• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAJAK BUMI DAN BANGUNAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Modul

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR PAJAK I

JAKARTA, 25 FEBRUARI – 9 MEI 2008

PUSDIKLAT

PERPAJAKAN

(2)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Sakti Raya No. 1, Kemanggisan, Jakarta 11480

Telepon (021) 5481145 Fax (021) 5481394 www.bppk.depkeu.go.id/pajak

(3)

MODUL

PBB DAN BPHTB

UNTUK

DIKLAT FUNGSIONAL

PEMERIKSA PAJAK

PELAKSANA

DARWIN, MBP

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERPAJAKAN

(4)

DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN INSTRUKSIONAL ... 2 C. ALAT PENUNJANG ... 2

BAB II KEGIATAN BELAJAR 1

DASAR HUKUM, OBJEK, DAN SUBJEK PBB

A. DASAR HUKUM ... 3 B. OBJEK PBB ... 3

C. SUBJEK PBB ... 3

BAB III KEGIATAN BELAJAR 2

TARIF, DASAR PENGENAAN, DAN TATACARA PERHITUNGAN PBB A. TARIF PBB ... 5

B. DASAR PENGENAAN ... 5 C. CARA MENGHITUNG PBB ... 6

BAB IV KEGIATAN BELAJAR 3

OBJEK, SUBJEK, DAN WAJIB PAJAK BPHTB

A. OBJEK BPHTB ... 11 B. SUBJEK BPHTB ... 12

C. WAJIB PAJAK BPHTB ... 12

BAB V KEGIATAN BELAJAR 4

A. TARIF ... 13 B. DASAR PENGENAAN ... 13

C. CARA MENGHITUNG BPHTB ... 15

BAB VI KEGIATAN BELAJAR 5

PENGENALAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT, DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT ... 17 B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN 17

BAB VII KEGIATAN BELAJAR 6

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG SERTA TATA CARA PEMBAYARAN

A. SAAT TERUTANG PAJAK ... 20 B. TEMPAT PAJAK TERUTANG ... 20 C. TATA CARA PEMBAYARAN ... 21

(5)

BAB VIII KEGIATAN BELAJAR 7

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

A. TATA CARA PENETAPAN ... 22

B. TATA CARA PENAGIHAN ... 23

TES FORMATIF ... 25

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bumi atau tanah merupakan karunia Tuhan kepada manusia yang harus dikelola untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Manusia yang hidup dibumi tidak dapat hidup sendiri namun harus berinteraksi dengan manusia lainnya. Kehidupan manusia yang saling berinteraksi tersebut diatur dengan aturan-aturan tertentu yang harus saling dipatuhi dan dihormati, sehingga timbullah Pemerintahan yang mengatur ketentuan/aturan/perundang-undangan untuk mengatur kehidupan manusia tersebut. Pada dasarnya semua permukaan bumi (tanah) adalah milik negara dan kepemilikan oleh masing-masing individu (warga negara) atas tanah diatur oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Seorang warga negara yang memiliki/menguasai suatu bidang tanah (bumi) dianggap mempunyai suatu kekayaan yang secara otomatis akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat. Oleh sebab itu sudah sewajarnya warga negara tersebut memberikan suatu kontribusi kepada negara berupa pembayaran pajak atas tanah (bumi) yang dimiliki/dikuasainya tersebut.

Pajak yang dikenakan atas tanah terdiri dari dua jenis yaitu Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) yang dikenakan

terhadap Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan tersebut.

PBB dan BPHTB yang walaupun kontribusinya kepada negara sangat kecil namun keberadaannya dapat dianggap sangat penting, karena PBB khususnya merupakan pajak yang melibatkan seluruh masyarakat yang memiliki/menguasai/ mendapat manfaat dari bumi dan atau bangunan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang saat ini jumlah objek pajaknya kurang lebih 85 juta objek pajak dengan kurang lebih 50 juta wajib pajak. Sedangkan BPHTB yang walaupun masih terhitung baru (walaupun merupakan pajak lama berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 nomor 291) namun kontribusinya kepada negara setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Oleh sebab itu pengetahuan masyarakat terutama para aparatur negara, khususnya para pegawai Direktorat Jenderal Pajak terhadap kedua jenis pajak ini perlu terus ditingkatkan.

(7)

B.TUJUAN INSTRUKSIONAL 1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti, memahami dan menjelaskan serta melaksanaan segala ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang PBB dan Undang-undang BPHTB beserta segala aturan pelaksanaannya

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat :

a. Memahami falsafah, dasar hukum, terminologi, ketentuan dan segala peraturan ikutan dari Undang-undang PBB dan Undang-undang BPHTB

b. Memahami dan menjelaskan tentang objek, subjek, tarif dan dasar pengenaan PBB dan BPHTB

c. Memahami dan menjelaskan tata cara perhitungan PBB dan BPHTB

d. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang BPHTB, tempat dan tata cara pembayaran serta tata cara penagihan BPHTB

C. ALAT PENUNJANG

Dalam pelaksanaannya, mata ajar BPHTB ini perlu ditunjang dengan alat dan kemudahan memahami aturan / Undang-undang BPHTB, seperti :

1. Buku Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan buku Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB

2. Buku Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dan buku undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan PBB dan BPHTB

4. Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Keputusan Lainnya yang berkaitan dengan PBB dan BPHTB

(8)

BAB II KEGIATAN BELAJAR 1

DASAR HUKUM, OBJEK DAN SUBJEK PBB

A. Dasar Hukum PBB

Yang menjadi dasar hukum dari Pajak Bumi dan bangunan adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994.

B. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB, yang menjadi objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.

Sedangkan pengertian bumi dan bangunan diatur didalam pasal 1 angka 1 dan 2 sebagai berikut :

Bumi : Permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi

meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan / atau perairan.

Termasuk bangunan :

jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan

jalan tol

kolam renang

pagar mewah , taman mewah

tempat olah raga

galangan kapal , dermaga

tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

fasilitas lain yang memberi manfaat

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB:

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 UU PBB terdapat berbagai objek yang tidak dikenakan PBB yaitu:

(9)

• Objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan

• Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu

• Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu hak

• Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik

• Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Kuangan

C. Subjek Pajak

Berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 1 UU PBB yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Apabila subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar pajak maka subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak.

Latihan:

1. Sebutkan pengertian bumi dan bangunan menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang PBB.

2. Sebutkan 3 (tiga) jenis objek yang tidak dikenakan PBB 3. Jelaskan pengertian azas perlakuan timbal balik dengan contoh

Rangkuman

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Objek dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Subjek dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi/badan yang secara nyata mempunyai suatu hak

(10)

BAB III. KEGIATAN BELAJAR 2

TARIF, DASAR PENGENAAN DAN

TATACARA PERHITUNGAN PBB

A. Tarif PBB

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam pasal 5 UU PBB yaitu: Tarif

Tunggal sebesar : 0,5% B. Dasar Pengenaan

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat 1 UU PBB yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu : harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.

Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat dilakukan oleh Direktorat PBB untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :

1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan Metode Perbandingan Harga.

2. Pendekatan Biaya (Cost Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi dengan penyusutan yang ada.

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu.

NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat.

NJOP dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun bangunan. Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok

(11)

yaitu kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah Rp140,- per M2 dan kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2. Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp50.000,- per M2 dan kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp1.516.000,- per M2.

Dasar Perhitungan PBB

Yang menjadi Dasar Perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sesuai ketentuan pasal 6 ayat 3 UU PBB.

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat 3 tersebut, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Penetapan besarnya NJOP ditentukan oleh Peraturan Pemerintah dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan bahwa untuk objek pajak dengan nilai jual satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya sebesar 20% dari NJOP.

Batas Tidak Kena Pajak: Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Untuk memberikan keringanan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah menentukan suatu batas nilai jual tidak kena pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOPTKP maksimum sebesar Rp12 juta per wajib pajak dan ditetapkan secara regional.

C. Cara Menghitung PBB.

PBB = Tarif x NJKP x (NJOP - NJOPTKP) = 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP) atau = 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP) Contoh-contoh perhitungan PBB

1. Amir memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sbb : Luas tanah : 500 M2; nilai tanah : Rp90.000.000,-

(12)

Hitung besarnya PBB atas tanah dan bangunan pak Amir tersebut apabila NJOPTKP sebesar Rp10.000.000,-

Jawab :

Nilai tanah per M2 = 90.000.000 / 500 = Rp180.000,- --> konversi --> Klas A.26 : NJOP = Rp200.000,- / M2

Nilai bangunan per M2 = 37.500.000 / 150 = Rp250.000,- --> konversi --> Klas A.11: NJOP = Rp225.000,- / M2

NJOP Tanah : 500 x Rp200.000,- = Rp100.000.000,- NJOP bangunan : 150 x Rp225.000,- = Rp 33.750.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp133.750.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB = Rp123.750.000,- PBB = 0,5% x 20% x Rp123.750.000,- = Rp123.750,-

2. Asiong seorang pedagang memiliki properti harta tetap dengan rincian sbb : Luas tanah : 500 M2 ; nilai tanah : Rp1.750.000.000,-

Luas bangunan : 400 M2 ; nilai bangunan : Rp600.000.000,-

Hitung besarnya PBB atas properti Asiong tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta

Jawab :

Nilai tanah/M2 = 1.750.000.000 / 500 = Rp3.500.000,- --> konversi --> Klas B.50 : NJOP = Rp3.375.000,- / M2

Nilai bangunan/M2 = 600.000.000 / 400 = Rp1.500.000,---> konversi --> Klas B.20 : NJOP = Rp1.516.000,- / M2

NJOP tanah : 500 x Rp3.375.000,- = Rp1.687.500.000,- NJOP bangunan : 400 x Rp1.516.000,- = Rp 606.400.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp2.293.900.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.283.900.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp2.283.900.000,- = Rp4.567.800,-

3. Ibu Wati memiliki sebuah toko, nilai tanah dan bangunannya beragam dengan rincian sbb :

Luas tanah 1 : 3.000 M2 ; nilainya : Rp2.100.000.000,- Luas tanah 2 : 5.000 M2 ; nilainya : Rp3.000.000.000,- Luas bang. 1 : 1.500 M2 ; nilainya : Rp375.000.000,- Luas bang. 2 : 2.000 M2 ; nilainya : Rp600.000.000,-

Hitung besarnya PBB atas toko Ibu Wati tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta

Jawab :

Luas tanah 1 dan 2 = 8.000 M2 ; nilainya = Rp5.100.000.000,-

Nilai tanah/M2 = 5.100.000.000 / 8.000 = Rp637.500,- --> konversi --> Kls A.19 : NJOP = Rp614.000,- / M2

(13)

Nilai bangunan/M2 = 975.000.000 / 3.500 = Rp278.571,- --> konversi --> Kls A.9 : NJOP = Rp310.000,- / M2

NJOP tanah : 8.000 x Rp614.000,- = Rp4.912.000.000,- NJOP bangunan : 3.500 x Rp310.000,- = Rp1.085.000.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp5.997.000.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB = Rp5.987.000.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp5.987.000.000,- = Rp11.974.000,-

4. Ibu Rita memiliki rumah dan toko yang letaknya terpisah di Jalan Kemanggisan, Jakarta Barat dengan rincian sbb :

Rumah : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp3.745.000,-/ M2 ( kls B.49 ) Luas bang. : 300 M2 ; NJOPnya = Rp1.516.000,- / M2 ( kls B.20 ) Toko : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp4.605.000,- / M2 ( kls B.47 )

Luaas bang. : 400 M2 ; NJOPnya = Rp1.833.000,- / M2 ( kls B.19 )

Hitung besarnya PBB atas rumah dan toko Ibu Rita tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta

Jawab :

Rumah :

NJOP tanah : 500 x Rp3.745.000,- = Rp1.872.500.000,- NJOP bangunan ; 300 x Rp1.516.000,- = Rp 454.800.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp2.327.300.000,- NJOPTKP = Rp 0

NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.327.300.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp2.327.300.000,- = Rp4.654.600,-

Toko :

NJOP tanah : 500 x Rp4.605.000,- = Rp2.302.500.000,- NJOP bangunan : 400 x Rp1.833.000,- = Rp 733.200.000,-NJOP tanah dan bangunan = Rp3.035.700.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,-NJOP untuk perhitungan PBB = Rp3.025.700.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp3.025.700.000,- = Rp6.051.400,-

Perhitungan PBB untuk rumah susun

Rumah susun merupakan suatu kawasan dimana para penghuninya selain memanfaatkan unit-unit rumah susun tersebut juga memanfaatkan areal yang merupakan objek pajak yang dimanfatkan secara bersama-sama seperti tempat parkir, tangga, emperan (kaki lima) dan lain sebagainya. Oleh karena adanya objek yang dimanfaatkan secara bersama-sama tersebut maka luas tanah dan bangunan yang dimanfaatkan dibagi secara proporsional kepada setiap penghuni rumah susun tersebut.

(14)

Contoh perhitungan :

Perum Perumnas mendirikan rumah susun dengan data sebagai berikut : a. Luas tanah : 5.000 M2 ; NJOP = Rp36.000,- / M2 (kls A.33) b. Luas bangunan hunian :

tipe 21 : 200 unit = 4.200 M2 tipe 36 : 100 unit = 3.600 M2 tipe 48 : 50 unit = 2.400 M2 Luas bangunan hunian = 10.200 M2

NJOP bangunan hunian = Rp264.000,- / M2 ( kls A.10 ) c. Bangunan bersama :

Tangga, kaki lima seluas : 1.800 M2 ( kls A.10 ) d. Bangunan sarana :

Jalan, tempat parkir dll : 2.000 M2 ( kls A.10 )

Hitung PBB masing-masing hunian bila NJOP.TKP = Rp10.000.000,-

Jawab : NJOP tanah : 5.000 x Rp36.000,- = Rp180.000.000,- NJOP bangunan : Hunian : 10.200 x Rp264.000,- = Rp2.692.800.000,- Bersama : 1.800 x Rp264.000,- = Rp 475.200.000,- Sarana : 2.000 x Rp264.000,- = Rp 528.000.000,-Jumlah NJOP bangunan = Rp3.696.000.000,-

PBB tipe 21 :

NJOP tanah : (21/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 370.588,- NJOP bang. : (21/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp7.609.411,-NJOP tanah dan bangunan = Rp 7.979.999,- NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 0 PBB tipe 21 = Rp 0

PBB tipe 36 :

NJOP tanah : (36/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 635.294,- NJOP bang. : (36/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp13.044.705,-NJOP tanah dan bangunan = Rp13.679.999,- NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 3.679.999,- PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp3.679.999,- = Rp 3.680,- (pembulatan)

PBB tipe 48 :

NJOP tanah : (48/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 847.062,- NJOP bang. : (48/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp17.393.006,-NJOP tanah dan bangunan = Rp18.240.068,- NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 8.240.068,- PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp8.240.068,- = Rp 8.240,-

(15)

Latihan

1. Apakah yangmenjadi dasar pengenaan PBB ? Jelaskan

2. Sebutkan dan jelaskan 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat digunakan oleh KPPBB dalam menentukan NJOPPBB

3. NJOPTKP maksimum Rp12 juta per WP dan ditetapkan secara regional! Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut!

Rangkuman

Yang menjadi dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan 3(tiga) tahun sekali oleh Menteri Keuangan. Sedangkan dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang saat ini besarnya 20% dan 40% dari NJOP.

(16)

BAB IV. KEGIATAN BELAJAR 3

OBJEK , SUBJEK, dan WAJIB PAJAK BPHTB

A. OBJEK BPHTB

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi :

1. Pemindahan Hak karena :

a. Jual Beli b. Tukar Menukar c. Hibah

d. Hibah Wasiat e. Waris

f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan h. Penunjukan pembeli dalam Lelang

i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap j. Penggabungan Usaha

k. Peleburan Usaha l. Pemekaran Usaha m. Hadiah

2 . Pemberian Hak Baru karena :

a. Kelanjutan Pelepasan Hak b. Diluar Pelepasan Hak

Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :

a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai

e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun f. Hak Pengelolaan

(17)

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang

tidak dikenakan BPHTB yaitu :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik

2. Negara untuk penyelenggaraan Pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

3. Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya

4. Orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

5. Orang pribadi/Badan karena WAKAF

6. Orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH

B SUBJEK BPHTB

Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.

C. WAJIB PAJAK BPHTB

Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.

Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan menurut UU BPHTB ? 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemberian hak baru sebagai kelanjutan

pelepasan hak.

3. Jelaskan maksud dari perlakuan azas timbal balik dalam pengenaan BPHTB

Rangkuman

Objek BPHTB meliputi dua hal yaitu karena pemindahan hak dan pemberian

hak baru. Untuk pemindahan hak mencakup 13 jenis sedangkan pemberian hak baru mencakup 2 jenis. Selain itu terdapat beberapa objek yang tidak dikenakan BPHTB. Subjek Pajak BPHTB menjadi wajib pajak apabila dikenakan kewajiban membayar BPHTB.

(18)

BAB V. KEGIATAN BELAJAR 4

TARIF, DASAR PENGENAAN

DAN CARA MENGHITUNG BPHTB

A. T A R I F

Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %.

Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.

B. DASAR PENGENAAN

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.

Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jual Beli = Harga Transaksi

2. Tukar Menukar = Nilai Pasar 3. Hibah = Nilai Pasar

4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar 5. Waris = Nilai Pasar

6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar 7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar

8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar 9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar

10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar 11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar 12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar 13. Hadiah = Nilai Pasar

14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(19)

Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang berisi ketentuan bahwa NPOPTKP ditetapkan secara regional maksimum : Rp.60 juta, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat lurus ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKPnya ditetapkan secara regional maksimum Rp300 juta. Penetapan secara regional maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II ( Kabupaten/Kota ) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan.

Keputusan Menteri Keuangan tersebut diatas kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:86/PMK.03/2006 tanggal 4 Oktober 2006 yang mengubah ketentuan pasal 3 sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, menetapkan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak secara regional dengan ketentuan:

a. Dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah);

b. Dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 24/KPTS/M/2003 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 20/KPTS/M/2004 dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan melalui Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi (KPR Bersubsidi) yang pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

(20)

60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, ditetapkan sebesar Rp42.000.000,- (empat puluh dua juta rupiah);

c. Dalam hal perolehan hak selain huruf a dan huruf b, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,- (enam puluh juta rupiah);

d. Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf c lebih tinggi daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf b, maka Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf b, ditetapkan sama dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf c.”

C. CARA MENGHITUNG BPHTB

Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah :

BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP

Contoh :

1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :

5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil

atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.

2. Pada tanggal 1 Maret 2003, Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah :

(21)

Latihan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tarif pajak tunggal 2. Sebutkan yang menjadi dasar pengenaan dari :

a. Perolehan hak karena jual beli b. Perolehan hak karena putusan hakim c. Perolehan hak karena lelang

3. Apa sebab pemerintah menentukan batas nilai tidak kena pajak (NPOPTKP) terhadap perhitungan BPHTB?

Rangkuman

Tarif yang ditentukan untuk BPHTB adalah tarif tunggal, sedangkan untuk menentukan besarnya kewajiban BPHTB yang menjadi beban dari wajib pajak perlu adanya dasar pengenaan dari BPHTB tersebut. Pada umumnya dasar pengenaan dari BPHTB adalah nilai pasar dari objek yang bersangkutan kecuali dalam hal perolehan hak hasil dari pelaksanaan lelang harta tetap. Disamping itu terdapat suatu nilai batas tidak kena pajak yang ditujukan untuk meringankan beban dari wajib pajak yang kurang mampu.

(22)

BAB VI. KEGIATAN BELAJAR 5

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT

DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT

Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang.

2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.

4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB

5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis : a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri. b. Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang

diatas.

Contoh :

1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar : 50% x 5% x (Rp325 juta – Rp250 juta) = Rp1.875.000,-

(23)

2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :

50% x 5% x (Rp300 juta – Rp50 juta ) = Rp6.250.000,-

3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Jannah” menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar :

50% x 5% x ( Rp800 juta – Rp60 juta) = Rp18.500.000,-

B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga. 2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :

a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas

b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas. c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan

(24)

d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar

e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

Contoh :

1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut adalah :

0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).

2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar :

50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta

Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan hibah wasiat ? Jelaskan ! 2. Apa yang menjadi dasar pengenaan BPHTB karena waris?

3. Bagaimana menentukan NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat ? 4. Apakah yang dimaksud dengan hak pengelolaan?

Rangkuman

Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat serta hak pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah masing-masing Nomor 111/2000 dan Nomor 112/2000 tanggal 1 Desember 2000.

(25)

BAB VII. KEGIATAN BELAJAR 6

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

SERTA TATA CARA PEMBAYARAN

A. SAAT TERUTANG PAJAK

Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :

1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang

8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan

10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak

11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta 14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.

B. TEMPAT PAJAK TERUTANG:

Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

(26)

C. TATA CARA PEMBAYARAN

Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut :

1. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.

2. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk

3. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Kewajiban Bayar pada saat :

1. Dibuat & ditandatanganinya Akta

2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat 3. Ditunjuknya pemenang Lelang

4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru 5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

Latihan

1. Kapankah saat terutangnya BPHTB dan dimana harus dibayar? 2. Sebutkan tata cara pembayaran BPHTB

3. Bagaimana kalau BPHTB ternyata nihil, jelaskan

Rangkuman

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak yaitu saat ditandatanganinya akta atau risalah lelang atau penerbitan hak baru sedangkan tempat terutangnya pajak adalah di wilayah Kabupaten/Kota atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

(27)

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

A. TATA CARA PENETAPAN

Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut : 1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil

pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).

2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor Pelayanan PBB menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan

Contoh :

Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,-

Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?

Jawab :

1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah: 5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-

(28)

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 : 5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-

BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,- BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,- Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,- SKBKB = Rp 2.600.000,-

3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 : 5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,- BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,- BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,- Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,- SKBKBT = Rp 5.000.000,-

B. TATA CARA PENAGIHAN

Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila : 1. Pajak terutang tidak/kurang bayar

2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar

3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga

maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding merupakan Dasar Penagihan Pajak.

Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan SURAT PAKSA.

Latihan

1. Apa yang Saudara ketahui tentang SKBKB dan SKBKBT ? Jelaskan !

2. Apa yang Saudara ketahui tentang Surat Tagihan BPHTB sesuai dengan UU BPHTB pasal 13 ?

(29)

Rangkuman

Keterlambatan pembayaran BPHTB oleh wajib pajak berakibat terbitnya sanksi atas pembayaran berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan, sedangkan apabila ditemukan data baru (novum) yang mengakibatkan pajak terutang masih kurang dibayar akan terbit sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari kekurangan bayar tersebut.

Test Formatif

A. Pilihan Ganda

Pilihlah jawaban yang anda anggap paling benar dengan jalan memberi lingkaran

(30)

1. Tarif PBB adalah :

a. Tarif tetap / tunggal c. Tarif objektif

b. 5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) d. 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

2. Dasar penagihan PBB adalah :

a. SPPT/SKP c. SPOP/SPPT b. SPPT/SKP/STP d. SPOP/SPPT/SKP

3. SPPT harus dilunasi/dibayar :

a. dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterbitkannya SPPT oleh KPPBB b. dalam jangka waktu 6 bulan sejak diterimanya SPPT oleh WP

c. dalam jangka waktu 6 bulan sejak dikirimkan oleh KPPBB melalui Kantor Pos d. dalam jangka waktu 60 hari sejak diterima oleh WP

4. Surat Tagihan Pajak (STP) harus dilunasi dalam jangka waktu ...terhitung mulai tanggal diterima oleh wajib pajak :

a. 2 x 24 jam c. 6 (enam) bulan b. 7 (tujuh) hari d. 1 (satu) bulan

5. Dalam hal suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya ... dapat menetapkan subjek pajak atas objek pajak tersebut menjadi wajib pajak a. Menteri Keuangan c. Kakanwil Ditjen Pajak b. Direktur Jenderal Pajak d. Kepala KPPBB a/n Menteri

6 Perubahan UU No.21 Tahun 1997 menjadi UU No:20 Tahun 2000 tentang BPHTB diharapkan dapat mencapai sasaran :

a. Meningkatkan penerimaan pajak sebesar-besarnya b. Memberikan kepastian hukum

c. Memberikan rasa keadilan

d. Memberikan rasa keadilan, kepastian hukum dan memperluas cakupan objek pajak

7.Badan atau Organisasi Internasional yang tidak dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam Kep. Men.Keu. RI No:630/KMK.04/1997 antara lain adalah seperti dibawah ini, kecuali :

a. Badan-Badan Internasional dari PBB b. Colombo Plan

c. Pakta Pertahanan Australia, New Zealand dan Amerika Serikat d. Kerjasama Bilateral

8.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak : a. yang dikenakan atas nilai tanah dan atau bangunan b. atas harga jual yang ditetapkan oleh Kakanwil DJP

c. yang dikenakan pada kepemilikan tanah dan atau bangunan d. yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

9.Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan ( SKBKBT) adalah jumlah kewajiban yang harus dibayar berupa :

(31)

a. Pajak yang kurang dibayar ditambah denda administrasi

b. Pajak yang kurang dibayar ditambah bunga sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan

c. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar

d. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak

10.Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP. Bila NJOP belum ditetapkan maka yang digunakan adalah :

a. NJOP tahun yang lalu b. Nilai Pasar tahun yang lalu c. Harga transaksi tahun yang lalu

d. NJOP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

B. Uraian (E s s a y)

1. Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ).

Apa yang dimaksud dengan NJOP menurut UU No.12/1985 tentang PBB ?

2. Pak Wiro mempunyai dua objek PBB yang letaknya terpisah berlokasi di Jalan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat dengan rincian sebagai berikut :

a. Rumah dengan rincian :

Tanah : 500 M2 , nilai / M2 = Rp2.500.000,- Bangunan : 300 M2, kelas B.18

b. Tanah kosong seluas 1.000 M2, nilainya beragam dengan rincian sbb : Tanah 1 seluas 600 M2 dengan nilai Rp1.800.000.000,-

Tanah 2 seluas 400 M2 dengan nilai Rp1.000.000.000,-

Berapa besarnya PBB yang harus dibayar oleh Pak Wiro atas objek yang dimilikinya tersebut bila NJOPTKP ditentukan sebesar Rp12.000.000,- ?

3. a. Pada tanggal 3 Maret 2004 Pak Sableng membeli sebidang tanah seluas 400 M2 dari Pak Sewot dengan harga menurut PPAT sebesar Rp700.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal transaksi tersebut diatas.

b. Pada tanggal 5 April 2004, berdasarkan laporan bulanan PPAT yang masuk ke Seksi Pendataan dan Penilaian pada KPPBB setempat dilakukan pengecekan atas kebenaran NJOP atas tanah tersebut, ternyata atas tanah tersebut telah dikenakan PBB dengan kelas tanah pada kelompok A.5. Atas temuan ini KPPBB setempat segera menerbitkan SKBKB pada tanggal 6 April 2004.

c. Pada tanggal 10 Juni 2004 KPPBB setempat mengadakan uji silang dengan KPP setempat. Dari hasil uji silang tersebut ditemukan data baru (novum) bahwa ternyata Pak Sewot telah membayar Pajak Penghasilan sebesar Rp70.000.000,- atas penjualan tanahnya kepada Pak Sableng. Atas ditemukannya data baru ini KPPBB setempat menerbitkan SKBKBT pada tanggal 11 Juni 2004.

Hitung besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh Pak Sableng sehubungan dengan butir a, b dan c tersebut di atas bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,-

(32)

Jawaban Test Formatif

I. Pilihan Ganda

1. a 2. b 3. b 4. d 5. b 6. d 7. c 8. d 9. d 10. d II. Uraian

1. Lihat Bab III halaman 5 2. Lihat Bab III halaman 7 dan 8 3. Lihat Bab VIII halaman 22

Jawaban Pertanyaan Latihan Bab II.

1. Lihat Bab II halaman 3 2. Lihat Bab II halaman 4

3. Contoh : Apabila tanah dan bangunan Kantor Kedutaan RI di Kuala Lumpur dikenakan sejenis PBB ( Property Tax ), maka tanah dan bangunan Kantor Kedutaan Malaysia di Jakarta juga dikenakan PBB atau sebaliknya.

Bab III.

1. Lihat Bab III halaman 5 2. Lihat Bab III halaman 5

(33)

3. Maksudnya: NJOPTKP diperlakukan untuk setiap Wajib Pajak bukan setiap Objek Pajak, sehingga apabila seorang WP mempunyai OP lebih dari satu maka yang mendapat pengurangan NJOPTKP adalah hanya satu OP yang nilainya paling besar. Ketentuan NJOPTKP maksimum Rp12 juta ditetapkan per Daerah Tingkat II ( Kabupaten/Kota ) berdasarkan rekomendasi Bupati / Walikota setempat.

Bab IV.

1. Maksudnya: tanah dan atau bangunan milik pribadi dimasukkan kedalam suatu perseroan sebagai penyertaan modal dari pemilik tanah dan atau bangunan tersebut kepada perseroan.

2. Maksudnya: seseorang/badan hukum memperoleh suatu hak baru atas tanah dari Badan Pertanahan Nasional ( Kantor Pertanahan ) sebagai kelanjutan pelepasan hak lain yang ada pada tanah tersebut.

3. Maksudnya: apabila Pemerintah RI membebaskan tanah di luar negeri untuk pembangunan Kantor Konsulat/Kedutaan dan atas pembebasan tanah tersebut dikenakan pajak sejenis BPHTB, maka apabila negara terkait membebaskan tanah di Indonesia untuk pembangunan kantor Konsulat/Kedutaan, terhadap pembebasan tanah tersebut juga dikenakan BPHTB atau sebaliknya.

Bab V.

1. Maksudnya hanya ada satu jenis tarif. 2. Lihat Bab V halaman 14

3. Untuk meringankan beban dari Wajib Pajak yang kurang mampu dan lebih mencerminkan rasa keadilan di masyarakat.

Bab VI.

1. Maksudnya: pemberian hibah kepada seseorang/Badan Hukum dengan melalui wasiat dan dilaksanakan setelah yang bersangkutan ( pemberi hibah wasiat ) meninggal dunia.

2. Lihat Bab VI halaman 17 3. Lihat Bab VI halaman 17 4. Lihat Bab VI halaman 18

(34)

Bab VII.

1. Lihat Bab VII halaman 20 dan 21 2. Lihat Bab VII halaman 21

3. Apabila BPHTB Nihil, maka SSB Nihil harus tetap dibuat dan cukup diketahui oleh PPAT/Notaris PPAT/Kantor Lelang/Kantor Pertanahan dan SSB lembar ke-2,3, dan 4 disampaikan oleh WP ke KPPBB.

Bab VIII.

1. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar yang diterbitkan oleh DJP(KPPBB) karena berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurangan bayar dan atas kekurangan bayar ini dikenakan denda sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan oleh DJP (KPPBB) apabila setelah terbit SKBKB ditemukan data baru lagi yang menyebabkan pajak terutang bertambah, dan atas tambahan pajak ini dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.

2. Surat Tagihan BPHTB yang dikeluarkan oleh DJP(KPPBB) apabila ditengarai:

a. Pajak terutang tidak/kurang dibayar b. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar

c. WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda/bunga

Atas STB ini dikenakan sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB

2. undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB

3. Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

4. Undang-undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang No.21 Tahun 1997 tentang BPHTB

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 tentang Penentuan Besarnya NJKP Pajak bumi dan Bangunan

6. Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang BPHTB karena Waris dan Hibah Wasiat

7. Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan

8. Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP

9. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 201/KMK.04/2001 tentang Penentuan Besarnya NJOPTKP PBB

10. Keputusan Menteri Keuangan RI No.517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tatacara Pembayaran BPHTB.

11. Peraturan Menteri Keuangan RI No.86/PMK.03/2006 tentang Tatacara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB.

(36)

A. Hutan Non-HTI di Sumatera Utara dengan data sebagai berikut : 1. Areal produktif : 275.000 m2 ; kelas A-42

2. Areal belum produktif : 1.255.100 m2 ; kelas A-41 3. Areal tidak produktif : 170.258.100 m2 ; kelas A-42

4. Areal yang tidak dikenakan PBB : 34.491.000 m2 ; kelas A-42 5. Areal dikuasai pihak-3 secara sah : 50.000 m2 ; kelas A-42 6. Log-ponds : 10.000 m2 ( daratan kelas A-42 )

7. Areal Emplasemen : 7.396 m2 ; kelas A-31

B. Tanah dan bangunan di kota dengan rincian sebagai berikut : 1. Luas tanah : 2.000 m2 ; kelas A-19

2. Luas bangunan : 200 m2 ; kelas A-6

Data lain yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Hasil produksi kayu bulat tahun 2005 sebesar : 538 m3

2. Harga pasar hasil produksi per 1 Januari 2006 sebesar : Rp607.901,- / m3 3. Biaya eksploitasi tahun 2005 sebesar : Rp534.264.777,-

Jika NJOPTKP sebesar Rp12 juta per WP, tentukanlah :

a. NJOPTKP dan NJKP masing-masing OP tersebut di atas. b. PBB masing-masing OP tersebut

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Diagnostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak

Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu dokumentasi tertulis terkait pengetahuan tukang ambiek kambie di Nagari Sungai Sirah Kuranji Hulu

“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, dan psikologis, dan/atau

Berbagai program penanaman pohon dan pengelolaan daerah aliran sungai lainnya yang membidik lahan pribadi petani bertujuan bukan hanya untuk konservasi tanah, melainkan juga

• Menganalisis kebijakan-kebijakan pemerintah yang masuk dalam scope fungsi pengawasan (oversight function) DPR RI untuk membantu DPR dalam mengawasi efisiensi dan

Hasil ini didapatkan dengan mewawancarai mereka dengan menanyakan beberapa pertanyaan seperti perusahaan apa yang pertama kali ada dalam benak mereka

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan lebih banyak lokus dan ternak pada kromosom yang lain untuk mendeteksi adanya lokus yang dapat digunakan

(2014) yang berjudul “Pengaruh Motivasi, Kepuasan Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Wilayah Telkom Pekalongan)”