• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIDAKTEPATAN KODE KOMBINASI HYPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG DAN PENYAKIT GINJAL BERDASARKAN ICD 10 DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETIDAKTEPATAN KODE KOMBINASI HYPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG DAN PENYAKIT GINJAL BERDASARKAN ICD 10 DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT JANTUNG DAN PENYAKIT GINJAL BERDASARKAN ICD

10 DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU

Tri Purnama Sari

1

, Tesa Herta Pela

2

1,2STIKes hang Tuah Pekanbaru

Email : 1tripurnamasariayi@gmail.com, 2hertapela@gmail.com

Abstract

of hypertension combination, heart disease and kidney disease founded 6 (six) of them are wrong code. The objective of this research is to determine of inaccuracy disease code for hypertension complication of heart disease and kidney disease at Islamic Hospital Ibnu Sina Pekanbaru. The method use in this research is mix

determining of combination code are 31 (60%). The factor that causes inaccuracy of hypertension code combination in heart disease and kidney disease is due to lack competence of medical recorder in coding. Keywords: Combination code, Hypertension of heart disease and kidney disease.

Abstrak

Pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang mewakili komponen data. Berdasarkan hasil survey pendahuluan terhadap 10 berkas rekam medis pada diagnosa kombinasi hypertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal didapat 6 diantaranya terdapat kode yang salah. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui presentase ketidaktepatan kode penyakit komplikasi Hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian gabungan (kuantitatif & kualitatif) dengan populasi dalam penelitian ini yaitu 52 berkas rekam medis rawat inap yang diambil dengan cara total sampling.

Hasil penelitian diperoleh rekam medis rawat inap yang tepat dalam penentuan kode kombinasi sebanyak 21 (40%) dan rekam medis rawat inap yang tidak tepat dalam penentuan kode kombinasi sebanyak 31(60%). Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode kombinasi Hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal yang dikarenakan oleh kurangnya kompetensi perekam medis dalam pelaksanaan pengkodean.

Kata Kunci: Kode Kombinasi, Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal

PENDAHULUAN

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU RI No 44, 2009 : 130). Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar, padat

modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan, dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin, agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang profesional baik dibidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu disemua tingkatan (Rustiyanto, 2010 : 27).

Untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan tersebut di rumah sakit diperlukan suatu bagian

(2)

yang penting, yaitu rekam medis. Rumah sakit yang berkualitas, mampu menyajikan informasi yang lengkap tentang proses pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit tersebut. Oleh karena itu semua petugas di rumah sakit baik tenaga medis, paramedik, maupun tenaga non medis harus menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 436/Menkes/ VI/1993 (Depkes, 2006 : 12).

Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnesa, pemeriksaan fisik laboratorium, diagnosa serta segala pelayanan data tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan yang di rawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat (DepKes RI 2006: 11).

Satu diantara sistem pengolahan data yang penting dalam sistem rekam medis adalah pemberian kode (Coding). Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka dan kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset dibidang kesehatan (DepKes RI, 2006: 59). Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait boleh diubah oleh karenanya diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10.Tenaga medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis (DepKes RI 2006: 60).

Koding diagnosa harus dilaksanakan sesuai aturan sistem koding ICD-10 International Statistical

(ICD 10) dari WHO, adalah sistem klasifikasi statistik penyakit yang komprehensif dan digunakan serta diakui secara internasional, (Hatta, 2008 : 131). Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam koding meliputi kegiatan pengkodean tindakan medis.Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode. (Budi, S. 2011 : 82). Kegiatan koding sangat bermanfaat untuk

memudahkan pelayanan pada penyajian informasi dan menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset kesehatan (DepKes RI 2006: 59).

Menurut peraturan pada ICD volume II, ICD menyediakan kategori tertentu dimana dua kondisi atau kondisi dan proses sekunder yang terkait dapat diwakili oleh satu kode yaitu kategori kode kombinasi. Kategori kombinasi tersebutharus digunakan sebagai kondisi utama dimana informasi yang tepat adalah tercatat. Indeks abjad menunjukkan dimana kombinaasi tersebut disediakan untuk dibawah indent dengan yang segera muncul setelah kata kunci. Dua kata kunci kondisi yanglebih dicatat sebagai syarat utama dapat dihubungkan jika salah satu dari mereka dapat dianggap sebgai pengubah kata sifat lain.Kode kategori kombinasi Dalam ICD 10, ada kategori tertentu dimana dua kondisi atau kondisi utama dan sekunder yang berkaitan dapat digambarkan dengan satu kode.

Contoh 1: Kondisi utama Kondisi lain Diberi kode : : : Renal failure

Hypertensive renal disease Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) Contoh 2: Kondisi utama Kondisi lain Diberi kode : : : Cataract. Insulin-dependent diabetes Hypertensi insulin-dependent diabetes dengan ophthalmic complica-tions (E10.3+) dan diabetic cataract (H28.0*)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru telah melaksanakan pengkodean penyakit dengan menggunakan ICD-10. Dari 10 berkas rekam medis pada diagnosa kombinasi hypertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal terdapat enam berkas rekam medis yang salah dalam pengkodean. Seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Indeks Penyakit Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru Tahun 2015

No Nomor RM Diagnosa Koding Petugas RM Koding yang benar 1 41.37.87 - Hypertensi Skala II - - I15.9 - N19 I12.0 2 40.68.13 - CHF - HHD - I50.0 - I11.9 I11.0 3 30.57.80 - Hypertensi - Gagal Ginjal - I10 - I12.0 I12.0

(3)

No Nomor RM Diagnosa Koding Petugas RM Koding yang benar 4 43.90.97 - CKD - Hypertensi - N18.0 - I10 I12.9 5 45.21.07 - CKD - Hypertensi - N18.0 - I10 I12.9 6 41.29.96 - CKD - Hypertensi - N18.0 - I10 I12.9

Kemungkinan kompetensi perekam medis yang kurang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam megkode diagnosa komplikasi hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

Deskriptif Kuantitaf dengan peendekatan Kualitatif.

Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Pedoman Wawancara, Pedoman Observasi, Daftar Check List, dan Alat Tulis. Jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 4 orang, sedangkan analisis data menggunakan cara induktif.

HASIL

Berdasarkan hasil observasi di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina yaitu indeks penyakit, SOP sudah ada namun sarana dan prasarana seperti kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris tidak ada.

Tabel 2. Hasil observasi sarana dan prasarana

No Uraian Keterangan

Ada Tidak

1 Indeks Penyakit 2 SOP

3 Sarana dan Prasarana : ICD 10

ICD 9 CM Aplikasi ICD 10 Aplikasi ICD 9 CM Kamus kedokteran Kamus bahasa inggris

Tabel 3. Presentase Ketidaktepatan Kode Kombinasi Diagnosa Kode Kombinasi Jumlah Presentase (%) Tepat 21 40% Tidak Tepat 31 60% Total 52 100%

Kompetensi petugas rekam medis

Jumlah petugas rekam medis yang ada di unit rekam medis

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis jumlah petugas di unit rekam medis yaitu sebanyak 13 orang, seperti pernyataan informan di bawah ini:

“Berjumlah 13 orang terdiri dari 4 orang sebagai petugas koding dan 1 orang merangkap sebagai k.a. unit rekam medis, 1 orang petugas pelaporan, 1 orang petugas assembling, 1 orang sebagai administrasi rekam medis dan 6 orang petugas filillng dan distribusi file dan tugasnya dibagi menjadi 3 shift”(informan 1).

Lama bekerja petugas dibagian rekam medis (pengkodean)

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis petugas koding sudah lama bekerja dibagian pengkodean yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini:

“Sudah 2 tahun sejak tahun 2014” (informan 2). “Sudah 4 tahun” (informan 3).

“Sudah 2 tahun” (informan 4). Pelatihan Pengkodean

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis petugas koding sudah pernah mengikuti pelatihan pengkodean yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini :

“Semua petugas koding berjumlah 4 orang dan sudah pernah ikut pelatihan dan seminar nasional” (infoman 1).

“Sudah pernah di Padang, Graha Pena, dan baru

“Sudah beberapa bulan yang lalu” (informan 3). “Pernah mengikuti pelatihan di Yogja dulu tahun 2014” (informan 4).

Pelatihan Mengenai Kode Kombinasi

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis petugas koding sudah pernah dan belum pernah mengikuti pelatihan mengenai kode kombinasi yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini :

“Sudah pernah dek” (informan 2).

“Sudah pernah kemarin kak pelatihan di Awal Bros” (informan 3 ).

(4)

“Belum dek, abang belum permah mengikuti pelatihan mengenai kode kombinasi” (informan 4). Te r m in o l o g i M e d is, Kim i a Kl in ik , d a n Farmakologi, yang Berkaitan Dengan Diagnosa

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis petugas koding masih ada yang belum memahami terminologi medis, kimia klinik, dan farmakologi yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini :

“Istilah terminologis medis, kimia klinik dan farmakologi, cukup paham karena background ibu dari sekolah perawat, pengalaman perawat 13 tahun lalu melanjutkan pendidikan DIII rekam medis, dan DIV manajemen informasi kesehatan, dan mengajar koding, jadi untuk istilah-istilah itu ibu cukup mengerti ” (informan 1).

“Kalau mengenai terminologi medis kak sedikit banyaknya paham tetapi kendala dalam mengkode penyakit tulisan dokter yang tidak terbaca, kalau mengenai kimia klinik baru-baru ini kak lebih memahami nya dek misalnya pada dignosa penyakit ginjal atau gagal ginjal karena semenjak sudah diberlakukannya BPJS ini dek, dan farmakologi kak ngk paham” (informan 2).

“Terminologi medis kak paham sedikit, kimia klinik sudah mulai mengerti, dan farmakologi belum mengerti” (infoman 3).

“Terminologi medis banyak yang paham, bahasa indonesia diubah menjadi bahasa inggris contohnya nephrolithiasis atau batu ginjal, kimia klinik dikit-dikit mengerti, dan farmakologi ngak paham” (informan 4).

Dampak dari Ketidaktepatan dan Tidak Akurat Khususnya Di Kode Kombinasi Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dampak dari ketidaktepatan dan tidak akurat khususnya di kode kombinasi hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini:

pembayaran atau kekurangan pembayaran contohnya kasus kode kombinasi yang satu BPJS lebih membayarkan ke rumah sakit sehingga rumah sakit harus mengembalikan kelebihan itu dan yang satu nya lagi BPJS kurang membayarkan ke rumah sakit sehingga BPJS harus membayar kekurangan ke rumah sakit” (informan 1).

Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkodean

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis sudah ada standar operasional prosedur (SOP) di unit rekam medis khususnya untuk pengkodingan yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini:

“SOP sudah ada tetapi besok mau direvisi, kan sekarang susunan nya koding dulu baru assembling, besok kalau sudah direvisi maka akan berubah menjadi di koding dulu baru di assembling” (informan 1) “ada dari rumah sakit” (informan 2)

“ada SOP nya kok” (informan 3) “SOP nya ada kok dibuat” (informan 4)

Sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengkodingan

Sarana dan Prasarana

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis sarana dan prasarana yang mendukung dalam melakukan pengkodean yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini :

“ICD-10 terdiri dari (volume I, volume II, volume III, ICD-9-CM, komputer, printer. Dan ada juga menggunakan internet digunakan untuk mencari terminologi medis atau istilah-istilah lain dari penyakit. Contoh nya yaa dek untuk mencari istilah lain untuk tindakan hernio rapphy sama artinya dengan repair hernia” (informan 2)

“adanya aplikasi ICD-10, ICD-9-CM, tidak mencari pakai buku lagi” (informan 3 )

“sarana nya ada seperti ICD-10 yang digital dan manual, ICD-9-CM, Komputer juga ada. Contoh menggunakan Aplikasi ICD-10 hypertensi dengan nya ketik hypertensi baru muncul liat dibawahnya ada heart baru liat lagi kebawah heart failure dan didapat kode I11.0” (informan 4).

Proses Pengkodean Kode Kombinasi

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis proses pengkodean kode kombinasi yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini:

“Dua diagnosa pada kode kombinasi tidak perlu dikode keduanya cukup satu kode saja”(informan 2) “Contoh kasus CKD dan Hypertensi dijadikan satu kode saja, caranya cari Hypertensi renal disease with renal failure didapat kode I12.0 tidak perlu dikode keduanya” (informan 3)

(5)

“Proses mengkode kode kombinasi bisa dengan cara manual dan digital menggunakan ICD-10, ICD-9-CM” (informan 4)

PEMBAHASAN

Presentase Ketidaktepatan Kode Penyakit Kombinasi Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa, dari 52 berkas rekam medis rawat inap yang tidak tepat dalam pengkodean kombinasi hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal sebanyak 31 (60%), sedangkan berkas rekam medis rawat inap yang tepat dalam pengkodean kombinasi hypertensi

pada penyakit jantung dan penyakit ginjal sebanyak 21 (40%). Kecepatan dan ketepatan pengkodean diagnosis tergantung pada pelaksanaan yang menangani rekam medis yaitu tenaga medis dalam menegakkan diagnosa, tenaga rekam medis sebagai koder diagnosa, dan tenaga kesehatan lainnya. Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah oleh karenanya harus diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD 10.Kelancaran dan kelengkapan pengisian rekam medis di instalasi rawat jalan dan rawat inap atas kerja sama tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang ada dimasing-masing instalasi kerja tersebut. Hal ini seperti dijelaskan pasal 3 dan 4 Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis.

Berdasarkan penelitian Octaria (2015) Ketepatan dan kecepatan terhadap pengkodean penyakit dimonitor oleh reliability (kehandalan), validity

(keakuratan) dan completenss (kelengkapan) dengan meningkatnya ketepatan dan kecepatan pengkodingan penyakit menghindari terjadinya piutang yang besar bagi rumah sakit. Dengan adanya pelatihan, terjadi peningkatan ketepatan dan kecepatan pengkodingan penyakit di RSUD Petala Bumi Pekanbaru sebesar 39,1% dari tidak tepat dan cepat menjadi tepat dan cepat, 38,5% dari tepat dan cepat menjadi sangat tepat dan cepat, meningkatnya ketepatan dan kecepatan pengkodean diagnosa penyakit mempercepat proses klaim BPJS yang cepat dan tidak adanya pengklaiman yang tidak dibayar tepat tepat waktu ke rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis berasumsi bahwa presentase ketidaktepatan kode

kombinasi hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru kurang tepat.

Kompetensi Perekam Medis Dalam Pelaksanaan Koding

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Ibnu Pekanbaru bahwa kompetensi perekam medis masih kurang berkompeten, hal ini disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman petugas tentang terminologi medis, kimia klinik dan farmakologi.

Kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan merupakan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang profesi perekam medis dan informasi kesehatan dalam melakukan tanggung jawab diberbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Kompetensi pokok perekam medis dan informasi Penyakit artinya bahwa seorang profesi perekam medis dan informasi kesehatan harus mampu menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Untuk menguasai kompetensi yang pertama seorang perekam medis harus memiliki pengetahuan tentang

Fisiologi, Biologi Manusia, Patologi. 2)Aspek hukum dan etika profesi; 3)Manajemen rekam medis dan informasi kesehatan; 4)Menjaga mutu rekam medis;5)Statistik kesehatan;6) Manajemen unit kerja rekam medis

Menurut (Rustiyanto,2009 : 43) Kompetensi perekam medis yaitu perekam medis harus mampu melakukan tugas dalam memberikan pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan memperhatikan beberapa kompetensi. Salah satunya hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis berasumsi bahwa kompetensi petugas koding di Rumah Sakit Islam Ibnu Pekanbaru masih kurang berkompeten meskipun seluruh petugas koding telah mengikuti pelatihan atau seminar serta latar belakang pendidikannya D3 rekam medis tetapi pemahaman tentang terminologi medis, kimia klinik dan farmakologi dari 4 informan 3 orang informan yang masih kurang memahami.

(6)

Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengkodean

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam bahwa SOP tentang pengkodean sudah ada dan sudah berjalan tetapi untuk kedepannya SOP tersebut akan direvisi kembali. SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan penggunaan fasilitas pemprosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi, telah berjalan secara efektif, konsisten, standar, dan sistematis (Tambunan, 2013 : 87). Peran dan Manfaat Standar Operasional Prosedur sebagai pedoman di dalam suatu organisasi (Tambunan, 2013 : 107); 1) menjadi pedoman kebijakan yang merupakan dasar bagi seluruh kegiatan organisasi, secara operasional maupun administratif (Pedoman Kebijakan); 2) menjadi pedoman kegiatan-kegiatan organisasi, baik serta operasional maupun administratif (Pedoman Kegiatan); 3)menjadi pedoman untuk memvalidasi langkah-langkah kegiatan dalam organisasi (Pedoman Birokrasi), 4)menjadi pedoman terkait penggunaan formulir, dokumen, blanko dan laporan yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi (Pedoman Administrasi), 5) menjadi (Pedoman EvaluasiKinerja), 6)menjadi pedoman mengintegrasikan kegiatan-kegiatan organisasi, untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Pedoman Integrasi).

Tujuan Standar OperasionalProsedur(SOP) adalah 1) menjamin terlaksananya kegiatan-kegiatan organisasi sesuai dengan kebijakan dan ketentuan kendala pemprosesan dan produksi laporan yang dibutuhkan organisasi; 3) Menjamin kelancaran proses pengambilan keputusan organisasi secara kontrol kegiatan yang dapat mencegah terjadinya penyelewengan maupun penggelapan oleh anggota organisasi maupun pihak-pihak lain.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis berasumsi bahwa SOP di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru sudah berjalan dengan baik tetapi untuk selanjutnya assembling dan koding akan direvisi.

Sarana Dan Prasarana Dalam Menunjang Ketepatepatan Kode Penyakit Komplikasi

Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal

Berdasarkan hasil wawancara bahwa sarana dan dibutuhkan ICD 10, ICD 9 CM, aplikasi ICD, komputer, printer, internet, kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris dibutuhkan dalam pelaksanaan pengkodingan. Namun kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris belum tersedia. Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Untuk lebih memudahkan membedakan keduanya. Sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak seperti komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti gedung. Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis berasumsi bahwa sarana dan prasana di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina belum memenuhi kebutuhan karena selain ICD 10, ICD 9 CM, aplikasi ICD, komputer, printer dan internet pengadaan kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris sangat dibutuhkan guna mendukung pelaksanaan pengkodingan.

SIMPULAN

Persentase ketidaktepatan kode kombinasi hypertensi

pada penyakit jantung dan penyakit ginjal dari 52 berkas rekam medis rawat inap yang tidak tepat yaitu sebanyak 31 (60%), sedangkan berkas rekam medis rawat inap yang tepat sebanyak 21 (40%).Kompetensi petugas koding di Rumah Sakit Islam Ibnu Pekanbaru masih kurang berkompeten meskipun seluruh petugas koding memiiki latar belakang pendidikan D3 rekam medis dan telah mengikuti pelatihan atau seminar yang diadakan di rumah sakit maupun seminar nasional tetapi pemahaman tentang terminologi medis, kimia klinik dan farmakologi masih kurang.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Budi, S.C. (2011). Manajemen Unit Kerja Rekam

Medis.Yogyakarta: Quantum Sinergis Media. DepKes, RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional

b e n t u k d an c a r a p e n y e l e n g g a r a a n pembangunan kesehatan. Jakarta: DIRJEN YANMED.

--- (2006). Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: DIRJEN YANMED. Fathoni, A (2006). Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Hatta, G.R. (2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI-Press

Hidayat, A.A.A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

ICD Volume II (2010). International Statistical Problems of Tenth Revision

Moleong (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT Remaja Rosda karya

Notoatmodjo, S. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. --- (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

Octari, H. (2015), Peningkatan Kualitas Pengkodean Pada Ketepatan Dan Kecepatan Pengkodean Penyakit Untuk Penagihan Klaim BPJS RSUD Petala Bumi Pekanbaru Tahun 2015, Tesis, STIKes Hang Tuah Pekanbaru

PMK No. 27 Tahun 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs

Pramono, A. (2012). Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta (online), (anggaekopramono@gmail.com

Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Sri yanti. (2008). KMB II (Kardiovaskuler, urologi &

Endokrin)

Tambunan. (2013). Standar Operasional Prosedur.

Jakarta: PT Suka Buku.

RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. (2012). Bandung : Citra Umbara.

Vitri, (2009) Kompetensi Perekam Medis Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan yang Berlaku

(Online), (http://rekamkesehatan.wordpress. com/2009/02/28/kompetensi-perekam-medis), diakses 22April 2016

Yessie Mariza. (2013) KMB I Keperawatan Medikal Bedah

Gambar

Tabel 1. Indeks Penyakit Rumah Sakit Islam Ibnu  Sina Pekanbaru Tahun 2015
Tabel  3.  Presentase  Ketidaktepatan  Kode  Kombinasi  Diagnosa Kode  Kombinasi Jumlah  Presentase (%) Tepat  21 40% Tidak Tepat 31 60% Total  52 100%

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dilakukan pada jaringan syaraf tiruan yang telah dilatih terhadap 20 data baru (data rekam medis 9 faktor risiko penderita penyakit jantung dan orang sehat yang

Data rekam medis yang berperan dalam penghitungan biaya rawat inap pada penyakit skizofrenia paranoid adalah data administrasi meliputi identitas pasien, cara

Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medis di RSUP H.Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2011 yang menderita penyakit jantung koroner usia ≤

Telah dilakukan penelitian mengenai analsis rata-rata total harga obat pada penderita diabetes melitus dengan gangguan ginjal pada berbagai kelas rawat inap melalui rekam medis

Persentase tingkat keakuratan dokumen rekam medis pasien rawat inap kasus bedah orthopedi sebanyak 0% dikarenakan petugas kodefikasi tidak menuliskan kode ICD-10 karakter ke

Dalam pelayanan non medis yang salah satunya merupakan pengelolaan rekam medis, terutama dalam melakukan kodefikasi diagnosis penyakit menggunakan pedoman ICD-10,

Pengujian dilakukan pada jaringan syaraf tiruan yang telah dilatih terhadap 20 data baru (data rekam medis 9 faktor risiko penderita penyakit jantung dan orang sehat yang

Menurut data rekam medis RSUD Kabupaten Subang tahun 2020, kasus penyakit jantung yang ditangani oleh RSUD Kabupaten Subang tahun 2020 sebanyak 8.104 kasus dan mengalami peningkatan