dapat memfasilitasi siswa dan guru dalam melakukan kegiatan proses belajar mengajar dimana dan kapan saja sepanjang terdapat koneksi internet.
2. Dasar Teori
2.1. Model Pembelajaran
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Menurut Nieveen (1999: 127) pengembangan bahan pembelajaran harus mempertimbangkan tiga aspek (validity, practicality and effectiveness). Plomp (2010: 29), Visser (1998: 17) dan Richey (2007: 48-49) juga mengemukakan hal yang sama bahwa pengembangan, model pembelajaran dikatakan baik ketika memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.
Gagne, Briggs dan Wager (1992: 21) mengemukakan bahwa model sistem pembelajaran
dapat dikategorikan dalam tiga fungsi, yaitu (1) mengidentifikasi hasil pembelajaran, (2) mengembangkan pembelajaran, dan (3) mengevaluasi efektivitas pembelajaran. Model tersebut dideskripsikan dalam beberapa tahap pembelajaran yaitu: (1) instructional goal, (2) instructional analysis,
(3) entity behavior and learner characteristic, (4) performance objective, (5) criterion refences test item, (6) instructional goals, (7) instructional material (8) formative evaluation, dan (9) summative evaluation.
2.2. Blended Learning
Pengertian blended learning begitu luas sehingga setiap pengalaman belajar yang terintegrasi dengan penggunaan teknologi pendidikan mungkin memenuhi syarat, fokus pada persentase kombinasi kurikulum dan instruksi secara online. Beberapa pengertian blended learning, meliputi :
Blended learning menjelaskan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan kombinasi sistematis interaksi tatap muka dan teknologi antara siswa, guru dan sumber belajar, Bliuca dan Ellisc (2007:234).
Sebuah materi yang memadukan secara online dan tatap muka. proporsi yang besar dari konten yang dikirimkan secara online, biasanya menggunakan diskusi online, dan memiliki beberapa pertemuan tatap muka, Dzakiria et.al ( 2006:12).
Cheung & Hew (2011:1319) menjelaskan
blended learning sebagai kombinasi antara face to face learning dan online learning.
Blended learning merupakan bentuk pembelajaran campuran (untuk beberapa dianggap sebagai hybrid sebagai campuran) yang menggabungkan pembelajaran tradisional dengan teknologi yang tersedia saat ini. Siswa memiliki akses ke bahan tambahan yang diambil dengan cara yang menarik dan dengan demikian menghasilkan hubungan antara guru dan murid, Samarescu. N (2016 : 620).
Definisi di atas mengandung makna bahwa
blended learning menggambarkan sebuah kesempatan
yang mengintegrasikan inovasi dan keuntungan teknologi pada pembelajaran online dengan interaksi dan partisipasi dari keuntungan pembelajaran tatap muka.
Pembelajaran blended learning fokus utamanya adalah peserta didik. Peserta didik harus mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran blended
learning akan mengharuskan peserta didik memainkan
peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Peserta didik membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha dan inisiatif sendiri. Blended
Learning ini tidak berarti menggantikan model belajar
konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengembangan teknologi pendidikan.
Tujuan blended learning adalah untuk menggabungkan pengalaman belajar kelas tatap muka dengan pengalaman belajar secara online, Simarmata, J dan Djuanda, EA (2014). Secara keseluruhan, model
blended learning mengacu kepada integrasi atau
campuran yang disebut e-learning, alat dan teknik pengiriman tugas dengan pengajaran tatap muka tradisional yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Model Blended Learning (Negash. S,
Wilcox. MV, 2008)
2.3. Komposisi Blended Learning
Komposisi blended yang sering digunakan yaitu 50/50, artinya dari alokasi waktu yang disediakan, 50% untuk kegiatan pembelajaran tatap muka dan 50% dilakukan pembelajaran online. Atau ada pula yang menggunakan komposisi 75/25, artinya 75% pembelajaran tatap muka dan 25% pembelajaran
online. Demikian pula dapat dilakukan 25/75, artinya
25% pembelajaran tatap muka dan 75% pembelajaran
online.
Pertimbangan untuk menentukan apakah komposisinya 50/50, 75/25 atau 25/75 bergantung pada analisis kompetensi yang ingin dihasilkan, tujuan mata pelajaran, karakteristik siswa, interaksi tatap muka, strategi penyampaian pembelajaran online atau kombinasi, karakteristik, lokasi siswa, karakteristik dan kemampuan siswa, dan sumber daya yang tersedia.
Berdasarkan analisis silang terhadap berbagai pertimbangan tersebut, guru akan dapat menentukan komposisi (presentasi) pembelajaran yang paling tepat. Namun demikian, pertimbangan utama dalam merancang komposisi pembelajaran adalah penyediaan sumber belajar yang cocok untuk berbagai karakteristik
siswa agar dapat belajar lebih efektif, efisien, dan menarik.
Dalam skenario pembelajaran berikutnya tentu saja harus memutuskan untuk tujuan mana-mana yang dilakukan dengan pembelajaran tatap muka, dan bagian mana yang offline dan online. Misalnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, pada saat menjelaskan pengetahuan dan teknik gerak dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komputer (offline), untuk melihat aplikasi gerakan dalam suatu pertandingan dapat dilakukan melalui akses internet (online), dan pada saat menjelaskan dan mendemonstrasikan, melatih keterampilan, melatih disiplin, dan sportivitas lebih cocok dilakukan dengan tatap muka.
Demikian pula dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di mana guru atau instruktur semua kegiatan berbasis audio (pemahaman pendengaran, ekspresi oral) akan berlangsung di ruang kelas, sedangkan kegiatan berbasis teks akan dilakukan secara online.
Yang penting, Pembelajaran Blended
Learning bertujuan untuk memfasilitasi terjadinya
belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar dengan memperhatikan karakteristik siswa dalam belajar. Pembelajaran juga dapat mendorong peserta untuk memanfaatkan sebaik-baiknya kontak
face-to-face dalam mengembangkan pengetahuan. Lalu,
persiapan dan tindak-lanjutnya dapat dilakukan secara
offline dan online.
Program belajar yang total online tidak dianjurkan untuk pembelajaran yang masih mempertimbangkan perlunya kontak tatap muka antara siswa dan guru.
2.4. Klasifikasi Blended Learning
Untuk memahami e-Learning beberapa ahli mengklasifikasi berdasarkan karakteristik. Pada umumnya pembelajaran e-Learning atau online adalah “asynchronous“, di mana guru dan siswa tidak bertemu di saat yang sama. Ranganathan, Negash dan Wilcox (2007: 178) membagi empat jenis klasifikasi e-Learning, yaitu: (1) e-Learning tanpa kehadiran dan tanpa komunikasi; (2) e-Learning tanpa kehadiran tetapi dengan komunikasi; (3) e-Learning dikombinasikan dengan kehadiran sesekali; dan (4) e-Learning digunakan sebagai alat dalam mengajar di kelas .
Berdasarkan empat klasifikasi tersebut, kemudian dikembangkan menjadi enam jenis e-learning yang disajikan dalam tabel 1 berikut.
Tabel 1. Klasifikasi e-learning sebagai konsep dasar
Blended Learning Klasifika si Presenta si Komuni kasi Elektro nik Sebutan Pembelajaran
Tipe I YA TIDAK Tatap Muka Tipe II TIDAK TIDAK Belajar Mandiri Tipe III TIDAK YA Tidak sinkron
Tipe IV YA YA Sinkron
Tipe V PILIHAN YA Blended/Hybrid-Tidak Sinkron Tipe VI YA YA Blended/Hybrid-Sinkron
3. Metode Penelitian
Aplikasi pembelajaran dibangun menggunakan metode Prototype. Metode ini membagi tahapan pembangunan konten pembelajaran ke dalam tiga bagian: “Listen to Customer”, “Build/Revise Mock-Up”, dan “Customer Test Drives Mock-Up. Model Prototype dilakukan secara berulang hingga aplikasi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan penggunanya (Pressman, 2010).
A. Listen to Customer
Tahap Listen to Customer adalah tahap pertama dari
model prototype . Pada tahap ini dilakukan komunikasi dan mendengarkan kebutuhan terkait pembuatan konten aplikasi pembelajaran dari guru untuk merumuskan dan menentukan format, media dan materi pembelajaran yang akan dibangun.
B. Build/Revise Mock- up
Tahap kedua dilakukan pembangunan mock-up aplikasi pembelajaran yaitu membangun media pembelajaran. Proses pembangunan mock-up dilakukan secara berulang – ulang dan periodi hingga sesuai dengan keinginan pengguna yaitu guru.
C. Customer Test Drives Mock- up
Hasil akhir dari aplikasi pembelajaran kemudian dievaluasi oleh beberapa pihak yaitu : guru,siswa yang akan dan sudah pernah mengambil matapelajaran tersebut.
Gambar 2. Metode Prototype
4. Hasil dan Pembahasan
Pembuatan model pembelajaran ini dengan menggunakan metode blended learning yaitu menggabungkan pembelajaran online dan konvensional.
A. Pembelajaran secara Online melalui Web-based
Web-based course adalah penggunaan internet untuk
keperluan pembelajaran, dimana seluruh bagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, chatting, penugasan, latihan quiz dapat diakses secara online melalui internet. B. Pembelajaran melalui Tatap Muka
Pembelajaran face to face atau tatap muka adalah pembelajaran dimana guru dan siswa berada dalam ruang dan waktu yang sama. Pembelajaran ini termasuk dalam metode syncronous learning (pada waktu yang sama).
Gambar 3. Use case diagram model pembelajaran
blended learning
Dari gambar use case diagram diatas dapat dijelaskan, bahwa setiap siswa harus registrasi ke sistem agar terdaftar ke dalam basisdata. Apabila siswa sudah terdaftar di dalam sistem, maka siswa dapat login ke sistem pembelajaran blended learning dan dapat mengunduh file-file pembelajaran dan lain-lain.
Siswa juga dapat melakukan chatting dengan guru dan siswa lain yang terdaftar dalam sistem. Guru juga dapat memberikan tugas maupun quiz secara online kepada siswa.
Gambar 5. Tampilan Pembuatan Soal dalam sistem aplikasi blended learning
5. Kesimpulan
Prototype model blended learning ini diharapkan secara teoritis dapat menghasilkan beberapa prinsip dalam pembelajaran yang memungkinkan dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah aplikasi pembelajaran untuk menambah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan.
Efektifitas model pembelajaran yang digunakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran. Guru juga dapat diharapkan memiliki kemampuan dan kreatifitas untuk mengembangkan berbagai pendekatan dalam proses pembelajaran.
Rancangan aplikasi blended learning ini diharapkan dapat memotivasi peningkatan kualitas pembelajaran dan materi ajar, kualitas aktivitas dan kemandirian siswa, serta komunikasi antara guru dengan siswa maupun antar siswa.
6. Daftar Pustaka
[1] Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana
[2] Nieveen, Nienke. (1999). Prototyping to Reach
Product Quality. Dordrecht:Kluwer Academic
Publisher
[3] Plomp, Tjeerd & Nieveen, Nienke.(2010). An
Introduction to Educational Design Research. Proceeding of the seminar conducted at the East
China Normal University, Shanghai (China),
November 23-26, 2007
[4] Visser, L. (1998).The Development of Motivational
Communication in Distance Education Support.
Den Haag: Printpartners Ipskamp, Enschede [5] Richey, Rita C. (2007). Design Development
Research; Methods, Strategies and Issues. London:
Lawrence Erlbaum Associates, Publishers
[6] Gagne, M. Robert., Briggs, J. Lelie and Wager, W. Walter.(1992). Principles of Intructional Design. USA: Harcourt Brace Jovanovish College Publishers
[7] Bliuca A.M., Goodyearb P., Ellisc R. A. (2007).
Research focus and methodological choices in studies into students' experiences of blended learning in higher education. The Internet and
Higher Education, Volume 10, Issue 4, 231– 244. [8] Dzakiria, H., Mustafa C.S. & Bakar, H.A. (2006).
Moving Forward with Blended Learning (BL) as a Pedagogical Alternative to Traditional Classroom Learning, Malaysian Online Journal of Instructional Technology(MOJIT), Vol. 3, No.1, pp 11-18 April 2006 ISSN 1823.
[9] Cheung, WS; Hew, KF (2011). Design and evaluation of two blended learning approaches: Lessons learned. Australasian Journal of
Educational Technology, 2011, v. 27 n. 8, p. 1319-1337
[10] Samarescu, N. (2016). The teacher’s role in
blended learning and teaching, The 12th
International Scientific Conference eLearning and Software for Education Bucharest, April 21-22, 2016 10.12753/2066-026X-16-270
[11] Simarmata, J dan Djuanda, EA (2014). Rancang Bangun Model Pembelajaran Berbasis Blended
Learning Management System Sebagai Knowledge Sharing. Seminar Nasional Ilmu Komputer 2014 (SNIKOM)
[12] Solomon Negash, Marlene V. Wilcox, (2008).
Handbook of Distance Learning for Real-Time and Asynchronous Information Technology Education, IGI Global.
[13] Ranganathan, S., S. Negash and M.V. Wilcox, "Hybrid Learning: Balancing Face-to-Face and
Online Class Sessions," Proceedings of the Tenth
Annual Conference of the. Southern Association for Information Systems Jacksonvill, Florida, 2007
[14] Pressman, R. S. (2010). Software Engineering: A Practitioner's Approach. New York: McGraw-Hill Education.