• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Umar (2008:128) manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, dalam pergerakan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk pencapaian tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

Menurut Dessler (2005:4) manajemen sumber daya manusia adalah suatu kebijakan dan praktek yang melibatkan seseorang atau aspek sumber daya manusia dari posisi manajemen yang termasuk perekrutan, memilih, melatih, memberikan penghargaan, dan menilai. Jadi dari definisi sumber daya manusia di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah suatu fungsi organisasi yang terdiri atas proses dan sistem yang dapat memengaruhi kepegawaian yang efektif dan efisien, sehingga tujuan organisasi dan individual pun dapat dicapai.

Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh seorang individu didalam suatu organisasi dalam menciptakan hubungan kerja demi tercapainya suatu tujuan.

2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Untuk mencapai tujuan, strategi, misi, dan kebijakan dari perusahaan, manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi-fungsinya sehingga perusahaan dapat bersaing secara baik dengan perusahaan lainnya (Bohlander dan Snell 2010:150). Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut adalah:

1) Recruitment

Karyawan merupakan seseorang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Untuk itu sebelum perusahaan dijalankan maka pihak perusahaan akan melakukan suatu proses yang disebut dengan proses pencarian para karyawan (Bohlander dan Snell 2010:150). Proses pencarian para karyawan dilakukan berdasarkan standarisasi perusahaan. Standarisasi tersebut haruslah berkaitan dengan kriteria-kriteria yang dibutuhkan perusahaan, seperti

(2)

contohnya seorang karyawan haruslah mempunyai pengetahuan yang baik dan cakap, kemampuan intelektual, efisiensi dalam bekerja, karakter khusus yang baik dan beberapa pemikiran yang nantinya dapat membantu sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya (Bohlander dan Snell 2010:150).

2) Selection

Tahap selanjutnya adalah perusahaan akan menjalankan sebuah proses yang disebut dengan proses penyeleksian. Calon karyawan yang telah memberikan data mengenai data diri mereka atau data yang berhubungan dengan spesifikasi sebuah pekerjaan akan diseleksi dan dipilih oleh perusahaan berdasarkan kualifikasinya. Dalam tahap penyeleksian biasanya perusahaan.melakukan suatu proses calon karyawan di mana kriteria dan data calon karyawan tersebut sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Dalam tahap tersebut perusahaan melakukan pendataan dan pencatatan, dan kemudian perusahaan akan memasukkan dan mengkategorikan calon karyawan tersebut kepada deskripsi pekerjaan atau yang biasa disebut job description. Arti dari job description adalah penetapan akan sebuah pekerjaan, tanggung jawab dan kewajiban seorang karyawan dalam melakukan tugasnya (Bohlander dan Snell 2010:151).

3) Training dan developing

Setelah itu tahap selanjutnya adalah proses pelatihan dan pengembangan dimana dalam tahap ini karyawan yang telah diterima oleh perusahaan harus melakukan beberapa proses pelatihan dan pengembangan sehingga nantinya karyawan tersebut menjadi terbiasa kepada pekerjaan yang ada dalam perusahaan tersebut. Proses tersebut karyawan baru akan diberikan baik itu materi teori maupun praktek kerja lapangan (Bohlander dan Snell 2010:151).

4) Performance appraisal

Proses ini haruslah didukung dan dibantu dengan kemampuan dan keahlian karyawan dalam mengembangkan dan membuat suatu inovasi terhadap pekerjaannya. Apabila karyawan tersebut dapat bekerja sesuai target atau bekerja melebihi batas kemampuan dan standarisasi perusahaan maka karyawan tersebut berhak atas suatu penghargaan yang didasari kepada kinerja atau performance appraisal (Bohlander dan Snell 2010:151).

5) Compensation management

Tahap yang terakhir adalah proses pemberian kompensasi dimana setiap karyawan bekerja atas keinginan pencapaian akan suatu materi, sedangkan di lain pihak

(3)

perusahaan sangat membutuhkan karyawan untuk dapat menggunakan kemampuan dan keahlian mereka untuk dapat menjalankan perusahaan tersebut. Selain itu juga perusahaan membutuhkan karyawan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu berupa keuntungan (Bohlander dan Snell 2010:151).

2.2 Organizational Justice

2.2.1 Equity Theory

Menurut Robbins dan Judge. (2008:255) Equity adalah sebuah teori yang mengatakan bahwa kepuasan seseorang tergantung dari individu yang merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya.

Ada empat perbandingan rujukan karyawan untuk menambah kompleksitas teori ekuitasyaitu :

1. Self-inside : Pengalaman seorang karyawandalam posisi berbeda yang terdapat dalam organisasi saat ini.

2. Self-outside : Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi diluar organisasi saat ini.

3. Other-inside : Individu lain atau kelompok individu yang ada didalam organisasi karyawan.

4. Other-Outside : Individu lain atau kelompok individu yang ada diluar organisasi karyawan.

2.2.2 Pengertian Organizational Justice

George Dan Jones (2008:175) menyatakan, "teori Organizational Justice berkaitan dengan persepsi karyawan terhadap keadilan secara keseluruhan dalam organisasi mereka. Tiga bentuk Organizational Justice adalah Distributif Justice, Procedural Justice, Interacsional Justice. Persepsi Organizational Justicedapat memiliki konsekuensi luas untuk merubah motivasi karyawan, sikap, dan perilaku. Koperasi keadilan organisasional berkaitan dengan persepsi pegawai terhadap keadilan secara keseluruhan.

Organizational justice merupakan salah satu elemen dasar dari teori equity yang berarti keadilan di mana seseorang menilainya berdasarkan perlakuan yang mereka dapatkan serta bagaimana sesorang merasa adil secara merata dilihat dari tempat kerja dan prakteknya (Schermerhorn et al2012:109-110). Menurut Glinow, Von Marry Ann and McShane, Steven L (2007:128), Ia berpendapat Organizational

(4)

Justice adalah sejauh mana para pekerja percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil. Bisa berhubungan dengan seleksi, promosi penilaian kinerja, meningkatkan kinerja, dan lainnya. Menurut Greenberg dan Colquitt (2005:93) Organizational Justice berpusat pada dampak dari pengambilan keputusan manajerial, persepsi kualitas, efek keadilan, hubungan antara faktor individu dan situasional serta menjelaskan persepsi keadilan individu dalam organisasi. Menurut Tabibnia, Satpute dan Lieberman (2008:339) Organizational Justice dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan persepsi gaji yang adil, kesempatan yang sama untuk mendapatkan promosi kenaikan jenjang karir dan prosedur seleksi yang benar. Menurut Hughes (2006:288) Organizational Justice merupakan pendekatan kognitif berdasarkan penyimpulan daripernyataan beberapa orang yang diperlakukan tidak adil dankehilangan produktivitas, kepuasan, dan komitmen untuk organisasi mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Organizational Justice adalah sejauh mana keadilanseseorang dinilai berdasarkan perlakuan yang mereka dapatkan dari persepsi karyawan masing-masing terhadap keadilan dalam organisasi. Bisa berhubungan dengan kepuasan, komitmen untuk organisasi, atau meningkatkan kinerja.

2.2.3 DimensiOrganizational Justice

Menurut Crow (2010:402-423), jenis-jenis Organizational Justice dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu:

1) Distributif Justice (keadilan distributif)

Keadilan distributif mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi. persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan.

Selanjutnya, Muchinsky mengatakan bahwa keadilan distrbutif dinilai melalui tiga perspektif. Perspektif ini merupakan tambahan dari pandangan sebelumnya, yaitu : (1) Equity, hasil yang didapat individu harus sesuai dengan kontribusi yang diberikannya. Misalnya: semakin tinggi produktivitas kerja individu, semakin tinggi bonus yang didapat.

(2) Equality, semua orang mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan hasil/keputusan. Misalnya: semua pegawai mendapatkan jumlah bonus yang sama di akhir tahun.

(5)

(3) Need, pengalokasian hasil yang ideal sesuai dengan kebutuhan individu. Misalnya: dalam pembagian bonus, individu yang sedang membutuhkan bantuan finansial mendapat bonus lebih besar.

Menurut Greenberg dan Baron(2008:46) keadilan distributif didefinisikan sebuah bentuk Organizational Justice yang berfokus pada keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima jumlah imbalan yang sesuai serta mendapatkan penghargaan. 1. Imbalan atau kompensasi

merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.usahaan harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan, dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi. Sistem kompensasi dalam organisasi harus dihubungkan dengan dengan tujuan dan strategi organisasi serta keseimbangan antara keuntungan dan biaya pengusaha dengan harapan dari karyawan. Program kompensasi dalam organisasi harus memiliki empat tujuan, antara lain :

(1) Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan hukum yang sesuai (2) Efektifitas biaya untuk organisasi

(3) Keseimbangan indivdual, internal, eksternal untuk seluruh karyawan dan (4) Peningkatan keberhasilan kinerja organisasi.

2. Penghargaan

Kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi karyawan dalam rangka untuk mendistribusikan penghargaan moneter dan non moneter cukup langsung dan tidak langsung dalam kemampuan organisasi untuk membayar berdasarkan peraturan hukum. penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Penghargaan ekstrinsik dibedakanmenjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji,upah, imbalan berdasarkankinerja) penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteks bayarandiluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan). Penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas pekerjaannya yang tidak dalam bentuk uang. Biasanyapenghargaan tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, status, penghargaan masyarakat dan harga diri. Penghargaan ekstrinsik langsung disebut juga penghargaan berupa uang merupakanimbalan yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan

(6)

berdasarkan kinerja dapat berupa pembayaran lainnyayang berdasarkan hasil produktivitas yang terdiri dari insentif dan bonus.

Teori keadilan distributif menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan mengevaluasi distribusi setiap hasil organisasi dengan memperhatikan beberapa aturan distribusi dan aturan yang paling sering digunakan yaitu aturan hak menurut keadilan. Keadilan distributif berfokus pada persepsi keadilan akan hasil bagi karyawan dalam sebuah organisasi dan didasarkan pada gagasan ekuitas.

2) Procedural Justice (keadilan prosedural)

Keadilan prosedural adalah keadilan yang berfokus pada proses yang digunakan untuk membuat keputusan. Proses pembutan keputusan dapat berbentuk: pembuatan peraturan yang ada di organisasi, pemberian hukuman, dll.

Ketika pekerja menganggap keadilan prosedural tinggi, maka mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalan kegiatan, mengikuti aturan, dan menganggap hasil yang relavan adalah adil. Tetapi jika para pekerja merasa ketidakadilan prosedural, mereka cenderung menarik diri dari kesempatan untuk berpartisipasi, untuk kurang memperhatikan aturan dan kebijakan, dan menganggap hasil yang relavan adalah tidak adil.

Menurut Leventhal yang dikutip Kozlowski (2012:528) keadilan proseduraladalah persepsi mengenai proses keikutsertaan untuk mencapai suatu hasil dengan menfokuskan beberapa kriteria untuk memenuhi prosedur adil seperti:

1) Konsistensi :Diterapkan secara konsisten terhadap orang dan waktu.

2) Akurasi : Memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan.

3) Prosedur etis: Sesuai dengan standar pribadi atau sesuai dengan etika dan moralitas.

4) Bebas bias:Memastikan bahwa pihak ketiga tidak memiliki kepentingan dalam penyelesaian permasalahan dalam bentuk apapun.

Lynd dan Tyler dalam Dunnet dan Douglas (2005:140) mengatakan bahwa ada empat nilai yang membentuk keadilan prosedural, yaitu:

1) Voice, kesempatan pegawai untuk menympaikan aspirasinya. 2) Trust, kepercayaan pegawai terhadap pembuatan keputusan.

3) Neutrality, persepsi pegawai tentang kejujuran dan ketidakbiasan pembuatan keputusan.

(7)

4) Standing, perlakuan yang didapat oleh pegawai dari otoritas yang membuat keputusan.

3) Interacsional Justice ( keadilan interaksional)

Keadilan interaksional adalah interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang yang akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan, atau metode yang menceritakan bagaimana untuk melakukan sesuatu dan apa yang harus dilakukan kepada orang-orang dalam proses pengambilan keputusan.

2.3 Job Satisfaction

2.3.1 Pengertian Job Satisfaction

Job Satisfaction telah didefinisikan dalam beberapa cara dan definisi yangberbeda. Menurut Luthans (2006:243) Job Satisfaction adalah keadaan emosi yang senang atau emosi yang positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.

Dalamarti yang mendasar, Job Satisfaction adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja sesorang (Mathis dan Jackson, 2006:121). Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Jika kebutuhan individu terpenuhi dalam situasi mereka saat ini, maka individu cenderung akan bahagia. Kerangka kerja tersebut mendalilkan bahwa kepuasan kerja tergantung pada keseimbangan antara work-role input (pendidikan, waktu kerja, usaha) dan work-roleoutput (upah, tunjangan, status kondisi kerja,dan aspek intrinsik pekerjaan). Jika work - role output mengalami peningkatan yang relative terhadap work-role input, maka Job Satisfaction akan meningkat (European Foundation of the improvement of living and working conditions,2007).

Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan pada isu-isu manusia dan keterlibatan karyawan telah meningkat dalam bidang manajemen mutu. Banyak komentator berpendapat bahwa untuk sepenuhnya berhasil, manajemen mutu membutuhkan praktek-praktek yang lebih luas yang terdiri dari unsur-unsur dimensi manajemen sumber daya manusia. Banyak ahli percaya bahwa tren kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja dan produktivitas dan kinerja kerja, usaha kerja, ketidakhadiran karyawan, dan pergantian staf. Selain itu kepuasan kerja dianggap sebagai predikor kuat kesejahteraan individu secara keseluruhan, serta prediksi yang baik untuk niat atau keputusan karyawan untuk meninggalkan

(8)

pekerjaan (European Foundation of the improvement of living and working conditions,2007).

Menurut Gibson (2009:106) Job Satisfaction erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Job Satisfaction adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan selama bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Ketika karyawan tersebut merasa puas dengan perkerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memberikan suatu timbal balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen terhadap organisasi atau perusahaan di mana dia bekerja. Sedangkan ketika karayawan tidak merasa puas maka karyawan cenderung belakukan keterbalikan dari ketika merasa puas dengan pekerjaannya.

Menurut Hasibuan (2007:202-203) Job Satisfaction adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Job Satisfaction dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Job Satisfaction dalam pekerjaan adalah Job Satisfactionyang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Menurut Rivai (2006:243) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsic dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dalam diri karyawan dan dibawa oleh karyawan sejak mulai bekerja. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, seperti kondisi fisik, lingkungan kerja, interaksi dengan karyawan lain,dan dukungan dari atasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Job Satisfaction adalah perasaan seseorang yang di lakukan secara tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan selama bekerja di suatu organisasi atau perusahaan. Jika karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan memberikan timbal balik berupa kinerja atau komitmen yang lebih baik bagi organisasi atau perusahaan.

(9)

2.3.2 Dampak Ketidakpuasan Kerja

Stephen P. Robbins (2003:82) mengemukakan bahwa ada beberapa respon ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada respon ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka. Respon-respon ketidakpuasan kerja pegawai didefinisikan sebagai berikut :

1. Keluar (Exit) : Perilaku ketidakpuasan kerja yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi (Voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (Loyalty) : Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasidan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar” 4. Pengabaian (Neglect) : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

2.3.3 Dimensi Job Satisfaction

Beberapa faktor penentu Job Satisfaction menurut Robbins dan Coulter dalam Hidayat et al (2011:382) adalah sebagai berikut :

1. The work it self (pekerjaan itu sendiri) pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. Menurut Munandar (2006:357), berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan Job Satisfaction, yaitu : a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.

b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.

(10)

tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan, maka ia cenderung mempunyai Job Satisfaction.

d. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan Job Satisfaction.

e. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat Job Satisfaction.

2. Pay (gaji)

Job Satisfaction merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, sejauh mana derajat gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji di berikan.Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan nada Job Satisfaction.

3. Promotion Opportunity (Kesempatan Promosi)

Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam Job Satisfactionini disebabkan promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi.Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan Job Satisfactionkaryawan tersebut juga meningkat. Menurut Hasibuan (2005:108), mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif, tidak pilih kasih.Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku, golongan, dan keturunannya.

4. Supervisor (Atasan)

Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan, misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

5. Co-Worker (Rekan Kerja)

(11)

bercorak fungsional.Job Satisfaction yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi.Rekan kerja memberikan sumber-sumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan individu.Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerja menjadi menyenangkan.

6. Working Condition (Kondisi Kerja)

Keadaan atau suasana ditempat kerja merupakan factor lain yang memengaruhi Job Satisfaction. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

2.4 Organizational Commitment

2.4.1 Pengertian Organizational Commitment

Menurut Mathis dan Jackson (2006:122) Organizational Commitment adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang-orang yang relative puas denngan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen.

Menurut Gibson (2009:315) komitmen terhadap organisasi melibatkan tiga sikap: identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, dan perasaaan loyalitas terhadap organisasi. Sehingga dimaknai bahwa Organizational Commitmentmerupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. (Gibson, 2009:315). Pegawai yang memiliki komitmen yang baik berarti bahwa pegawai tersebut memiliki loyalitas terhadap organisasi dimana ia berada saat ini dan akan berupaya untuk berusaha dengan optimal mencapai tujuan organisasi tempat ia bekerja.

Organizational Commitment menurut Ivancevich (2007:234) adalah perasaan idenifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh pegawai terhadap organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diidentifikasi bahwa komitmen

(12)

terhadap organisasi melibatkan tiga sikap yaitu, rasa identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, dan perasaan setia terhadap organisasi. Bukti penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya Organizational Commitment dapat mengurangi efektivitas organisasi.

Jadi Organizational Commitment pada setiap karyawan sangat penting karena dengan suatu komitmen seorang karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dibanding dengan karyawan yang tidak mempunyai komitmen. Biasanya karyawan yang memiliki suatu komitmen, akan bekerja secara optimal sehingga dapat mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya untuk pekerjaanya, sehingga apa yang sudah dikerjakannya sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.

2.4.2 Dimensi Organizational Commitment

Tiga dimensi terpisah dari Organizational Commitmentyang diutarakan oleh Luthans,(2006:249-250) adalah:

1) Komitmen efektif (Affectif Commitment) merupakan perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh, seorang karyawan Pecto mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.

2) Komitmen berkelanjut (continuance commitment) adalah nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.Seorang karyawan mungkin akan berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia di bayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.

3) Komitmen normatif (normative commitment) adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.Sebagai contoh,seorang karyawan yang memelopori sebuah inisatif baru mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi.

(13)

2.4.3 Cara Menumbuhkan Organizational Commitment

Menurut Buchanan dalam Cortez (2008:13) Organizational Commitmentmemiliki tiga aspek utama yaitu :

1. Identifikasi

Identifikasi terlaksanakan dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi jika dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi. Sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan atau organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan mereka dalam tujuan organisasi. Hal ini dibutuhkan untuk saling mendukung diantara para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena karyawan yang dipercaya menerima tujuan organisasi tersebut telah dipilih dan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

2. Keterlibatan

Keterlibatan karyawan dalam semua aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawan mendorong mereka saling bekerjasama dengan baik antar sesama rekan kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk melibatkan semua karyawan adalah dengan mendorong partisipasi mereka dalam berbagai pembuatan keputusan yang dapat menimbulkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan secara bersama.

3. Loyalitas

Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk mempererat hubungan dengan organisasi, dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi merupakan hal yang penting dan menunjang komitmen mereka terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat dilakukan apabila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam organisasi.

(14)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini juga didukung dengan beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut:

Tabel 2.1Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil

Crow, Matthew. M. et al (2010) Organizational justice and organizational commitment among south Korean police officers an investigation of job satisfaction as a mediator

Path Analisis Organizational Justice memiliki pengaruh terhadap Job satisfaction secara signifikan yang berdampak pada Organizational Commitment Hossein Zainalipour,

Ali Akbar Sheikhi

Fini, Siyed Mohammad Mirkamali, (2010) A study of relationship between organizational justice and job satisfaction among teachers in Bandar Abbas middle school

Korelasi - Regresi Organizational Justice

berpengaruh secara signifikan terhadap Job satisfaction

Saimir Suma, Jonida Lesha (2013)

Job Satisfaction And Organizational Commitment: The Case Of Shkodra Municipality

Korelasi - Regresi Job Satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pada Organizational Commitment İrfan Yazicioğlu, Işıl

Gökçe Topaloğlu, (2009) The Relationship Between Organizational Justice And Commitment: A

Korelasi - Regresi Organizational Justice

berpengaruh secara signifikan terhadap Organizational

(15)

Case Study In Accommodation Establishments

Commitment

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Model penelitian Sumber: Peneliti,2014

2.7 Rancangan Uji Hipotesis

Rancangan Uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Untuk Tujuan 1

Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Job Satisfaction pada PT. Hong Canton International.

Ha: Ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Job Satisfaction pada PT. Hong Canton International.

Untuk Tujuan 2

Ho:Tidak ada pengaruh signifikan Job Satisfaction terhadap Organizational Commitment pada PT. Hong Canton International.

Ha:Ada pengaruh signifikan Job Satisfaction terhadap Organizational Commitment pada PT. Hong Canton International.

Untuk Tujuan 3

Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational Justice terhadap Organizational Commitment pada PT. Hong Canton International.

Ha:Ada pengaruh signifikan Organizational justice terhadap Organizational Commitment pada PT. Hong Canton International.

Organizational Justice X Job Satisfaction Y Organizational Commitment Z

(16)

Untuk Tujuan 4

Ho:Tidak ada pengaruh yang signifikan Organizational justice terhadap Organizational Commitment melalui Job Satisfaction selaku variabel mediator pada PT. Hong Canton International.

Ha: Tidak ada pengaruh signifikan Organizational justice terhadap Organizational Commitment melalui Job Satisfaction selaku variabel mediator pada PT. Hong Canton International.

Gambar

Tabel 2.1Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1. Model penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukanlah penelitian yang bertujuan untuk meramalkan jumlah penjualan sepeda motor baru merk S di area penjualan Surabaya

Diharapkan tenaga kesehatan (bidan) di puskesmas dapat meningkatkan kualitas pelayanan KIA, khususnya dalam memberikan asuhan pada ibu hamil, bersalin, nifas , bayi baru

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil tema dalam penelitian ini yang berjudul Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam Jum’at

pada penyakit jantung dan penyakit ginjal dari 52 berkas rekam medis rawat inap yang tidak tepat yaitu sebanyak 31 (60%), sedangkan berkas rekam medis rawat

Pada penelitian ini akan dirancang sebuah aplikasi dalam memprediksi besarnya pemakaian beban listrik menggunakan metode algoritma genetika dan memberikan alternatif pembangkit

Namun harus diakui bahwa istilah good governance ini dalam pemakaian oleh para pengkaji lebih banyak digunakan dalam pembicaraan tata kelola pemerintahan yang baik Hal

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi penandaan yang optimal sehingga diperoleh efisiensi penandaan yang tinggi sehingga 99m Tc-CTMP yang dihasilkan

Setelah pemohon mengajukan berkas permohonan pemasangan baru ke loket pemasangan pada PT. Telkom Kota Makassar, dilakukan verifi kasi dan validasi dokumen. Kemudian petugas PT.